polong terendah paling tinggi dan genotipe nomor 31 yaitu Himeshirazu dari Jepang memiliki tinggi polong terendah paling rendah. Data tinggi tanaman
menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling tinggi dan Himeshirazu adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling rendah. Hal
ini menjelaskan bahwa tanaman yang tinggi juga memiliki tinggi polong yang tinggi, sebaliknya tanaman yang pendek memiliki tinggi polong yang pendek juga.
Jumlah Buku per Tanaman
Jumlah buku tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 15 sampai 110 pada akhir pertumbuhan. Data hasil
pengamatan jumlah buku ditunjukkan oleh Tabel 9. Data hasil pengamatan jumlah buku menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah buku yang
terendah hingga masa pengisian polong dan Enrei adalah genotipe dengan jumlah buku terendah saat panen. Genotipe nomor 17 yaitu M625 dari India adalah
genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi pada semua fase pertumbuhan.
Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang rendah yaitu 30.5 cm saat panen. Genotipe M625 merupakan genotipe yang
tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman sedang yaitu 63.4 cm saat panen. Hal ini berbeda dengan pernyataan Rusiva 2012 yang menyatakan bahwa
tanaman kedelai yang memiliki tinggi tanaman tinggi cenderung memiliki jumlah buku yang banyak. Menurut Somaatmadja 1985, tinggi tanaman kedelai yang
cukup adalah 75 cm, karena jika lebih dari itu maka jumlah buku tidak begitu bertambah akibat panjang ruas antar buku yang semakin meningkat pada ujung
batang.
Jumlah buku genotipe Tachinagaha pada fase R1 dan panen adalah 8 dan 17, jumlah buku genotipe Enrei pada fase R1 dan panen adalah 10 dan 15. Genotipe
dengan jumlah buku tertinggi memiliki jumlah buku 36 pada fase R1 dan 110 pada saat panen. Menurut Butar Butar 2014, jumlah buku Genotipe Enrei,
Tachinagaha, dan M625 berturut-turut adalah 11, 9, dan 67 pada fase R1, serta 17, 17, dan 72 pada fase R8. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang jelas antar
hasil pengamatan jumlah buku pada genotipe M625. Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan waktu tanam yang menyebabkan perbedaan intensitas penyinaran
matahari. Menurut Sumarno dan Manshuri 2007, intensitas penyinaran yang kurang dilaporkan dapat menekan pertumbuhan, mengurangi jumlah cabang,
jumlah buku, dan jumlah polong. Ditinjau dari kelimpahan penyinaran matahari, tanaman kedelai lebih optimal ditanam di Indonesia pada akhir musim hujan
Maret-April atau musim kemarau Juli-Agustus jika air tersedia. Percobaan ini dimulai pada bulan Maret, sedangkan percobaan Butar Butar 2014 dimulai pada
bulan Februari.
Jumlah Cabang per Tanaman
Jumlah cabang tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 1 sampai 7 pada fase berbunga dan 3 sampai 16 pada
akhir pertumbuhan. Data hasil pengamatan jumlah cabang yang ditunjukkan oleh
Tabel 10 menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah cabang yang terendah dan M625 adalah genotipe yang memiliki jumlah cabang tertinggi
pada semua fase pengamatan.
Tabel 9 Nilai tengah jumlah buku per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Jumlah buku per tanmanan cm
a
Fase R1 Fase R3
Fase R5 Panen
M 652 17
36 a 50 a
83 a 110 a
San Sai 21
30 bc 49 ab
57 b 68 b
Sandek S. 28
30 bc 43 abcd
49 bcd 66 bc
EC 112828 29
32 ab 43 abcd
52 bc 65 bc
Miss 33 Dixi 30
28 bcd 40 bcd
40 e 62 bcd
SC-1-8 23
31 abc 47 abc
51 bc 62 bcd
Tidar 22
24 def 37 de
46 cde 60 bcd
Tegineneng 27
26 cde 42 abcd
54 b 56 bcde
Manshuu M. 6
22 ef 30 ef
41 e 54 cdef
Wilis 25
21 fg 36 de
50 bcd 54 cdef
Tanggamus 19
24 def 36 de
43 de 50 defg
Merapi 18
23 def 39 cde
48 bcd 46 efg
Dering 1 10
20 fgh 35 de
45 cde 43 fgh
317 Ringgit 24
17 ghi 25 fg
33 f 41 ghi
SJ4 26
16 ghij 26 fg
31 fg 34 hi
Tanbaguro 3
12 ijklm 17 ghijk
20 hijk 29 hij
U 1290-i 9
15 hij 23 fgh
28 fgh 28 ijkl
DS34-3 11
12 ijklm 15 hijk
23 hij 28 jkl
M150-7B-41-10 16
13 ijkl 17 ghijk
23 hij 27 jkl
Ichiguuhou 7
11 jklm 17 ghijk
21 hijk 27 jkl
DS25-1 12
10 klm 14 hijk
20 hijk 25 jkl
Himeshirazu 31
12 ijklm 17 ghijk
20 hijk 25 jkl
N 2491 14
14 ijkl 22 fghi
25 fghi 25 jkl
M100-47-52-13 15
14 ijk 20 ghij
25 ghi 25 jkl
UA4805 4
10 klm 15 hijk
19 ijk 23 jkl
DS24-2 20
11 jklm 13 ijk
21 hijk 23 jkl
DS65-4 13
11 klm 15 hijk
19 ijk 21 jkl
Akisengoku 32
10 klm 15 hijk
18 ijk 21 jkl
Fukuyutaka 8
10 klm 13 hijk
16 jk 21 kl
PI416937 2
9 lm 11 k
14 k 20 kl
Tachinagaha 5
8 m 10 k
13 k 17 kl
Enrei 1
10 klm 11 jk
14 k
15 l
Data pengamatan jumlah buku per tanaman menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe yang memiliki jumlah buku terendah dan M625
adalah genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan jumlah cabang yang banyak relatif memiliki jumlah buku yang
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data
diurutkan dari jumlah buku terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi
dan terendah.
banyak, sebaliknya genotipe yang memiliki jumlah cabang sedikit relatif memiliki jumlah buku yang sedikit. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Lestarina
2011 pada penelitiannya yang melaporkan bahwa jumlah buku produktif tanaman kedelai berkorelasi positif dengan jumlah cabang produktif tanaman kedelai.
Tabel 10 Nilai tengah jumlah cabang per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Jumlah cabang per tanmanan cm
a
Fase R1 Fase R3
Fase R5 Panen
M 652 17
7 a 9 a
10 a 16 a
Sandek S. 28
6 abcd 6 bcde
7 bcd 15 ab
Miss 33 Dixi 30
5 def 5 cdefg
6 cdef 13 b
San Sai 21
7 a 8 b
8 bc 10 cd
EC 112828 29
7 ab 7 bcd
7 bcd 10 cd
Tidar 22
5 bcd 5 defgh
5 defg 9 d
Tegineneng 27
6 abcd 7 bcd
6 bcd 9 def
317 Ringgit 24
4 efg 5 defgh
6 defg 8 defg
Dering 1 10
4 efg 6 bcde
8 bc 9 defg
Tanggamus 19
5 def 6 bcdef
6 bcde 8 defgh
UA4805 4
3 ghi 3 hijkl
5 defgh 8 defgh
Wilis 25
5 def 6 bcde
7 bcd 8 defghi
Merapi 18
6 abc 7 bc
8 b 8 defghi
SC-1-8 23
7 a 7 bc
8 bc 7 defghij
Manshuu M. 6
5 cde 6 bcdef
6 bcde 7 defghijk
U 1290-i 9
4 efg 5 defgh
5 cdef 6 efghijkl
Tanbaguro 3
3 ghi 4 ijk
4 ghij 6 fghijkl
SJ4 26
4 fgh 5 efgh
5 defg 6 fghijkl
DS25-1 12
2 ghi 3 hijkl
4 fghij 5 ghijkl
PI416937 2
2 ghi 2 kl
3 ij 5 ghijkl
N 2491 14
3 gh 4 efghi
6 bcde 5 ghijkl
Himeshirazu 31
2 ghi 3 hijkl
4 fghij 5 hijkl
M100-47-52-13 15
3 gh 4 fghijk
4 efghi 4 ijkl
M150-7B-41-10 16
2 ghi 3 hijkl
4 efghij 4 ijkl
Fukuyutaka 8
2 hi 2 kl
3 fghij 4 ijkl
DS34-3 11
3 ghi 3 hijkl
4 efghi 4 jkl
Ichiguuhou 7
2 ghi 3 jkl
3 ij 4 jkl
Enrei 1
2 hi 2 kl
3 ghij 4 kl
DS24-2 20
2 hi 2 kl
4 fghij 4 kl
Akisengoku 32
2 hi 3 jkl
3 hij 4 kl
DS65-4 13
2 ghi 3 hijkl
4 fghij
3 l
Tachinagaha 5
1 i 2 l
2 j 3 l
Genotipe kedelai yang batangnya tinggi cenderung mempunyai jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan genotipe yang berbatang pendek
Hakim 2012. Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = Nomor kode lapang, data
diurutkan dari jumlah cabang terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi
dan terendah
.
tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit. Genotipe M625 merupakan genotipe yang tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman
sedang dan memiliki jumlah cabang terbanyak pada penelitian ini. Hal ini menjelaskan bahwa jumlah cabang tidak hanya ditentukan oleh tinggi tanaman.
Faktor genetik dari genotipe diduga juga menentukan jumlah cabang. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, pola percabangan tanaman kedelai dipengaruhi oleh
varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah. Pola percabangan tersebut mempengaruhi jumlah cabang pada tanaman kedelai.
M625 memiliki pola percabangan yang horizontal agak tegak. Pola percabangan horizontal cenderung memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan
dengan pola percabangan tegak.
Jumlah Polong per Tanaman
Polong penuh adalah polong dengan ukuran minimal 2 cm Fehr dan Caviness 1997. Pada penelitian ini jumlah polong dihitung dari jumlah polong
dengan panjang minimal 3 cm. Polong yang memiliki panjang kurang dari 3 cm dikategorikan dalam polong potensial. Tabel 11 menunjukkan nilai tengah jumlah
polong dan jumlah polong potensial per tanaman.
Data menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah polong terendah yaitu 24 buah dan Tidar adalah genotipe dengan jumlah polong
tertinggi yaitu 178 buah. Genotipe dengan jumlah polong potensial terendah adalah Tanbaguro dan genotipe dengan jumlah polong potensial tertinggi adalah EC
112828 dari India. Hal tersebut menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata antara jumlah polong dengan jumlah polong potensial.
Tanaman dengan hasil polong yang tinggi didukung dengan tinggi tanaman yang tinggi dan jumlah cabang yang banyak Yustia et al. 2004. Tachinagaha
merupakan genotipe dengan jumlah polong sedikit dan merupakan tanaman dengan tinggi tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit, sedangkan
Tidar merupakan genotipe dengan jumlah polong tertinggi dan merupakan tanaman kedelai dengan kategori tinggi tanaman yang tinggi, tetapi bukan yang tertinggi
serta memiliki jumlah cabang yang sedang. Menurut Adie et al. 2007, jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman tergantung pada kondisi tanaman pada masa
berbunga, yaitu jumlah bunga yang berhasil mengalami polinasi dan fertilasi dengan baik. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, terjadinya kekurangan air atau
kelebihan air dan serangan hama atau penyakit dapat berpengaruh buruk pada proses pembentukan polong. Hama yang menyerang pada saat proses pembentukan
polong tanaman kedelai pada penelitian ini adalah hama kepik polong Riptorius linearis.
Jumlah bunga dari 20 varietas kedelai di Indonesia berkisar 47-75 buah dan kisaran jumlah polong isi dari 33 hingga 64 buah Adie dan Krisnawati 2007. Data
nilai tengah jumlah polong pada penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua genotipe yang diuji memiliki jumlah polong lebih dari 33 buah bahkan lebih dari 64
buah. Genotipe Tachinagaha dari Jepang memiliki jumlah polong yang kurang dari 33 buah, hal ini diduga karena faktor genetik genotipe tersebut.
Tabel 11 Nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Jumlah polong
a
Jumlah polong potensial
a
Tidar 22
178 a 19 abcd
San Sai 21
161 ab 31 ab
Sandek S. 28
157 abc 20 abcd
M 652 17
153 abcd 15 abcd
Miss 33 Dixi 30
150 abcde 21 abcd
Tegineneng 27
143 bcdef 3 cd
Tanggamus 19
136 bcdef 21 abcd
SC-1-8 23
127 cdef 11 bcd
EC 112828 29
123 def
38 a
Manshuu M. 6
123 def 6 bcd
Dering 1 10
120 efgh 4 cd
Merapi 18
117 efgh 17 abcd
Wilis 25
114 fgh 29 abc
317 Ringgit 24
113 fgh 10 bcd
N 2491 14
98 ghi 14 abcd
SJ4 26
89 hij 8 bcd
DS25-1 12
77 ijk 11 bcd
DS34-3 11
65 jkl 18 abcd
Himeshirazu 31
60 jklm 3 cd
U 1290-i 9
59 jklm 5 bcd
Ichiguuhou 7
56 klmn 6 bcd
M100-47-52-13 15
56 klmn 1 d
M150-7B-41-10 16
55 klmn 1 d
DS65-4 13
53 klmn 5 cd
PI416937 2
52 klmn 4 cd
UA4805 4
49 klmn 9 bcd
DS24-2 20
50 klmn 2 d
Akisengoku 32
46 klmn 7 bcd
Tanbaguro 3
36 lmn
0 d
Fukuyutaka 8
36 lmn 8 bcd
Enrei 1
26 mn 4 cd
Tachinagaha 5
24 n 4 cd
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data
diurutkan dari total jumlah polong terbanyak hingga tersedikit, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
Suhu Daun
Suhu daun diukur menggunakan alat Licor 6400. Pengamatan suhu daun dilakukan pada bulan Mei atau pada saat rata-rata tanaman berada pada fase
pengisian polong fase R5. Tabel 12 menunjukaan data nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini. Suhu daun berkisar antara 27.7-29.8°C.
Genotipe dengan suhu daun terendah adalah Tidar dari Indonesia dan genotipe dengan suhu daun tertinggi adalah M150-7B-41-10 dari Indonesia.
Tabel 12 Nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Suhu daun °C
a
Nama genotipe NKL
Suhu daun °C
a
M150-7B-41-10 16
29.8 a SJ4
26 28.8 bcdefg
317 Ringgit 24
29.7 ab DS25-1
12 28.8 bcdefg
Enrei 1
29.3 abc Tachinagaha
5 28.7 cdefgh
UA4805 4
29.2 abc DS34-3
11 28.6 cdefgh
M 652 17
29.2 abc EC 112828
29 28.1 defgh
PI416937 2
29.2 abc Wilis
25 28.0 efgh
DS65-4 13
29.1 abcd Dering 1
10 28.0 efgh
Ichiguuhou 7
29.1 abcd Tegineneng
27 27.9 fgh
Akisengoku 32
29.1 abcd N 2491
14 27.9 fgh
U 1290-i 9
29.1 abcd Miss 33 Dixi
30 27.9 fgh
Tanbaguro 3
29.0 abcd SC-1-8
23 27.9 fgh
Manshuu M. 6
29.0 abcd Merapi
18 27.9 fgh
M100-47-52-13 15
29.0 abcd Sandek S.
28 27.9 fgh
Himeshirazu 31
28.9 abcde San Sai
21 27.9 fgh
DS24-2 20
28.8 bcdef Tanggamus
19 27.8 gh
Fukuyutaka 8
28.8 bcdef Tidar
22 27.7 h
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data
diurutkan dari suhu daun tertinggi hingga terendah.
Suhu rata-rata di lahan percobaan pada bulan Mei adalah 26.8°C. Data tersebut menunjukkan bahwa suhu daun lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
lingkungan. Suhu daun yang lebih tinggi dari suhu lingkungan diduga dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada tanaman. Menurut Pantilu et al 2012, suhu daun
dipengaruhi oleh energi cahaya yang tidak dilepas kembali ke lingkungan kemudian berubah menjadi energi panas yang menyebabkan suhu daun meningkat dan energi
panas diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Suhu daun tanaman kedelai tanpa naungan adalah 28.2°C. Suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari
suhu tersebut dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang yang diterima tanaman berbeda. Menurut Sumarno dan Manshuri 2007, radiasi matahari yang sangat
tinggi mengakibatkan
peningkatan suhu daun. Peningkatan suhu daun menyebabkan peningkatan laju evapotranspirasi sehingga terjadi difisit air pada
tanaman. Kondisi sel yang difisit mengakibatkan laju fotosintesis berkurang, sehingga produksi biomasa tanaman juga berkurang.
Nilai Kehijauan Daun
Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diukur menggunakan alat yang disebut Soil Plant Analytical Development SPAD. Menurut Dobermann dan
Fairhurst 2000, klorofil meter SPAD adalah alat untuk mengukur klorofil daun secara relatif yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan klorofil daun yang
ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Pengukuran klorofil daun secara
destruktif berkorelasi positif sangat nyata dengan kadar N daun. Menggunakan alat SPAD sangat mudah untuk mengukur tingkat kehijauan daun yang disebabkan oleh
kandungan klorofil daun. Data nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 13 dengan memberikan
keterangan nomor dan nama genotipe yang dijelaskan pada Lampiran 1.
Tabel 13 Nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Nilai kehijauan daun
a
4 MST 6 MST
8 MST UA4805
4 37.8 ab
50.2 a 48.4 ab
Tachinagaha 5
36.9 abcd 48.4 ab
47.0 abcdef DS34-3
11 37.5 abc
48.3 ab 48.5 ab
Enrei 1
36.7 abcd 47.9 ab
42.0 efghijkl DS24-2
20 36.9 abcd
47.9 ab 47.4 abcd
Wilis 25
34.2 bcdef 46.5 abc
41.7 fghijkl Fukuyutaka
8 38.1 ab
45.8 abcd 47.6 abcd
Akisengoku 32
36.2 abcde 45.5 abcd
46.0 abcdefg DS25-1
12 35.1 abcde
44.7 abcde 47.3 abcde
Tanbaguro 3
34.7 bcde 44.5 abcde
46.8 abcdef DS65-4
13 37.7 ab
44.4 abcde 46.9 abcdef
PI416937 2
34.5 bcdef 43.4 abcdef
43.5 bcdefghij Ichiguuhou
7 35.9 abcde
42.5 abcdefg 45.9 abcdefgh
SJ4 26
39.4 a
42.5 abcdefg
50.7 a
Himeshirazu 31
32.1 ef 41.6 bcdefg
42.4 defghijk U 1290-i
9 33.8 bcdef
41.2 bcdefgh 45.4 bcdefgh
M100-47-52-13 15
35.4 abcde 40.7 bcdefghi
47.7 abc 317 Ringgit
24 36.5 abcde
40.7 bcdefghi 45.7 abcdefgh
M150-7B-41-10 16
33.7 bcdef 39.4 cdefghi
47.8 abc Manshuu M.
6 33.6 bcdef
39.3 cdefghi 45.2 bcdefghi
N 2491 14
35.3 abcde 38.4 cdefghi
44.1 bcdefghij Merapi
18 33.9 bcdef
37.5 defghi 44.9 bcdefghi
Tidar 22
33.7 bcdef 37.1 efhgi
45.5 abcdefgh Tegineneng
27 35.2 abcde
36.4 efghi 40.9 ghijklm
EC 112828 29
33.8 bcdef 35.3 fghi
42.6 cdefghijk Tanggamus
19 34.5 bcdef
35.2 fghi 40.6 hijklm
Miss 33 Dixi 30
34.6 bcdef 34.9 ghi
35.9 m
San Sai 21
32.7 def 34.8 ghi
38.3 klm SC-1-8
23 34. bcdef 3
34.2 hi 39.4 jklm
Dering 1 10
33.1 cdef 34.1 hi
40.0 ijklm Sandek S.
28 33.9 bcdef
34.0 hi 41.7 fghijkl
M 652 17
30.7 f 32.6 i
36.9 klm
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, MST =
minggu setelah tanam, data diurutkan dari nilai kehijauan daun tertinggi hingga terendah saat 6 MST, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai
tengah tertinggi dan terendah.
Nilai kehijauan daun pada penelitian ini berkisar antara 30.7-39.4 pada 4 MST, 32.6-50.2 pada 6 MST, dan 35.9-50.7 pada 8 MST. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai kehijauan daun relatif semakin bertambah pada umur tanaman yang semakin bertambah. Beberapa genotipe juga mengalami penurunan nilai kehijauan
daun seiring bertambahnya umur tanaman. Menurut Wahid 2003, tingkat skala warna daun tanaman dipengaruhi oleh populasi tanaman, fase pertumbuhan
tanaman, varietas yang digunakan, cara tanam, dan status hara N dalam tanah. Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik atau
varietas.
Genotipe nomor 17 yaitu M652 dari India memiliki nilai kehijauan daun terendah pada 4 MST dan 6 MST, sedangkan pada 8 MST genotipe yang memiliki
nilai kehijauan daun terendah adalah Miss 33 Dixi dari Filipina. Miss 33 Dixi merupakan genotipe yang memiliki umur fase vegetatif terlama dibandingkan
genotipe lain yang diuji pada penelitian ini, sehingga diduga nilai kehijauan daun yang rendah pada 8 MST dipengaruhi oleh hal tersebut. Genotipe nomor 26 yaitu
SJ4 dari Thailand adalah genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun tertinggi pada umur tanaman 4 MST dan 8 MST, sedangkan pada 6 MST genotipe yang
memiliki nilai kehijauan daun tertinggi adalah UA4850 dari Amerika Serikat.
Bobot dan Jumlah Biji per Tanaman
Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi
Sulastiningsih 2013. Salah satu indikator yang menunjukkan hasil yang tinggi adalah bobot biji per tanaman yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh jumlah biji per
tanaman. Data nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Bobot biji g
a
Nama genotipe NKL
Bobot biji g
a
Tanggamus 19
30.4 a Ichiguuhou
7 19.8 bcdefgh
Manshuu M. 6
28.8 ab Merapi
18 19.5 bcdefgh
San Sai 21
27.4 abc M150-7B-41-10
16 19.3 cdefgh
Sandek S. 28
26.8 abcd U 1290-i
9 18.4 cdefh
Wilis 25
26.7 abcd PI416937
2 18.3 cdefgh
Tidar 22
26.7 abcd DS34-3
11 18.2 cdefh
Tegineneng 27
26.2 abcde DS65-4
13 17.9 cdefgh
SJ4 26
24.9 abcdef N 2491
14 17.3 defgh
SC-1-8 23
24.5 abcdef UA4805
4 16.9 efgh
Dering 1 10
23.9 abcdefg Fukuyutaka
8 16.8 efgh
DS25-1 12
23.8 abcdefg Himeshirazu
31 16.7 fgh
317 Ringgit 24
21.8 abcdefgh DS24-2
20 16.1 fgh
M100-47-52-13 15
21.2 abcdefgh Miss 33 Dixi
30 14.9 gh
EC 112828 29
20.5 bcdefgh Enrei
1 14.7 gh
Tanbaguro 3
20.0 bcdefgh Tachinagaha
5 13.3 h
Akisengoku 32
20.0 bcdefgh M 652
17 12.5 h
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari bobot biji tertinggi hingga
terendah.
Bobot biji yang tertera pada Tabel 14 merupakan bobot biji pada kadar air biji 14. Bobot biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar antara 12.5-30.4 g
atau per hektar berkisar antara 1.56-3.80 ton diasumsikan semua tanaman tumbuh. Data nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada
penelitian ini disajikan pada Tabel 15. Jumlah biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar 39-444 butir. Menurut BPS 2015 produktivitas rata-rata kedelai di
Indonesia adalah 1.56 ton ha
-1
. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua genotipe yang diuji pada penelitian ini memiliki produktivitas yang tinggi.
Genotipe yang memiliki bobot biji per tanaman terendah adalah M652 dari India dan yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi adalah Tanggamus dari
Indonesia. Berbeda dengan genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah dan tertinggi, genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah
adalah Tachinagaha dari Jepang dan genotipe yang memiliki jumlah biji tertinggi adalah Tidar dari Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bobot biji tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah biji.
Sulastiningsih 2013 menyebutkan bahwa selain
jumlah biji per tanaman, ukuran biji juga menentukan produksi biji. Ukuran biji
dapat dilihat dari bobot 100 biji. Menurut Hakim 2012 Bobot 100 biji menunjukkan korelasi positif nyata dengan bobot biji per tanaman.
Tabel 15 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Jumlah biji
a
Nama genotipe NKL
Jumlah biji
a
Tidar 22
444 a
DS25-1 12
162 ghi Tegineneng
27 346 b
DS34-3 11
156 ghij San Sai
21 315 bc
M100-47-52-13 15
147 ghij Tanggamus
19 312 bc
M150-7B-41-10 16
143 ghij Sandek S.
28 299 bcd
Ichiguuhou 7
139 ghij M 652
17 297 bcd
Himeshirazu 31
138 ghijk Wilis
25 296 bcd
DS65-4 13
133 hijk Manshuu M.
6 291 bcd
DS24-2 20
122 hijk EC 112828
29 288 bcd
UA4805 4
117 hijkl SC-1-8
23 269 cd
U 1290-i 9
112 ijkl Dering 1
10 245 de
PI416937 2
109 jkl 317 Ringgit
24 237 def
Akisengoku 32
100 jklm Merapi
18 205 efg
Fukuyutaka 8
72 klm Miss 33 Dixi
30 184 efgh
Enrei 1
55 lm N 2491
14 181 efgh
Tanbaguro 3
45 m SJ4
26 178 fgh
Tachinagaha 5
39 m
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah biji
tertinggi hingga terendah.
Polong merupakan komponen hasil utama yang akan menentukan perolehan hasil biji sehingga jumlah polong yang dihasilkan diharapkan dapat
menggambarkan potensi hasil Adie et al. 2007. Marlenasari 2012 juga melaporkan bahwa jumlah polong total dan jumlah polong bernas berkorelasi
positif dengan bobot biji per tanaman kedelai hitam yang ditanam di lahan kering. Tachinagaha memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman terendah pada
penelitian ini tetapi yang memiliki bobot biji terendah adalah M625. Tidar merupakan genotipe yang memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman
tertinggi pada penelitian ini tetapi bukan merupakan genotipe yang memiliki bobot biji tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah polong hanya berkorelasi positif
dengan jumlah biji per tanaman.
Tanggamus memiliki bobot biji pertanaman tertinggi yang juga merupakan genotipe kedelai dalam kategori tanaman berbatang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sumarno dan Zuraida 2006 bahwa karakter yang dapat digunakan
sebagai kriteria seleksi genotipe kedelai berdaya hasil tinggi adalah tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman
. Hakim 2012 juga melaporkan bahwa genotipe kedelai yang batangnya tinggi berpotensi memberikan bobot biji dan hasil biji yang
tinggi.
Bobot Kering Tanaman
Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu batang, polong tanpa biji kulit polong, dan bagian daun tangkai
daun dan daun. Tabel 16 menyajikan data nilai tengah bobot kering tanaman dari genotipe yang diuji. Data bobot kering tanaman menunjukkan bahwa genotipe
nomor 31 yaitu Himeshirazu adalah genotipe dengan bobot kering batang terkecil yaitu 2.4 g, sedangkan Tachinagaha adalah genotipe dengan bobot kering kulit
polong serta bobot kering daun terkecil yaitu 5.2 g dan 2.4 g. Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan bobot kering batang serta bobot kering daun terbesar yaitu 29.0 g
dan 25.6 g, tetapi genotipe dengan bobot kering kulit polong tertinggi adalah Sandek Sieng dari Kamboja yaitu 17.8 g. Bobot kering kulit polong pada genotipe
Sandek Sieng tidak berbeda nyata dengan bobot kulit polong pada Miss 33 Dixi.
Data pengamatan menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman dan ketinggian polong tertinggi dari genotipe lain yang diuji pada
penelitian ini. Himeshirazu dan Tachinagaha merupakan genotipe dengan kategori tinggi tanaman yang rendah. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan tinggi
tanaman yang tinggi cenderung memiliki bobot kering tanaman yang tinggi dan sebaliknya genotipe dengan tinggi tanaman yang rendah cenderung memiliki bobot
kering tanaman yang rendah juga. Hal ini sesuai dengan penelitian Hakim 2012 yang menyatakan bahwa varietas kedelai yang batangnya tinggi cenderung
memiliki bobot brangkasan yang lebih tinggi daripada varietas yang berbatang pendek.
Persentase Kondisi Biji
Persentase kondisi biji dihitung dengan mengelompokkan biji berdasarkan empat kategori yaitu biji penuh, setengah keriput, keriput, dan biji rusak sesuai
dengan kriteria yang sudah ditentukan. Kriteria kondisi biji tersebut disajikan dalam Lampiran 3. Data persentase kondisi biji disajikan pada Tabel 17. Persentase
kondisi biji dihitung berdasarkan jumlah biji per tanaman.
Data kisaran persentase biji penuh yaitu antara 0.2-95.3, persentase biji setengah keriput yaitu antara 1.2-18.8, persentase biji keriput yaitu antara 0.8-
82.6, dan persentase biji rusak yaitu antara 0.9-37.2 . Genotipe dengan kondisi biji terbaik adalah genotipe yang memiliki persentase biji penuh yang tinggi dan
persentase biji setengah keriput, biji keriput, serta biji rusak yang rendah. Sebaliknya, genotipe dengan kondisi biji terburuk adalah genotipe dengan
persentase biji penuh yang rendah sedangkan persentase biji setengah keriput, biji keriput, atau biji rusak yang tinggi. Genotipe nomor 3 yaitu Tanbaguro dari Jepang
adalah genotipe dengan kondisi biji terburuk karena memiliki nilai tengah persentase biji penuh terendah dan memiliki nilai tengah persentase biji keriput
tertinggi.
Tabel 16 Nilai tengah bobot kering tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Bobot kering batang g
a
Bobot kering kulit polong g
a
Bobot kering daun g
a
Miss 33 Dixi 30
29.0 a 17.1 a
25.6 a
Sandek S. 28
22.1 b 17.8 a
19.2 b San Sai
21 17.1 c
16.1 ab 9.5 cdefgh
Tanggamus 19
13.0 d 11.6 cdefg
12.7 c Tegineneng
27 12.4 d
15.1 abc 7.9 cdefghij
Willis 25
9.7 defg 13.7 bcde
11.5 cd Dering 1
10 10.6 def
11.7 cdefg 10.7 cde
Tanbaguro 3
9.3 defgh 11.5 defg
12.2 c EC 112828
29 11.4 de
11.7 cdefg 9.9 cdefg
SJ4 26
9.2 defgh 12.6 cdef
10.7 cde Manshuu M.
6 6.3 fghi
14.6 abcd 9.1 cdefgh
SC-1-8 23
10.8 def 11.2 defgh
8.0 cdefghi N 2491
14 6.4 fghi
12.7 cdef 10.6 cdef
Tidar 22
10.5 def 11.5 defg
5.9 defghij U 1290-i
9 6.3 fghi
11.3 defgh 7.6 cdefghij
Akisengoku 32
5.4 ghi 9.6 fghi
8.0 cdefghij Merapi
18 6.6 fghi
9.3 fghi 5.4 defghij
M 652 17
6.9 efghi 9.8 efghi
4.5 fghij 317 Ringgit
24 6.9 efghi
10.0 efghi 4.2 ghij
DS25-1 12
4.7 hi 10.7 efghi
4.4 fghij M100-47-52-13
15 5.5 ghi
9.7 efghi 4.1 ghij
Ichiguuhou 7
5.5 ghi 9.6 fghi
2.8 ij M150-7B-41-10
16 4.7 hi
9.0 fghij 3.6 ghij
Fukuyutaka 8
3.4 i 9.0 fghij
4.7 efghij PI416937
2 3.0 i
7.8 hijk 5.6 defghij
DS65-4 13
4.9 hi 8.3 ghijk
2.9 ij DS34-3
11 3.8 i
8.9 fghij 2.8 j
Himeshirazu 31
2.4 i 8.5 ghijk
3.7 ghij Enrei
1 2.8 i
7.2 ijk 4.6 efghij
DS24-2 20
3.7 i 7.2 ijk
2.9 ij UA4805
4 2.5 i
5.5 jk 2.8 j
Tachinagaha 5
2.6 i 5.2 k
2.4 j
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data
diurutkan dari total berat kering tanaman tertinggi hingga terendah, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
Tabel 17 Nilai tengah persentase kondisi biji berdasarkan jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Penuh
a
Setengah keriput
a
Keriput
a
Rusak
a
DS65-4 13
95.3 a 1.3 g
1.8 e 1.7 e
M150-7B-41-10 16
95.1 a 1.7 fg
0.8 e
2.3 de Merapi
18 94.4 ab
1.5 g 1.2 e
2.9 cde Tidar
22 92.7 ab
2.7 fg 3.2 de
1.4 e DS24-2
20 90.5 ab
2.0 fg 2.1 e
5.5 cde 317 Ringgit
24 90.2 ab
1.7 fg 2.1 e
6.0 cde M100-47-52-13
15 90.1 ab
1.2 g
1.0 e 7.7 bcde
EC 112828 29
89.7 ab 3.8 efg
5.0 de 1.5 e
UA4805 4
89.6 ab 1.5 g
2.2 e 6.7 bcde
DS34-3 11
87.5 abc 1.2 g
4.3 de 6.9 bcde
Manshuu M. 6
87.4 abc 3.6 efg
5.7 cde 3.3 cde
Tanggamus 19
86.3 abc 3.8 efg
5.1 de 4.8 cde
DS25-1 12
85.4 abc 3.1 efg
4.8 de 6.7 bcde
Tegineneng 27
85.0 abcd 4.7 defg
5.7 cde 4.6 cde
Wilis 25
84.8 abcd 5.0 defg
3.8 de 6.4 bcde
Himeshirazu 31
83.6 abcde 8.4 bcdefg
6.9 cde 1.0 e
SC-1-8 23
79.9 abcde 5.3 defg
5.5 cde 9.2 bcde
Dering 1 10
77.5 abcdef 8.4 cdefg
10.5 cde 3.6 cde
M 652 17
76.0 abcdef 9.9 bcdefg
13.2 cde 0.9 e
Akisengoku 32
69.3 abcdefg 12.9 abcd 12.0 cde
5.8 cde SJ4
26 68.4 abcdefg
4.7 defg 15.8 cde
11.1 bcde SAN SAI
21 68.3 abcdefg
6.0 defg 8.6 cde
17.1 bcd U 1290-i
9 64.4 abcdefg 10.5 abcdef
20.2 cd 4.8 cde
N 2491 14
63.6 bcdefg 11.8 abcde
18.5 cde 6.1 cde
Enrei 1
57.8 cdefg 15.1 abc
9.7 cde 17.4 bc
Fukuyutaka 8
54.8 defg 15.0 abc
20.7 cd 9.6 bcde
Tachinagaha 5
53.8 efg 18.3 ab
15.4 cde 12.5 bcde
Sandek S. 28
49.5 fg 12.9 abcd
22.8 c 14.8 bcde
Ichiguuhou 7
49.1 fg 3.9 efg
9.8 cde 37.2 a
PI416937 2
41.9 g 16.3 abc
38.8 b 3.0 cde
Miss 33 Dixi 30
16.1 h 18.8 a
44.4 b 20.7 b
Tanbaguro 3
0.2 h
1.4 g
82.6 a
15.8 bcde
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data
diurutkan dari persentase biji penuh tertinggi hingga terendah, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
Kondisi biji yang buruk pada genotipe ini diduga karena pada saat proses pembentukan polong genotipe tersebut terserang hama kepik polong Riptorius
linearis sehingga menyebabkan biji menjadi keriput. Genotipe nomor 13 yaitu DS65-4 HT-4 dari Amerika Serikat adalah genotipe dengan kondisi biji terbaik
karena memiliki persentase biji penuh tertinggi dan memiliki persentase biji
setengah keriput terendah. Gambar 4 menampilkan genotipe dengan kondisi biji terburuk dan genotipe dengan kondisi biji terbaik.
Gambar 4 Tampilan kondisi biji. a genotipe dengan kondisi biji terburuk
Tanbaguro; b genotipe dengan kondisi biji terbaik DS6-4HT-4. Menurut Butar Butar 2014 perhitungan persentase kondisi biji perlu
dilakukan untuk mengetahui ketersediaan benih dalam kegiatan penelitian selanjutnya, selain itu untuk mengetahui respon tumbuh genotipe yang diuji
terhadap lingkungan tumbuh. Suprapto 2001 menerangkan bahwa antara suhu dan kelembaban harus selaras atau seimbang. Suhu yang cukup tinggi dan curah hujan
yang kurang atau sebaliknya, menyebabkan turunnya kualitas biji kedelai yang dihasilkan. Sumarno dan manshuri 2007 juga melaporkan bahwa suhu diatas 30°C
dapat menurunkan kualitas biji.
Ukuran dan Warna Biji
Ukuran biji merupakan salah satu kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai karena berkaitan dengan keinginan konsumen yang lebih menyukai
biji berukuran besar Suharno 2006. Ukuran biji pada penelitian ini diukur dengan melakukan pengamatan bobot 100 biji. Pengamatan bobot 100 biji diukur pada
kondisi biji yang penuh. Adie dan Krisnawati 2007 menjelaskan bahwa warna kulit biji kedelai bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga kombinasi
berbagai warna atau campuran. Pigmen kulit biji sebagian besar terletak di lapisan palisade, terdiri dari pigmen antosianin dalam vakuola, klorofil dalam plastisida,
dan berbagai kombinasi hasil uraian produk-produk pigmen tersebut. Kombinasi berbagai pigmen yang ada di kulit biji dan kotiledon akan membentuk warna biji
yang bermacam-macam pada kedelai.
Kedelai di Indonesia dikelompokkan berdasarkan ukuran besar berat 14 g100 biji, sedang berat 10- 14 g100 biji, dan kecil berat 10 g100 biji
Adie dan Krisnawati 2007
. Kriteria pengelompokan ini dijadikan acuan pada data pengamtaan yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 menyajikan nilai tengah bobot
100 biji pada kadar air 14, kelompok ukuran biji, serta warna biji dari 32 genotipe yang diuji. Berdasarkan data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat 12
genotipe kedelai pada penelitian ini yang tergolong dalam kedelai berukuran besar. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, di Jepang
dan Amerika biji kedelai berukuran besar jika memiliki berat 100 biji minimal 30 g. Genotipe yang merupakan kedelai
a b
Setengah keriput
Penuh Keriput
Rusak Penuh
Penuh Setengah
keriput Keriput
Rusak
Tanbaguro-ulangan 2 DS6-4HT-4-ulangan 1
berbiji besar berdasarkan kriteria di Jepang dan Amerika pada penelitian ini adalah Tanbaguro dari Jepang.
Tabel 18 Nilai tengah bobot 100 biji, kelompok ukuran biji, serta warna biji dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL
Bobot 100 biji g
a
Kelompok ukuran
Warna biji
Tanbaguro 3
40.3 a Besar
Hitam Tachinagaha
5 27.8 b
Besar Kuning
Enrei 1
27.0 b Besar
Kuning Fukuyutaka
8 26.4 b
Besar Kuning
Akisengoku 32
22.0 c Besar
Kuning U 1290-i
9 19.5 cd
Besar Coklat
PI416937 2
17.9 de Besar
Kuning DS25-1
12 15.4 def
Besar Kuning
Ichiguuhou 7
15.4 def Besar
Kuning UA4805
4 15.0 ef
Besar Kuning
M100-47-52-13 15
14.8 efg Besar
Kuning DS24-2
20 14.5 efgh
Besar Kuning
SJ4 26
14.0 efghi Besar
Kuning DS65-4
13 13.9 efghi
Sedang Kuning
M150-7B-41-10 16
13.4 fghi Sedang
Kuning Himeshirazu
31 12.3 fghij
Sedang Kuning
DS34-3 11
12.3 fghijk Sedang
Kuning Sandek S.
28 11.4 fghijk
Sedang Kuning
N 2491 14
11.4 fghijk Sedang
Kuning Dering 1
10 11.0 fghijk
Sedang Kuning
Manshuu M. 6
10.4 ghijk Sedang
Hitam San Sai
21 10.3 ghijkl
Sedang Kuning
SC-1-8 23
9.9 hijkl Kecil
Kuning Wilis
25 9.8 ijkl
Kecil Kuning
317 Ringgit 24
9.4 ijkl Kecil
Kuning Tanggamus
19 8.8 jkl
Kecil Kuning
Merapi 18
8.5 jklm Kecil
Hitam Miss 33 Dixi
30 8.4 jklm
Kecil Kuning
Tegineneng 27
8.3 jklm Kecil
Kuning EC 112828
29 7.7 klm
Kecil Hitam
Tidar 22
6.0 lm Kecil
Kuning M 652
17 4.4 m
Kecil Hitam
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari bobot 100 biji
tertinggi hingga terendah.
Tanbaguro adalah genotipe dengan bobot 100 biji tertinggi yaitu 40.3 g, sedangkan genotipe dengan bobot 100 biji terendah adalah M652 yaitu 4.4 g.
Menurut Hakim 2012 bobot 100 biji menunjukkan korelasi positif nyata terhadap bobot biji per tanaman. Genotipe yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi
adalah Tanggamus. Perbedaan hasil ini karena jumlah biji per tanaman juga
mempengaruhi bobot biji per tanaman. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, semakin kecil ukuran biji maka jumlah polong per tanaman akan semakin banyak.
Penelitian Hakim 2012 menyebutkan bahwa genotipe kedelai yang berumur dalam berpotensi mempunyai ukuran biji kecil. Semua genotipe yang memiliki
ukuran biji kecil pada penelitian ini merupakan genotipe dengan umur dalam. Beberapa genotipe berbiji besar pada penelitian ini juga tergolong pada tanaman
kedelai dengan umur dalam. Hal ini menjelaskan bahwa ukuran biji kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh umur tanaman.
Suharno 2006 melaporkan bahwa ukuran biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pengisian biji,
seperti kondisi yang kering menyebabkan ukuran biji menjadi lebih kecil.Menurut Hakim 2012, v
arietas kedelai yang mempunyai ukuran biji besar pada umumnya
lebih disukai oleh petani, dan diperlukan untuk meningkatkan daya saing terhadap kedelai impor yang umumnya berbiji besar.
Menurut Darmardjati et al. 2005, kedelai banyak dibutuhkan sebagai bahan baku industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack,
dan sebagainya. Kedelai hitam umumnya digunakan sebagai bahan kecap, sedangkan kedelai kuning selain untuk kecap juga dimanfaatkan untuk bahan baku
industri tempe, tahu, dan susu. Kedelai untuk olahan industri tersebut umumnya dipanen saat fase R8. Beberapa konsumen juga sering memanen kedelai muda
untuk diolah sebagai makanan yang direbus. Menurut
Fehr dan Caviness 1977, u
kuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji fase R7. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau
menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Data umur tanaman fase R6 biji penuh diperlukan untuk digunakan sebagai acuan untuk panen kedelai muda.
Indek panen
Indek panen adalah proporsi dari total biomasa untuk sesuatu yang dapat dipanen pada tanaman Dekker 1995. Pada penelitian ini indek panen dihitung
berdasarkan rasio perbandingan antara bobot biji dengan bobot biomasa tanaman. Data nilai tengah indek panen dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 19.
Data hasil menunjukkan bahwa nilai indek panen berkisar antara 0.18-0.59. Genotipe nomor 4 yaitu UA4805 dari Amerika Serikat merupakan genotipe dengan
indek panen tertinggi. Genotipe dengan indek panen terendah adalah Miss 33 Dixi dari Filipina. Indek panen yang tinggi ditandai dengan jumlah polong yang banyak,
ukuran biji besar, dan bobot biji per tanaman tinggi Hakim 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UA4805 bukan merupakan genotipe dengan jumlah polong
banyak, ukuran biji yang besar, dan bobot biji per tanaman yang tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi indek panen suatu
tanaman. Menurut Soedradjad dan Avivi 2005, indek panen merupakan salah satu komponen hasil yang dipengaruhi oleh lingkungan dan dibatasi oleh faktor karakter
genetik kultivar. Faktor genetik diduga merupakan faktor yang paling menentukan indek panen pada penelitian ini.