Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014

(1)

Oleh :

RIVHAN FAUZAN 100100236

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

RIVHAN FAUZAN 100100236

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014

Nama : Rivhan Fauzan NIM : 100100236

Pembimbing Penguji I

(dr. M. Surya Husada, Sp.KJ) (dr. Lambok Siahaan, MKT) NIP. 19800203 200801 1 011 NIP. 19711005 200112 1 001

Penguji II

(dr. Murniati Manik, M.sc, Sp.GK Sp.KK) NIP. 19530719 1980032 001

MEDAN, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP.19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Manusia menghabiskan sepertiga waktu hidupnya untuk tidur yang mana tidur merupakan kebutuhan esensial untuk kehidupannya. Penelitian sebelumnya di berbagai negara melaporkan tingginya kejadian kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa kedokteran dan dapat berdampak terhadap kesehatan dan kemampuan akademik mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode stratified random sampling. Data diperoleh menggunakan alat ukur berupa kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Hasil penelitian menunjukan dari 100 mahasiswa pada penelitian ini, 51 mahasiswa (51%) memiliki kualitas tidur buruk. Berdasarkan jenis kelamin, kualitas tidur buruk lebih sering terjadi pada perempuan (28%) daripada laki-laki. Berdasarkan tingkat angkatan, mahasiswa dalam angkatan 2010 merupakan yang paling banyak memiliki kualitas tidur buruk (15%) dibandingkan dengan angkatan lainnya. Berdasarkan kebiasaan merokok, bukak perokok yang lebih banyak memiliki kualitas tidur buruk (37%). Berdasarkan kebiasaan olahraga, kualitas tidur buruk lebih banyak didapatkan pada mahasiswa yang jarang berolahraga (40%). Berdasarkan kebiasaan meminum kopi, mahasiswa yang tidak rutin meminum kopi lebih banyak yang memiliki kualitas tidur buruk (42%).

Mahasiswa kedokteran disarankan agar dapat membagi waktunya secara efisien dan memperhatikan kualitas tidurnya sebagai upaya peningkatan kemampuan akademik dan terhindar dari berbagai penyakit.


(5)

ABSTRACT

People spend a third of their time to sleep which sleeping is an essential requirement for their life. The previous study in various countries reported high prevalence of poor sleep quality on medical student and can impact on their general health and academic performance. The aim of this study is to describe sleep quality on the students of the Faculty of Medicine USU academic year 2013/2014.

This was a descriptive research method with a cross-sectional approach. Sampling technique which used in this study was stratified random sampling method. The data were obtained using a questionnaire measuring instrument Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

The result showed from 100 student who attended this study, 51 students (51%) had poor sleep quality. Based on gender, poor sleep quality was more common among female (28%) than male. Based on level of class year. the students in class of 2010 were the most have poor sleep quality (15%) than another class year. Based on the habit of smoking, non-smoker had more poor sleep quality (37%). Based on habit of exercise, poor sleep quality was more prevalent in students who infrequent exercise (78.5%). Based on the coffee drinking habits, students who infrequent drink coffee had more poor sleep quality (42%).

Suggested that medical students can be efficiently divided their time and paying attention to their sleep quality as an effort to improve academic performance and avoid the various diseases.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rezeki, rahmat dan karunia berlimpah yang telah diberikan, tanpa-Nya karya tulis ilmiah ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Karya tulis ilmiah ini berjudul, “Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universistas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014” dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian karya ini dimulai dari penentuan judul hingga terbentuk sebuah hasil penelitian, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. M. Surya Husada, Sp.KJ selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu melalui pengarahan dan masukan yang sangat berguna bagi penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Lambok Siahaan, MKT dan Ibu dr. Murniati Manik, M.sc, Sp.GK, Sp.KK selaku dosen penguji yang telah memberi ide, kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.

4. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada orangtua penulis, ayahanda dr. Suhaemi, Sp.PD dan ibunda dr. Elli Kusmayati, Sp.A atas doa, perhatian dan dukungan tanpa henti yang selama ini dan akan terus penulis terima.

5. Teman-teman seperjuangan di FK USU, Shanadz Alvikha, Nanda Pasha, Abdillah Lubis, M. Ivanny Adnani, M. Harmen Reza, M. Haritsyah Warli, teman-teman angkatan 2010 lainnya, kelompok praktikum B1, serta seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan,


(7)

dukungan, cerita, pengalaman dan keceriaan selama tujuh semester menjalani pendidikan di sini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah berupa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun struktural. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tidur ... 5

2.1.1. Definisi Tidur ... 5

2.1.2. Fungsi Tidur ... 5

2.1.3. Fisiologi Tidur ... 6

2.1.4. Regulasi Tidur ... 8

2.1.5. Irama Sirkardian ... 9

2.1.6. Kebutuhan Tidur ... 10

2.2. Kualitas Tidur ... 11

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur ... 12

2.3. Kualitas Tidur pada Mahasiswa Kedokteran ... 18

2.3.1. Prevalensi Kualitas Tidur Buruk pada Mahasiswa Kedokteran ... 18

2.4. Pittsburgh Sleep Quality Index ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep ... 20


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Rancangan Penelitian ... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 23

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 27

5.3. Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 29

5.3.1. Hasil Analisis Data ... 29

5.3.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner... 22

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Angkatan... 28

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin... 28

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kebiasaan Olahraga... 28

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kebiasaan Merokok... 29

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kebiasaan Mengonsumsi Kopi... 29

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden... 30

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis

Kelamin... 30

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan

Angkatan... 31

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan

Kebiasaan Merokok... 31

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan

Kebiasaan Olahraga... 32

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Nama Gambar Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Lampiran 3 Lembar Persetujuan Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Ethical Clearance

Lampiran 6 Data Induk

Lampiran 7 Output Data dan Hasil Penelitian Lampiran 8 Validitas dan Reabilitas


(13)

DAFTAR SINGKATAN ARAS : Ascending Reticulary Actvating System

EEG : Electroencephalography

EMG : Electromyography

EOG : Electrooculography

NREM : Non-Rapid Eye Movement

NSC : Nucleus supra-chiasmatic


(14)

ABSTRAK

Manusia menghabiskan sepertiga waktu hidupnya untuk tidur yang mana tidur merupakan kebutuhan esensial untuk kehidupannya. Penelitian sebelumnya di berbagai negara melaporkan tingginya kejadian kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa kedokteran dan dapat berdampak terhadap kesehatan dan kemampuan akademik mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode stratified random sampling. Data diperoleh menggunakan alat ukur berupa kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Hasil penelitian menunjukan dari 100 mahasiswa pada penelitian ini, 51 mahasiswa (51%) memiliki kualitas tidur buruk. Berdasarkan jenis kelamin, kualitas tidur buruk lebih sering terjadi pada perempuan (28%) daripada laki-laki. Berdasarkan tingkat angkatan, mahasiswa dalam angkatan 2010 merupakan yang paling banyak memiliki kualitas tidur buruk (15%) dibandingkan dengan angkatan lainnya. Berdasarkan kebiasaan merokok, bukak perokok yang lebih banyak memiliki kualitas tidur buruk (37%). Berdasarkan kebiasaan olahraga, kualitas tidur buruk lebih banyak didapatkan pada mahasiswa yang jarang berolahraga (40%). Berdasarkan kebiasaan meminum kopi, mahasiswa yang tidak rutin meminum kopi lebih banyak yang memiliki kualitas tidur buruk (42%).

Mahasiswa kedokteran disarankan agar dapat membagi waktunya secara efisien dan memperhatikan kualitas tidurnya sebagai upaya peningkatan kemampuan akademik dan terhindar dari berbagai penyakit.


(15)

ABSTRACT

People spend a third of their time to sleep which sleeping is an essential requirement for their life. The previous study in various countries reported high prevalence of poor sleep quality on medical student and can impact on their general health and academic performance. The aim of this study is to describe sleep quality on the students of the Faculty of Medicine USU academic year 2013/2014.

This was a descriptive research method with a cross-sectional approach. Sampling technique which used in this study was stratified random sampling method. The data were obtained using a questionnaire measuring instrument Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

The result showed from 100 student who attended this study, 51 students (51%) had poor sleep quality. Based on gender, poor sleep quality was more common among female (28%) than male. Based on level of class year. the students in class of 2010 were the most have poor sleep quality (15%) than another class year. Based on the habit of smoking, non-smoker had more poor sleep quality (37%). Based on habit of exercise, poor sleep quality was more prevalent in students who infrequent exercise (78.5%). Based on the coffee drinking habits, students who infrequent drink coffee had more poor sleep quality (42%).

Suggested that medical students can be efficiently divided their time and paying attention to their sleep quality as an effort to improve academic performance and avoid the various diseases.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang esensial, sama pentingnya dengan kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, dan lain-lain (Rahayu, 2006).

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu (Haryono dkk, 2009). Gangguan tidur dapat disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan. Penyebab gangguan tidur biasanya lebih dari satu, faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, gaya hidup, stres emosional dan lingkungan tempat tinggalnya, semuanya dapat mempengaruhi gangguan tidur (Akbar, 2011).

Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000) dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi dua aspek, yakni kuantitatif tidur dan kualitatif tidur. Aspek kuantitatif termasuk lamanya waktu tidur, sedangkan kualitatif tidur merupakan aspek subjektif dari latensi tidur dan perasaan segar pada saat bangun tidur (Lemma dkk, 2012).

Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup (Japardi, 2002).

Efek kumulatif kurang tidur yang berkepanjangan atau gangguan tidur juga telah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan peningkatan risiko untuk


(17)

berbagai penyakit kronis termasuk depresi, hipertensi, stroke, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan obesitas (Lowry dkk, 2011).

Tidur menjadi perhatian khusus dalam populasi mahasiswa kedokteran karena memiliki hubungan dengan stres dan dapat berdampak terhadap kualitas mereka dalam merawatan pasien. Kurang tidur, yang diukur dengan kantuk di siang hari telah terbukti berdampak negatif terhadap kemampuan akademik mahasiswa. Sebuah penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran Estonia menunjukkan hubungan antara kualitas tidur yang buruk dengan perkembangan kemampuan akademik mereka. Penelitian lain di kalangan mahasiswa kedokteran ditemukan bahwa kecemasan akibat ujian, lingkungan, dan tidak teraturnya jadwal kuliah berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk (Brick, Seely, dan Palermo, 2010; Veldi, Aluoja, dan Vasar, 2005).

Pada tahun 2011, survei rutin dilakukan sejak 1991 oleh National Sleep Foundation itu melibatkan 1.508 responden. Responden dibagi dalam 4 kelompok usia yakni usia 13-18 tahun, 19-29 tahun, 30-45 tahun dan 46-64 tahun. Sebagian besar responden mengaku tidak pernah atau jarang tidur pulas pada hari bekerja atau sekolah, dengan persentase tertinggi yakni sekitar 51% pada usia 19-29 tahun. Menurut National Sleep Foundation di Amerika, lebih dari sepertiga (36%) dewasa muda usia 18-29 tahun dilaporkan mengalami kesulitan untuk bangun pagi (dibandingkan dengan 20% pada usia 30-64 tahun dan 9% di atas usia 65 tahun). Hampir seperempat dewasa muda (22%) sering terlambat masuk kelas atau bekerja karena sulit bangun (dibandingkan dengan 11% pada pekerja usia 30-64 tahun dan 5% di atas usia 65 tahun). Sebesar 40% dewasa muda juga mengeluhkan kantuk saat bekerja sekurangnya 2 hari dalam seminggu atau lebih dibandingkan dengan 23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65 tahun (Sulistiyani, 2012).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lemma dkk (2012) melaporkan bahwa 55,8% mahasiswa yang mereka teliti di dua universitas di Ethiopia diklasifikasikan memiliki kualitas tidur yang buruk. Sekitar 56% mahasiswa yang diteliti di sebuah universitas di Iran juga memiliki kualitas tidur yang buruk (Akhlaghi dkk, 2009). Di salah satu fakultas kedokteran di sebuah


(18)

universitas di Brazil dilaporkan bahwa mahasiswa kedokteran tingkat akhir memiliki persentase kualitas tidur yang buruk yang lebih tinggi daripada mahasiswa tahun pertama dan kedua, yakni 60% pada mahasiswa tingkat akhir, 11,5% pada mahasiswa tahun kedua, dan 42,3% pada mahasiswa tahun pertama (Lima dkk, 2009)

Pada umumnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU), jika dilihat dari aktivitas sehari-hari memiliki kesibukan kuliah dengan jadwal akademis dan non akademis yang padat. Selain itu, adanya faktor-faktor sosial, seperti akses internet, peralatan elektronik di kamar tidur seperti televisi, komputer, gadget, peningkatan konsumsi kafein dan faktor-faktor stres juga dapat mempengaruhi tidur. Dengan demikian, perlu diperhatikan bagaimana dengan kualitas tidur pada mahasiswa FK USU tahun akademik 2013/2014. Penelitian kualitas tidur pada mahasiswa ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Sumatera Utara khusus di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa FK USU tahun akademik 2013/2014.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimanakah gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014.


(19)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 berdasarkan jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 berdasarkan tingkat angkatan.

3. Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 berdasarkan kebiasaan merokok.

4. Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 berdasarkan kebiasaan olahraga.

5. Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi kopi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi institusi, sebagai bahan masukan dalam upaya untuk mengevaluasi sistem pembelajaran.

2. Bagi mahasiswa, meningkatkan pemahaman mengenai kualitas tidur. 3. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan menambah

pengetahuan, sekaligus sebagai wadah latihan penerapan hasil pembelajaran yang diperoleh selama masa perkuliahan.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur

2.1.1. Definisi Tidur

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma, yang merupakan keadaan bawah sadar saat orang tersebut tidak dapat dibangunkan (Guyton dan Hall, 2006).

Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseleruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2007).

2.1.2. Fungsi Tidur

Meskipun manusia menghabiskan sekitar sepertiga dari kehidupan mereka dengan tidur, namun mengapa tidur sangat dibutuhkan masih merupakan misteri. Walaupun masih spekulatif, studi-studi terakhir menunjukkan bahwa tidur gelombang lambat dan tidur rapid eye movement (REM) memiliki fungsi yang berbeda (Sherwood, 2007).

Salah satu hipotesis yang diterima luas adalah bahwa tidur memberi otak waktu guna memulihkan proses-proses biokimia atau fisiologis yang secara progresif mengalami penurunan ketika terjaga (Sherwood, 2007). Dengan kata lain, tidur mengembalikan kondisi tubuh dan membangun kembali otak dan tubuh kita, yang telah menurun akibat aktivitas ketika kita terjaga. Gagasan ini cocok dengan perasaan lelah dan letih sebelum kita tidur dan segar kembali ketika bangun (King, 2007).

Faktanya, peran penting tidur dalam konsolidasi, penyimpanan, dan pemeliharaan ingatan jangka panjang kini telah dikenali. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa semasa tidur korteks serebrum tidak sibuk dengan pengolahan masukan sensoris, keawasan aktif, dan fungsi motorik. Dengan


(21)

demikian, korteks serebrum leluasa untuk beraktivitas yang menguatkan asosiasi ingatan, sehingga ingatan yang dibentuk pada jam-jam terjaga dapat diintegrasikan ke dalam ingatan jangka panjang (King, 2007).

2.1.3. Fisiologi Tidur

Tidur dapat diamati dari aktivitas otak, tonus otot, dan gerak mata. Pengukuran ketiganya dapat diketahui melalui polisomnografi, yang rekamannya terdiri atas: elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG), dan elektrookulografi (EOG). Melalui hasil polisomnografi tersebut akan didefinisikan berbagai macam stadium tidur (Akerstedt dan Nilsson, 2003)

Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologi, yakni tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM; non-rapid eye movement) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM; rapid eye movement) (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam (Japardi, 2002).

Menurut Japardi (2002), tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: 1. Tidur stadium satu

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang teta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.

2. Tidur stadium dua

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan kompleks K.


(22)

3. Tidur stadium tiga

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang

sleep spindle.

4. Tidur stadium empat

Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun (Japardi, 2002).

Pada orang normal tidur NREM merupakan keadaan yang relatif tenang terhadap terjaga. Kecepatan denyut jantung biasanya lebih lambat 5 sampai 10 denyut semenit di bawah tingkat terjaga penuh dan sangat teratur. Respirasi mengalami hal yang sama. Tekanan darah juga cenderung rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat dari otot-otot tubuh lebih rendah pada tidur REM dibandingkan keadaan terjaga. Gerakan tubuh yang episodik dan involunter ditemukan pada tidur NREM. Terdapat beberapa gerakan mata yang cepat, jika ada, dan jarang terjadi ereksi penis. Aliran darah ke sebagian besar jaringan menurun, termasuk aliran darah ke otak (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua orang akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam (Japardi, 2002).

Tidur REM juga telah dinamakan dengan tidur paradoksikal. Kecepatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah pada manusia semuanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tidur NREM dan sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan terjaga. Kendatipun lebih terbatas, tingkat atau kecepatan tersebut bervariasi dari menit ke menit. Pemakaian oksigen otak meningkat selama tidur REM. Respon pernapasan terhadap peningkatan kadar


(23)

karbon dioksida tertekan selama tidur REM, sehingga tidak terdapat peningkatan volume tidal saat tekanan parsial karbon dioksida meningkat. Termoregulasi terganggu selama tidur REM (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Periode REM terjadi kira-kira setiap 90 sampai 100 menit selama semalam. Periode REM pertama cenderung menjadi periode paling singkat, biasanya berlangsung kurang dari 10 menit; periode REM selanjutnya masing-masing biasanya berlangsung selama 15 sampai dengan 40 menit. Sebagian besar periode tidur REM terjadi pada sepertiga bagian terakhir dari malam, sedangkan sebagian besar tidur stadium 4 terjadi pada sepertiga bagian pertama malam (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentase total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%; dan REM; 25 % (Japardi,2002). Distribusi tersebut relatif tetap sampai usia lanjut, walaupun terjadi penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM pada usia lanjut (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

2.1.4. Regulasi Tidur

Nukleus pada batang otak dan hipotalamus penting selama transisi siklus bangun-tidur. Perangsangan pada formasio retikularis midbrain dan hypotalamus posterior menghasilkan keadaan bangun, sementara untuk menghasilkan tidur diperlukan perangsangan pada hipotalamus anterior dan daerah di sekitar basal forebrain. Nukleus pada batang otak ini merupakan bagian dari sistem aktivasi retikular (Barrett dkk, 2010).

Keadaan jaga atau bangun juga sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang


(24)

tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti serotonin, norepinefrin, asetilkolin, histamin, dan dopamin (Japardi, 2002).

2.1.5. Irama Sirkardian

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Irama sirkardian adalah siklus perilaku atau fisiologis harian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus (Japardi, 2002; King, 2007).

Pola siklus tidur dan bangun (irama sirkardian), adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut

nucleus supra-chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol,

growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun dan tidur (Rahayu, 2006).

NSC berkerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun dan tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol, dan growth hormone

sehingga orang terbangun. Jika malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur (Rahayu, 2006).

Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal (suatu bagian kecil di otak tengah). Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi (Rahayu, 2006).


(25)

Pengaturan suhu tubuh bergantung pada pengaruh sistem sirkadian. Suhu tubuh seseorang lebih tinggi di siang hari daripada di malam hari. Pada malam hari ada penurunan bertahap dalam suhu tubuh, penurunan produksi panas dan peningkatan kehilangan panas, semua yang menginduksikan onset tidur dan pemeliharaan, kegiatan maupun EEG gelombang lambat. Sebaliknya, ada peningkatan bertahap dalam suhu tubuh beberapa jam sebelum bangun. Otak mengirimkan sinyal ke bagian lain dari tubuh yang meningkatkan produksi panas dan konservasi untuk mengganggu tidur dan menginduksikan bangun (Colten dan Altevogt, 2006).

2.1.6. Kebutuhan Tidur

Pada manusia, jumlah jam yang diperlukan seseorang untuk tidur berbeda-beda, tergantung pada faktor-faktor tertentu dan usia mereka. Pada neonatus, waktu yang dibutuhkan rata-rata 15-18 jam dan waktu tidur mereka tidak dipengaruhi oleh siklus pagi dan malam yang disebabkan oleh ketiadaan irama sirkardian. Waktu tersebut akan berkurang hingga 13-14 jam setelah satu tahun (William, 2013).

Remaja usia 12-18 tahun memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari. Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa kanak-kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja memerlukan waktu tidur yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tuntutan sosial membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan kualitas tidur yang sesuai (William, 2013).

Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu tidur 7-8 jam per hari. Sedangkan lanjut usia cenderung memerlukan waktu 6-7 jam per hari dengan tidur siang yang lebih sering pada siang hari. Waktu untuk tidur pada orang dewasa kebanyakan bervariasi dari tiap orang ke orang, dan umumnya berkisar 5 sampai 11 jam (William, 2013).


(26)

2.2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur menurut American Psychiatric Association (2000) dalam Wavy (2008) didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi dua aspek, yakni kuantitatif tidur dan kualitatif tidur. Aspek kuantitatif termasuk lamanya waktu tidur, sedangkan kualitatif tidur merupakan aspek subjektif dari kedalaman tidur dan perasaan segar pada saat bangun tidur (Lemma dkk, 2012).

Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan untuk tetap tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Secara fisiologis, kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan rasa kantuk di siang hari, menurunnya kesehatan pribadi dan menyebabkan kelelahan. Selain itu, hal ini terkait dengan beberapa penyakit seperti penyakit jantung, peradangan, diabetes dan penyakit kardiovaskular (Wavy, 2008).

Secara psikologis, kualitas tidur yang buruk berdampak pada penurunan fungsi kognitif. Selanjutnya, hal itu terkait dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap kecemasan, meningkatkan ketegangan, mudah tersinggung, kebingungan, suasana hati yang buruk, depresi, penurunan kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup yang lebih rendah. Secara bersamaan, ia berhubungan positif dengan melambatnya psikomotor dan gangguan konsentrasi (Wavy, 2008).

Selain masalah fisik dan psikologis yang disebabkan oleh kualitas tidur yang buruk, penelitian telah menunjukkan bahwa hal tersebut juga berkaitan dengan prestasi akademis yang buruk. Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan motivasi akademik yang lebih rendah, nilai yang lebih rendah dan penurunan prestasi akademik (Wavy, 2008).


(27)

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat terjaga, termasuk kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi, kreativitas, tanda vital fisik dan bahkan berat badan. Oleh sebab itu, kualitas tidur hendaklah dijaga agar tetap baik (William, 2013).

Kualitas tidur sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar tidur, ada tidaknya stres, ada tidaknya menderita suatu penyakit, aktivitas yang dilakukan saat siang hari, obat dan makanan yang dikonsumsi saat siang hari dan lainnya (William, 2013).

Menurut National Sleep Foundation (2013) ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas tidur, yaitu:

1. Memelihara jadwal tidur dan bangun teratur termasuk di akhir pekan. 2. Menciptakan suasana kamar tidur yang kondusif, gelap, tenang,

nyaman dan sejuk.

3. Tidur di kasur dan bantal yang nyaman.

4. Menyelesaikan makan setidaknya 2-3 jam sebelum jadwal tidur sehari-hari.

5. Berolahraga rutin.

6. Hindari kafein, nikotin, dan alkohol menjelang waktu tidur.

2.2.1.1.Jenis Kelamin

Faktor hormonal, sindroma nyeri, dan masalah psikologis, terutama depresi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada wanita. Kualitas tidur yang buruk dan kurangnya waktu tidur mempengaruhi kualitas hidup mereka. Wanita dua kali lebih mungkin daripada laki-laki dalam hal memiliki kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur, walaupun sebelum pubertas tidak ada perbedaan signifikan yang jelas (Hertz, 2012).

Secara umum, hormon seks memainkan peranan dalam menyebabkan gangguan tidur pada wanita, baik dengan efek langsung pada proses tidur atau pada efek lainnya seperti pada suasana hati (mood) dan keadaan emosional. Hormon seks mempengaruhi elektroensefalografik selama fase luteal dengan


(28)

meningkatkan frekuensi elektroensefalografik dan suhu tubuh inti selama tidur (Hertz, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Baker dkk. (2013) menunjukkan wanita dengan premenstrual syndrom yang berat memiliki kualitas tidur yang lebih buruk secara signifikan selama akhir fase luteal dari siklus menstruasinya.

Gangguan mood lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, terutama untuk sistem reproduksi wanita (misalnya, premenstrual dysphoric disorder [PMDD], pregnancy affective disorder, postpartum depression, perimenopausal mood disorder). Sementara gangguan kecemasan sering dikaitkan dengan kesulitan memulai tidur, serta depresi biasanya dikaitkan dengan bangun terlalu pagi (Hertz, 2012).

Dibandingkan dengan laki-laki, ada banyak perbedaan dalam cara tidur wanita. Secara umum, wanita cenderung tidur lebih banyak daripada pria, pergi ke tempat tidur dan tertidur lebih awal. Tidur seorang wanita juga cenderung lebih mudah terganggu. Wanita lebih cenderung merasa tidak segar bahkan setelah mereka tidur dalam waktu yang cukup (Baker dkk, 2007).

2.2.1.2.Gangguan Psikis

Gangguan psikis seperti stress, kecemasan, dan depresi sering dikaitkan dengan keluhan tidur (NSF, 2013). Insomnia atau kesulitan untuk memulai tidur merupakan keluhan tidur yang paling sering. Periode singkat insomnia paling sering berhubungan dengan kecemasan, baik sebagai sekuela terhadap pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi pengalaman yang menimbulkan kecemasan, seperti akan menghadapi ujian atau wawancara pekerjaan (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010). Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur (Ulumuddin, 2011).

Masalah tidur mempengaruhi hampir semua yang menderita gangguan kejiwaan, termasuk mereka yang depresi. Individu yang depresi sering kali terbangun pada jam-jam pagi awal dan tidak dapat kembali tidur, dan mereka


(29)

lebih jarang tidur pada gelombang delta atau stadium tidur lelap daripada invdidu yang tidak mengalami depresi (King, 2007)

Peran stres dalam asal-usul insomnia kronis telah didokumentasikan dalam beberapa studi. Meskipun peristiwa stres yang besar dapat memicu insomnia, paparan kronis terhadap stres kecil juga dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya insomnia dan mungkin sangat penting dalam penyebab gangguan tidur kronis. Dalam sebuah studi berbasis populasi di Jepang, insomnia secara signifikan berkorelasi dengan tingkat stres sehari-hari (Kim dkk, 1999).

2.2.1.3.Riwayat Penyakit

Tiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh suatu kondisi medis umum. Hampir semua kondisi medis disertai oleh rasa nyeri dan rasa tidak nyaman (contoh: artitis, angina) dapat menyebabkan tidur terganggu. Beberapa kondisi adalah berhubungan dengan gangguan tidur kendatipun tidak terdapat rasa nyeri atau rasa tidak nyaman secara spesifik. Keadaan tersebut adalah neoplasma, lesi vasikular, infeksi, kondisi degeneratif, dan traumatik. Kondisi lain, khususnya penyakit endokrin dan metabolik, sering kali melibatkan beberapa gangguan tidur (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Walaupun demikian, pada beberapa kasus, gangguan tidur mungkin bukan hanya disebabkan oleh penyakit itu sendiri, tapi oleh obat-obatan yang digunakan untuk menangani penyakit tersebut (King, 2007). Obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamin, kafein, nikotin), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik dapat menyebabkan gangguan tidur. Obat ini dapat menimbulkan terputus-putusnya fase tidur REM (Japardi, 2002).

2.2.1.4.Lingkungan Tidur

Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu individu bisa


(30)

beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut (Ulumuddin, 2011). Menurut National Sleep Foundation temperatur udara di atas 75°F dan dibawah 54°F dapat mengganggu tidur. Temperatur udara terbaik untuk kualitas tidur yang baik adalah sekitar 24°C – 26°C dan batas atas termperatur udara untuk kualitas tidur yang baik adalah 28,1°C (Kim, Chun, dan Han, 2010).

2.2.1.5.Penggunaan Media Elektronik

Penilitian menunjukkan bahwa banyak anak muda yang memiliki kebiasaan browsing di internet atau menonton program televisi, sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap kualitas tidur. Penggunaan media tersebut pada waktu yang tidak tepat, keduanya dengan kecerahan cahaya yang dipancarkan ke retina adalah faktor yang menimbulkan perubahan pola tidur. Contohnya layar komputer, cahaya yang dipancarkan jaranknya dekat dengan retina. Rangsangan cahaya memberikan sinyal langsung ke hipotalamus. Selain mengontrol kelenjar tubuh, hipotalamus berisi inti kecil yang menaungi jam biologis tubuh, yang penting untuk mengatur siklus tidur / bangun. Kekuatan, variasi dan waktu cahaya diproyeksikan ke retina oleh media elektronik ini dapat mengganggu produksi melatonin dalam tubuh (hormon yang mengontrol tidur), sehingga perubahan kualitas tidur (Resquita & Reimao, 2010).

Sebuah studi pada orang dewasa tentang dampak permainan komputer pada arsitektur tidur digambarkan terdapat peningkatan latensi tidur akibat bermain permainan komputer sebelum tidur disebabkan oleh tingkat peningkatan aktivitas sistem saraf pusat dan otonom. Demikian pula, menonton televisi juga dapat meningkatkan kewaspadaan saraf, gairah fisiologis, dan mengakibatkan sulit tidur. Ini mungkin mekanisme hubungan antara menonton televisi dan tertundanya waktu tidur (Li dkk, 2007).

Penelitian oleh Resquita dan Reimao (2010) menunjukkan terdapat jumlah yang signifikan terhadap mahasiswa yang mengeluh kurang tidur dan meningkatnya gangguan tidur yang dihubungkan dengan penggunaan media elektronik. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan pengguna komputer dihubungkan dengan risiko yang lebih tinggi memiliki kualitas tidur buruk


(31)

daripada mahasiswa yang memiliki kebiasaan menonton televisi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan komputer sebelum tidur memilki kualitas tidur yang lebih buruk daripada remaja yang tidak menggunakan komputer.

2.2.1.6.Kebiasaan Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulan. Nikotin dapat menyebabkan seorang perokok mengalami kesulitan untuk memulai tidurnya, sulit untuk bangun pagi, dan juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur (National Sleep Foundation, 2013).

Di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis kecil nikotin menimbulkan sedasi yang sebenarnya membantu tidur. Tetapi, dosis besar nikotin dapat mengganggu tidur, khususnya onset tidur. Perokok biasanya tidur lebih singkat dari bukan perokok. Putus nikotin dapat menyebabkan mengantuk atau terbangun (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh McNamara dkk (2013) mereka menemukan bahwa 11,9% dari perokok sulit untuk tidur, 10,6% bangun di malam hari dan 9,5% bangun terlalu pagi. Angka-angka untuk bukan perokok jauh lebih rendah dan dalam penelitian ini secara signifikan menemukan bahwa mereka yang telah berhenti merokok melihat peningkatan dalam tidur mereka. Para peneliti juga menemukan bahwa untuk setiap batang rokok yang dihisap menurunkan jumlah waktu tidur sebesar 1,2 menit.

2.2.1.7.Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani, 2012).


(32)

Olahraga juga dapat mempermudah seseorang untuk tertidur dengan cara penurunan tingkat kecemasan dan gejala depresi seseorang. Sulit untuk tidur sering dikaitkan dengan,stress, kecemasan dan gejala depresi. Olahraga memiliki efek yang kuat dalam mengurangi gejala-gejala ini pada populasi umum (NSF, 2013).

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Yang dkk (2012) menunjukkan bahwa olahraga memiliki dampak yang menguntungkan terhadap kualitas tidur, menurunkan latensi tidur, dan mengurangi penggunaan obat tidur. Hasil ini juga menunjukan olahraga dapat menjadi pengobatan alternatif untuk seseorang yang memiliki masalah dengan tidurnya.

Meskipun penelitian menunjukkan bahwa olahraga pasti memberikan dampak yang baik untuk tubuh dan kesehatan, sebaiknya waktu berolahraga juga diperhatikan agar mendapat efek yang maksimal. Contohnya, olahraga yang benar dapat membuat seseorang lebih waspada, meningkatkan metabolisme, dan memberikan energi yang lebih banyak kedepannya, tetapi olahraga pada malam hari sebelum atau dekat dengan jam tidur dapat memberikan dampak yang kurang baik untuk tidur malamnya. Pakar tidur merekomendasikan untuk berolahraga paling lama tiga jam sebelum waktu tidur dan sore hari merupakan waktu yang paling baik untuk berolahraga. Berolahraga saat sore hari bermanfaat karena suhu tubuh sangat berhubungan dengan tidur. Suhu tubuh meningkat saat berolahraga dan membutuhkan waktu hingga enam jam untuk mulai menurun. Suhu tubuh yang rendah penting untuk seseorang agar mudah untuk tertidur (Davila, 2009).

2.2.1.8.Mengkonsumsi Kopi

Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur (Daswin dan Samosir, 2013). Efek dari kafein dapat bertahan selama dua belas jam setelah di konsumsi (Agustin, 2012).

Sampai saat ini, beberapa penelitian tentang efek mengkonsumsi kafein menunjukkan bahwa kafein memiliki dampak yang merugikan terhadap tidur seperti meningkatkan latensi tidur, penurunan jumlah jam tidur, dan memperburuk


(33)

kualitas tidur (Ortuno dkk., 2005). Efek ini tidak hanya tergantung pada jumlah kafein dikonsumsi menjelang tidur, tetapi juga pada jumlah kafein yang dikonsumsi sepanjang hari (Porkka, 2011).

2.3. Kualitas Tidur pada Mahasiswa Kedokteran

Tidur menjadi perhatian khusus dalam populasi mahasiswa kedokteran karena memiliki hubungan dengan stres dan dapat berdampak terhadap kualitas mereka dalam pembelajaran. Kurang tidur, yang diukur dengan kantuk di siang hari telah terbukti berdampak negatif terhadap kemampuan akademik mahasiswa. Sebuah penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran Estonia menunjukkan hubungan antara kualitas tidur yang buruk dan perkembangan akademik mereka. Penelitian lain di kalangan mahasiswa kedokteran ditemukan bahwa kecemasan akibat ujian, lingkungan, dan tidak teraturnya jadwal kuliah berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk (Brick, Seely, dan Palermo, 2010; Veldi, Aluoja, dan Vasar, 2005).

2.3.1. Prevalensi Kualitas Tidur Buruk pada Mahasiswa Kedokteran

Di salah satu fakultas kedokteran di sebuah universitas di Brazil dilaporkan bahwa mahasiswa kedokteran tingkat akhir memiliki persentase kualitas tidur yang buruk yang lebih tinggi daripada mahasiswa tahun pertama dan kedua, yakni 60% pada mahasiswa tingkat akhir, 11,5% pada mahasiswa tahun kedua, dan 42,3% pada mahasiswa tahun pertama (Lima dkk, 2009). Hampir sepertiga (32,5%) mahasiswa kedokteran di sebuah universitas di Nigeria juga mempunyai kualitas tidur yang buruk (James, Omoaregba, dan Igberase, 2011). Di Malaysia dilaporkan 16,1% mahasiswa kedokteran memiliki kualitas tidur yang buruk (Zailinawati dkk, 2009).

2.4. Pittsburgh Sleep Quality Index

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah kuesioner baku emas yang digunakan untuk menilai kualitas tidur subjektif dan telah divalidasi pada kedua


(34)

populasi klinis dan populasi non-klinis, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa pascasarjana (Brick, Seely, dan Palermo, 2010).

PSQI terdiri dari sembilan belas item pertanyaan yang meliputi tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari. Setiap dari nilai komponen tujuh tersebut diberi bobot yang sama dengan skala 0-3, 0 menunjukkan tidak ada kesulitan dan 3 menunjukkan kesulitan yang parah. Jumlah skor untuk nilai tujuh komponen ini akan menghasilkan satu skor secara keseluruhan, mulai dari 0 hingga 21. Skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas tidur buruk, dan bila skor PSQI secara keseluruhan > 5 maka seseorang tersebut memiliki kualitas tidur yang buruk (Buysse dkk, 1989).


(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Mahasiswa FK USU T.A 2013/2014

· Definisi : Mahasiswa angkatan 2010, 2011, 2012,dan 2013 yang masih terdaftar dan aktif di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara selama tahun akademik 2013/2014.

3.2.2. Jenis Kelamin

· Definisi : Identitas responden sesuai biologis atau fisiknya. · Kategori hasil :

o Laki-laki o Perempuan

· Skala pengukuran : nominal

3.2.3. Tingkat Angkatan

· Definisi : Tahun masuk mahasiswa memulai pendidikan sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Mahasiswa FK USU T.A 2013/2014:

- Jenis kelamin - Tingkat angkatan - Kebiasaan merokok - Kebiasaan olahraga

- Kebiasaan mengkonsumsi kopi


(36)

· Kategori hasil : o Angkatan 2010 o Angkatan 2011 o Angkatan 2012 o Angkatan 2013

· Skala pengukuran : nominal

3.2.4. Kebiasaan Merokok

· Definisi: kebiasan subjek mengkonsumsi rokok setiap harinya · Cara ukur: wawancara

· Alat ukur: lembar kuesioner · Katergori hasil

o Bukan perokok, yakni sudah berhenti atau tidak pernah mengkonsumsi rokok

o Perokok ringan, bila menghisap rokok <10 batang perhari. o Perokok sedang, bila menghisap rokok 10-20 batang perhari. o Perokok berat, bial menghisap rokok >20 batang perhari (Bustan,

2000)

· Skala pengukuran: nominal

3.2.5. Kebiasaan Olahraga

· Definisi: frekuensi aktifitas fisik (olahraga) yang dilakukan responden dalam seminggu.

· Cara ukur: wawancara · Alat ukur: lembar kuesioner · Kategori hasil

o Rutin, yakni ≥ 3 kali dalam seminggu

o Jarang, yakni < 3 kali dalam seminggu (Miftah, 2012) · Skala pengukuran: nominal


(37)

3.2.6. Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi

· Definisi: frekuensi kopi per cangkir/gelas yang dikonsumsi responden setiap harinya.

· Cara ukur: analisis kuesioner · Alat ukur: lembar kuesioner · Katergori hasil

o Rutin, ≥ 1 cangkir/gelas per hari

o Jarang atau tidak pernah (Martiani dan Lelyana, 2012). · Skala pengukuran: nominal

3.2.7. Kualitas Tidur

· Definisi : Mengacu pada aspek kuantitatif dari tidur seseorang, seperti durasi tidur, latensi tidur, waktu bangun, dan kenyenyakan tidur (Buysse dkk, 1989).

· Cara Ukur : analisis kuesioner · Alat Ukur : kuesioner

· Kategori Hasil :

o Total skor ≤ 5 : kualitas tidur baik o Total skor > 5 : kualitas tidur buruk · Skala Pengukuran : ordinal


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa pendidikan sarjana kedokteran. Artinya, peneliti melakukan proses pengambilan data dalam satu kali pengamatan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi : Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

b. Waktu : Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2013 sampai dengan 31 November 2013 atau sampai sampel mencukupi.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

a. Populasi target : seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (angkatan 2010, 2011, 2012, dan 2013) tahun akademik 2013/2014.

b. Populasi terjangkau : seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (angkatan 2010, 2011,2012, dan 2013) tahun akademik 2013/2014 yang aktif selama masa perkuliahan.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi terjangkau yang berada di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara selama penelitian berlangsung.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah stratified random sampling yatu teknik penarikan sampel dengan membagi populasi sasaran di


(39)

dalam strata (golongan) menurut karakteristik tertentu yang dianggap penting oleh peneliti. Dalam penelitian ini, sampel dibagi dalam 4 bagian berdasarkan tingkatan angkatan yaitu angkatan 2010, 2011, 2012, dan 2013.

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini, penulis menggunakan rumus deskriptif kategorikal, yaitu:

 ൌα²

݀²

Zα = Deviat baku alpa = 1,96

P = Harga proporsi di populasi = 0,5 d = presisi = 0,1

Q = 1-P = 1-0,5 = 0,5

n = ͳǤͻ͸

ʹݔͲǤͷݔሺͳെͲǤͷሻ

ͲǤͳʹ = 96,04

Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 96,04 ~ 100 orang. Pada penelitian ini diperlukan sampel sebesar 100 orang. Sampel tersebut akan didistribusikan secara merata pada mahasiswa sesuai dengan masing-masing angkatan.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : Kriteria Inklusi :

- semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014

- bersedia mengisi lembar kuesioner - mahir berbahasa Indonesia.


(40)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian. Kuesioner yang digunakan untuk menilai kualitas tidur sampel penelitian adalah

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Kuesioner ini telah diuji validitas dan reabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product momment” dan uji Cronbarch (cronbach alpha) dengan menggunakan program statistika.

Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Uji validitas dan reabilitas kuesioner dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 subjek.

Item atau komponen pernyataan dinyatakan valid jika mempunyai nilai r hitung yang lebih besar dari r standar atau tabel. Kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari 0,6. Hasil uji validitas dan reabilitas yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner Variabel Komponen

Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Kualitas Tidur

1 0,846

0,687 0,879 0.637 0,692 0,781 0,660 0,706 0,879 0,705 0,782 0,820 0,484

Valid 0,765 Reliabel

2.1 Valid Reliabel

2.2 Valid Reliabel

3 Valid Reliabel

4 Valid Reliabel

5.1 Valid Reliabel

5.2 Valid Reliabel

5.3 Valid Reliabel

5.4 Valid Reliabel

5.5 Valid Reliabel

5.6 Valid Reliabel

5.7 Valid Reliabel


(41)

5.9 0,887 0,781 0,748 0.538

Valid Reliabel

6 Valid Reliabel

7.1 Valid Reliabel

7.2 Valid Reliabel

Setelah kuesioner valid, peneliti akan membagikan kuesioner pada subjek penelitian yang telah menyetujui informed consent-nya. Apabila jumlah subjek penelitian sudah mencapai jumlah yang diinginkan, maka pencarian subjek dihentikan. Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap responden akan dianalisis menggunakan program statistika dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan sesuai pustaka yang ada.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang telah diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah. Hasil kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jalan dr. Mansur No.5 Kecamatan Medan Baru, Medan. Pengambilan data dilakukan di ruangan kelas semester I/II, III/IV, V/VI, dan semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa- mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan jumlah responden masing-masing 25 orang untuk semester I/II, 25 orang untuk semester III/IV, 25 orang untuk semester V/VI, dan semester 25 orang untuk semester VII. Total responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.

Dari keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin, tingkat angkatan, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi kopi. Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel yang ada di bawah ini.


(43)

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Angkatan

Angkatan (f)frekuensi %

2010 25 25

2011 25 25

2012 25 25

2013 25 25

Total 100 100

Dari tabel 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa responden dibagi menjadi empat tingkatan angkatan yakni 2010, 2011, 2012, dan 2013.

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin (f)frekuensi %

Laki-laki 52 52

Perempuan 48 48

Total 100 100

Dari tabel 5.2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden pria adalah 52 orang (52%), sedangkan jumlah responden wanita adalah 48 orang (48%).

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga (f)Frekuensi %

Rutin 29 29

Jarang 71 71

Total 100 100

Dari tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga sebanyak 29 orang (29%), sedangkan yang jarang berolahraga sebanyak 71 orang (71%).


(44)

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Kebiasaan Merokok (f)Frekuensi %

Perokok ringan 9 9

Perokok sedang 12 12

Perokok berat 2 2

Tidak Merokok 77 77

Total 100 100%

Dari tabel 5.4 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang tergolong perokok ringan sebanyak 9 orang (9%), perokok sedang sebanyak 12 orang (12%), perokok berat sebanyak 2 orang (2%), dan yang tidak merokok sebanyak 77 orang (77%).

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi

Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi

(f)frekuensi %

Rutin 10 10

Jarang 90 90

Total 100 100

Dari tabel 5.5 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin meminum kopi sebanyak 10 orang (10%), sedangkan yang jarang meminum kopi sebanyak 90 orang (90%).

5.3. Hasil Analisis Data dan Pembahasan 5.3.1. Hasil Analisis Data

Hasil uji terhadap kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner dapat dilihat pada tabel 5.6.


(45)

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden

Kualitas Tidur Frekuensi %

Kualitas tidur baik 49 49

Kualitas tidur buruk 51 51

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat dilihat bahwa dari 100 responden yang merupakan mahasiswa FK USU semester ganjil tahun akademik 2013/2014 sebanyak 49 responden (49%) memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 51 responden (51%) memiliki kualitas tidur yang buruk.

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana gambaran kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin, tingkat angkatan, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan meminum kopi.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Kualitas Tidur

Total

Baik Buruk

f(n) % f(n) %

Laki-laki 28 28 24 24 52

Perempuan 21 21 27 27 48

Total 49 49 51 51 100

Dari tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsi terbesarnya, yaitu 28 responden (28%) merupakan pria. Dari 51 responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsinya terbesarnya, yaitu 27 responden (27%) merupakan perempuan.


(46)

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Angkatan

Angkatan

Kualitas Tidur

Total

Baik Buruk

f(n) % f(n) %

2010 10 10 15 15 25

2011 15 15 10 10 25

2012 13 13 12 12 25

2013 11 11 14 14 25

Total 49 49 51 51 100

Dari tabel 5.8 di atas, dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsi terbesarnya, yaitu 15 responden (15%) yang merupakan angkatan 2011. Dari 51 responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsinya terbesarnya, yaitu 15 responden (15%) yang merupakan angkatan 2010.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Kebiasaan Merokok

Kualitas Tidur

Total

Baik Buruk

F % F %

Ringan 5 5 4 4 9

Sedang 4 4 8 8 12

Berat 0 0 2 2 2

Bukan Perokok 40 40 37 37 77

Total 49 49 51 51 100

Dari tabel 5.9 di atas, dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsi terbesarnya, yaitu 40 responden (40%) dikategorikan bukan perokok. Dari 51 responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsinya terbesarnya, yaitu 37 responden (37%) dikategorikan bukan perokok.


(47)

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga

Kualitas Tidur

Total

Baik Buruk

f(n) % f(n) %

Rutin 18 18 11 11 29

Jarang 31 31 40 40 71

Total 49 49 51 51 100

Dari tabel 5.10 dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsi terbesarnya, yaitu 31 responden (31%) yang memiliki kebiasaan jarang berolahraga. Dari 51 responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsinya terbesarnya, yaitu 40 responden (40%) yang memiliki kebiasaan jarang berolahraga.

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan Minum

Kopi

Kualitas Tidur Total

Baik Buruk

f(n) % f(n) %

Rutin 1 1 9 9 10

Jarang 48 48 42 42 90

Total 49 49 51 51 100

Dari tabel 5.11 di atas, dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsi terbesarnya, yaitu 48 responden (48%) yang memiliki kebiasaan jarang minum kopi. Dari 51 responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsinya terbesarnya, yaitu 42 responden (42%) yang memiliki kebiasaan jarang minum kopi.


(48)

5.3.2. Pembahasan

5.3.2.1. Gambaran Kualitas tidur

Dari hasil penelitian ini didapatkan prevalensi mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 yang memiliki kualitas tidur yang buruk adalah 51 responden (51%).

Hasil ini sesuai dengan prevalensi kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa fakultas kedokteran di Amerika yaitu sebesar 50,9% (Brick, Seely, dan Palermo, 2010). Sementara itu hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian pada universitas di Ethiopia didapatkan mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 55,8% (Lemma dkk, 2012), di Iran sebanyak 56% (Akhlaghi dkk, 2009), dan lebih tinggi dari hasil penelitian pada fakultas kedokteran di Brazil sebanyak 42,3% yang memiliki kualitas tidur buruk (Lima dkk, 2009).

Penelitian sebelumnya di kalangan mahasiswa kedokteran ditemukan bahwa kecemasan akibat ujian, lingkungan, dan tidak teraturnya jadwal kuliah berkontribusi terhadap tingginya angka kualitas tidur yang buruk (Brick, Seely, dan Palermo, 2010; Veldi, Aluoja, dan Vasar, 2005).

5.3.2.2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 49 responden yang kualitas tidurnya baik, 27 responden (27%) diantaranya merupakan laki-laki, sedangkan dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 28 responden (28%) diantaranya merupakan perempuan, dengan kata lain dalam penelitian ini kualitas tidur yang buruk lebih banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian yang melaporkan bahwa mahasiswa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal kualitas tidur yang buruk (Lemma dkk, 2012). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hestiantoro dalam Awaliyah (2008) selaku staf bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini terkait dengan masalah haid,


(49)

gangguan tidur terjadi pada saat hormon progesteron mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang datangnya haid (hari ke 22 – 28 dari siklus haid) (Awaliyah, 2008).

5.3.2.3. Berdasarkan Tingkat Angkatan

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan tingkat angkatan didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, responden tingkat akhir atau angkatan 2010 memiliki proporsi terbesar yakni sebanyak 15 responden (15%), diikuti responden tingkat pertama atau angkatan 2013 sebanyak 14 responden (14%).

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kualitas tidur buruk lebih banyak terjadi pada mahasiswa dari angkatan 2010 yang merupakan mahasiswa tingkat akhir. Hal ini sesuai dengan penelitian pada mahasiswa kedokteran di Brazil yang melaporkan bahwa mahasiswa kedokteran tingkat akhir memiliki persentase kualitas tidur buruk yang lebih tinggi daripada mahasiswa tahun pertama dan kedua, yakni 60% pada mahasiswa tingkat akhir, 11,5% pada mahasiswa tahun kedua, dan 42,3% pada mahasiswa tahun pertama (Lima dkk, 2009).

5.3.2.4. Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulan. Nikotin dapat menyebabkan seorang perokok mengalami kesulitan untuk memulai tidurnya, sulit untuk bangun pagi, dan juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur (National Sleep Foundation, 2013).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi rokok didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 4 responden (4%) diantaranya merupakan perokok ringan, 8 responden (8%) diantaranya merupakan perokok sedang, 2 responden (2%) diantaranya merupakan perokok berat, dan 37 responden (37%) diantaranya merupakan bukan perokok. Dengan kata lain, responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok mempunyai proporsi terbesar dalam kualitas tidur yang buruk pada penelitian ini.


(50)

Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, yang mana secara signifikan responden perokok lebih banyak yang kualitas tidurnya buruk dibanding dengan yang bukan perokok (Cohrs dkk, 2012).

Walaupun kebiasaan merokok telah menjadi salah satu kebiasaan yang lazim ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Namun, fakta di lapangan responden kedokteran yang merokok merupakan kelompok minoritas. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari 100 responden, hanya 23 responden (23%) yang menyatakan bahwa sampai saat ini masih memiliki kebiasaan merokok atau setiap hari merokok, yang terbagi lagi menjadi perokok ringan, sedang dan berat.

Perbedaan jenis rokok yang dihisap juga diyakini mempengaruhi kualitas tidur. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis kecil nikotin menimbulkan sedasi yang sebenarnya membantu tidur. Tetapi, dosis besar nikotin dapat mengganggu tidur, khususnya onset tidur.

5.3.2.5. Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani, 2012).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan berolahraga didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 40 responden (40%) diantaranya merupakan responden yang memiliki kebiasaan jarang berolahraga.

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kualitas tidur buruk lebih banyak terjadi pada responden yang jarang berolahraga. Hasil ini sejalan dengan survey

yang dilakukan oleh National Sleep Foundation pada tahun 2003 yang mana didapatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga lebih


(51)

atau sama dengan tiga kali seminggu memliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang berolahraga satu sampai dua kali seminggu (Youngstedt dan Kline, 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Sulistiyani (2012) juga melaporkan bahwa bahwa kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada responden yang jarang berolahraga dibandingkan dengan responden yang rutin olahraga.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan olahraga, salah satunya adalah waktu berolahraga. Menurut Davila (2009), olahraga pada malam hari sebelum atau dekat dengan jam tidur dapat memberikan dampak yang kurang baik untuk tidur malamnya. Pakar tidur merekomendasikan untuk berolahraga paling lama tiga jam sebelum waktu tidur dan sore hari merupakan waktu yang paling baik untuk berolahraga.

5.3.2.6. Berdasarkan Kebiasaan Minum Kopi

Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur (Daswin dan Samosir, 2013).

Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan meminum kopi didapatkan bahwa dari 51 responden yang kualitas tidurnya buruk, 42 responden (42%) diantaranya merupakan responden yang tidak memiliki kebiasaan rutin meminum kopi.

Hasil ini tidak sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh Daswin dan Samosir (2013) dimana terjadi perburukan yang signifikan terhadap kualitas tidur pada seseorang yang mendapat kopi berkafein. Perbedaan hasil ini disebabkan pada penelitian ini jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin meminum kopi sangat sedikit hanya berkisar 10% dari total responden yang diteliti. Jenis kopi dan waktu mengkonsumsi kopi juga diyakini mempengaruhi kualitas tidur, yang mana pada kopi yang tidak mengandung kafein atau dekafein tidak terjadi perburukan kualitas tidur (Daswin dan Samosir, 2013). Waktu seseorang meminum kopi juga mempengaruhi kualitas tidur seseorang yang mana seseorang yang minum kopi pada pagi hari tidak berdampak terhadap kualitas tidurnya. Ini


(52)

disebabkan efek dari kafein dapat bertahan selama dua belas jam setelah dikonsumsi (Agustin, 2012).


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Sebanyak 51% (51 orang) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014 dikategorikan memiliki kualitas tidur yang buruk,

2. Berdasarkan jenis kelamin, kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada responden berjenis kelamin perempuan (28%).

3. Berdasarkan tingkat angkatan, kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada angkatan 2010 (15%).

4. Berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi rokok, kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada bukan perokok (37%),

5. Berdasarkan kebiasaan berolahraga, kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada responden yang jarang berolahraga (40%).

6. Berdasarkan kebiasaan meminum kopi, kualitas tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada responden yang tidak memiliki kebiasaan rutin meminum kopi (42%),

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk membagi waktu mereka dengan efisien dan memperhatikan waktu dan kualitas tidur mereka sebagai upaya peningkatan kualitas kesehatan secara dan pencegahan dari berbagai macam penyakit kedepannya.


(54)

2. Setelah dilakukan penelitian ini, maka disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa fakultas kedokteran.


(1)

jeniskelamin * kulitas tidur Crosstabulation

kulitas tidur

Total

baik buruk

jeniskelamin laki-laki Count 28 24 52

% of Total 28.0% 24.0% 52.0%

perempuan Count 21 27 48

% of Total 21.0% 27.0% 48.0%

Total Count 49 51 100

% of Total 49.0% 51.0% 100.0%

angkatan responden * kulitas tidur Crosstabulation

kulitas tidur

Total

baik buruk

angkatan responden 2010 Count 10 15 25

% of Total 10.0% 15.0% 25.0%

2011 Count 15 10 25

% of Total 15.0% 10.0% 25.0%

2012 Count 13 12 25

% of Total 13.0% 12.0% 25.0%

2013 Count 11 14 25

% of Total 11.0% 14.0% 25.0%

Total Count 49 51 100

% of Total 49.0% 51.0% 100.0%


(2)

kebiasaan merokok responden * kulitas tidur Crosstabulation

kulitas tidur

Total

baik buruk

kebiasaan merokok responden

perokok berat Count 0 2 2

% of Total .0% 2.0% 2.0%

perokok sedang Count 4 8 12

% of Total 4.0% 8.0% 12.0%

perokok ringan Count 5 4 9

% of Total 5.0% 4.0% 9.0%

bukan perokok Count 40 37 77

% of Total 40.0% 37.0% 77.0%

Total Count 49 51 100

% of Total 49.0% 51.0% 100.0%

kebiasaan olahraga responden * kulitas tidur Crosstabulation

kulitas tidur

Total

baik buruk

kebiasaan olahraga responden

rutin Count 18 11 29

% of Total 18.0% 11.0% 29.0%

jarang Count 31 40 71

% of Total 31.0% 40.0% 71.0%

Total Count 49 51 100

% of Total 49.0% 51.0% 100.0%


(3)

kebiasaan meminum kopi * kulitas tidur Crosstabulation

kulitas tidur

Total

baik buruk

kebiasaan meminum kopi rutin Count 1 9 10

% of Total 1.0% 9.0% 10.0%

jarang Count 48 42 90

% of Total 48.0% 42.0% 90.0%

Total Count 49 51 100

% of Total 49.0% 51.0% 100.0%


(4)

Correlations

Kp1 Kp2.1 Kp2.2 Kp3 Kp4 Kp5.1 Kp5.2 Kp5.3 Kp5.4 Kp5.5 Kp5.6 Kp5.7 Kp5.8 Kp5.9 Kp6 Kp7.1 Kp7.2 Total

Kp1 Pearson Correlation 1 .383 .737** .322 .900** .687** .322 .925** .658** .442 .658** .900** .159 .761** .687** .651** .323 .846**

Sig. (2-tailed) .095 .000 .166 .000 .001 .166 .000 .002 .051 .002 .000 .502 .000 .001 .002 .165 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp2.1 Pearson Correlation .383 1 .357 .968** .211 .660** .834** .173 .448* .968** .220 .449* .825** .345 .660** .244 .626** .687**

Sig. (2-tailed) .095 .123 .000 .372 .002 .000 .464 .047 .000 .352 .047 .000 .136 .002 .299 .003 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp2.2 Pearson Correlation .737** .357 1 .328 .638** .558* .415 .632** .935** .415 .958** .638** .184 .987** .558* .817** .355 .879**

Sig. (2-tailed) .000 .123 .158 .002 .011 .069 .003 .000 .069 .000 .002 .436 .000 .011 .000 .124 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp3 Pearson Correlation .322 .968** .328 1 .155 .607** .797** .116 .426 .932** .237 .394 .793** .313 .607** .196 .526* .637**

Sig. (2-tailed) .166 .000 .158 .513 .005 .000 .626 .061 .000 .315 .086 .000 .179 .005 .406 .017 .003

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp4 Pearson Correlation .900** .211 .638** .155 1 .519* .155 .822** .542* .275 .550* .789** -.032 .662** .519* .564** .194 .692**

Sig. (2-tailed) .000 .372 .002 .513 .019 .513 .000 .014 .241 .012 .000 .894 .001 .019 .010 .413 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.1 Pearson Correlation .687** .660** .558* .607** .519* 1 .455* .587** .546* .682** .422 .653** .445* .590** 1.000** .441 .377 .781**

Sig. (2-tailed) .001 .002 .011 .005 .019 .044 .006 .013 .001 .064 .002 .049 .006 .000 .052 .101 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.2 Pearson Correlation .322 .834** .415 .797** .155 .455* 1 .116 .516* .797** .328 .394 .721** .403 .455* .295 .760** .660**

Universitas

Sumatera


(5)

Sig. (2-tailed) .166 .000 .069 .000 .513 .044 .626 .020 .000 .158 .086 .000 .078 .044 .207 .000 .002

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.3 Pearson Correlation .925** .173 .632** .116 .822** .587** .116 1 .545* .232 .588** .822** .000 .654** .587** .676** .151 .706**

Sig. (2-tailed) .000 .464 .003 .626 .000 .006 .626 .013 .324 .006 .000 1.000 .002 .006 .001 .525 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.4 Pearson Correlation .658** .448* .935** .426 .542* .546* .516* .545* 1 .426 .881** .702** .314 .922** .546* .757** .461* .879**

Sig. (2-tailed) .002 .047 .000 .061 .014 .013 .020 .013 .061 .000 .001 .177 .000 .013 .000 .041 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.5 Pearson Correlation .442 .968** .415 .932** .275 .682** .797** .232 .426 1 .282 .394 .721** .403 .682** .295 .585** .705**

Sig. (2-tailed) .051 .000 .069 .000 .241 .001 .000 .324 .061 .228 .086 .000 .078 .001 .207 .007 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.6 Pearson Correlation .658** .220 .958** .237 .550* .422 .328 .588** .881** .282 1 .550* .122 .943** .422 .762** .247 .782**

Sig. (2-tailed) .002 .352 .000 .315 .012 .064 .158 .006 .000 .228 .012 .610 .000 .064 .000 .295 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.7 Pearson Correlation .900** .449* .638** .394 .789** .653** .394 .822** .702** .394 .550* 1 .350 .662** .653** .564** .401 .820**

Sig. (2-tailed) .000 .047 .002 .086 .000 .002 .086 .000 .001 .086 .012 .130 .001 .002 .010 .080 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.8 Pearson Correlation .159 .825** .184 .793** -.032 .445* .721** .000 .314 .721** .122 .350 1 .167 .445* .052 .530* .484*

Sig. (2-tailed) .502 .000 .436 .000 .894 .049 .000 1.000 .177 .000 .610 .130 .481 .049 .826 .016 .031

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp5.9 Pearson Correlation .761** .345 .987** .313 .662** .590** .403 .654** .922** .403 .943** .662** .167 1 .590** .813** .416 .887**

Sig. (2-tailed) .000 .136 .000 .179 .001 .006 .078 .002 .000 .078 .000 .001 .481 .006 .000 .068 .000

Universitas

Sumatera


(6)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp6 Pearson Correlation .687** .660** .558* .607** .519* 1.000** .455* .587** .546* .682** .422 .653** .445* .590** 1 .441 .377 .781**

Sig. (2-tailed) .001 .002 .011 .005 .019 .000 .044 .006 .013 .001 .064 .002 .049 .006 .052 .101 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp7.1 Pearson Correlation .651** .244 .817** .196 .564** .441 .295 .676** .757** .295 .762** .564** .052 .813** .441 1 .298 .748**

Sig. (2-tailed) .002 .299 .000 .406 .010 .052 .207 .001 .000 .207 .000 .010 .826 .000 .052 .202 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kp7.2 Pearson Correlation .323 .626** .355 .526* .194 .377 .760** .151 .461* .585** .247 .401 .530* .416 .377 .298 1 .583**

Sig. (2-tailed) .165 .003 .124 .017 .413 .101 .000 .525 .041 .007 .295 .080 .016 .068 .101 .202 .007

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Total Pearson Correlation .846** .687** .879** .637** .692** .781** .660** .706** .879** .705** .782** .820** .484* .887** .781** .748** .583** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .003 .001 .000 .002 .001 .000 .001 .000 .000 .031 .000 .000 .000 .007

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.765 18

Universitas

Sumatera