2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat terjaga, termasuk kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi,
kreativitas, tanda vital fisik dan bahkan berat badan. Oleh sebab itu, kualitas tidur hendaklah dijaga agar tetap baik William, 2013.
Kualitas tidur sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar tidur, ada tidaknya stres, ada tidaknya
menderita suatu penyakit, aktivitas yang dilakukan saat siang hari, obat dan makanan yang dikonsumsi saat siang hari dan lainnya William, 2013.
Menurut National Sleep Foundation 2013 ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas tidur, yaitu:
1. Memelihara jadwal tidur dan bangun teratur termasuk di akhir pekan. 2. Menciptakan suasana kamar tidur yang kondusif, gelap, tenang,
nyaman dan sejuk. 3. Tidur di kasur dan bantal yang nyaman.
4. Menyelesaikan makan setidaknya 2-3 jam sebelum jadwal tidur sehari- hari.
5. Berolahraga rutin. 6. Hindari kafein, nikotin, dan alkohol menjelang waktu tidur.
2.2.1.1.Jenis Kelamin
Faktor hormonal, sindroma nyeri, dan masalah psikologis, terutama depresi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada
wanita. Kualitas tidur yang buruk dan kurangnya waktu tidur mempengaruhi kualitas hidup mereka. Wanita dua kali lebih mungkin daripada laki-laki dalam
hal memiliki kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur, walaupun sebelum pubertas tidak ada perbedaan signifikan yang jelas Hertz, 2012.
Secara umum, hormon seks memainkan peranan dalam menyebabkan gangguan tidur pada wanita, baik dengan efek langsung pada proses tidur atau
pada efek lainnya seperti pada suasana hati mood dan keadaan emosional. Hormon seks mempengaruhi elektroensefalografik selama fase luteal dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan frekuensi elektroensefalografik dan suhu tubuh inti selama tidur Hertz, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Baker dkk. 2013 menunjukkan
wanita dengan premenstrual syndrom yang berat memiliki kualitas tidur yang lebih buruk secara signifikan selama akhir fase luteal dari siklus menstruasinya.
Gangguan mood lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, terutama untuk sistem reproduksi wanita misalnya, premenstrual dysphoric
disorder [PMDD], pregnancy affective disorder, postpartum depression, perimenopausal mood disorder. Sementara gangguan kecemasan sering dikaitkan
dengan kesulitan memulai tidur, serta depresi biasanya dikaitkan dengan bangun terlalu pagi Hertz, 2012.
Dibandingkan dengan laki-laki, ada banyak perbedaan dalam cara tidur wanita. Secara umum, wanita cenderung tidur lebih banyak daripada pria, pergi ke
tempat tidur dan tertidur lebih awal. Tidur seorang wanita juga cenderung lebih mudah terganggu. Wanita lebih cenderung merasa tidak segar bahkan setelah
mereka tidur dalam waktu yang cukup Baker dkk, 2007.
2.2.1.2.Gangguan Psikis
Gangguan psikis seperti stress, kecemasan, dan depresi sering dikaitkan dengan keluhan tidur NSF, 2013. Insomnia atau kesulitan untuk memulai tidur
merupakan keluhan tidur yang paling sering. Periode singkat insomnia paling sering berhubungan dengan kecemasan, baik sebagai sekuela terhadap
pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi pengalaman yang menimbulkan kecemasan, seperti akan menghadapi ujian atau wawancara
pekerjaan Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur Ulumuddin, 2011.
Masalah tidur mempengaruhi hampir semua yang menderita gangguan kejiwaan, termasuk mereka yang depresi. Individu yang depresi sering kali
terbangun pada jam-jam pagi awal dan tidak dapat kembali tidur, dan mereka
Universitas Sumatera Utara
lebih jarang tidur pada gelombang delta atau stadium tidur lelap daripada invdidu yang tidak mengalami depresi King, 2007
Peran stres dalam asal-usul insomnia kronis telah didokumentasikan dalam beberapa studi. Meskipun peristiwa stres yang besar dapat memicu insomnia,
paparan kronis terhadap stres kecil juga dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya insomnia dan mungkin sangat penting dalam penyebab gangguan tidur
kronis. Dalam sebuah studi berbasis populasi di Jepang, insomnia secara signifikan berkorelasi dengan tingkat stres sehari-hari Kim dkk, 1999.
2.2.1.3.Riwayat Penyakit
Tiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh suatu kondisi medis umum. Hampir semua kondisi medis disertai oleh rasa nyeri dan rasa tidak
nyaman contoh: artitis, angina dapat menyebabkan tidur terganggu. Beberapa kondisi adalah berhubungan dengan gangguan tidur kendatipun tidak terdapat rasa
nyeri atau rasa tidak nyaman secara spesifik. Keadaan tersebut adalah neoplasma, lesi vasikular, infeksi, kondisi degeneratif, dan traumatik. Kondisi lain, khususnya
penyakit endokrin dan metabolik, sering kali melibatkan beberapa gangguan tidur Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010.
Walaupun demikian, pada beberapa kasus, gangguan tidur mungkin bukan hanya disebabkan oleh penyakit itu sendiri, tapi oleh obat-obatan yang
digunakan untuk menangani penyakit tersebut King, 2007. Obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik amphetamin, kafein, nikotin,
antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik dapat menyebabkan gangguan tidur. Obat ini dapat menimbulkan terputus-putusnya fase
tidur REM Japardi, 2002.
2.2.1.4.Lingkungan Tidur
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat
menghambat upaya tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu individu bisa
Universitas Sumatera Utara
beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut Ulumuddin, 2011. Menurut National Sleep Foundation temperatur udara di atas 75°F dan
dibawah 54°F dapat mengganggu tidur. Temperatur udara terbaik untuk kualitas tidur yang baik adalah sekitar 24°C – 26°C dan batas atas termperatur udara untuk
kualitas tidur yang baik adalah 28,1°C Kim, Chun, dan Han, 2010.
2.2.1.5.Penggunaan Media Elektronik
Penilitian menunjukkan bahwa banyak anak muda yang memiliki kebiasaan browsing di internet atau menonton program televisi, sering
menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap kualitas tidur. Penggunaan media tersebut pada waktu yang tidak tepat, keduanya dengan kecerahan cahaya
yang dipancarkan ke retina adalah faktor yang menimbulkan perubahan pola tidur. Contohnya layar komputer, cahaya yang dipancarkan jaranknya dekat dengan
retina. Rangsangan cahaya memberikan sinyal langsung ke hipotalamus. Selain mengontrol kelenjar tubuh, hipotalamus berisi inti kecil yang menaungi jam
biologis tubuh, yang penting untuk mengatur siklus tidur bangun. Kekuatan, variasi dan waktu cahaya diproyeksikan ke retina oleh media elektronik ini dapat
mengganggu produksi melatonin dalam tubuh hormon yang mengontrol tidur, sehingga perubahan kualitas tidur Resquita Reimao, 2010.
Sebuah studi pada orang dewasa tentang dampak permainan komputer pada arsitektur tidur digambarkan terdapat peningkatan latensi tidur akibat
bermain permainan komputer sebelum tidur disebabkan oleh tingkat peningkatan aktivitas sistem saraf pusat dan otonom. Demikian pula, menonton televisi juga
dapat meningkatkan kewaspadaan saraf, gairah fisiologis, dan mengakibatkan sulit tidur. Ini mungkin mekanisme hubungan antara menonton televisi dan
tertundanya waktu tidur Li dkk, 2007. Penelitian oleh Resquita dan Reimao 2010 menunjukkan terdapat jumlah
yang signifikan terhadap mahasiswa yang mengeluh kurang tidur dan meningkatnya gangguan tidur yang dihubungkan dengan penggunaan media
elektronik. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan pengguna komputer dihubungkan dengan risiko yang lebih tinggi memiliki kualitas tidur buruk
Universitas Sumatera Utara
daripada mahasiswa yang memiliki kebiasaan menonton televisi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan komputer sebelum
tidur memilki kualitas tidur yang lebih buruk daripada remaja yang tidak menggunakan komputer.
2.2.1.6.Kebiasaan Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulan. Nikotin dapat menyebabkan seorang perokok mengalami kesulitan untuk memulai
tidurnya, sulit untuk bangun pagi, dan juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur National Sleep Foundation, 2013.
Di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis kecil nikotin menimbulkan sedasi yang sebenarnya membantu tidur. Tetapi,
dosis besar nikotin dapat mengganggu tidur, khususnya onset tidur. Perokok biasanya tidur lebih singkat dari bukan perokok. Putus nikotin dapat
menyebabkan mengantuk atau terbangun Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010. Penelitian yang dilakukan oleh McNamara dkk 2013 mereka
menemukan bahwa 11,9 dari perokok sulit untuk tidur, 10,6 bangun di malam hari dan 9,5 bangun terlalu pagi. Angka-angka untuk bukan perokok jauh lebih
rendah dan dalam penelitian ini secara signifikan menemukan bahwa mereka yang telah berhenti merokok melihat peningkatan dalam tidur mereka. Para peneliti
juga menemukan bahwa untuk setiap batang rokok yang dihisap menurunkan jumlah waktu tidur sebesar 1,2 menit.
2.2.1.7.Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam
beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa
berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai
berolahraga Sulistiyani, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Olahraga juga dapat mempermudah seseorang untuk tertidur dengan cara penurunan tingkat kecemasan dan gejala depresi seseorang. Sulit untuk tidur
sering dikaitkan dengan,stress, kecemasan dan gejala depresi. Olahraga memiliki efek yang kuat dalam mengurangi gejala-gejala ini pada populasi umum NSF,
2013. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Yang dkk 2012 menunjukkan
bahwa olahraga memiliki dampak yang menguntungkan terhadap kualitas tidur, menurunkan latensi tidur, dan mengurangi penggunaan obat tidur. Hasil ini juga
menunjukan olahraga dapat menjadi pengobatan alternatif untuk seseorang yang memiliki masalah dengan tidurnya.
Meskipun penelitian menunjukkan bahwa olahraga pasti memberikan dampak yang baik untuk tubuh dan kesehatan, sebaiknya waktu berolahraga juga
diperhatikan agar mendapat efek yang maksimal. Contohnya, olahraga yang benar dapat membuat seseorang lebih waspada, meningkatkan metabolisme, dan
memberikan energi yang lebih banyak kedepannya, tetapi olahraga pada malam hari sebelum atau dekat dengan jam tidur dapat memberikan dampak yang kurang
baik untuk tidur malamnya. Pakar tidur merekomendasikan untuk berolahraga paling lama tiga jam sebelum waktu tidur dan sore hari merupakan waktu yang
paling baik untuk berolahraga. Berolahraga saat sore hari bermanfaat karena suhu tubuh sangat berhubungan dengan tidur. Suhu tubuh meningkat saat berolahraga
dan membutuhkan waktu hingga enam jam untuk mulai menurun. Suhu tubuh yang rendah penting untuk seseorang agar mudah untuk tertidur Davila, 2009.
2.2.1.8.Mengkonsumsi Kopi
Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan
mengakibatkan gangguan tidur Daswin dan Samosir, 2013. Efek dari kafein dapat bertahan selama dua belas jam setelah di konsumsi Agustin, 2012.
Sampai saat ini, beberapa penelitian tentang efek mengkonsumsi kafein menunjukkan bahwa kafein memiliki dampak yang merugikan terhadap tidur
seperti meningkatkan latensi tidur, penurunan jumlah jam tidur, dan memperburuk
Universitas Sumatera Utara
kualitas tidur Ortuno dkk., 2005. Efek ini tidak hanya tergantung pada jumlah kafein dikonsumsi menjelang tidur, tetapi juga pada jumlah kafein yang
dikonsumsi sepanjang hari Porkka, 2011.
2.3. Kualitas Tidur pada Mahasiswa Kedokteran