Latar Belakang Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa-Siswi Tentang Tinea Kruris Di SMA Harapan 1 Medan Tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Insidensi Tinea kruris cukup tinggi di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, karena menyerang masyarakat luas. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup Budimulja, 1999. Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga infeksi oleh karena jamur di Indonesia pada umumnya, di Sumatera Utara pada khususnya banyak ditemukan. Oleh karena itu, golongan penyakit kulit karena infeksi jamur menempati urutan kedua terbanyak dari insiden penyakit kulit di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara FK USU, Rumah Sakit Umum Pusat RSUP H. Adam Malik, Rumah Sakit Umum Daerah RSUD dr. Pirngadi Medan Nasution M.A., 2005. Jumlah penderita dermatofitosis pada tahun 1996 sampai 1998 sebanyak 4.162 orang dari 20.951 penderita baru penyakit kulit yang berkunjung ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi Medan. Dan pada tahun 2002 penyakit dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang menduduki urutan pertama dibandingkan penyakit kulit yang lain Nasution M.A., 2005. Menurut Hakim Z. 1993, pada penelitiannya di RSUP dr. M. Jamil Padang, penyakit dermatofitosis berturut-turut ditempati oleh Tinea kruris, Tinea korporis, Tinea unguium, Tinea manus, Tinea imbrikata. Menurut Adiguna 2001, dermatofitosis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insidensi dermatofitosis belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insidensi tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Diperkirakan insidensi penyakit ini cukup tinggi menyerang masyarakat kita tanpa memandang golongan umur Universitas Sumatera Utara tertentu. Di daerah pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda. Di masa sekarang ini, pergeseran yang paling menonjol dari gaya hidup yang melanda kalangan remaja Indonesia adalah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi oleh budaya Barat. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian serba ketat dan minim, baik pria maupun wanita, yang dianggap mengikuti cara berpakaian modern. Gambaran seperti itu umum dijumpai pada hampir seluruh remaja di Indonesia, termasuk di Medan. Padahal, menurut Wiederkehr 2012, kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan atau bertukar pinjam pakaian dengan orang lain penderita Tinea kruris juga termasuk faktor risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris.

1.2. Rumusan Masalah