150.41 Respon Pertumbuhan Dan Produksi 32 Genotipe Kedelai Di Tanah Latosol Dramaga Bogor

polong terendah paling tinggi dan genotipe nomor 31 yaitu Himeshirazu dari Jepang memiliki tinggi polong terendah paling rendah. Data tinggi tanaman menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling tinggi dan Himeshirazu adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling rendah. Hal ini menjelaskan bahwa tanaman yang tinggi juga memiliki tinggi polong yang tinggi, sebaliknya tanaman yang pendek memiliki tinggi polong yang pendek juga. Jumlah Buku per Tanaman Jumlah buku tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 15 sampai 110 pada akhir pertumbuhan. Data hasil pengamatan jumlah buku ditunjukkan oleh Tabel 9. Data hasil pengamatan jumlah buku menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah buku yang terendah hingga masa pengisian polong dan Enrei adalah genotipe dengan jumlah buku terendah saat panen. Genotipe nomor 17 yaitu M625 dari India adalah genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi pada semua fase pertumbuhan. Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang rendah yaitu 30.5 cm saat panen. Genotipe M625 merupakan genotipe yang tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman sedang yaitu 63.4 cm saat panen. Hal ini berbeda dengan pernyataan Rusiva 2012 yang menyatakan bahwa tanaman kedelai yang memiliki tinggi tanaman tinggi cenderung memiliki jumlah buku yang banyak. Menurut Somaatmadja 1985, tinggi tanaman kedelai yang cukup adalah 75 cm, karena jika lebih dari itu maka jumlah buku tidak begitu bertambah akibat panjang ruas antar buku yang semakin meningkat pada ujung batang. Jumlah buku genotipe Tachinagaha pada fase R1 dan panen adalah 8 dan 17, jumlah buku genotipe Enrei pada fase R1 dan panen adalah 10 dan 15. Genotipe dengan jumlah buku tertinggi memiliki jumlah buku 36 pada fase R1 dan 110 pada saat panen. Menurut Butar Butar 2014, jumlah buku Genotipe Enrei, Tachinagaha, dan M625 berturut-turut adalah 11, 9, dan 67 pada fase R1, serta 17, 17, dan 72 pada fase R8. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang jelas antar hasil pengamatan jumlah buku pada genotipe M625. Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan waktu tanam yang menyebabkan perbedaan intensitas penyinaran matahari. Menurut Sumarno dan Manshuri 2007, intensitas penyinaran yang kurang dilaporkan dapat menekan pertumbuhan, mengurangi jumlah cabang, jumlah buku, dan jumlah polong. Ditinjau dari kelimpahan penyinaran matahari, tanaman kedelai lebih optimal ditanam di Indonesia pada akhir musim hujan Maret-April atau musim kemarau Juli-Agustus jika air tersedia. Percobaan ini dimulai pada bulan Maret, sedangkan percobaan Butar Butar 2014 dimulai pada bulan Februari. Jumlah Cabang per Tanaman Jumlah cabang tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 1 sampai 7 pada fase berbunga dan 3 sampai 16 pada akhir pertumbuhan. Data hasil pengamatan jumlah cabang yang ditunjukkan oleh Tabel 10 menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah cabang yang terendah dan M625 adalah genotipe yang memiliki jumlah cabang tertinggi pada semua fase pengamatan. Tabel 9 Nilai tengah jumlah buku per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Jumlah buku per tanmanan cm a Fase R1 Fase R3 Fase R5 Panen M 652 17 36 a 50 a 83 a 110 a San Sai 21 30 bc 49 ab 57 b 68 b Sandek S. 28 30 bc 43 abcd 49 bcd 66 bc EC 112828 29 32 ab 43 abcd 52 bc 65 bc Miss 33 Dixi 30 28 bcd 40 bcd 40 e 62 bcd SC-1-8 23 31 abc 47 abc 51 bc 62 bcd Tidar 22 24 def 37 de 46 cde 60 bcd Tegineneng 27 26 cde 42 abcd 54 b 56 bcde Manshuu M. 6 22 ef 30 ef 41 e 54 cdef Wilis 25 21 fg 36 de 50 bcd 54 cdef Tanggamus 19 24 def 36 de 43 de 50 defg Merapi 18 23 def 39 cde 48 bcd 46 efg Dering 1 10 20 fgh 35 de 45 cde 43 fgh 317 Ringgit 24 17 ghi 25 fg 33 f 41 ghi SJ4 26 16 ghij 26 fg 31 fg 34 hi Tanbaguro 3 12 ijklm 17 ghijk 20 hijk 29 hij U 1290-i 9 15 hij 23 fgh 28 fgh 28 ijkl DS34-3 11 12 ijklm 15 hijk 23 hij 28 jkl M150-7B-41-10 16 13 ijkl 17 ghijk 23 hij 27 jkl Ichiguuhou 7 11 jklm 17 ghijk 21 hijk 27 jkl DS25-1 12 10 klm 14 hijk 20 hijk 25 jkl Himeshirazu 31 12 ijklm 17 ghijk 20 hijk 25 jkl N 2491 14 14 ijkl 22 fghi 25 fghi 25 jkl M100-47-52-13 15 14 ijk 20 ghij 25 ghi 25 jkl UA4805 4 10 klm 15 hijk 19 ijk 23 jkl DS24-2 20 11 jklm 13 ijk 21 hijk 23 jkl DS65-4 13 11 klm 15 hijk 19 ijk 21 jkl Akisengoku 32 10 klm 15 hijk 18 ijk 21 jkl Fukuyutaka 8 10 klm 13 hijk 16 jk 21 kl PI416937 2 9 lm 11 k 14 k 20 kl Tachinagaha 5 8 m 10 k 13 k 17 kl Enrei 1 10 klm 11 jk 14 k 15 l Data pengamatan jumlah buku per tanaman menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe yang memiliki jumlah buku terendah dan M625 adalah genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan jumlah cabang yang banyak relatif memiliki jumlah buku yang a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah buku terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah. banyak, sebaliknya genotipe yang memiliki jumlah cabang sedikit relatif memiliki jumlah buku yang sedikit. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Lestarina 2011 pada penelitiannya yang melaporkan bahwa jumlah buku produktif tanaman kedelai berkorelasi positif dengan jumlah cabang produktif tanaman kedelai. Tabel 10 Nilai tengah jumlah cabang per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Jumlah cabang per tanmanan cm a Fase R1 Fase R3 Fase R5 Panen M 652 17 7 a 9 a 10 a 16 a Sandek S. 28 6 abcd 6 bcde 7 bcd 15 ab Miss 33 Dixi 30 5 def 5 cdefg 6 cdef 13 b San Sai 21 7 a 8 b 8 bc 10 cd EC 112828 29 7 ab 7 bcd 7 bcd 10 cd Tidar 22 5 bcd 5 defgh 5 defg 9 d Tegineneng 27 6 abcd 7 bcd 6 bcd 9 def 317 Ringgit 24 4 efg 5 defgh 6 defg 8 defg Dering 1 10 4 efg 6 bcde 8 bc 9 defg Tanggamus 19 5 def 6 bcdef 6 bcde 8 defgh UA4805 4 3 ghi 3 hijkl 5 defgh 8 defgh Wilis 25 5 def 6 bcde 7 bcd 8 defghi Merapi 18 6 abc 7 bc 8 b 8 defghi SC-1-8 23 7 a 7 bc 8 bc 7 defghij Manshuu M. 6 5 cde 6 bcdef 6 bcde 7 defghijk U 1290-i 9 4 efg 5 defgh 5 cdef 6 efghijkl Tanbaguro 3 3 ghi 4 ijk 4 ghij 6 fghijkl SJ4 26 4 fgh 5 efgh 5 defg 6 fghijkl DS25-1 12 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 5 ghijkl PI416937 2 2 ghi 2 kl 3 ij 5 ghijkl N 2491 14 3 gh 4 efghi 6 bcde 5 ghijkl Himeshirazu 31 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 5 hijkl M100-47-52-13 15 3 gh 4 fghijk 4 efghi 4 ijkl M150-7B-41-10 16 2 ghi 3 hijkl 4 efghij 4 ijkl Fukuyutaka 8 2 hi 2 kl 3 fghij 4 ijkl DS34-3 11 3 ghi 3 hijkl 4 efghi 4 jkl Ichiguuhou 7 2 ghi 3 jkl 3 ij 4 jkl Enrei 1 2 hi 2 kl 3 ghij 4 kl DS24-2 20 2 hi 2 kl 4 fghij 4 kl Akisengoku 32 2 hi 3 jkl 3 hij 4 kl DS65-4 13 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 3 l Tachinagaha 5 1 i 2 l 2 j 3 l Genotipe kedelai yang batangnya tinggi cenderung mempunyai jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan genotipe yang berbatang pendek Hakim 2012. Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = Nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah cabang terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah . tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit. Genotipe M625 merupakan genotipe yang tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman sedang dan memiliki jumlah cabang terbanyak pada penelitian ini. Hal ini menjelaskan bahwa jumlah cabang tidak hanya ditentukan oleh tinggi tanaman. Faktor genetik dari genotipe diduga juga menentukan jumlah cabang. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, pola percabangan tanaman kedelai dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah. Pola percabangan tersebut mempengaruhi jumlah cabang pada tanaman kedelai. M625 memiliki pola percabangan yang horizontal agak tegak. Pola percabangan horizontal cenderung memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan pola percabangan tegak. Jumlah Polong per Tanaman Polong penuh adalah polong dengan ukuran minimal 2 cm Fehr dan Caviness 1997. Pada penelitian ini jumlah polong dihitung dari jumlah polong dengan panjang minimal 3 cm. Polong yang memiliki panjang kurang dari 3 cm dikategorikan dalam polong potensial. Tabel 11 menunjukkan nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman. Data menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah polong terendah yaitu 24 buah dan Tidar adalah genotipe dengan jumlah polong tertinggi yaitu 178 buah. Genotipe dengan jumlah polong potensial terendah adalah Tanbaguro dan genotipe dengan jumlah polong potensial tertinggi adalah EC 112828 dari India. Hal tersebut menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata antara jumlah polong dengan jumlah polong potensial. Tanaman dengan hasil polong yang tinggi didukung dengan tinggi tanaman yang tinggi dan jumlah cabang yang banyak Yustia et al. 2004. Tachinagaha merupakan genotipe dengan jumlah polong sedikit dan merupakan tanaman dengan tinggi tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit, sedangkan Tidar merupakan genotipe dengan jumlah polong tertinggi dan merupakan tanaman kedelai dengan kategori tinggi tanaman yang tinggi, tetapi bukan yang tertinggi serta memiliki jumlah cabang yang sedang. Menurut Adie et al. 2007, jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman tergantung pada kondisi tanaman pada masa berbunga, yaitu jumlah bunga yang berhasil mengalami polinasi dan fertilasi dengan baik. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, terjadinya kekurangan air atau kelebihan air dan serangan hama atau penyakit dapat berpengaruh buruk pada proses pembentukan polong. Hama yang menyerang pada saat proses pembentukan polong tanaman kedelai pada penelitian ini adalah hama kepik polong Riptorius linearis. Jumlah bunga dari 20 varietas kedelai di Indonesia berkisar 47-75 buah dan kisaran jumlah polong isi dari 33 hingga 64 buah Adie dan Krisnawati 2007. Data nilai tengah jumlah polong pada penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua genotipe yang diuji memiliki jumlah polong lebih dari 33 buah bahkan lebih dari 64 buah. Genotipe Tachinagaha dari Jepang memiliki jumlah polong yang kurang dari 33 buah, hal ini diduga karena faktor genetik genotipe tersebut. Tabel 11 Nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Jumlah polong a Jumlah polong potensial a Tidar 22 178 a 19 abcd San Sai 21 161 ab 31 ab Sandek S. 28 157 abc 20 abcd M 652 17 153 abcd 15 abcd Miss 33 Dixi 30 150 abcde 21 abcd Tegineneng 27 143 bcdef 3 cd Tanggamus 19 136 bcdef 21 abcd SC-1-8 23 127 cdef 11 bcd EC 112828 29 123 def 38 a Manshuu M. 6 123 def 6 bcd Dering 1 10 120 efgh 4 cd Merapi 18 117 efgh 17 abcd Wilis 25 114 fgh 29 abc 317 Ringgit 24 113 fgh 10 bcd N 2491 14 98 ghi 14 abcd SJ4 26 89 hij 8 bcd DS25-1 12 77 ijk 11 bcd DS34-3 11 65 jkl 18 abcd Himeshirazu 31 60 jklm 3 cd U 1290-i 9 59 jklm 5 bcd Ichiguuhou 7 56 klmn 6 bcd M100-47-52-13 15 56 klmn 1 d M150-7B-41-10 16 55 klmn 1 d DS65-4 13 53 klmn 5 cd PI416937 2 52 klmn 4 cd UA4805 4 49 klmn 9 bcd DS24-2 20 50 klmn 2 d Akisengoku 32 46 klmn 7 bcd Tanbaguro 3 36 lmn 0 d Fukuyutaka 8 36 lmn 8 bcd Enrei 1 26 mn 4 cd Tachinagaha 5 24 n 4 cd a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari total jumlah polong terbanyak hingga tersedikit, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah. Suhu Daun Suhu daun diukur menggunakan alat Licor 6400. Pengamatan suhu daun dilakukan pada bulan Mei atau pada saat rata-rata tanaman berada pada fase pengisian polong fase R5. Tabel 12 menunjukaan data nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini. Suhu daun berkisar antara 27.7-29.8°C. Genotipe dengan suhu daun terendah adalah Tidar dari Indonesia dan genotipe dengan suhu daun tertinggi adalah M150-7B-41-10 dari Indonesia. Tabel 12 Nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Suhu daun °C a Nama genotipe NKL Suhu daun °C a M150-7B-41-10 16 29.8 a SJ4 26 28.8 bcdefg 317 Ringgit 24 29.7 ab DS25-1 12 28.8 bcdefg Enrei 1 29.3 abc Tachinagaha 5 28.7 cdefgh UA4805 4 29.2 abc DS34-3 11 28.6 cdefgh M 652 17 29.2 abc EC 112828 29 28.1 defgh PI416937 2 29.2 abc Wilis 25 28.0 efgh DS65-4 13 29.1 abcd Dering 1 10 28.0 efgh Ichiguuhou 7 29.1 abcd Tegineneng 27 27.9 fgh Akisengoku 32 29.1 abcd N 2491 14 27.9 fgh U 1290-i 9 29.1 abcd Miss 33 Dixi 30 27.9 fgh Tanbaguro 3 29.0 abcd SC-1-8 23 27.9 fgh Manshuu M. 6 29.0 abcd Merapi 18 27.9 fgh M100-47-52-13 15 29.0 abcd Sandek S. 28 27.9 fgh Himeshirazu 31 28.9 abcde San Sai 21 27.9 fgh DS24-2 20 28.8 bcdef Tanggamus 19 27.8 gh Fukuyutaka 8 28.8 bcdef Tidar 22 27.7 h a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari suhu daun tertinggi hingga terendah. Suhu rata-rata di lahan percobaan pada bulan Mei adalah 26.8°C. Data tersebut menunjukkan bahwa suhu daun lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan. Suhu daun yang lebih tinggi dari suhu lingkungan diduga dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada tanaman. Menurut Pantilu et al 2012, suhu daun dipengaruhi oleh energi cahaya yang tidak dilepas kembali ke lingkungan kemudian berubah menjadi energi panas yang menyebabkan suhu daun meningkat dan energi panas diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Suhu daun tanaman kedelai tanpa naungan adalah 28.2°C. Suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu tersebut dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang yang diterima tanaman berbeda. Menurut Sumarno dan Manshuri 2007, radiasi matahari yang sangat tinggi mengakibatkan peningkatan suhu daun. Peningkatan suhu daun menyebabkan peningkatan laju evapotranspirasi sehingga terjadi difisit air pada tanaman. Kondisi sel yang difisit mengakibatkan laju fotosintesis berkurang, sehingga produksi biomasa tanaman juga berkurang. Nilai Kehijauan Daun Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diukur menggunakan alat yang disebut Soil Plant Analytical Development SPAD. Menurut Dobermann dan Fairhurst 2000, klorofil meter SPAD adalah alat untuk mengukur klorofil daun secara relatif yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkorelasi positif sangat nyata dengan kadar N daun. Menggunakan alat SPAD sangat mudah untuk mengukur tingkat kehijauan daun yang disebabkan oleh kandungan klorofil daun. Data nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 13 dengan memberikan keterangan nomor dan nama genotipe yang dijelaskan pada Lampiran 1. Tabel 13 Nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Nilai kehijauan daun a 4 MST 6 MST 8 MST UA4805 4 37.8 ab

50.2 a 48.4 ab

Tachinagaha 5 36.9 abcd 48.4 ab 47.0 abcdef DS34-3 11 37.5 abc 48.3 ab 48.5 ab Enrei 1 36.7 abcd 47.9 ab 42.0 efghijkl DS24-2 20 36.9 abcd 47.9 ab 47.4 abcd Wilis 25 34.2 bcdef 46.5 abc 41.7 fghijkl Fukuyutaka 8 38.1 ab 45.8 abcd 47.6 abcd Akisengoku 32 36.2 abcde 45.5 abcd 46.0 abcdefg DS25-1 12 35.1 abcde 44.7 abcde 47.3 abcde Tanbaguro 3 34.7 bcde 44.5 abcde 46.8 abcdef DS65-4 13 37.7 ab 44.4 abcde 46.9 abcdef PI416937 2 34.5 bcdef 43.4 abcdef 43.5 bcdefghij Ichiguuhou 7 35.9 abcde 42.5 abcdefg 45.9 abcdefgh SJ4 26

39.4 a

42.5 abcdefg

50.7 a

Himeshirazu 31 32.1 ef 41.6 bcdefg 42.4 defghijk U 1290-i 9 33.8 bcdef 41.2 bcdefgh 45.4 bcdefgh M100-47-52-13 15 35.4 abcde 40.7 bcdefghi 47.7 abc 317 Ringgit 24 36.5 abcde 40.7 bcdefghi 45.7 abcdefgh M150-7B-41-10 16 33.7 bcdef 39.4 cdefghi 47.8 abc Manshuu M. 6 33.6 bcdef 39.3 cdefghi 45.2 bcdefghi N 2491 14 35.3 abcde 38.4 cdefghi 44.1 bcdefghij Merapi 18 33.9 bcdef 37.5 defghi 44.9 bcdefghi Tidar 22 33.7 bcdef 37.1 efhgi 45.5 abcdefgh Tegineneng 27 35.2 abcde 36.4 efghi 40.9 ghijklm EC 112828 29 33.8 bcdef 35.3 fghi 42.6 cdefghijk Tanggamus 19 34.5 bcdef 35.2 fghi 40.6 hijklm Miss 33 Dixi 30 34.6 bcdef 34.9 ghi

35.9 m

San Sai 21 32.7 def 34.8 ghi 38.3 klm SC-1-8 23 34. bcdef 3 34.2 hi 39.4 jklm Dering 1 10 33.1 cdef 34.1 hi 40.0 ijklm Sandek S. 28 33.9 bcdef 34.0 hi 41.7 fghijkl M 652 17

30.7 f 32.6 i

36.9 klm a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, MST = minggu setelah tanam, data diurutkan dari nilai kehijauan daun tertinggi hingga terendah saat 6 MST, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah. Nilai kehijauan daun pada penelitian ini berkisar antara 30.7-39.4 pada 4 MST, 32.6-50.2 pada 6 MST, dan 35.9-50.7 pada 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kehijauan daun relatif semakin bertambah pada umur tanaman yang semakin bertambah. Beberapa genotipe juga mengalami penurunan nilai kehijauan daun seiring bertambahnya umur tanaman. Menurut Wahid 2003, tingkat skala warna daun tanaman dipengaruhi oleh populasi tanaman, fase pertumbuhan tanaman, varietas yang digunakan, cara tanam, dan status hara N dalam tanah. Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik atau varietas. Genotipe nomor 17 yaitu M652 dari India memiliki nilai kehijauan daun terendah pada 4 MST dan 6 MST, sedangkan pada 8 MST genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun terendah adalah Miss 33 Dixi dari Filipina. Miss 33 Dixi merupakan genotipe yang memiliki umur fase vegetatif terlama dibandingkan genotipe lain yang diuji pada penelitian ini, sehingga diduga nilai kehijauan daun yang rendah pada 8 MST dipengaruhi oleh hal tersebut. Genotipe nomor 26 yaitu SJ4 dari Thailand adalah genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun tertinggi pada umur tanaman 4 MST dan 8 MST, sedangkan pada 6 MST genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun tertinggi adalah UA4850 dari Amerika Serikat. Bobot dan Jumlah Biji per Tanaman Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi Sulastiningsih 2013. Salah satu indikator yang menunjukkan hasil yang tinggi adalah bobot biji per tanaman yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh jumlah biji per tanaman. Data nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Bobot biji g a Nama genotipe NKL Bobot biji g a Tanggamus 19

30.4 a Ichiguuhou

7 19.8 bcdefgh Manshuu M. 6 28.8 ab Merapi 18 19.5 bcdefgh San Sai 21 27.4 abc M150-7B-41-10 16 19.3 cdefgh Sandek S. 28 26.8 abcd U 1290-i 9 18.4 cdefh Wilis 25 26.7 abcd PI416937 2 18.3 cdefgh Tidar 22 26.7 abcd DS34-3 11 18.2 cdefh Tegineneng 27 26.2 abcde DS65-4 13 17.9 cdefgh SJ4 26 24.9 abcdef N 2491 14 17.3 defgh SC-1-8 23 24.5 abcdef UA4805 4 16.9 efgh Dering 1 10 23.9 abcdefg Fukuyutaka 8 16.8 efgh DS25-1 12 23.8 abcdefg Himeshirazu 31 16.7 fgh 317 Ringgit 24 21.8 abcdefgh DS24-2 20 16.1 fgh M100-47-52-13 15 21.2 abcdefgh Miss 33 Dixi 30 14.9 gh EC 112828 29 20.5 bcdefgh Enrei 1 14.7 gh Tanbaguro 3 20.0 bcdefgh Tachinagaha 5 13.3 h Akisengoku 32 20.0 bcdefgh M 652 17 12.5 h a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari bobot biji tertinggi hingga terendah. Bobot biji yang tertera pada Tabel 14 merupakan bobot biji pada kadar air biji 14. Bobot biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar antara 12.5-30.4 g atau per hektar berkisar antara 1.56-3.80 ton diasumsikan semua tanaman tumbuh. Data nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 15. Jumlah biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar 39-444 butir. Menurut BPS 2015 produktivitas rata-rata kedelai di Indonesia adalah 1.56 ton ha -1 . Hal tersebut menunjukkan bahwa semua genotipe yang diuji pada penelitian ini memiliki produktivitas yang tinggi. Genotipe yang memiliki bobot biji per tanaman terendah adalah M652 dari India dan yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi adalah Tanggamus dari Indonesia. Berbeda dengan genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah dan tertinggi, genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah adalah Tachinagaha dari Jepang dan genotipe yang memiliki jumlah biji tertinggi adalah Tidar dari Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bobot biji tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah biji. Sulastiningsih 2013 menyebutkan bahwa selain jumlah biji per tanaman, ukuran biji juga menentukan produksi biji. Ukuran biji dapat dilihat dari bobot 100 biji. Menurut Hakim 2012 Bobot 100 biji menunjukkan korelasi positif nyata dengan bobot biji per tanaman. Tabel 15 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Jumlah biji a Nama genotipe NKL Jumlah biji a Tidar 22 444 a DS25-1 12 162 ghi Tegineneng 27 346 b DS34-3 11 156 ghij San Sai 21 315 bc M100-47-52-13 15 147 ghij Tanggamus 19 312 bc M150-7B-41-10 16 143 ghij Sandek S. 28 299 bcd Ichiguuhou 7 139 ghij M 652 17 297 bcd Himeshirazu 31 138 ghijk Wilis 25 296 bcd DS65-4 13 133 hijk Manshuu M. 6 291 bcd DS24-2 20 122 hijk EC 112828 29 288 bcd UA4805 4 117 hijkl SC-1-8 23 269 cd U 1290-i 9 112 ijkl Dering 1 10 245 de PI416937 2 109 jkl 317 Ringgit 24 237 def Akisengoku 32 100 jklm Merapi 18 205 efg Fukuyutaka 8 72 klm Miss 33 Dixi 30 184 efgh Enrei 1 55 lm N 2491 14 181 efgh Tanbaguro 3 45 m SJ4 26 178 fgh Tachinagaha 5 39 m a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah biji tertinggi hingga terendah. Polong merupakan komponen hasil utama yang akan menentukan perolehan hasil biji sehingga jumlah polong yang dihasilkan diharapkan dapat menggambarkan potensi hasil Adie et al. 2007. Marlenasari 2012 juga melaporkan bahwa jumlah polong total dan jumlah polong bernas berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman kedelai hitam yang ditanam di lahan kering. Tachinagaha memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman terendah pada penelitian ini tetapi yang memiliki bobot biji terendah adalah M625. Tidar merupakan genotipe yang memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman tertinggi pada penelitian ini tetapi bukan merupakan genotipe yang memiliki bobot biji tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah polong hanya berkorelasi positif dengan jumlah biji per tanaman. Tanggamus memiliki bobot biji pertanaman tertinggi yang juga merupakan genotipe kedelai dalam kategori tanaman berbatang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarno dan Zuraida 2006 bahwa karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi genotipe kedelai berdaya hasil tinggi adalah tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman . Hakim 2012 juga melaporkan bahwa genotipe kedelai yang batangnya tinggi berpotensi memberikan bobot biji dan hasil biji yang tinggi. Bobot Kering Tanaman Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu batang, polong tanpa biji kulit polong, dan bagian daun tangkai daun dan daun. Tabel 16 menyajikan data nilai tengah bobot kering tanaman dari genotipe yang diuji. Data bobot kering tanaman menunjukkan bahwa genotipe nomor 31 yaitu Himeshirazu adalah genotipe dengan bobot kering batang terkecil yaitu 2.4 g, sedangkan Tachinagaha adalah genotipe dengan bobot kering kulit polong serta bobot kering daun terkecil yaitu 5.2 g dan 2.4 g. Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan bobot kering batang serta bobot kering daun terbesar yaitu 29.0 g dan 25.6 g, tetapi genotipe dengan bobot kering kulit polong tertinggi adalah Sandek Sieng dari Kamboja yaitu 17.8 g. Bobot kering kulit polong pada genotipe Sandek Sieng tidak berbeda nyata dengan bobot kulit polong pada Miss 33 Dixi. Data pengamatan menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman dan ketinggian polong tertinggi dari genotipe lain yang diuji pada penelitian ini. Himeshirazu dan Tachinagaha merupakan genotipe dengan kategori tinggi tanaman yang rendah. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan tinggi tanaman yang tinggi cenderung memiliki bobot kering tanaman yang tinggi dan sebaliknya genotipe dengan tinggi tanaman yang rendah cenderung memiliki bobot kering tanaman yang rendah juga. Hal ini sesuai dengan penelitian Hakim 2012 yang menyatakan bahwa varietas kedelai yang batangnya tinggi cenderung memiliki bobot brangkasan yang lebih tinggi daripada varietas yang berbatang pendek. Persentase Kondisi Biji Persentase kondisi biji dihitung dengan mengelompokkan biji berdasarkan empat kategori yaitu biji penuh, setengah keriput, keriput, dan biji rusak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Kriteria kondisi biji tersebut disajikan dalam Lampiran 3. Data persentase kondisi biji disajikan pada Tabel 17. Persentase kondisi biji dihitung berdasarkan jumlah biji per tanaman. Data kisaran persentase biji penuh yaitu antara 0.2-95.3, persentase biji setengah keriput yaitu antara 1.2-18.8, persentase biji keriput yaitu antara 0.8- 82.6, dan persentase biji rusak yaitu antara 0.9-37.2 . Genotipe dengan kondisi biji terbaik adalah genotipe yang memiliki persentase biji penuh yang tinggi dan persentase biji setengah keriput, biji keriput, serta biji rusak yang rendah. Sebaliknya, genotipe dengan kondisi biji terburuk adalah genotipe dengan persentase biji penuh yang rendah sedangkan persentase biji setengah keriput, biji keriput, atau biji rusak yang tinggi. Genotipe nomor 3 yaitu Tanbaguro dari Jepang adalah genotipe dengan kondisi biji terburuk karena memiliki nilai tengah persentase biji penuh terendah dan memiliki nilai tengah persentase biji keriput tertinggi. Tabel 16 Nilai tengah bobot kering tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Bobot kering batang g a Bobot kering kulit polong g a Bobot kering daun g a Miss 33 Dixi 30

29.0 a 17.1 a

25.6 a

Sandek S. 28 22.1 b 17.8 a 19.2 b San Sai 21 17.1 c 16.1 ab 9.5 cdefgh Tanggamus 19 13.0 d 11.6 cdefg 12.7 c Tegineneng 27 12.4 d 15.1 abc 7.9 cdefghij Willis 25 9.7 defg 13.7 bcde 11.5 cd Dering 1 10 10.6 def 11.7 cdefg 10.7 cde Tanbaguro 3 9.3 defgh 11.5 defg 12.2 c EC 112828 29 11.4 de 11.7 cdefg 9.9 cdefg SJ4 26 9.2 defgh 12.6 cdef 10.7 cde Manshuu M. 6 6.3 fghi 14.6 abcd 9.1 cdefgh SC-1-8 23 10.8 def 11.2 defgh 8.0 cdefghi N 2491 14 6.4 fghi 12.7 cdef 10.6 cdef Tidar 22 10.5 def 11.5 defg 5.9 defghij U 1290-i 9 6.3 fghi 11.3 defgh 7.6 cdefghij Akisengoku 32 5.4 ghi 9.6 fghi 8.0 cdefghij Merapi 18 6.6 fghi 9.3 fghi 5.4 defghij M 652 17 6.9 efghi 9.8 efghi 4.5 fghij 317 Ringgit 24 6.9 efghi 10.0 efghi 4.2 ghij DS25-1 12 4.7 hi 10.7 efghi 4.4 fghij M100-47-52-13 15 5.5 ghi 9.7 efghi 4.1 ghij Ichiguuhou 7 5.5 ghi 9.6 fghi 2.8 ij M150-7B-41-10 16 4.7 hi 9.0 fghij 3.6 ghij Fukuyutaka 8 3.4 i 9.0 fghij 4.7 efghij PI416937 2 3.0 i 7.8 hijk 5.6 defghij DS65-4 13 4.9 hi 8.3 ghijk 2.9 ij DS34-3 11 3.8 i 8.9 fghij 2.8 j Himeshirazu 31

2.4 i 8.5 ghijk

3.7 ghij Enrei 1 2.8 i 7.2 ijk 4.6 efghij DS24-2 20 3.7 i 7.2 ijk 2.9 ij UA4805 4 2.5 i 5.5 jk 2.8 j Tachinagaha 5 2.6 i 5.2 k

2.4 j

a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari total berat kering tanaman tertinggi hingga terendah, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah. Tabel 17 Nilai tengah persentase kondisi biji berdasarkan jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Penuh a Setengah keriput a Keriput a Rusak a DS65-4 13

95.3 a 1.3 g

1.8 e 1.7 e M150-7B-41-10 16 95.1 a 1.7 fg

0.8 e

2.3 de Merapi 18 94.4 ab 1.5 g 1.2 e 2.9 cde Tidar 22 92.7 ab 2.7 fg 3.2 de 1.4 e DS24-2 20 90.5 ab 2.0 fg 2.1 e 5.5 cde 317 Ringgit 24 90.2 ab 1.7 fg 2.1 e 6.0 cde M100-47-52-13 15 90.1 ab

1.2 g

1.0 e 7.7 bcde EC 112828 29 89.7 ab 3.8 efg 5.0 de 1.5 e UA4805 4 89.6 ab 1.5 g 2.2 e 6.7 bcde DS34-3 11 87.5 abc 1.2 g 4.3 de 6.9 bcde Manshuu M. 6 87.4 abc 3.6 efg 5.7 cde 3.3 cde Tanggamus 19 86.3 abc 3.8 efg 5.1 de 4.8 cde DS25-1 12 85.4 abc 3.1 efg 4.8 de 6.7 bcde Tegineneng 27 85.0 abcd 4.7 defg 5.7 cde 4.6 cde Wilis 25 84.8 abcd 5.0 defg 3.8 de 6.4 bcde Himeshirazu 31 83.6 abcde 8.4 bcdefg 6.9 cde 1.0 e SC-1-8 23 79.9 abcde 5.3 defg 5.5 cde 9.2 bcde Dering 1 10 77.5 abcdef 8.4 cdefg 10.5 cde 3.6 cde M 652 17 76.0 abcdef 9.9 bcdefg 13.2 cde 0.9 e Akisengoku 32 69.3 abcdefg 12.9 abcd 12.0 cde 5.8 cde SJ4 26 68.4 abcdefg 4.7 defg 15.8 cde 11.1 bcde SAN SAI 21 68.3 abcdefg 6.0 defg 8.6 cde 17.1 bcd U 1290-i 9 64.4 abcdefg 10.5 abcdef 20.2 cd 4.8 cde N 2491 14 63.6 bcdefg 11.8 abcde 18.5 cde 6.1 cde Enrei 1 57.8 cdefg 15.1 abc 9.7 cde 17.4 bc Fukuyutaka 8 54.8 defg 15.0 abc 20.7 cd 9.6 bcde Tachinagaha 5 53.8 efg 18.3 ab 15.4 cde 12.5 bcde Sandek S. 28 49.5 fg 12.9 abcd 22.8 c 14.8 bcde Ichiguuhou 7 49.1 fg 3.9 efg 9.8 cde 37.2 a PI416937 2 41.9 g 16.3 abc 38.8 b 3.0 cde Miss 33 Dixi 30 16.1 h 18.8 a 44.4 b 20.7 b Tanbaguro 3

0.2 h

1.4 g

82.6 a

15.8 bcde a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari persentase biji penuh tertinggi hingga terendah, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah. Kondisi biji yang buruk pada genotipe ini diduga karena pada saat proses pembentukan polong genotipe tersebut terserang hama kepik polong Riptorius linearis sehingga menyebabkan biji menjadi keriput. Genotipe nomor 13 yaitu DS65-4 HT-4 dari Amerika Serikat adalah genotipe dengan kondisi biji terbaik karena memiliki persentase biji penuh tertinggi dan memiliki persentase biji setengah keriput terendah. Gambar 4 menampilkan genotipe dengan kondisi biji terburuk dan genotipe dengan kondisi biji terbaik. Gambar 4 Tampilan kondisi biji. a genotipe dengan kondisi biji terburuk Tanbaguro; b genotipe dengan kondisi biji terbaik DS6-4HT-4. Menurut Butar Butar 2014 perhitungan persentase kondisi biji perlu dilakukan untuk mengetahui ketersediaan benih dalam kegiatan penelitian selanjutnya, selain itu untuk mengetahui respon tumbuh genotipe yang diuji terhadap lingkungan tumbuh. Suprapto 2001 menerangkan bahwa antara suhu dan kelembaban harus selaras atau seimbang. Suhu yang cukup tinggi dan curah hujan yang kurang atau sebaliknya, menyebabkan turunnya kualitas biji kedelai yang dihasilkan. Sumarno dan manshuri 2007 juga melaporkan bahwa suhu diatas 30°C dapat menurunkan kualitas biji. Ukuran dan Warna Biji Ukuran biji merupakan salah satu kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai karena berkaitan dengan keinginan konsumen yang lebih menyukai biji berukuran besar Suharno 2006. Ukuran biji pada penelitian ini diukur dengan melakukan pengamatan bobot 100 biji. Pengamatan bobot 100 biji diukur pada kondisi biji yang penuh. Adie dan Krisnawati 2007 menjelaskan bahwa warna kulit biji kedelai bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga kombinasi berbagai warna atau campuran. Pigmen kulit biji sebagian besar terletak di lapisan palisade, terdiri dari pigmen antosianin dalam vakuola, klorofil dalam plastisida, dan berbagai kombinasi hasil uraian produk-produk pigmen tersebut. Kombinasi berbagai pigmen yang ada di kulit biji dan kotiledon akan membentuk warna biji yang bermacam-macam pada kedelai. Kedelai di Indonesia dikelompokkan berdasarkan ukuran besar berat 14 g100 biji, sedang berat 10- 14 g100 biji, dan kecil berat 10 g100 biji Adie dan Krisnawati 2007 . Kriteria pengelompokan ini dijadikan acuan pada data pengamtaan yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 menyajikan nilai tengah bobot 100 biji pada kadar air 14, kelompok ukuran biji, serta warna biji dari 32 genotipe yang diuji. Berdasarkan data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat 12 genotipe kedelai pada penelitian ini yang tergolong dalam kedelai berukuran besar. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, di Jepang dan Amerika biji kedelai berukuran besar jika memiliki berat 100 biji minimal 30 g. Genotipe yang merupakan kedelai a b Setengah keriput Penuh Keriput Rusak Penuh Penuh Setengah keriput Keriput Rusak Tanbaguro-ulangan 2 DS6-4HT-4-ulangan 1 berbiji besar berdasarkan kriteria di Jepang dan Amerika pada penelitian ini adalah Tanbaguro dari Jepang. Tabel 18 Nilai tengah bobot 100 biji, kelompok ukuran biji, serta warna biji dari 32 genotipe yang diuji Nama genotipe NKL Bobot 100 biji g a Kelompok ukuran Warna biji Tanbaguro 3 40.3 a Besar Hitam Tachinagaha 5 27.8 b Besar Kuning Enrei 1 27.0 b Besar Kuning Fukuyutaka 8 26.4 b Besar Kuning Akisengoku 32 22.0 c Besar Kuning U 1290-i 9 19.5 cd Besar Coklat PI416937 2 17.9 de Besar Kuning DS25-1 12 15.4 def Besar Kuning Ichiguuhou 7 15.4 def Besar Kuning UA4805 4 15.0 ef Besar Kuning M100-47-52-13 15 14.8 efg Besar Kuning DS24-2 20 14.5 efgh Besar Kuning SJ4 26 14.0 efghi Besar Kuning DS65-4 13 13.9 efghi Sedang Kuning M150-7B-41-10 16 13.4 fghi Sedang Kuning Himeshirazu 31 12.3 fghij Sedang Kuning DS34-3 11 12.3 fghijk Sedang Kuning Sandek S. 28 11.4 fghijk Sedang Kuning N 2491 14 11.4 fghijk Sedang Kuning Dering 1 10 11.0 fghijk Sedang Kuning Manshuu M. 6 10.4 ghijk Sedang Hitam San Sai 21 10.3 ghijkl Sedang Kuning SC-1-8 23 9.9 hijkl Kecil Kuning Wilis 25 9.8 ijkl Kecil Kuning 317 Ringgit 24 9.4 ijkl Kecil Kuning Tanggamus 19 8.8 jkl Kecil Kuning Merapi 18 8.5 jklm Kecil Hitam Miss 33 Dixi 30 8.4 jklm Kecil Kuning Tegineneng 27 8.3 jklm Kecil Kuning EC 112828 29 7.7 klm Kecil Hitam Tidar 22 6.0 lm Kecil Kuning M 652 17 4.4 m Kecil Hitam a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan, NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari bobot 100 biji tertinggi hingga terendah. Tanbaguro adalah genotipe dengan bobot 100 biji tertinggi yaitu 40.3 g, sedangkan genotipe dengan bobot 100 biji terendah adalah M652 yaitu 4.4 g. Menurut Hakim 2012 bobot 100 biji menunjukkan korelasi positif nyata terhadap bobot biji per tanaman. Genotipe yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi adalah Tanggamus. Perbedaan hasil ini karena jumlah biji per tanaman juga mempengaruhi bobot biji per tanaman. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, semakin kecil ukuran biji maka jumlah polong per tanaman akan semakin banyak. Penelitian Hakim 2012 menyebutkan bahwa genotipe kedelai yang berumur dalam berpotensi mempunyai ukuran biji kecil. Semua genotipe yang memiliki ukuran biji kecil pada penelitian ini merupakan genotipe dengan umur dalam. Beberapa genotipe berbiji besar pada penelitian ini juga tergolong pada tanaman kedelai dengan umur dalam. Hal ini menjelaskan bahwa ukuran biji kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh umur tanaman. Suharno 2006 melaporkan bahwa ukuran biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pengisian biji, seperti kondisi yang kering menyebabkan ukuran biji menjadi lebih kecil.Menurut Hakim 2012, v arietas kedelai yang mempunyai ukuran biji besar pada umumnya lebih disukai oleh petani, dan diperlukan untuk meningkatkan daya saing terhadap kedelai impor yang umumnya berbiji besar. Menurut Darmardjati et al. 2005, kedelai banyak dibutuhkan sebagai bahan baku industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Kedelai hitam umumnya digunakan sebagai bahan kecap, sedangkan kedelai kuning selain untuk kecap juga dimanfaatkan untuk bahan baku industri tempe, tahu, dan susu. Kedelai untuk olahan industri tersebut umumnya dipanen saat fase R8. Beberapa konsumen juga sering memanen kedelai muda untuk diolah sebagai makanan yang direbus. Menurut Fehr dan Caviness 1977, u kuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji fase R7. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Data umur tanaman fase R6 biji penuh diperlukan untuk digunakan sebagai acuan untuk panen kedelai muda. Indek panen Indek panen adalah proporsi dari total biomasa untuk sesuatu yang dapat dipanen pada tanaman Dekker 1995. Pada penelitian ini indek panen dihitung berdasarkan rasio perbandingan antara bobot biji dengan bobot biomasa tanaman. Data nilai tengah indek panen dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 19. Data hasil menunjukkan bahwa nilai indek panen berkisar antara 0.18-0.59. Genotipe nomor 4 yaitu UA4805 dari Amerika Serikat merupakan genotipe dengan indek panen tertinggi. Genotipe dengan indek panen terendah adalah Miss 33 Dixi dari Filipina. Indek panen yang tinggi ditandai dengan jumlah polong yang banyak, ukuran biji besar, dan bobot biji per tanaman tinggi Hakim 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UA4805 bukan merupakan genotipe dengan jumlah polong banyak, ukuran biji yang besar, dan bobot biji per tanaman yang tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi indek panen suatu tanaman. Menurut Soedradjad dan Avivi 2005, indek panen merupakan salah satu komponen hasil yang dipengaruhi oleh lingkungan dan dibatasi oleh faktor karakter genetik kultivar. Faktor genetik diduga merupakan faktor yang paling menentukan indek panen pada penelitian ini.