Pengaruh Perendaman Dalam Asam Organik dan Metode Pengeringan Terhadap Pencoklatan Enzimatik Pada Pengolahan Lada Hijau

(1)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM ASAM ORGANIK

DAN METODE PENGERINGAN TERHADAP

PENCOKLATAN ENZIMATIK PADA

PENGOLAHAN LADA HIJAU

oleh :

Andri Susanto

F34102107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM ASAM ORGANIK

DAN METODE PENGERINGAN TERHADAP

PENCOKLATAN ENZIMATIK PADA

PENGOLAHAN LADA HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Andri Susanto

F34102107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Andri Susanto. F34102107. Pengaruh Perendaman dalam Asam Organik dan Metode Pengeringan terhadap Pencoklatan Enzimatik pada Pengolahan Lada Hijau. Di bawah bimbingan Abdul Aziz Darwis dan Sri Yuliani. 2007

RINGKASAN

Lada (Pipper nigrum) merupakan salah satu hasil tanaman perkebunan unggulan Indonesia yang 90% produksinya ditujukan untuk ekspor. Hasil olahan utama lada Indonesia yang diekspor berupa lada hitam dan lada putih. Lada hijau kering (dehidyrated green pepper) merupakan produk olahan lada yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan produk lada hitam dan lada putih. Nilai ekonomi lada hijau kering mencapai US$ 3.950/kg sedangkan lada putih mencapai US$ 2.168/kg dan lada hitam mencapai US$ 1.177/kg (Nair, 2006). Berdasarkan data ini lada hijau kering dapat dijadikan alternatif untuk memproduksi lada yang bernilai ekonomi tinggi di Indonesia.

Kendala yang ditemui dalam pengolahan lada hijau kering adalah pemudaran warna hijau pada lada menjadi kecoklatan akibat reaksi enzimatik sehingga membuat penampilannya menjadi tidak menarik. Pencegahan yang telah banyak dilakukan adalah dengan penggunaan sulfit namun telah dilarang karena dapat menyebabkan asmatik. Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik dilakukan dengan mencegah aktivitas fenolase terhadap substrat dan oksigen diantaranya adalah dengan perendaman dalam asam organik.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan asam-asam organik dan metode pengeringan terhadap reaksi pencoklatan enzimatik pada pengolahan lada hijau serta mengetahui karakteristik lada hijau kering yang diperoleh. Penilitian ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk lada hijau kering yang diperoleh.

Penelitian ini dilakukan dengan merendam lada hijau di dalam tiga jenis asam organik dengan tiga tingkat konsentrasi pada masing-masing asam kemudian dikeringkan dengan dua metode pengeringan. Asam organik yang digunakan adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat dengan tingkat konsentrasi pada setiap asam sebesar 2 persen, 3 persen dan 4 persen. Metode pengeringan yang digunakan adalah pengeringan penjemuran dan pengeringan oven.

Perendaman dengan asam sitrat, asam malat dan asam tartrat pada konsentrasi 2 persen, 3 persen dan 4 persen cukup efektif untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Metode pengeringan oven memiliki nilai kehijauan yang lebih baik dibandingkan dengan pengeringan penjemuran. Nilai kehijauan terbaik didapatkan pada perlakuan perendaman asam sitrat 3 persen pengeringan oven.

Lada hijau kering yang diperoleh memiliki nilai warna antara (-1,25) - (+7,25); kadar air 7,38 - 9,52 persen (b/b); kadar minyak atsiri 2,96 – 5,04 persen (b/b) dan bulk density 189 - 237 g/l. Jika dibandingkan, mayoritas parameter mutu lada hijau kering hasil penelitian telah memenuhi parameter mutu lada hijau kering di pasar. Parameter mutu lada hijau kering di pasar adalah: nilai warna (+2,79); kadar air maksimal 12 persen; kadar minyak atsiri minimal 3 persen dan bulk density 250 – 400 g/l.


(4)

Evaluasi sensori dilakukan melalui uji hedonik pada atribut warna, rasa dan aroma. Hasilnya menunjukan bahwa panelis lebih menyukai warna lada hijau kering dengan perlakuan pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan penjemuran. Pada atribut aroma panelis masih dapat menerima semua sampel yang diujikan terutama sampel dengan perlakuan asam tartrat baik 2 persen maupun 4 persen pengeringan oven. Pada atribut rasa panelis menyukai rasa dari perlakuan asam tartrat 2 persen pengeringan oven dan kurang menyukai perlakuan asam malat 2 persen pengeringan penjemuran.


(5)

Andri Susanto. F34102107. The Influences of Marinating Green Peppers in Organic Acid and its Drying Methods to the Enzymatic Browning Process in Processing Green Peppers. Supervised by Abdul Aziz Darwis dan Sri Yuliani. 2007

SUMMARY

Pepper (Pipper nigrum) is one of the Indonesian most favored products which is 90% of its production was exported. The main Indonesian exported peppers are white and black peppers. Dried green peppers (dehydrated) are a pepper product with economical value higher than white and black pepper. Its economical value reached US$ 3.950/kg while black and white pepper only reached US$ 2.168/kg and US$ 1.177/kg (Nair, 2006). Therefore, dried green pepper can be alternative for Indonesian exported pepper main production.

The problem that often occurred while processing green peppers is color changing process from green to brown, also called browning, caused by enzymatic reaction. Several attempts have been tried to prevent browning. One of them is by using sulphite. But it has been prohibited because of asthmatic issue. Another way to prevent this is by marinating green peppers in organic acid solutions to inhibit the phenols that caused the enzymatic reaction.

This research’s goal is to know the obtained green peppers characteristics and to know the influences of organic acids and drying methods usage in dried green pepper production process. Aside from those, the research also aimed to know panelists opinion about the obtained green peppers.

This research is conducted by marinate the green peppers in three different organic acids and then dry them in two different drying methods. The organic acids used are citric acid, malic acid and tartrat acid. All of them are in 2%, 3% and 4% of concentrate. The drying methods used are drying in the sunshine and drying in the oven.

The obtained green peppers have color value between (-1.25) to (+7.25); water content of 7.38 to 9.52 % (w/w); essential oil content of 2.96 to 5.04% (w/w) and bulk density of 189 to 237 g/l. When compared, the majority of the obtained green peppers characteristics have been qualified with characteristics of green peppers that already in the market which has color value of (+2.79); maximum water content of 12%; minimum essential oil content of 3% and bulk density value of 250 to 400 g/l.

Organic acid usage with oven drying produce green peppers with color value in green range of Hunter notation and green peppers produced with organic acid usage and sun drying are in the red range of the same notation. The color value obtained indicates how effective is the usage of organic acid and oven drying in order to prevent browning process.

Sensory evaluation is done through hedonic test for color, taste and smell. The results show us that most of the panelists preferred oven dried green pepper that sun dried green pepper. For the smell part, panelists can accept all samples, especially samples with tartat acid treatment. As for the taste part, panelists preferred samples with 2% tartrat acid and oven drying than samples with 2% malic acid and sun drying.


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PERENDAMAN DALAM ASAM ORGANIK DAN METODE PENGERINGAN TERHADAP

PENCOKLATAN ENZIMATIK PADA PENGOLAHAN LADA HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Andri Susanto

F34102107

Dilahirkan pada tanggal 20 September 1984 di Purworejo

Tanggal lulus : Oktober 2007

Menyetujui, Bogor, Oktober 2007

Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz Darwis, MSc Dra. Sri Yuliani, Apt Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul: Pengaruh Perendaman dalam Asam Organik dan Metode Pengeringan terhadap Pencoklatan Enzimatik pada Pengolahan Lada Hijau merupakan karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik kecuali yang dengan jelas rujukannya.

Bogor, Oktober 2007 Yang membuat pernyataan

Nama : Andri Susanto NRP : F34102107


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo pada 20 September 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Tumin dan Sumarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 06 Kalideres, Jakarta pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama di SLTPN 186 Jakarta pada tahun 1999. Pada 2002 penulis lulus dari SMUN 33 Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan tingginya pada tahun yang sama di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staff Divisi Perekonomian DKM Al Hurriyyah (2002-2003), Staff Divisi Kajian Keislaman Forum Bina Islami Fateta (2003-2004) dan Anggota UKM Thifan pokhan (2002-2004). Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (2004-2006) dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian (2005). Pada tahun 2006 hingga sekarang penulis juga diamanahkan sebagai pengurus Beastudi Etos DD Republika wilayah Bogor.

Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapangan di PT. Gandum Mas Kencana, Tangerang yang menghasilkan karya tulis berupa laporan dengan judul “Mempelajari Aspek Perencanaan dan Pengendalian Produksi di PT. Gandum Mas Kencana, Tangerang”. Sebagai pelaksanaan tugas akhir pendidikan S1 penulis melakukan penelitian yang bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu yang menghasilkan skripsi berjudul “Pengaruh Perendaman dalam Asam Organik dan Metode Pengeringan terhadap Pencoklatan Enzimatik pada Pengolahan Lada Hijau”.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, hidayah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada imammal muttaqiin Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya yang istiqomah hingga yaumil akhir.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Perendaman dalam Asam Organik dan Metode Pengeringan pada Pengolahan Lada Hijau” merupakan hasil kerja sama penulis dengan BB Litbang Pascapanen Pertanian.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Abdul. Aziz Darwis, MSc., selaku pembimbing pertama penulis atas bimbingan dan arahannya selama penyusunan skripsi maupun kegiatan akademik lainnya. Terima kasih kepada Dra. Sri Yuliani, Apt., selaku pembimbing kedua penulis atas bimbingan dan perhatiannya. Terima kasih juga kepada Dr. Ir. M. Yani, M.Eng., atas kesediannya menjadi dosen penguji serta memberikan masukan untuk perbaikan skripsi. Penulis juga berterima kasih kepada Hoerudin, SP, MFoodST., atas bimbingannya selama melakukan penelitian.

Terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada mama dan bapak atas keridhoan, kasih sayang dan motivasinya. Kepada adikku yang sudah mau berbagi, jazakillah ukhti. Kepada murobbi dan para sahabat se-group, jazakumullah khoir. Semoga Allah istiqomahkan kita dalam keimanan. Jazakumullah kepada pejuang-pejuang kebaikan, TS DKM Al Hurriyyah, TPI 1428H, TBW 1427H, dan Forum Bina Islami Fateta. Ana uhibbukum fillah. Terima kasih pula kepada rekan-rekan penelitian: Hari, Rini, Sigit, Wahyu, Farikhin, Iffa, Rossi dan Fitri atas kerjasamanya. Terimakasih kepada, Bu Ning, Mb Ika, Pak Ato, Pak Yudi serta staf laboratorium BB Litbang Pascapanen lainnya atas bantuan yang diberikan. Kepada Bu Rini, Bu Sri, Bu Ega dan laboran TIN lainnya; terima kasih sudah mau direpotkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada “Panitia Orang Sukses Indonesia” Beastudi Etos khususnya wilayah Bogor. Untuk adik-adikku di asrama Etos 42, jazakumulllah sudah


(10)

memberikan senyuman yang manis dan kebersamaan kepada penulis. Terima kasih kepada dosen-dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) atas transfer ilmu pengetahuan dan teknologinya. Untuk rekan-rekan TIN 39 terima kasih atas kebersamaannya, mudah-mudahan silaturahim diantara kita tetap terjaga. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Jazakumullah khoir.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah sesuatu yang sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Penulis Bogor, Oktober 2007


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. LADA ... 3

B. KOMPOSISI KIMIAWI ... 4

C. FISIOLOGI PASCAPANEN... 5

D. PENANGANAN PASCAPANEN ... 6

1. Penggunaan Bahan Kimia ... 6

1.1 Asam Sitrat ... 9

1.2 Asam Malat ... 10

1.3 Asam Tartrat ... 11

2. Pengeringan ... 11

E. KARAKTERISTIK LADA HIJAU PASAR ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 16

D. RANCANGAN PERCOBAAN ………... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. HASIL UJI KARAKTERISASI LADA HIJAU SEGAR ... 20

B. HASIL UJI KARAKTERISASI LADA HIJAU KERING ... 22

C. EVALUASI SENSORI ... 29


(12)

A. KESIMPULAN ... 33

B. SARAN ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteritik lada hijau kering di pasar... 14

Tabel 2. Kombinasi perlakuan pengolahan lada hijau kering... 19

Tabel 3. Hasil uji karakteristik lada hijau segar... 20

Tabel 4. Karakteristik lada hijau setelah pengeringan ... 22


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang melintang buah lada ... 4

Gambar 2. Reksi hidroksilasi monofenol ... 7

Gambar 3. Reaksi oksidasi difenol ... 7

Gambar 4. Mekanisme degradasi klorofil ... 8

Gambar 5. Rumus bangun asam sitrat ... 9

Gambar 6. Rumus bangun asam malat ... 10

Gambar 7. Rumus bangun asam tartrat ... 11

Gambar 8. Bentuk umum kurva sorpsi isotermis ... 12

Gambar 9. Diagram alir tahapan penelitian ... 15

Gambar 10. Diagram pengolahan lada hijau kering ... 17

Gambar 11. Perbandingan hasil uji warna lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan ... 23

Gambar 12. Perbandingan kadar air lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan ... 24

Gambar 13. Perbandingan kadar minyak atsiri lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan... 26

Gambar 14. Perbandingan bulk density lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan... 27

Gambar 15. Uji hedonik warna ... 30

Gambar 16. Uji hedonik aroma ... 31


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tata cara karakterisasi lada hijau ... 38

Lampiran 2. Hasil karakterisasi lada hijau segar ... 42

Lampiran 3. Hasil uji warna lada hijau setelah blanching ... 43

Lampiran 4. Hasil uji warna lada hijau setelah perendaman dalam asam organik ... 45

Lampiran 5a. Hasil uji warna lada hijau setelah pengeringan ... 47

Lampiran 5b. Rekapitulasi analisis ragam lada hijau kering ... 49

Lampiran 6a. Hasil uji kadar air lada hijau kering ... 50

Lampiran 6b. Rekapitulasi analisis ragam kadar air lada hijau kering ... 51

Lampiran 7a. Hasil uji kadar minyak atsiri lada hijau kering ... 52

Lampiran 7b. Rekapitulasi analisis ragam minyak atsiri lada hijau kering ... 53

Lampiran 8. Hasil uji bulk density lada hijau kering ... 54

Lampiran 9. Hasil uji ph lada hijau saat perendaman dalam asam organik... 55

Lampiran 10. Hasil uji pH lada hijau setelah pengeringan ... 56

Lampiran 11. Lembar uji kesukaan warna lada hijau kering ... 57

Lampiran 12. Lembar uji kesukaan aroma, rasa dan penerimaan umum lada hijau kering ... 58

Lampiran 13a. Rekapitulasi hasil uji kesukaan aroma lada hijau kering ... 59

Lampiran 13b. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam, Konsentrasi Asam dan Cara Pengeringan terhadap Kesukaan Aroma Lada Hijau Kering ... ... 60

Lampiran 14a. Rekapitulasi data hasil uji organoleptik terhadap kesukaan rasa lada hijau kering... 61

Lampiran 14b. Analisis ragam pengaruh jenis asam, konsentrasi asam dan cara pengeringan terhadap kesukaan rasa lada hijau kering ... 62


(16)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lada (Pipper nigrum L.) merupakan salah satu hasil tanaman perkebunan unggulan Indonesia yang 90 persen produksinya ditujukan untuk ekspor. Pada tahun 2000 Indonesia menjadi pengekspor lada hitam dan lada putih terbesar di dunia dengan volume 65.001 ton namun hingga tahun 2005 ekspor tersebut menurun dengan rata-rata 10,12 persen per tahun (BPS, 2007).

Lada hijau kering (dehidyrated green pepper) merupakan produk olahan lada yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan produk lada hitam dan lada putih. Nilai lada hijau kering mencapai US$ 3.950/kg sedangkan lada putih mencapai US$ 2.168/kg dan lada hitam mencapai US$ 1.117/kg (Nair, 2006). Berdasarkan data ini maka pengolahan lada hijau kering dapat dijadikan alternatif untuk memproduksi lada yang bernilai ekonomi tinggi di Indonesia.

Dalam memproduksi lada hijau kering biasanya terjadi reaksi pencoklatan enzimatik yang menyebabkan hilangnya warna hijau pada buah lada sehingga membuat penampilannya menjadi tidak menarik. Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik yang telah banyak digunakan adalah dengan penambahan sulfit dan perendaman dalam air panas (blanching) atau kombinasi dari keduanya. Penambahan sulfit sebagai zat anti pencoklatan telah dilarang karena dapat menyebabkan asmatik pada konsumen (Sappers dan Miller, 1992) sehingga diperlukan alternatif lain. Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik dilakukan dengan mencegah aktivitas polifenol oksidase terhadap substrat dan oksigen diantaranya dengan penambahan asam waktu proses perendaman setelah di-blanching (Whitaker, 1995). Asam organik yang dapat digunakan untuk menghambat reaksi pencoklatan enzimatik diantaranya adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat. Penambahan asam dapat menurunkan pH sehingga aktivitas enzim dapat dihambat.


(17)

Selama proses pengeringan, buah lada mengalami perubahan warna akibat pencoklatan enzimatik. Pengeringan buah lada dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain dengan pengeringan oven dan penjemuran di bawah sinar matahari. Masing-masing metode akan memberikan pengaruh perubahan warna yang berbeda sehingga diperlukan pemilihan metode pengeringan yang dapat mempertahankan warna hijau pada buah lada.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk, (1) mengetahui pengaruh penggunaan asam sitrat, asam malat dan asam tartrat serta metode pengeringan oven dan penjemuran di bawah sinar matahari terhadap reaksi pencoklatan enzimatik pada pengolahan lada hijau (2) mengetahui karakteristik lada hijau kering yang diperoleh dan (3) mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk lada hijau kering yang diperoleh.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. LADA

Lada (Piper nigrum L.) termasuk ke dalam famili Piperaceae dengan genus piper (Purseglove et al., 1981). Klasifikasi lada selengkapnya adalah (Nuryani, 1996)

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Sub kelas : Dicotyledonae Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L.

Menurut Purseglove et al. (1981), tanaman lada termasuk tanaman merambat yang dapat memanjat hingga ketinggian 10 meter atau lebih. Syakir (1996) menyatakan, tanaman lada dapat tumbuh hingga pada ketinggian 600-700 m dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut.

Buah lada berbentuk bulat seperti bola dengan diameter 4 - 6 mm, menempel pada tangkai yang panjangnya mencapai 5 – 15 cm. Setiap tangkai mampu menghasilkan 50 – 60 buah lada yang tersusun rapat. Buah lada yang belum masak berwarna hijau kemudian berubah menjadi merah setelah masak. Bobot per 100 biji buah lada antara 3 - 8 gram dengan rata-rata 4,5 gram (Purseglove, et al., 1981). Terdapat tiga tipe buah yaitu buah normal, buah tidak normal dan bakal buah yang tidak tumbuh. Buah normal berwarna hijau, setelah masak warnanya kuning kemerahan. Buah tidak normal bentuknya kecil-kecil berwarna hijau tua dan agak berubah kehitaman (Nuryani, 1996). Penampang melintang buah lada disajikan pada Gambar 1.


(19)

Gambar 1. Penampang melintang buah lada (Anonymous, 2007)

B. KOMPOSISI KIMIAWI

Menurut Purseglove et al. (1981), secara umum buah lada mengandung beberapa komponen kimia, yaitu minyak atsiri, lemak, alkaloid penyebab rasa pedas, resin, protein, selulosa pentosan, pati dan lain-lain. Sekitar 25 persen bobot kering dari lada hitam terdapat pada kulit terluarnya yang terdiri dari serat dan beberapa sel minyak atsiri. Komposisi kulit terluar tersebut akan berubah jika lada dibuat menjadi produk yang berbeda. Pada lada putih komposisi seratnya lebih sedikit yaitu antara 3 - 5 persen sedangkan lada hitam berkisar antara 10 - 15 persen. Kadar pati lada putih lebih banyak yaitu antara 55 - 60 persen sedangkan lada hitam antara 35 - 48 persen. Secara umum komposisi lada hijau kering lebih menyerupai lada hitam.

Menurut Ketaren (1985), kadar minyak atsiri lada kering umumnya mencapai3,2 persen. Jumlah tersebut beragam tergantung dari jenis lada yang diolah. Pada lada putih jumlah minyak atsiri lebih sedikit dibandingkan dengan lada hitam. Menurut Guenther (1952), variasi komposisi minyak atsiri pada lada disebabkan oleh varietas, lingkungan geografis pertumbuhan, umur dan kualitas bahan baku yang digunakan serta cara penyulingan. Menurut Ketaren (1985), secara umum minyak atsiri terdiri dari dua golongan yaitu, (1) Hidokarbon, yang utamanya terdiri atas persenyawaan terpen (monoterpen, sesquiterpen, diterpen dan politerpen) dan (2) Oxygenated hydrocarbon yang terdiri atas persenyawaan alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan ether. Minyak atsiri juga mengandung sejumlah kecil resin dan lilin yang merupakan


(20)

komponen tidak menguap. Oxygenated hydrocarbon terdapat dalam jumlah kecil namun amat menentukan aroma dan flavour dari lada.

Menurut Purseglove et al. (1981), kadar alkaloid penyebab rasa pedas beberapa macam lada hampir sama yaitu antara 4 - 10 persen. Alkaloid tersebut terdiri atas piperin (mayoritas), piperyline, piperettine, piperoline A, piperolein B dan piperanine. Menurut Nuryani (1996), pada lada persentase kandungan minyak atsiri, oleoresin dan piperin berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh varietas, lingkungan (area tumbuh), masa panen (tingkat kematangan saat pemanenan), metode pengolahan serta kondisi dan waktu penyimpanan.

C. FISIOLOGI PASCAPANEN

Pemanenan lada memiliki waktu yang berbeda-beda tergantung jenis produk lada yang akan dibuat. Menurut Syakir (1996), lada hijau di panen sekitar 5 bulan sesudah pembungaan, cirinya adalah teksturnya yang masih cukup keras, berwarna hijau dan apabila ditekan mengeluarkan cairan. Lada hitam dipanen sekitar 7 - 8 bulan setelah pembungaan, cirinya adalah apabila butir-butir buah mencapai ukuran normal, cukup keras sehingga sukar dihancurkan dengan tangan dan berwarna hijau tua sedangkan lada putih dipanen sekitar 8 - 9 bulan setelah pembungaan, saat butir-butir lada berwarna hijau kekuningan hingga kemerahan. Biasanya apabila dalam sebuah tandan terdapat 1 - 2 butir lada berwarna kuning maka tandan tersebut sudah dapat dipetik.

Pematangan dan perkembangan buah akan menyebabkan terjadinya perubahan turgor sel, hal tersebut disebabkan karena perubahan komposisi dinding sel pada buah (Winarno, 1979) demikian juga pada lada. Hal ini mengakibatkan buah kehilangan kekerasannya dan menjadi lebih lunak setelah matang. Dibandingkan dengan lada hitam dan lada putih tekanan turgor pada lada hijau relatif lebih tinggi sehingga tekstur buahnya masih cukup keras (Syakir, 1996). Saat pematangan klorofil yang menyebabkan warna hijau buah berubah menjadi kuning karena terdegradasi. Winarno (1979), juga


(21)

menyatakan pematangan juga ditandai dengan menurun kandungan asam-asam organik pada buah dan sayuran.

D. PENANGANAN PASCAPANEN

Kegiatan pascapanen meliputi beberapa hal, diantaranya pembersihan, pemipilan, penggunaan bahan kimia, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Pada penelitian ini penanganan pascapanen lada hijau yang dijadikan sebagai faktor perlakuan meliputi dua hal yaitu penggunaan bahan kimia dan pengeringan.

1. Penggunaan Bahan Kimia

Eskin et al. (1971), menyatakan pemetikan buah lada saat pemanenan sangat memungkinkan terjadinya luka atau memar. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatik yang terlihat sebagai gejala penampakan perubahan warna menjadi gelap. Enzim yang diketahui bertanggung jawab dalam proses pencoklatan enzimatik adalah fenolase (o-difenol: oksigen oksireduktase, EC 1.10.3.1).

Menurut Eskin et al. (1971), kompleks fenolase dapat dibedakan menjadi dua macam reaksi yaitu, fenol hidroksilase atau kreolase dengan substrat monofenol dan polifenol oksidase atau katekolase dengan substrat difenol. Masing-masing reaksi akan mengakibatkan pencoklatan pada lada. Kreolase mengkatalisis monofenol melalui reaksi hidroksilasi menjadi difenol dengan penambahan gugus hidroksil pada posisi orthonya (Gambar 2). Reaksi pada oksidasi monofenol adalah reaksi yang berjalan lambat karena harus mengalami reaksi hidroksilasi sebelum terjadi reaksi oksidasi. Katekolase mengkatalis difenol melalui reaksi oksidasi menjadi bentuk kuinon dengan penghilangan hidrogen (Gambar 3). Kuinon yang terbentuk akan terpolimerisasi menjadi melanin yang berwarna coklat.

Menurut Eskin et al. (1971), agar reaksi pencoklatan dapat dikatalis oleh enzim fenolase harus juga tersedia senyawa Cu dan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam reaksi oksidasi sebagai akseptor hidrogen sedangkan Cu berperan sebagai ko-enzim. Terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik


(22)

melibatkan perubahan bentuk kuinol menjadi kuinon. Reaksi ini bergantung pada ketersediaan enzim fenolase, oksigen dan ko-enzim Cu.

OH OH

+[O] OH

kreolase

monofenol difenol

Gambar 2. Reaksi hidroksilasi monofenol (Eskin et al.,1971)

OH O

OH O

-2H + H2O

katekolase

kuinol kuinon

Gambar 3. Reaksi oksidasi difenol (Eskin et al.,1971)

Menurut Variar et al. (1988) enzim alami yang diambil dari lada hijau berhasil mengkatalis substrat 4-metil catechol, reaksi oksidasi tersebut aktif pada rentang pH 3 - 8,5 dan optimum pada pH 7. Enzim polifenoloksidase pada lada lebih banyak terdapat pada bagian kulit dibandingkan pada bagian daging buah, hal tersebut ditunjukan dari aktivitas spesifik enzim pada bagian kulit lima kali lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging buah.

Menurut Alains et al. (1991), hilangnya warna hijau akibat reaksi pencoklatan enzimatik disebabkan karena rusaknya struktur klorofil. Klorofil juga akan mengalami degradasi akibat perlakuan panas maupun pengasaman. Rusaknya struktur pada klorofil tersebut dikarenakan


(23)

hilangnya ion Mg2+ sehingga terjadi perubahan senyawa klorofil menjadi senyawa feopitin atau feoporbid (Gambar 4).

Gambar 4. Mekanisme degradasi klorofil (Alains et al.,1991)

Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik merupakan pencegahan aktivitas polifenol oksidase terhadap substrat dan oksigen (Whitaker, 1995). Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik dapat dilakukan dengan penambahan sulfit, penghilangan oksigen, metilasi substrat fenolase dan penambahan asam. Reaksi pencoklatan enzimatik dapat dihambat dengan mengurangi oksigen, salah satu caranya yang efektif adalah dengan perendaman (Eskin et al., 1971). Proses pengeringan lada hijau akan menyebabkan terjadinya reaksi browning enzimatik. Untuk menanggulangi hal tersebut biasanya dilakukan proses blanching dan penanganan dengan sulfur dioksida sebelum dikeringkan untuk meng-inaktivasi enzim (Purseglove et al., 1981).

Pemanasan pada suhu di atas 50oC juga dapat mencegah pencoklatan enzimatik karena pada suhu tersebut enzim mulai terdenaturasi. Aplikasi penambahan sulfit untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatik sangat efektif namun dapat menyebabkan asmatik sehingga dikembangkan penelitian dengan menggunakan asam organik diantaranya adalah asam sitrat dan asam askorbat (Sappers dan Miller, 1992). Asam organik lainnya juga dapat digunakan sebagai senyawa inhibitor pada reaksi pencoklatan enzimatik dengan mempertimbangkan keefektifan dan

-fitol -fitol

-Mg2+ -Mg2+

klorofilid (hijau)

klorofil (hijau)

feopitin (hijau kecoklatan)

Feoporbid (coklat) klorofilase


(24)

keamanan penggunaannya pada manusia, beberapa asam tersebut adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat.

2.1. Asam Sitrat

Menurut Doores (1990), efek dari asam sitrat dan garamnya dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan mikroba seperti bakteri, khamir dan kapang. Dalam aplikasinya asam sitrat dapat bertindak sebagai pengawet (Winarno, 1992). Asam sitrat juga mudah dicerna, tidak beracun dan mempunyai rasa yang menyenangkan sehingga banyak digunakan sebagai pengawet pada industri makanan dan farmasi (Furia, 1981). Doores (1990) menyatakan asam sitrat memiliki rumus molekul C6H8O7 serta larut

dalam air dan alkohol. Rumus bangun asam sitrat disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rumus bangun asam sitrat (Anonymous, 2007)

Menurut Doores (1990), selain sebagai pengawet pada mayoritas makanan berkarbonasi asam sitrat juga digunakan sebagai flavour karena memberikan rasa sitrus yang kuat. Secara komersial asam sitrat dikombinasikan sebagai zat antioksidan dan retardan dari


(25)

reaksi browning, plasticizer, emulsifier dan mengurangi proses panas dengan menurunkan pH. Asam sitrat dan sodium sitrat dapat menghambat absorbsi kalsium pada saat tidak adanya vitamin D pada tubuh.

2.2. Asam Malat

Asam malat termasuk senyawa larut dalam air dan alkohol dengan rumus molekul C4H6O5. Asam malat dapat digunakan

sebagai zat anti mikroba karena hubungannya dengan efek yang ditimbulkan pada penurunan pH. Asam malat cukup efektif menghambat pertumbuhan Staphilococus aureus pada pH 3,98 (Doores, 1990).

Menurut Doores (1990), di pasaran asam malat dapat digunakan sebagai flavouring agent, penguat flavour, adjuvant dan pengontrol pH dalam makanan kecuali makanan bayi. Asam malat amat baik dalam mencegah pencoklatan pada buah serta sebagai zat antioksidan. Pengujian asam malat menunjukan pengaruh jangka panjang. Pada tikus, asam malat dengan konsentrasi 50000 ppm menyebabkan penurunan pertumbuhan yang signifikan namun dengan kondisi yang sama pada anjing tidak memberikan berpengaruh. Rumus bangun asam malat disajikan pada Gambar 6.


(26)

2.3. Asam Tartrat

Asam tartrat biasa digunakan sebagai zat acidulan, leavening agent, penguat flavour, flavouring agent, humektan, dan pengontrol pH namun terbatas penggunannya sebagai zat anti mikroba. Diantara semua acidulan, asam tartrat paling mudah larut dan memiliki bau khas yang kuat (Doores, 1990).

Doores (1990) menyatakan, asam tartrat hingga konsentrasi 1,2 persen dan sodium tartrat (dengan konsentrasi asam sebanyak 5 persen) tidak memberikan pengaruh buruk pada tikus. Dalam uji teratogenik hingga level 274 mg/kg berat badan terhadap mice, tikus, hamster dan kelinci tidak menunjukan adanya pengaruh buruk. Asam tartrat termasuk senyawa yang larut dalam air dan alkohol, dengan rumus molekul C4H6O6. Rumus bangun asam tartrat disajikan pada

Gambar 7.

Gambar 7. Rumus bangun asam tartrat (Anonymous, 2007)

2. Pengeringan

Pencegahan kerusakan bahan pertanian dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga dapat dilakukan dengan proses pengeluaran kadar air menuju kadar air keseimbangan atau yang lebih lazim dikenal dengan istilah pengeringan (Henderson, 1976). Menurut Earle (1969), keseimbangan kadar uap air suatu bahan pangan ditentukan oleh suhu udara, kandungan dan keterikatan air dalam bahan serta adanya material yang larut dalam air. Pengeringan dilakukan dengan penguapan melalui


(27)

energi panas dengan tekanan udara normal (Henderson, 1976) hingga kadar air yang tersisa menyebabkan mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Winarno, 1980).

Purnomo (1995) menyatakan, selain kadar air kerusakan bahan juga dipengaruhi oleh aktivitas air pada bahan tersebut (aw). Kerusakan bahan

pangan yang meliputi kerusakan kimiawi, enzimatik, mikrobiologi maupun kombinasi dari ketiganya membutuhkan sejumlah air selama prosesnya. Untuk menghambat atau menghentikan kerusakan pada bahan dapat dilakukan dengan cara mengontrol aw hingga nilai kurang dari 0,2.

Berdasarkan kurva sorpsi isotermis, pada daerah A dengan nilai aw

Hubungan kadar air dan aw dapat dilihat pada kurva sorpsi isotermis

(Gambar 8).

(%)

Gambar 8. Bentuk umum kurva sorpsi isotermis (Labuza dan Saltmarch dalam Purnomo, 1995)

Menurut Earle (1969), Proses pengeringan dibagi menjadi tiga kategori yaitu pengeringan udara, pengeringan hampa dan pengeringan beku. Pengeringan udara berhubungan langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir. Prosesnya terjadi dengan memindahkan panas hingga menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan kemudian uap air yang ada pada bahan pangan dipindahkan ke


(28)

udara. Pada pengeringan hampa panas dipindahkan dengan cara konduksi serta kadang-kadang secara radiasi dan pengeringan beku dengan cara menyublimasian uap air keluar dari bahan beku.

Pada pengeringan dengan udara, laju bahan yang dikeringkan tergantung dari besarnya kelembaban relatif udara. Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan kelembaban udara tertentu dengan kelembaban udara jenuh pada tekanan dan suhu yang sama. Laju perpindahan air tergatung pada kondisi udara, sifat bahan pangan dan desain alat pengering. Apabila kandungan uap air dalam bahan menurun akibat penguapan maka laju perpindahan air pun akan menurun. Pengeringan pada umumnya terjadi pada air permukaan bebas atau disebut sebagai laju pengeringan tetap (Earle, 1969).

Menurut McCabe et al. (1999), peralatan pengeringan secara pokok dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Pengering adiabatik/pengering langsung, dimana zat padat yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara); dan (2) Pengering non adiabatik/pengering tak langsung, dimana kalor yang digunakan berpindah ke zat padat dari suatu medium luar. Pengeringan langsung dapat dibedakan berdasarkan cara kontak antara zat padat dan gas, yaitu:

1. Pengeringan dengan sirkulasi silang, gas ditiupkan melintasi permukaan hamparan atau lembaran zat padat atau melintas satu atau dua sisi lembaran atau film sinambung;

2. Pengeringan sirkulasi tembus, gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan di atas ayak pendukung;

3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-lahan ke atas;

4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk memfluidisasikan hamparan; dan

5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas berkecepatan tinggi dan diangkut dari perangkat campuran ke pemisah mekanik.

Menurut Brennan et al. (1969), alat pengering buatan banyak macamnya, diantaranya yaitu kiln drier, cabinet (try) drier, tunnel drier,


(29)

conveyor drier, pneumatic drier dan drum drier. Try drier terdiri atas seperangkat rak berlubang tempat bahan dikeringkan, sumber panas dan kipas untuk mensirkulasikan udara panas. Taib et al. (1988), juga berpendapat, energi panas yang dihasilkan dialirkan dengan bantuan kipas ke arah sejajar dengan letak bahan. Karena ketinggian tiap rak berbeda, energi yang diterima oleh bahan juga tidak sama.

E. KARAKTERISTIK LADA HIJAU KERING DI PASAR

Karakteristik lada hijau kering di pasar meliputi beberapa hal, yaitu warna, kadar air, kadar minyak atsiri dan bulk density. Warna merupakan parameter mutu yang penting pada lada hijau kering karena menentukan kesan awal penerimaan produk oleh konsumen. Parameter warna yang didapatkan pada lada hijau kering di pasar adalah (+2,79) yang diukur dengan notasi Hunter. Kadar air dan kadar minyak atsiri lada hijau kering memiliki nilai kritis yang harus dipenuhi. Nilai kritis kadar air yaitu maksimal 12 persen sedangkan kadar minyak atsiri minimal 3 persen. Nilai bulk density lada hijau kering masih dapat diterima pada nilai 200 hingga 400 g/l (www.alibaba.com). Karakteristik lada hijau kering di pasar disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik lada hijau kering di pasar Parameter Nilai Warna (+2,79) 2

Kadar air max.12 % 1

Kadar minyak atsiri min.3 % 1

Bulk density 250 - 400 g/l1

1

Nature's PIC, 2 Borneo product’s Sumber: www.alibaba.com


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Alains, Charles, dan G. Linden. 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood Limited, England.

Anonymous, 2007. www.biologia.edu.ar. 24 September 2007.

Anonymous, 2007. www.answers.com. 30 Maret 2007

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. I. Puspitasari dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.

Biro Pusat Statistika. 2007. www.bps.go.id. 22 September 2007

Brennan, J. G., J. R. Brutten., N. D. Cowel. dan A. E. V. Lily., 1969. Food Engineering Operations. Elsevier Publishing, Amsterdam.

Doores, S. 1990. pH Control Agents and Acidulans. di dalam: Food Additives. A.L. Brannen, P. M. Davidson, dan S. Salminen (ed). Marcel Dekker inc, New York

Earle, R. L., 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Terjemahan: Zein Nasution. Suara Hudaya,Bogor.

Eskin, N. A. M., H. M. Handerson, dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press, New York.

Furia, T. E. 1981. Hand Book of Food Additives. CRC Press. Boca Raton, Florida

Francis, F. Jack. 1998. Food Colour. Di dalam: Food Analysis. S. Suzzana. (ed.). Aspen publisher.inc, Maryland

Guenther, E. 1972. The Essential Oil, Vol 1. Terjemahan. Semangat Ketaren. Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta

Hidayat. T dan Rishaferi. 1994. Pengaruh Kondisi Blanching dan Sulfitasi terhadap Mutu Lada Hijau Dehidrasi. Bul. LITTRI (9): 45.

Henderson, S. M. dan Perry, R. L. 1976. Agriculture Process Engineering. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta

Labuza dan Saltmarch. 1995. dalam Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta


(31)

Meilgaard, M., GV Civille., dan BT. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. CRC Press. New York.

Mc Cabe, W. L., Julain C. dan S., Petter. H. 1986. Operasi Teknik Kimia. Terjemahan, Erlangga, Jakarta.

Nair, G. K. 2006. Global Pepper Prices Remained Low Despite Drop in Output.

www.thehindubusinessline.com. 10 Agustus 2006

Nature’s, 2007. Dehydrated Green Pepper. www.alibaba.com. 18 April 2007

Nuryani, Y. 1996. Klasifikasi dan Karakteristik Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Cimanggu, Bogor

Pruthi. 1976. dalam Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green dan S. R. J. Robins,. Spices. Vol 2. Longman Inc., New York.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta

Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green dan S. R. J. Robins, 1981. Spices. Vol 2. Longman Inc., New York.

Sappers, G. M. dan R. L. Miller. 1992. dalam skripsi. Nita Budiarti. Pengaruh Asam Organik dan Lama Perendaman Terhadap Pencoklatan Enzimatis Pada Proses Pengupasan Lada Putih (Piper nigrum L). Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut PErtanian Bogor, Bogor.

Syakir, M. 1996. Budidaya Lada Perdu. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Cimanggu, Bogor .

Syarif, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Taib, G., E. G. Said, dan S. Wiraatmaja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Variar, P.S., B. Pendharkar, A. Banerjee, dan C. Bandyopadhyay. 1988. Blackening in Green Pepper Berriers. J. of Phytochemistry. 27(3 ): 715-717.


(32)

Whitaker, J. R. 1994. Principles of Enzymologi for the Food Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(33)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lada hijau segar yang didapatkan dari perkebunan lada di Serang, Banten. Bahan lainnya adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat sebagai zat anti pencoklatan dan toluen yang digunakan untuk pengukuran kadar air.

Peralatan yang digunakan adalah panci stainless steel, baskom, kompor, peniris dan pengering tipe rak untuk pengolahan lada hijau kering. Chromameter, tabung destilasi minyak, tabung destilasi air Bidwell-Sterling, , pH meter, gelas ukur, timbangan, cawan petri, kondensor, labu didih, bunsen, mortar, erlenmeyer, hot plate, piknometer dan, gelas piala untuk karakterisasi lada hijau segar dan lada hijau kering.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) karakterisasi lada hijau segar, (2) pengolahan lada hijau kering, (3) karakterisasi lada hijau kering dan (4) evaluasi sensori. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

Karakterisasi lada hijau segar:

Uji warna, kadar air, kadar minyak atsiri, pH, bulk density

Mulai

Selesai Evaluasi sensori Pengolahan lada hijau kering

Karakterisasi lada hijau kering:

Uji warna, kadar air, kadar minyak atsiri, pH, bulk density


(34)

C. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Hidayat dan Rishaferi (1994). Modifikasi dilakukan dengan mengganti sulfit dengan asam-asam organik pada proses perendaman. Penyiapan bahan dilakukan dengan memisahkan lada hijau segar dari tangkainya dengan cara dipipil kemudian dilanjutkan dengan sortasi lada hijau. Sortasi dilakukan dengan cara memilih lada yang masih berwarna hijau, bertekstur keras dan masih mengandung cairan di dalamnya sehingga apabila ditekan akan mengeluarkan cairan. Lada hijau hasil sortasi kemudian dibagi menjadi dua sesuai dengan kebutuhan, sebagiannya dilakukan karakterisasi lada hijau kering dan yang lainnya diolah menjadi lada hijau kering. Karakterisasi lada hijau segar bertujuan untuk mengetahui kualitas awal bahan. Parameter yang diujikan pada karakterisasi lada hijau segar adalah warna, kadar air, kadar minyak atsiri, bulk density dan pH.

Lada hijau yang diolah kemudian ditimbang bobotnya sebesar ±1000 gram. Selanjutnya lada hijau di-blanching dalam air bersuhu ±90 oC selama 15 menit kemudian ditiriskan. Setelah di-blanching lada hijau kemudian direndam dalam larutan asam-asam organik selama satu jam. Asam-asam organik yang digunakan adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat, masing-masing asam dibuat menjadi tiga tingkat konsentrasi, yaitu 2 persen, 3 persen dan 4 persen. Setelah perendaman selama 30 menit, masing-masing perlakuan dilakukan pengujian pH untuk mengetahui tingkat keasamannya. Setelah dilakukan perendaman, lada hijau mengalami proses pengeringan dengan menggunakan metode penjemuran di bawah sinar matahari dan oven. Pengeringan penjemuran di bawah sinar matahari dilakukan pada suhu 37-40 oC selama 2 hari (7-8 jam /hari) sedangkan pengeringan oven pada suhu 50-60 oC selama tujuh jam. Diagram alir pengolahan lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 10.

Lada hasil pengeringan kemudian dikemas dalam plastik High Density Polyetilen (HDPE) untuk mencegah absorpsi uap air ke dalam bahan. Selanjutnya dilakukan karakterisasi lada hijau kering yang meliputi warna, kadar air, kadar minyak atsiri, bulk density dan pH. Selanjutnya dilakukan evaluasi sensori untuk


(35)

mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap lada hijau hasil pengeringan. Evaluasi sensori dilakukan terhadap parameter warna, aroma dan rasa lada hijau hasil pengeringan. Prosedur kerja evaluasi sensori dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perendaman t=1 jam Blanching t=15 menit

Penirisan

Pengeringan

(Penjemuran: T= 37-40 oC, t = 2 hari; Oven: T= 50-60 oC; t= 7 jam)

Pemipilan

Sortasi Buah lada

As. Sitrat 2%,3%,4% As. Tartrat 2%,3%,4% As. Malat 2%,3%,4% Buah lada

dan tangkai

Tangkai

Lada hijau kering Air mendidih

T=90oC

Gambar 10. Diagram alir pengolahan lada hijau kering (Modifikasi Hidayat, 1994)


(36)

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok faktorial. Rancangan ini menggunakan ulangan sebagai blok kelompok dengan menggunakan tiga faktor perlakuan yaitu jenis asam organik (A), konsentrasi asam organik (B) dan cara pengeringan (C). Faktor blok yang digunakan adalah ulangan pertama dan ulangan kedua. Faktor jenis asam organik mempunyai tiga taraf yaitu asam sitrat, asam malat dan asam tartrat. faktor konsentrasi memiliki tiga taraf yaitu 2 persen, 3 persen dan 4 persen. Faktor jenis pengeringan memiliki dua taraf yaitu penjemuran dan oven. Rancangan percobaan acak kelompok faktorial dapat dirumuskan sebagai berikut:

Yij = μ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + ρl +εijk

Keterangan :

Yij : Variabel respon dari hasil obsevasi ke-j yang terjadi karena perlakuan ke i.

μ : Rata-rata yang sebenarnya

Ai : Efek jenis asam organik pada taraf ke-i Bj : Efek konsentrasi asam pada taraf ke-j Ck : Efek cara pengeringan ke-k

ABij : Efek interaksi jenis asam organik taraf ke-i dengan konsentrasi asam organik taraf ke-j

ACik : Efek interaksi jenis asam organik taraf ke-i dengan cara pengeringan taraf ke-k

BCjk : Efek interaksi konsentrasi asam organik taraf ke-j dengan cara pengeringan taraf ke-k

ABCijk : Efek interaksi jenis asam organik taraf ke-i , konsentrasi asam organik taraf ke-j dan cara pengeringan taraf ke-k

ρl : Efek interaksi dalam kelompok


(37)

Tabel 2. Kombinasi perlakuan pengolahan lada hijau kering Jenis Asam Konsentrasi Penjemuran Oven

2% A1B1C1 A1B1C2 3% A1B2C1 A1B2C2 Asam Sitrat

4% A1B3C1 A1B3C2 2% A2B1C1 A2B1C2 3% A2B2C1 A2B2C2 Asam Malat

4% A2B3C1 A2B3C2 2% A3B1C1 A3B1C2 3% A3B2C1 A3B2C2 Asam Tartrat


(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL UJI KARAKTERISASI LADA HIJAU SEGAR

Karakterisasi lada hijau segar bertujuan untuk mengetahui kualitas awal lada hijau yang akan dikeringkan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi warna, kadar air, kadar minyak atsiri, bulk density dan pH. Hasil uji karakterisasi lada hijau segar disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji karakteristik lada hijau segar

Parameter Nilai

Warna (a*) -15,31

Kadar air 74,69 % (b/b) Kadar minyak atsiri 1,01% (b/b) Bulk density 590,32 g/l

pH 5,37

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh warna lada hijau segar dengan nilai (-15,31). Warna merupakan parameter penting yang harus diperhatikan dalam kualitas lada hijau karena menentukan kesan awal penerimaan produk oleh konsumen. Pengukuran warna dilakukan menggunakan notasi Hunter dengan notasi a* menyatakan warna kromatik merah-hijau. Menurut Francis (1998), pada notasi Hunter nilai +a* (positif) berkisar antara 0 - (+100) menyatakan warna merah sedangkan –a* (negatif) berkisar dari 0 - (-80) menyatakan warna hijau. Semakin negatif nilai a* menunjukan semakin tinggi intensitas kehijauannya. Nilai warna lada hijau hasil pengukuran dengan notasi Hunter terdapat di dalam kisaran warna hijau. Warna hijau ini disebabkan karena pengaruh klorofil yang terkandung di dalamya.

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan nilai kadar air lada hijau segar sebesar 74,69 persen (b/b). Tingginya kadar air ini merupakan hal yang umum dijumpai pada semua bahan pertanian segar apalagi lada yang hidupnya pada


(39)

iklim tropik basah. Kandungan kadar air yang tinggi dalam bahan dapat mengaktifkan enzim penyebab kerusakan bahan, salah satunya adalah reaksi pencoklatan akibat aktivitas fenolase (Eskin et al, 1971). Untuk mencegah kerusakan bahan, perlu dilakukan pengurangan kadar air lada hingga maksimal 12 persen (Nature’s, 2007) atau aw sebesar 0,2 (Purnomo, 1995).

Kadar minyak atsiri lada hijau segar sebesar 1,01 persen (Tabel 3). Menurut Ketaren (1985), penyulingan uap pada lada dapat menghasilkan minyak atsiri sebesar 1 - 2,6 persen. Lada hijau segar yang diujikan memiliki kandungan minyak atsiri yang rendah namun masih dalam kisaran kandungan minyak atsiri lada pada umumnya. Minyak atsiri menimbulkan bau khas pada lada serta bersifat volatil sehingga pada suhu ruang akan mudah menguap dan aromanya dapat dengan mudah ditangkap oleh indera penciuman. Rendahnya kadar minyak atsiri lada hijau segar mungkin diakibatkan oleh hilangnya sebagian minyak saat penghalusan bahan sebelum penyulingan. Saat dihaluskan sel-sel penyimpan minyak pada lada pecah kemudian minyak atsiri menguap pada suhu ruang. Kandungan minyak atsiri menentukan hasil organoleptik terutama flavour pada lada.

Bulk density pada lada hijau segar sebesar 590,32 g/l. Menurut (Syarif, 1988), bulk density merupakan nilai perbandingan bobot kamba suatu bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong yang terbentuk. Bulk density menjadi pertimbangan dalam menentukan perencanaan gudang penyimpanan. Besarnya nilai bulk density pada lada hijau segar dipengaruhi oleh tingginya jumlah air yang terkandung di dalamnya.

Hasil pengukuran pH lada hijau segar diperoleh pada Tabel 3 sebesar 5,37. Besarnya nilai pH sangat erat kaitannya dengan aktivitas fenolase. Nilai pH menentukan besarnya keaktifan enzim fenolase. Menurut Variar et al (1988) enzim fenolase aktif pada kisaran pH 3 - 8,5 dan optimal pada pH 7. Fenolase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencoklatan pada lada serta buah-buahan dan sayur-sayuran lainnya. Nilai pH lada hijau segar terdapat dalam kisaran pH aktifnya fenolase sehingga amat memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan (browning).


(40)

B. HASIL UJI KARAKTERISASI LADA HIJAU KERING

Karakterisasi lada hijau kering bertujuan untuk mengetahui kualitas lada hijau setelah diberi perlakuan perendaman dalam asam organik dan metode pengeringan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi warna, kadar air, kadar minyak atsiri, bulk density dan pH. Hasil karakterisasi lada hijau kering disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik lada hijau setelah pengeringan

Parameter Nilai Warna (-1,25) – (+7,25)

Kadar air 7,38 – 9,52% Kadar minyak atsiri 2,96 – 5,04% Bulk density 189 - 237 g/l

pH 3,73 – 4,55

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh warna lada hijau kering dengan nilai (-1,25) - (+7,25). Nilai ini meningkat sebesar 17 - 26 persen dibandingkan dengan warna lada hijau segar dengan nilai (-15,31). Seperti yang telah diungkapkan di awal, semakin bertambah positif (meningkat) nilai warna maka intensitas kehijauannya akan semakin berkurang. Penurunan intensitas kehijauan lada dapat disebabkan akibat terjadinya pencoklatan enzimatik (Eskin et al, 1971).

Analisis ragam hasil uji warna lada hijau setelah pengeringan dengan α = 0,05 (Lampiran 5b) menunjukan adanya perbedaan yang nyata terhadap perlakuan metode pengeringan namun tidak berbeda nyata terhadap jenis dan konsentrasi asam organik. Nilai warna lada hijau kering pengeringan oven sebesar (-1,25) - (-0,09) terdapat dalam kisaran warna hijau sedangkan pengeringan penjemuran sebesar (+3,09) - (+7,25) terdapat dalam kisaran warna merah. Nilai kehijauan pengeringan oven menghasilkan warna yang lebih negatif dibandingkan dengan pengeringan cara penjemuran. Dengan


(41)

demikian nilai warna lada hijau kering pengeringan oven memiliki nilai kehijauan yang lebih baik dibandingkan pegeringan penjemuran. Perbandingan hasil uji warna lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan disajikan pada Gambar 11.

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Sitrat Malat Tartrat Sitrat Malat Tartrat

Penjemuran Oven Tingk a t K e hija ua n

Konsentrasi 2% Konsentrasi 3% Konsentrasi 4%

Gambar 11. Perbandingan hasil uji warna lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan

Menurut Eskin et al (1971), reaksi pencoklatan enzimatik oleh fenolase membutuhkan sejumlah oksigen. Perbedaan nilai kehijauan akibat metode pengeringan diduga karena perbedaan tingkat pencoklatan enzimatik. Pengeringan oven dilakukan dalam ruangan tertutup yang meminimalisir masuknya udara luar sehingga jumlah oksigen yang tersedia relatif sedikit. Pengeringan penjemuran dilakukan pada ruang terbuka dengan ketersediaan oksigen yang melimpah. Perbedaan tingkat pencoklatan enzimatik diduga karena perbedaan kuantitas ketersediaan oksigen pada masing-masing metode pengeringan. Minimnya jumlah oksigen pada pengeringan oven telah menghambat terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik sehingga menghasilkan nilai kehijauan yang lebih negatif.

Pada analisis ragam yang sama perlakuan jenis dan konsentrasi asam memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Perendaman dalam asam organik menyebabkan penurunan nilai pH sehingga aktivitas enzim fenolase dapat diminimalisir. Hasil pengamatan pH larutan saat perendaman dalam asam organik berkisar antara 2,11 - 2,63 (Lampiran 9). Menurut Variar et al (1988),


(42)

enzim fenolase memiliki aktivitas pada kisaran pH 3,0 - 8,5. Hasil pengujian lada hijau kering dengan perbedaan jenis asam maupun konsentrasi asam menunjukan pH<3 atau diluar kisaran pH aktivitas enzim fenolase. Kondisi ini diduga menyebabkan perlakuan jenis dan konsentrasi asam tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna.

Kadar air lada hijau kering berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai antara 7,38 - 9,52 persen (b/b) (Tabel 4). Nilai kadar air amat penting untuk dapat mengetahui kemungkinan terjadinya kerusakan pada bahan demikian juga dengan nilai aktivitas air (aw). Pada kurva sorpsi isotermis dapat diketahui hubungan antara kadar air dengan aw. Menurut Purnomo (1995) pada aw di bawah 0,2 nilai kadar air berkisar antara 5 - 10 persen. Pada nilai ini bahan pangan dapat terhindar dari kerusakan. Berdasarkan kurva sorpsi isotermis kadar air lada hijau kering sampel berkisar antara 7,38 - 9,52 persen memiliki nilai aw maksimal sebesar 0,2. Dengan demikian kadar air lada hijau kering sampel sudah dianggap cukup untuk dapat menghambat kerusakan bahan akibat reaksi kimiawi, enzimatik, mikroorganisme maupun kombinasi ketiganya. Besarnya kadar air lada hijau kering sampel juga sudah sesuai dengan kadar air lada hijau kering di pasar dengan nilai maksimal 12 persen. Perbandingan kadar air lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan disajikan pada Gambar 12.

0

2

4

6

8

10

Sitrat Malat Tartrat Sitrat Malat Tartrat

Penjemuran Oven

K

a

d

a

r A

ir

(%

)

Konsentrasi 2% Konsentrasi 3% Konsentrasi 4%

Gambar 12. Perbandingan kadar air lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan


(43)

Berdasarkan hasil analisis ragam kadar air lada hijau setelah pengeringan dengan α = 0,05 (Lampiran 6b) nilai kadar air lada hijau kering tidak berbeda nyata untuk parameter jenis asam dan konsentrasi asam namun berbeda nyata untuk parameter jenis pengeringan. Menurut Earle (1969), laju perpindahan air tergantung pada kondisi udara, sifat bahan pangan dan desain alat pengering. Pengeringan penjemuran dilakukan pada ruang terbuka dengan suhu 36-38 oC sedangkan pengeringan oven pada ruang tertutup dengan suhu 50-60 oC. Perbedaan suhu dan kondisi ruangan menyebabkan pengeringan penjemuran memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengeringan oven. Pengeringan penjemuran yang dilakukan pada kondisi ruang terbuka juga memungkinkan terjadinya absorpsi uap air dari udara ke dalam lada hijau yang dikeringkan sehingga pengeringan yang dilakukan dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar.

Pada Tabel 4 diketahui nilai kadar minyak atsiri lada hijau kering memiliki nilai sebesar 2,96 – 5,04 persen (b/b). Kadar minyak atsiri lada hijau kering sampel rata-rata memiliki nilai yang cukup tinggi. Menurut Ketaren (1985), kadar minyak atsiri lada kering umumnya mencapai 3,2 persen. Untuk menghasilkan rendemen yang tinggi pada bahan yang akan disuling dilakukan penghalusan terlebih dahulu. Penghalusan dimaksudkan untuk memecahkan sel-sel yang mengandung minyak pada bahan sehingga penyulingan minyak menjadi lebih efektif. Analisis ragam kadar minyak atsiri lada hijau setelah pengeringan dengan α = 0,05 (lampiran 7b) menunjukan tidak terdapat adanya perbedaan yang nyata. Guenther (1972), menyatakan kadar minyak atsiri suatu bahan dipengaruhi oleh varietas, lingkungan geografis pertumbuhan, umur dan kualitas bahan baku yang digunakan serta cara penyulingan. Penelitian yang dilakukan menggunakan bahan baku dengan varietas, lingkungan pertumbuhan, umur dan kualitas bahan yang sama demikian juga dengan cara penyulingannya sehingga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kadar minyak atsiri.

Jika dibandingkan dengan lada segar sampel lada hijau kering yang ada memiliki kandungan minyak atsiri yang jauh lebih besar. Pada dasarnya


(44)

jumlah minyak atsiri yang terkandung pada buah lada relatif sama. Perbedaan yang ada dikarenakan penghitungan kadar minyak atsiri menggunakan basis basah sehingga pada lada hijau segar dengan kadar air yang tinggi menghasilkan kadar minyak atsiri yang lebih kecil. Jika dihitung menggunakan basis kering kadar minyak atsiri lada hijau segar sebesar 4,19 persen dan lada hijau kering rata-rata sebesar 4,3 persen. Kadar minyak atsiri yang relatif sama antara lada hijau segar dengan lada hijau kering juga mengindikasikan bahwa pengeringan yang dilakukan tidak menyebabkan kehilangan minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan karena pengeringan lada hijau dilakukan pada bentuk lada yang utuh sehingga sel-sel yang mengandung minyak atsiri dapat mempertahankan kandungannya dan penguapan minyak atsiri pada lada hijau kering dapat dicegah. Perbandingan kadar minyak atsiri lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan disajukan pada Gambar 13.

0 1 2 3 4 5 6

Sitrat Malat Tartrat Sitrat Malat Tartrat

Penjemuran Oven

Kadar

Minyak Atsiri (%

)

Konsentrasi 2% Konsentrasi 3% Konsentrasi 4%

Gambar 13. Perbandingan kadar minyak atsiri lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan

Nilai bulk density berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai antara 189 - 237 g/l atau menurun sebesar 60 - 68 persen dibandingkan dengan bulk density lada segar (Tabel 3). Bulk density adalah perbandingan bobot lada dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong yang terbentuk. Bulk density merupakan parameter penting yang digunakan untuk perencanaan


(45)

penanganan dan pengemasan bahan (Syarif, 1988). Penurunan nilai bulk density diduga karena berkurangnya air dan material lain (mencapai 65 – 71) saat pengeringan serta besarnya ruang kosong antar lada yang terbentuk. Sejumlah air yang menguap dari lada membuat bobot lada semaik berkurang sehingga nilai bulk density menjadi menurun. Semakin besar ruang kosong yang ditempati maka semakin kecil nilai bulk density. Perbandingan bulk density lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan disajikan pada Gambar 14.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

Sitrat Malat Tartrat Sitrat Malat Tartrat

Penjemuran Oven B u lk D e ns it y ( g /c m3 )

Konsentrasi 2% Konsentrasi 3% Konsentrasi 4%

Gambar 14. Perbandingan bulk density lada pada perlakuan jenis asam, konsentrasi asam dan metode pengeringan

Hasil uji pH lada hijau kering adalah sebesar 3,73 – 4,55 (Tabel 4). Nilai ini mengalami peningkatan dari pH perendaman yang nilainya berkisar antara 2,11 - 2,63 (Lampiran 9). Peningkatan pH dapat diakibatkan karena asam-asam organik yang telah larut dalam air perendaman kemudian terabsorpsi ke dalam buah lada menguap saat pengeringan. Penguapan tersebut menyebabkan konsentrasi ion H+ pada lada menjadi berkurang sehingga pH lada hijau setelah pengeringan meningkat. Meningkatnya pH juga menyebabkan fenolase menjadi aktif sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatik. Hal ini ditandai dengan peningkatan nilai warna lada hijau setelah pengeringan.

Secara umum hasil uji karakterisasi lada hijau hasil perendaman dan pengeringan (Tabel 4) memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan


(46)

karakterisasi lada hijau kering di pasar (Tabel 1). Warna lada hijau kering di pasar sebesar (+2,79) terdapat pada kisaran warna merah pada notasi Hunter. Lada hijau kering hasil penelitian memiliki nilai yang berbeda pada metode pengeringan yang digunakan. Pada Tabel 4 diperoleh nilai warna lada hijau kering metode pengeringan oven antara (-1,25) - (-0,09) sedangkan pengeringan penjemuran antara (+3,09) - (+7,25). Dibandingkan dengan lada hijau kering di pasar, lada hijau kering metode pengeringan oven memiliki intensitas kehijauan yang lebih tinggi sedangkan metode penjemuran memiliki intensitas kehijauan yang lebih rendah. Perbandingan ini menunjukan bahwa pada parameter warna lada hijau kering hasil penelitian sudah sesuai dengan lada hijau kering di pasar. Pada lada hijau kering pengeringan penjemuran memang didapatkan intensitas warna yang lebih rendah namun jika lebih dicermati perbedaan tersebut relatif kecil yaitu antara 0,3 - 4,4 persen.

Lada hijau kering di pasar memiliki kadar air sebesar maksimal 12 persen. Tingginya kadar air pada lada hijau kering akan beresiko menyebabkan terjadinya kerusakan bahan. Dibandingkan dengan kadar air lada hijau kering di pasar, semua sampel lada hijau kering hasil penelitian memiliki nilai kadar air yang lebih rendah yaitu antara 7,38 - 9,52 persen (Tabel 4). Berdasarkan data ini kadar air lada hijau kering hasil penelitian masih memenuhi kriteria dari lada hijau di pasar.

Kadar minyak atsiri lada hijau kering di pasar sebesar minimal 3 persen. Minyak atsiri pada lada akan menghasilkan bau yang khas dan akan mempengaruhi evaluasi sensori yang dilakukan. Lada hijau kering hasil penelitian memiliki kadar minyak atsiri antara 2,96 – 5,04 persen dengan rata-rata 4,3 persen (Tabel 4). Kadar minyak atsiri lada hijau kering hasil penelitian masih sesuai dengan kadar minyak atsiri lada hijau kering di pasar.

Bulk density lada hijau kering di pasar memiliki nilai sebesar 250 - 400 g/l. Berdasarkan Tabel 4 nilai bulk density lada hijau hasil penelitian antara 189-237 g/l. Secara umum nilai bulk density lada hijau hasil penelitian belum memenuhi kriteria lada hijau kering di pasar. Seperti yang telah diungkapkan di awal bahwa pada lada hijau kering hasil penelitian mengalami kehilangan sejumlah material yang cukup besar saat proses pengeringan sehingga terjadi


(47)

pengurangan bobot, yang cukup signifikan mempengaruhi nilai bulk density. Untuk dapat memenuhi kriteria lada hijau kering di pasar, nilai bulk density lada hijau kering hasil penelitian harus ditingkatkan. Peningkatan nilai bulk density dapat dilakukan dengan meningkatkan bobot lada dengan mengendalikan tingkat dehidrasi saat pengeringan. Dehidarsi pada lada hijau kering hasil penelitian bisa dibatasi hingga kadar air maksimal 12 persen sesuai dengan parameter mutu lada hijau di pasar. Dengan demikian nilai bulk density lada hijau kering dapat disesuaikan dengan kriteria lada hijau kering di pasar tanpa mengabaikan kriteria mutu lainnya.

C. EVALUASI SENSORI

Menurut Meilgaard et al. (1999), evaluasi sensori dilakukan pada beberapa atribut pada produk pangan, yaitu penampakan, aroma, konsistensi, tekstur dan rasa. Tujuan dilakukannya evaluasi sensori adalah sebagai pemeliharaan mutu produk, optimasi dan peningkatan mutu produk, pengembangan produk baru dan pendugaan pasar yang potensial, bergantung dari jenis pengujian yang dilakukan. Evaluasi sensori lada hijau kering dilakukan melalui uji hedonik terhadap atribut warna, aroma, rasa dan penerimaan secara umum.

Hasil penilaian kesukaan warna dari panelis ditabulasikan kemudian dilakukan analisis secara statistika. Analisis statistika dilakukan melalui uji preferensi untuk melihat nilai preferen dari masing-masing sampel. Hasil penilaian kesukaan panelis terhadap warna ditampilkan dalam bentuk perbandingan nilai preferen pada masing-masing sampel (Gambar 15).

Semakin tinggi nilai preferen menunjukan semakin tinggi tingkat kesukaan panelis. Nilai preferen sampel adalah nilai yang paling dekat jaraknya dengan kode sampel. Sampel pengeringan oven yang memiliki nilai preferen tertinggi adalah sampel dengan kode A, I, E dan P. Kode sampel A, I, E dan P berturut-turut adalah sampel dengan perlakuan: asam malat 2 persen, asam tartrat 4 persen, asam tartrat 2 persen, dan asam malat 3 persen. Sampel pengeringan penjemuran yang memiliki nilai preferen tertinggi adalah sampel


(48)

dengan kode C dan D. Kode sampel C dan D berturut-turut adalah asam malat 2 persen dan asam sitrat 2 persen.

y Dimension 1 1.5 1.0 .5 0.0 -.5 -1.0 Di m e n s io n 2 1.0 .5 0.0 -.5 -1.0 -1.5 PREFEREN SAMPEL 5 4 3 2 1 R Q P O N M L K J I H G F E D C B A

Gambar 15. Uji hedonik warna

Tabel 5. Keterangan Kode Sampel Lada Hijau Kering Kode uji Sampel Kode uji Sampel

A A2B1C2 J A1B2C2

B A2B3C1 K A1B1C2

C A2B1C1 L A1B3C2

D A1B1C1 M A3B2C2

E A3B1C2 N A2B3C2

F A3B3C1 O A3B2C1

G A1B3C1 P A2B2C2

H A1B2C1 Q A2B2C1

I A3B3C2 R A3B1C1

Hasil uji kesukaan menunjukan bahwa panelis lebih menyukai sampel yang dikeringkan dengan pengeringan oven terlihat dari nilai preferen yang diberikan. Pengeringan oven memiliki tingkat kehijauan yang lebih baik dibandingkan dengan pengeringan penjemuran.

Hasil uji hedonik aroma lada hijau kering menghasilkan nilai kesukaan panelis berkisar antara 3,29 – 3,65 (netral - suka). Tingkat kesukaan tertinggi didapatkan pada sampel dengan perlakuan asam tartrat 4 persen pengeringan


(49)

oven sedangkan yang terendah pada sampel dengan perlakuan asam malat 2 persen pengeringan penjemuran. Hasil analisis ragam menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α = 0,05 (Lampiran 13 b).

Aroma lada hijau kering disebabkan karena adanya kandungan minyak atsiri yang bersifat volatil pada lada. Kandungan minyak atsiri tidak dipengaruhi oleh perlakuan perendaman dalam asam maupun jenis pengeringan sehingga aroma yang ditangkap oleh indra pembau panelis tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada semua sampel. Kadar minyak atsiri dipengaruhi oleh varietas, lingkungan geografis pertumbuhan, umur dan kualitas bahan baku yang digunakan serta cara penyulingan. Keseragaman bahan baku dan cara penyulingan yang digunakan menyebabkan kandungan minyak atsiri pada sampel relatif sama sehingga menghasilkan aroma yang relatif sama juga. Nilai kesukaan panelis berkisar antara netral - suka. Hasil tersebut menandakan bahwa panelis masih dapat menerima aroma lada hijau kering. Histogram hasil uji hedonik aroma dapat dilihat pada Gambar 16.

3,32 3,39

3,61 3,65

3,35 3,29

3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,70

Sk

or He

donik

Asam sitrat 3% oven Asam malat 2% oven

Asam tartrat 2% oven Asam tartrat 4% oven

Asam sitrat 2% jemur Asam malat 2% jemur

Gambar 16. Uji hedonik aroma

Hasil uji hedonik rasa lada hijau kering menghasilkan nilai kesukaan panelis berkisar antara 2,97 – 3,55 (tidak suka - suka). Tingkat kesukaan tertinggi didapatkan pada sampel dengan perlakuan asam tartrat 2 persen pengeringan oven sedangkan yang terendah pada sampel dengan perlakuan


(50)

asam malat 2 persen pengeringan penjemuran. Hasil analisis ragam terhadap rasa lada hijau kering menunjukan terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α = 0,05 (Lampiran 14b). Pada uji lanjut duncan (Lampiran 14c) diketahui bahwa panelis memberikan respon yang berbeda terhadap rasa lada hijau kering dengan perendaman asam tartrat konsentrasi 2 persen pengeringan oven.

Asam tartrat memberikan pengaruh rasa yang kuat pada lada hijau kering namun penggunaan konsentrasi yang berlebihan dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa lada hijau kering. Hal ini dapat dilihat pada respon konsumen terhadap perlakuan asam tartrat 4 persen pengeringan oven.

Skor hedonik terhadap sampel dengan perlakuan asam malat 2 persen pengeringan penjemuran terdapat pada tingkat tidak suka. Hal ini menunjukan pengaruh rasa dari asam malat kurang disukai oleh konsumen.

3,16 3,32 3,55 3,23 3,10 2,97 2,60 2,70 2,80 2,90 3,00 3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 Sk or Hedonik

Asam sitrat 3% oven Asam malat 2% oven

Asam tartrat 2% oven Asam tartrat 4% oven

Asam sitrat 2% jemur Asam malat 2% jemur

Gambar 17. Uji hedonik rasa

Secara umum panelis lebih menyukai warna lada hijau kering dengan perlakuan pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan penjemuran. Pada atribut aroma panelis masih dapat menerima semua sampel yang diujikan terutama sampel dengan perlakuan asam tartrat baik 2 persen maupun 4 persen pengeringan oven. Pada atribut rasa panelis menyukai rasa dari perlakuan asam tartrat 2 persen pengeringan oven dan kurang menyukai perlakuan asam malat 2 persen pengeringan penjemuran.


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada pengolahan lada hijau, perlakuan perendaman dalam asam sitrat, asam malat dan asam tartrat dengan konsentrasi 2 persen, 3 persen dan 4 persen cukup efektif untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik walaupun secara statistika tidak berbeda nyata. Metode pengeringan oven memiliki nilai kehijauan yang lebih baik dibandingkan dengan pengeringan penjemuran. Nilai kehijauan terbaik didapatkan pada perlakuan perendaman dalam asam sitrat 3 persen pengeringan oven.

Kadar air lada hijau hasil pengeringan berkisar antara 7,38 – 9,52 persen masih memenuhi parameter kadar air maksimum lada hijau kering di pasar yaitu sebesar <12%. Kadar minyak atsiri lada hijau hasil pengeringan berkisar antara 2,96 – 5,04 persen dengan rata-rata 4,3 persen masih memenuhi parameter mutu lada hijau kering di pasar yaitu sebesar >3%. Bulk density lada hijau hasil pengeringan berkisar antara 189 – 237 g/l. Nilai ini belum memenuhi parameter mutu lada hijau kering di pasar. Kadar air lada hijau hasil pengeringan dipengaruhi oleh metode pengeringan yang digunakan. Metode pengeringan oven menghasilkan kadar air yang lebih rendah dibandingkan pengeringan penjemuran. Kadar minyak atsiri dan bulk density tidak dipengaruhi oleh jenis asam, konsentrasi asam maupun jenis pengeringan.

Evaluasi sensori menunjukan bahwa panelis lebih menyukai warna pada lada hijau hasil pengeringan oven dibandingkan dengan lada hijau hasil pengeringan penjemuran. Pada atribut aroma, panelis masih dapat menerima semua sampel yang diujikan terutama sampel dengan perlakuan perendaman dalam asam tartrat 2 persen dan asam tartrat 4 persen pengeringan oven. Pada atribut rasa panelis menyukai rasa lada hijau hasil pengeringan dengan perlakuan perendaman dalam asam tartrat 2 persen pengeringan oven dan kurang menyukai rasa lada hijau hasil pengeringan dengan perlakuan perendaman dalam asam malat 2 persen pengeringan penjemuran.


(52)

B. SARAN

Pencegahan pencoklatan enzimatik dengan perendaman dalam asam organik sebaiknya hanya menggunakan satu jenis asam karena warna yang didapatkan relatif sama. Untuk memproduksi lada hijau kering dengan pengeringan penjemuran maupun pengeringan oven sebaiknya menggunakan perlakuan perendaman dalam asam sitrat 3 persen. Penggunaan asam tartrat untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatik sebaiknya pada tingkat konsentrasi maksimum 2 persen. Tingginya konsentrasi asam tartrat yang digunakan akan mempengaruhi rasa pada lada hijau kering.


(53)

(54)

Lampiran 1. Tata Cara Karakterisasi Lada Hijau

A. Uji Warna

Chromameter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Selanjutnya sejumlah lada dimasukan ke dalam cawan petri hingga benar-benar seluruh permukaan cawan petri tertutup oleh lada. Lada yang diukur tingkat warnanya harus dalam kondisi suhu yang stabil (suhu ruang), jika suhu lada masih tinggi akibat proses blanching misalnya maka lada perlu diangin-anginkan terlebih dahulu. Lada pada cawan petri kemudian dipotret dengan menggunakan kromameter pada tiga tempat yang berbeda. Hasil pembacaan kromameter menggunakan simbol-simbol berikut:

L : menunjukan nilai hitam-putih; besarnya antara 0 - 100 a : menunjukan nilai hijau-merah; besarnya antara (-80) - (+100) b : menunjukan nilai biru-kuning; besarnya antara (-80) - (+70)

B. Kadar Air Metode Destilasi (SNI-01-3181-1992)

Sampel yang dihaluskan ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan toluene sebanyak 100 ml. Erlenmeyer yang berisi sampel dan toluene selanjutnya dipanaskan dengan menggunakan hot plate hingga toluene mendidih. Air yang terdapat dalam bahan akan ikut menguap bersama toluene kemudian diembunkan dengan kondensor dan hasilnya akan ditampung pada tabung penampung (trap). Jika yang menguap tidak bertambah lagi (sekitar 2-3 jam, ditunjukan dengan tidak bertambahnya jumlah air pada tabung penampung), destilasi dilanjutkan selama 15 menit selanjutnya dihentikan dan alat dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, air dan tolune yang masih bercampur diaduk dengan menggunakan bulu ayam hingga terpisah secara sempurna. Selanjutnya dihitung volume dan persen air dalam bahan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(55)

C. Kadar Minyak Atsiri (Ketaren, 1985)

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 75 gram lalu dimasukan ke dalam labu didih 1 liter dan ditambahkan 500 ml air. Labu didih berisi sampel dan air kemudian dihubungkan dengan alat destilasi minyak atsiri. Alat destilasi minyak atsiri memiliki dua tabung, yaitu tabung penguapan dan tabung penampungan hasil penguapan. Tabung penampungan kemudian diisi dengan air. Selanjutnya dilakukan destilasi selama 4-5 jam. Minyak hasil penguapan akan ditampung pada tabung penampungan dan berada diatas lapisan air. Volume minyak yang dihasilkan kemudian diukur. Kadar minyak atsiri ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Kadar minyak (%) = : X100% Bobot minyak bobot sampel

Bobot minyak = massa jenis minyak X Vol minyak

D. Bulk Density (Syarif, 1988)

Sejumlah lada kering dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian gelas ukur diketuk-ketukan hingga volume lada pada gelas ukur mencapai 20 cm3. Selanjutnya lada yang telah diukur volumenya tersebut ditimbang bobotnya. Bulk density dihitung dengan rumus:

BD =

BD : bulk density

M : massa lada kering (g) V : Volume lada kering(cm3.)

M V

E. Derajat Keasaman (SNI: 06-4085-1996)

pH meter dikalibrasi setiap akan melakukan pengukuran. Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan dengan air suling ke dalam contoh


(56)

yang akan diperiksa pada suhu 25oC. Nilai pH pada skala pH meter dibaca dan dicatat.

F. Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori dilakukan dengan menggunakan panelis tidak terlatih yang berjumlah 30 orang. Pengujian dilakukan melalui uji hedonik terhadap atribut warna, aroma, rasa dan penerimaan secara umum. Uji hedonik dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan tahap kedua dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, rasa (kepedaan, keasaman, dll) dan penerimaan umum terhadap produk lada hijau kering. Tahapan tersebut dilakukan agar mendapatkan hasil uji yang optimal pada uji hedonik II terhadap parameter yang lebih spesifik

Uji tahap pertama menggunakan 18 buah sampel hasil kombinasi dari perlakuan jenis asam (asam sitrat, asam malat dan asam tartrat), tingkat konsentrasi (2 persen, 3 persen dan 4 persen) dan metode pengeringan (pengeringan penjemuran dan oven). Selanjutnya masing-masing panelis memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan kesukaan warna kemudian menuliskannya pada form yang telah disediakan. Skala hedonik yang digunakan adalah skala ordinal 5 poin dengan penilaian sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka.

Hasil uji hedonik warna kemudian ditabulasikan dan dianalisis secara statistika. Analisis statistika digunakan untuk mengetahui nilai preferen dari masing-masing sampel yang diujikan terhadap skala kesukaan. Sampel dengan nilai preferen yang paling disukai panelis akan diujikan kembali pada uji hedonik aroma, rasa (kepedaan, keasaman, dll) dan penerimaan umum.

Pada uji tahap kedua jumlah sampel yang digunakan sebanyak enam buah, terdiri dari empat buah sampel yang paling disukai pada tahap pertama (semuanya adalah sampel dengan pengeringan oven) dan dua buah sampel hasil penjemuran yang paling disukai. Penggunaan sampel hasil


(57)

penjemuran tersebut penting untuk dilakukan agar secara umum dapat diketahui bagaimana penerimaan panelis terhadap semua sampel, baik hasil pengeringan oven maupun hasil pengeringan penjemuran. Prosedur uji hedonik tahap sama seperti uji hedonik tahap pertama.


(58)

Lampiran 2. Hasil Karakterisasi Lada Hijau Segar

1.Warna

Ulangan Nilai Rata-rata

1 -16,26

2 -14,35 15,31

2.Kadar Air

Ulangan Bobot Lada (gram) Toluene (ml) Air terdestilasi (ml) Kadar Air (persen) Rata-rata (persen)

1 10.07 100 8.0 79.44

2 10.00 100 7.0 69.94 74.69

3.Kadar Minyak Atsiri

Bobot jenis (BJ) minyak atsiri = 1,0086 g/ml

Ula ngan Bobot Lada basah (gram) Bobot air (gram) Bobot Lada Kering (gram) volume minyak (ml) Bobot minyak (gram) Kadar minyak (persen) Rata-rata (persen) 1 100.34 79.71 20.63 1.10 1.10 5.38 2 100.34 70.17 30.16 0.90 0.90 3.01 4.19

4.Bulk Density

Ulangan Bobot Lada (gram) Volume (mm3) BD(g/cm3) Rata-rata (persen) 1 11.89327 20 0.594663

2 55.5018 98 0.585978 0.590

5.pH

Ulangan Nilai Rata-rata 1 5.334 2 5.398 5.366


(59)

Lampiran 3. Hasil Uji Warna Lada Hijau Setelah blanching

1 2 3 Rata 2

Ulangan Sampel L a b L a b L a b L a b

A1B1C1 26,95 -4,47 24,37 32,03 -3,53 25,58 33,75 -3,28 23,97 30,91 -3,76 24,64 A1B2C1 29,97 -4,32 24,27 27,39 -3,36 22,88 26,41 -3,51 24,76 27,92 -3,73 23,97 A1B3C1 33,32 -5,17 28,83 31,43 -4,71 26,59 28,84 -4,65 22,03 31,20 -4,84 25,82 A2B1C1 28,39 -3,35 23,82 25,42 -3,04 22,89 26,91 -3,83 25,64 26,91 -3,41 24,12 A2B2C1 32,28 -1,21 30,99 27,38 -3,99 22,68 28,98 -3,48 26,31 29,55 -2,89 26,66 A2B3C1 32,32 -3,11 27,64 31,96 -5,18 28,14 32,81 -4,28 25,49 32,36 -4,19 27,09 A3B1C1 31,02 -5,88 23,82 30,50 -4,74 25,99 27,15 -5,12 25,10 29,56 -5,25 24,97 A3B2C1 31,16 -4,34 25,84 31,36 -4,52 28,47 26,57 -5,90 27,19 29,70 -4,92 27,17 A3B3C1 29,93 -2,47 23,15 30,85 -4,88 21,59 36,16 -4,19 28,49 32,31 -3,85 24,41 A1B1C2 24,94 -3,09 17,56 21,48 -3,88 23,75 26,85 -1,73 21,72 24,42 -2,90 21,01 A1B2C2 26,83 -2,91 24,79 25,63 -5,49 24,16 32,53 -4,00 21,45 28,33 -4,13 23,47 A1B3C2 32,74 -5,68 28,26 31,10 -5,16 26,30 32,57 -4,74 27,36 32,14 -5,19 27,31 A2B1C2 27,18 -3,28 23,24 25,86 -4,24 23,59 32,24 -4,05 25,97 28,43 -3,86 24,27 A2B2C2 29,06 -2,85 20,48 27,66 -4,07 23,61 26,82 -3,82 28,44 27,85 -3,58 24,18 A2B3C2 27,33 -4,01 28,13 23,99 -5,29 28,97 28,92 -5,03 26,02 26,75 -4,78 27,71 A3B1C2 31,71 -4,19 22,03 31,07 -5,47 28,40 32,11 -3,75 24,40 31,63 -4,47 24,94 A3B2C2 28,53 -4,92 22,92 33,35 -2,58 28,32 29,40 -2,90 26,96 30,43 -3,47 26,07

U1


(60)

Lanjutan

1 2 3 Rata 2

Ulangan Sampel L a b L a b L a b L a b

A1B1C1 25,50 -3,90 29,40 25,81 -3,36 22,47 21,30 -3,59 29,25 24,20 -3,62 27,04 A1B2C1 28,83 -4,38 23,78 30,69 -3,95 26,68 35,46 -4,73 26,73 31,66 -4,35 25,73 A1B3C1 26,75 -3,39 24,26 35,53 -2,93 24,19 27,18 -4,40 24,43 29,82 -3,57 24,29 A2B1C1 26,81 -3,83 26,15 30,96 -5,15 27,29 26,20 -4,34 20,16 27,99 -4,44 24,53 A2B2C1 32,50 -2,20 21,59 31,13 -4,16 24,54 28,89 -3,47 23,54 30,84 -3,28 23,22 A2B3C1 28,31 -3,28 25,19 29,51 -4,73 28,47 32,60 -3,55 27,88 30,14 -3,85 27,18 A3B1C1 24,63 -2,70 28,80 20,85 -3,85 27,66 25,83 -3,26 24,12 23,77 -3,27 26,86 A3B2C1 29,46 -4,81 23,45 25,25 -4,49 23,80 34,51 -4,85 26,73 29,74 -4,72 24,66 A3B3C1 33,26 -4,01 27,18 33,58 -2,60 26,99 27,78 -2,95 23,62 31,54 -3,19 25,93 A1B1C2 27,89 -4,72 24,39 26,26 -2,42 29,36 28,74 -5,00 24,10 27,63 -4,05 25,95 A1B2C2 29,21 -4,35 28,80 34,17 -4,04 25,68 33,75 -5,09 24,45 32,38 -4,49 26,31 A1B3C2 29,69 -5,31 26,27 29,16 -4,02 25,57 31,46 -3,13 29,22 30,10 -4,15 27,02 A2B1C2 30,24 -2,55 26,06 31,76 -5,56 28,38 27,77 -3,26 21,62 29,92 -3,79 25,35 A2B2C2 25,92 -4,04 27,15 32,33 -5,00 24,91 26,70 -3,53 26,17 28,32 -4,19 26,08 A2B3C2 28,00 -2,57 29,53 29,51 -4,44 23,32 28,47 -4,24 22,70 28,66 -3,75 25,18 A3B1C2 31,14 -3,83 28,07 31,30 -2,81 24,93 29,93 -3,57 21,43 30,79 -3,40 24,81 A3B2C2 26,90 -5,34 24,52 28,01 -3,97 24,87 25,57 -1,31 22,19 26,83 -3,54 23,86 U2


(1)

Lampiran 11. Lembar Uji Kesukaan Warna Lada Hijau Kering

UJI ORGANOLEPTIK LADA HIJAU KERING Tanggal :

Dihadapan Saudara disajikan produk lada hijau kering. Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap produk tersebut berdasarkan tingkat kesukaan Saudara.

Keterangan nilai:

Nilai 1 = sangat tidak suka Nilai 2 = tidak suka Nilai 3 = netral Nilai 4 = suka

Nilai 5 = sangat suka

Sampel Parameter

Uji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Warna


(2)

Hijau Kering

UJI ORGANOLEPTIK LADA HIJAU KERING Tanggal :

Dihadapan Saudara disajikan produk lada hijau kering. Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap produk tersebut berdasarkan tingkat kesukaan Saudara.

Keterangan nilai:

Nilai 1 = sangat tidak suka Nilai 2 = tidak suka Nilai 3 = netral Nilai 4 = suka

Nilai 5 = sangat suka

Sampel

Parameter uji 587 754 825 955 155 698

Aroma

Rasa (Kepedasan, keasaman, dll)


(3)

Lampiran 13a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Aroma Lada Hijau Kering

Perlakuan

Panelis 587 754 825 955 155 698

1 2 4 2 2 2 4

2 4 4 4 4 4 4

3 4 3 3 4 3 3

4 4 3 4 3 3 4

5 3 3 3 3 3 3

6 4 3 3 4 3 2

7 4 5 5 4 5 5

8 3 2 3 2 4 2

9 5 5 5 5 5 5

10 4 4 4 4 4 4

11 3 2 3 3 3 2

12 4 4 3 3 4 4

13 3 3 3 2 3 2

14 3 4 4 2 5 1

15 3 4 4 3 4 3

16 4 3 3 4 3 4

17 4 3 4 4 4 3

18 5 3 2 3 4 3

19 4 4 3 4 5 4

20 3 4 4 4 4 2

21 3 4 2 4 3 2

22 4 2 3 3 4 3

23 3 3 4 3 4 4

24 4 4 4 3 4 4

25 3 2 4 4 3 4

26 3 4 2 3 2 4

27 4 4 3 4 3 4

28 3 4 2 3 4 3

29 3 2 4 3 2 4

30 4 3 4 3 4 4

31 5 2 4 3 5 2

Keterangan:

587 : Asam tartrat konsentrasi 2 persen pengeringan oven 754 : Asam sitrat konsentrasi 2 persen pengeringan penjemuran 825 : Asam malat konsentrasi 2 persen pengeringan oven 955 : Asam sitrat konsentrasi 3 persen pengeringan oven 155 : Asam tartrat konsentrasi 4 persen pengeringan oven 698 : Asam malat konsentrasi 2 persen pengeringan penjemuran


(4)

dan Cara Pengeringan terhadap Kesukaan Aroma Lada Hijau Kering

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas

(DB)

Kuadrat Tengah

(KT) F Sig.

Model 2251,495(a) 36 62,542 121,040 ,000

Panelis 52,559 30 1,752 3,391 ,000

Sampel 3,661 5 ,732 1,417 ,221

Galat 77,505 150 ,517

Total 2329,000 186

a R Squared = ,967 (Adjusted R Squared = ,959) Keterangan:


(5)

Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Rasa Lada Hijau Kering

Perlakuan

Panelis 587 754 825 955 155 698

1 2 4 2 2 2 4

2 3 3 4 4 4 2

3 4 3 4 3 2 3

4 4 3 4 3 3 3

5 4 3 2 4 3 3

6 5 2 4 4 3 2

7 5 4 5 5 5 4

8 4 3 2 2 2 3

9 4 4 4 3 4 4

10 5 5 3 4 3 2

11 4 3 4 3 4 3

12 3 3 4 4 3 3

13 4 4 4 3 3 4

14 2 2 2 2 2 2

15 4 4 4 4 4 4

16 2 3 5 2 5 2

17 4 3 4 2 2 3

18 4 3 3 2 3 2

19 3 4 4 4 4 4

20 4 3 2 2 4 2

21 3 3 3 4 3 3

22 3 3 2 3 3 3

23 4 3 4 3 2 3

24 3 2 3 3 3 4

25 4 3 3 4 4 3

26 3 3 4 4 4 3

27 5 4 3 4 4 5

28 4 3 2 3 4 2

29 2 2 2 1 1 2

30 3 3 4 3 4 3

31 2 1 3 4 3 2

Keterangan:

587 : Asam tartrat konsentrasi 2 persen pengeringan oven 754 : Asam sitrat konsentrasi 2 persen pengeringan penjemuran 825 : Asam malat konsentrasi 2 persen pengeringan oven 955 : Asam sitrat konsentrasi 3 persen pengeringan oven 155 : Asam tartrat konsentrasi 4 persen pengeringan oven 698 : Asam malat konsentrasi 2 persen pengeringan penjemuran


(6)

Pengeringan terhadap Kesukaan Rasa Lada Hijau Kering

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas

(DB)

Kuadrat Tengah

(KT) F Sig. Model 1999,387(a

) 36 55,539 102,077 ,000 Panelis 64,129 30 2,138 3,929 ,000 Sampel 6,220 5 1,244 2,287 ,049

Galat 81,613 150 ,544

Total 2081,000 186

a R Squared = ,961 (Adjusted R Squared = ,951)

Keterangan:

Sampel; Sig<0,05 Æ berbeda nyata

Lampiran 14c. Hasil Uji Duncan Pengaruh Jenis Asam, Konsentrasi Asam dan Cara Pengeringan terhadap Kesukaan Rasa Lada Hijau Kering

Duncan Sam

pel N Subset

1 2

698 31 2,97 754 31 3,10

955 31 3,16 3,16 155 31 3,23 3,23 825 31 3,32 3,32

587 31 3,55

Sig. ,094 ,060

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =