tertentu. Di daerah pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Di masa sekarang ini, pergeseran yang paling menonjol dari gaya hidup yang melanda kalangan remaja Indonesia adalah gaya hidup mereka yang secara
umum cenderung dipengaruhi oleh budaya Barat. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian serba ketat dan minim, baik pria maupun wanita, yang
dianggap mengikuti cara berpakaian modern. Gambaran seperti itu umum dijumpai pada hampir seluruh remaja di Indonesia, termasuk di Medan.
Padahal, menurut Wiederkehr 2012, kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan atau bertukar pinjam pakaian dengan orang lain
penderita Tinea kruris juga termasuk faktor risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1 Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan siswa-siswi tentang Tinea kruris di SMA Harapan 1 Medan tahun 2012?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk : 1 Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan siswa-siswi
tentang Tinea kruris di SMA Harapan 1 Medan tahun 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk : 1 Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang Tinea kruris di
SMA Harapan 1 Medan tahun 2012. 2 Mengetahui gambaran sikap siswa-siswi tentang Tinea kruris di SMA
Harapan 1 Medan tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
3 Mengetahui gambaran tindakan siswa-siswi tentang Tinea kruris di SMA Harapan 1 Medan tahun 2012.
4 Mengetahui hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, dan kelas dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi
bagi siswa-siswi untuk lebih meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap pencegahan dan penanggulangan Tinea kruris.
2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah untuk memberikan edukasi kepada para siswa-siswi tentang
Tinea kruris. 3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
individu atau institusi lain dalam pengembangan penelitian yang akan datang yang serupa dan berkelanjutan.
4 Penelitian ini mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian dan meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Tinea kruris.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinea Kruris
2.1.1. Definisi
Menurut Budimulja 1999, Siregar R.S. 2004, Graham-Brown 2008, Murtiastutik 2009, dan Berman 2011 Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris sela paha,
perineum, perianal, gluteus, pubis dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :
Siregar R.S., 2004
Gambar 2.1. Predileksi Tinea Kruris 2.1.2.
Epidemiologi
Menurut Berman 2011 dan Wiederkehr 2012, pria lebih sering terkena Tinea kruris daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan
terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Etiologi dan Patogenesis
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin Budimulja, 1999. Menurut Emmons 1934 dalam Budimulja 1999, dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum Siregar R.S., 2004. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin keratinofilik sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis Boel, 2003. Menurut Rippon 1974 dalam Budimulja 1999, selain sifat keratofilik
masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan
apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada
yang berakhir fatal. Beberapa jamur hanya menyerang manusia antropofilik, dan yang
lainnya terutama menyerang hewan zoofilik walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia,
keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan debris
keratin yang mengandung hifa jamur Graham-Brown, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Gambaran Klinis
Menurut Budimulja 1999, Nasution M.A. 2005, Berman 2011, dan Wiederkehr 2012, gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa gatal
hebat pada daerah kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit
sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Berikut ini gambaran klinis dari Tinea kruris :
Departemen Kesehatan Kulit Kelamin FK Unair, 2009
Gambar 2.2. Regio Inguinal Meluas ke Pubis 2.1.5.
Faktor Risiko
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI 2002, faktor risiko adalah faktor yang dapat mempermudah timbulnya suatu penyakit. Peran faktor risiko itu dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu : 1 Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.
2 Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan yang menurun.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI 2002, faktor risiko yang menyuburkan pertumbuhan jamur, antara lain :
1 Pemberian antibiotik
yang mematikan
kuman akan
menyebabkan keseimbangan antara jamur dan bakteri terganggu.
Universitas Sumatera Utara
2 Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana yang menyuburkan jamur.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI 2002, faktor risiko yang memudahkan invasi jamur ke jaringan, antara lain :
1 Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu oleh cairan yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada sela jari kaki,
kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan kulit, atau akibat liur di sudut mulut orang lanjut usia.
2 Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah, keganasan, diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana yang
menyuburkan jamur. Menurut Nasution M.A. 2005 dan Berman 2011, pada penyakit kulit
karena infeksi jamur superfisial seseorang terkena penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang sudah
terkontaminasi oleh jamur, ataupun kontak langsung dengan penderita. Menurut Adiguna 2001 dan Siregar R.S. 2004, Tinea kruris paling
banyak terjadi di daerah tropis, musimiklim yang panas, lingkungan yang kotor dan lembab, banyak berkeringat. Faktor keturunan tidak berpengaruh Siregar,
2004. Kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan atau
bertukar pinjam pakaian dengan orang lain penderita Tinea kruris juga termasuk faktor risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris Wiederkehr,
2012.
2.1.6. Diagnosis
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran klinis dengan uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan yang
diperiksa berupa kerokan kulit. Bahan harus diperoleh sesteril mungkin untuk menghindari pencemaran jamur lain. Kemudian bahan dapat dilakukan
pemeriksaan secara langsung maupun secara biakan Bagian Kesehatan Anak FK UI, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Goedadi 2001 dan Nasution M.A. 2005, untuk mengetahui suatu ruam yang disebabkan oleh infeksi jamur, biasanya kita lakukan
pemeriksaan kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau aktif tersebut. Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass dan ditetesi dengan
larutan KOH 10-20 . Kemudian kita tutup dengan object glass kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen sebentar untuk memfiksasi, kemudian dilihat di
bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa yang bercabang atau artospora yang khas pada infeksi
dermatofita. Sedangkan untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud
Dextrose Agar SDA. Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah kurang lebih dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca secara
makroskopis.
2.1.7. Diagnosis Banding
Tinea kruris perlu dibedakan antara lain dengan intertrigo, eritrasma, dermatitis seboroik, psoriasis, kandidiasis Goedadi, 2001.
2.1.8. Penatalaksanaan
Terdapat banyak obat antijamur topikal untuk pengobatan infeksi dermatofit. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah
dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur, dan sebagainya. Obat-obat topikal ini bisa digunakan bila daerah yang terkena sedikit,
tetapi bila infeksi jamur meluas maka lebih baik menggunakan obat oral sistemik Graham-Brown, 2002.
Menurut Bagian Farmakologi FK UI 1995, Bagian Kesehatan Anak FK UI 2002, dan Nasution M.A. 2005, obat-obat pada infeksi jamur pada kulit ada
2 macam yaitu : 1 Obat topikal, misalnya :
a Golongan Mikonazole, b Golongan Bifonazole,
Universitas Sumatera Utara
c Golongan Ketokonazole, dan sebagainya. Pengobatan umumnya 2xhari minimal selama 3 minggu atau 2 minggu
sesudah tes KOH negatif dan klinis membaik. 2 Obat per oral, misalnya :
a Golongan Griseofulvin, dosis : Anak : 10 mgkgBBhari microsize.
5,5 mgkgBBhari ultra-microsize. Dewasa : 500-1000 mghari
b Golongan Ketokonazole, dosis : Anak : 3-6 mgkgBBhari.
Dewasa : 1 tablet 200 mghari. c Golongan Itrakonazole, dosis :
Anak : 3-5 mgkgBBhari. Dewasa : 1 kapsul 100 mghari.
d Golongan Terbinafin, dosis : Anak : 3-6 mgkgBBhari.
10-20 kg : 62,5 mg ¼ tablethari. 20-40 kg : 125 mg ½ tablethari.
Dewasa : 1 tablet 250 mghari.
2.1.9. Pencegahan
Menurut Brooks 2001 dan Graham-Brown 2002, infeksi berulang pada Tinea kruris dapat terjadi melalui proses autoinokulasi reservoir lain yang mungkin ada
di tangan dan kaki Tinea pedis, Tinea unguium. Jamur diduga berpindah ke sela paha melalui kuku jari-jari tangan yang dipakai menggaruk sela paha setelah
menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk mencegah infeksi berulang, daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari sumber-sumber infeksi
serta mencegah pemakaian peralatan mandi bersama-sama Brooks, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nasution M.A. 2005, disamping pengobatan, yang penting juga adalah nasehat kepada penderita misalnya pada penderita dermatofitosis,
disarankan agar : 1 Memakai pakaian yang tipis.
2 Memakai pakaian yang berbahan cotton. 3 Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu ketat.
Oleh karena itu, berikan anjuran-anjuran pada pasien agar tidak terjadi infeksi berulang. Anjurkan pasien menggunakan handuk terpisah untuk
mengeringkan daerah sela paha setelah mandi, anjurkan pasien untuk menghindari mengenakan celana ketat untuk mencegah kelembaban daerah sela paha, anjurkan
pasien dengan Tinea kruris yang mengalami obesitas untuk menurunkan berat badan, dan anjurkan pasien untuk memakai kaus kaki sebelum mengenakan
celana untuk meminimalkan kemungkinan transfer jamur dari kaki ke sela paha autoinokulasi. Bubuk antifungal, yang memiliki manfaat tambahan pengeringan
daerah sela paha, mungkin dapat membantu dalam mencegah kambuhnya Tinea kruris Wiederkehr, 2012.
2.1.10. Komplikasi
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat
mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar Wiederkehr, 2012.
2.1.11. Prognosis
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga Siregar, 2004.
2.2. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
2.2.1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2 011, pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
Universitas Sumatera Utara
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo 2011 mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1 Awareness kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek.
2 Interest merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3 Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4 Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5 Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Notoatmodjo 2011, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni :
1 Tahu know, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2 Memahami comprehension,
diartikan sebagai
suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3 Aplikasi application, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4 Analisis analysis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
5 Sintesis synthesis, menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6 Evaluasi evaluation, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.2.2. Sikap
Menurut Notoatmodjo 2011, sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2011 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yakni :
1 Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2 Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3 Kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Menurut Notoatmodjo 2011, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1 Menerima receiving, diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
2 Merespons responding, berarti orang tersebut menerima ide. 3 Menghargai valuing, apabila orang tersebut telah mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4 Bertanggung jawab responsible atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.
2.2.3. Tindakan
Menurut Notoatmodjo 2011, ada beberapa tingkat-tingkat tindakan, yakni : 1 Persepsi perception, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2 Respons terpimpin guided response, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. 3 Mekanisme mechanism, yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. 4 Adaptasi adaptation, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan
baik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2.
Definisi Operasional 3.2.1.
Definisi Variabel
Adapun definisi beberapa variabel dalam penelitian ini adalah : 1 Pengetahuan adalah tingkat pemahaman yang dimiliki responden mengenai
Tinea kruris. 2 Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden mengenai Tinea kruris.
3 Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan responden sehubungan dengan pengetahuan dan sikap mengenai Tinea kruris.
3.2.2. Cara Pengukuran
Cara pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan secara tertulis untuk diisi sendiri sesuai
dengan keadaan yang diketahui oleh responden. Pengetahuan
Sikap
Tindakan Tinea kruris
Siswa-siswi SMA Harapan 1 Medan
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Alat Pengukuran
Alat pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner sebanyak 20 butir pertanyaan, yaitu 10 butir pertanyaan mengenai pengetahuan, 5 butir
pertanyaan mengenai sikap, dan 5 butir pertanyaan mengenai tindakan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh
peneliti yang sudah dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian ini.
3.2.4. Hasil Pengukuran
Adapun hasil pengukuran dalam penelitian ini adalah : 1 Pada butir pertanyaan mengenai pengetahuan, apabila responden menjawab
dengan benar akan diberi nilai 1, dan apabila responden salah menjawab akan diberi nilai 0.
2 Pada butir pertanyaan mengenai sikap, apabila responden menjawab ‘setuju’
akan diberi nilai 2, da n apabila responden menjawab ‘tidak setuju’ akan diberi
nilai 0. 3 Pada butir pertanyaan mengenai tindakan, apabila responden menjawab
dengan benar akan diberi nilai 2, dan apabila responden salah menjawab akan diberi nilai 0.
3.2.5. Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal, yaitu sebagai berikut :
1 Baik, apabila nilai jawaban responden mencapai 75 dari nilai tertinggi nilai 8-10.
2 Cukup, apabila nilai jawaban responden mencapai 40-75 dari nilai tertinggi nilai 4-7.
3 Kurang, apabila nilai jawaban responden hanya mencapai 40 dari nilai tertinggi nilai 0-3.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang, yaitu dengan satu kali pengamatan pada rentang waktu tertentu
yang ditentukan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMA Harapan 1 Medan. Pemilihan lokasi ini adalah karena siswa-siswi yang belajar di sekolah ini tergolong mudah untuk
memperoleh informasi dan pengetahuan di berbagai bidang karena selain terletak di ibukota propinsi dan bahkan tidak jauh dari pusat kota, sekolah ini juga telah
dilengkapi fasilitas perpustakaan dan juga akses internet.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012. Penelitian ini dimulai dengan penelusuran tinjauan pustaka, bimbingan dengan Dosen
Pembimbing, penyusunan proposal penelitian, seminar proposal, dan dilanjutkan dengan kajian lapangan mulai dari pengumpulan data sampai ke penulisan hasil
laporan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah : 1 Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA di kota Medan.
2 Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di SMA Harapan 1 Medan.
Berdasarkan survei awal penelitian, diperoleh jumlah populasi adalah 894 orang.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dan berstrata.
Pada penelitian ini terdapat tiga strata sampel, yaitu siswa-siswi kelas X, XI, dan XII.
Notoatmodjo 2005 menyatakan bahwa untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
1
dimana : n = jumlah sampel
N = jumlah populasi d = tingkat kepercayaan ketepatan yang diinginkan
Hasil perhitungan dengan memakai tingkat kepercayaan 90 atau d = 0,1 adalah :
0,1 1
0,01 1 ,
Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata memadai, maka dilakukan perimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing-
masing strata dengan mendistribusikan merata pada tiap kelas, yaitu : 1 Siswa-siswi kelas X =
⅓ x 90 = 30 orang. 2 Siswa-siswi kelas XI =
⅓ x 90 = 30 orang. 3 Siswa-siswi kelas XII =
⅓ x 90 = 30 orang.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian, dilakukan pula stratifikasi terhadap jenis kelamin antara siswa laki-laki dan siswi perempuan, yaitu :
1 Siswa laki-laki kelas X = ½ x 30 orang = 15 orang.
2 Siswi perempuan kelas X = ½ x 30 orang = 15 orang. 3 Siswa laki-laki kelas XI = ½ x 30 orang = 15 orang.
4 Siswi perempuan kelas XI = ½ x 30 orang = 15 orang. 5 Siswa laki-laki kelas XII
= ½ x 30 orang = 15 orang. 6 Siswi perempuan kelas XII = ½ x 30 orang = 15 orang.
4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1 Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a Responden masih berstatus sebagai siswa-siswi di SMA Harapan 1
Medan. b Responden masih duduk di kelas X, XI, dan XII.
2 Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : a Responden tidak menandatangani lembar persetujuan responden
penelitian. b Responden tidak mengisi lembar kuesioner dengan tepat dan lengkap.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu sebagai
berikut :
1 Data primer diperoleh melalui hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada responden, setelah sebelumnya peneliti memberikan penjelasan dan
menanyakan kesediaan responden untuk selanjutnya diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.
2 Data sekunder diperoleh dari bagian tata usaha SMA Harapan 1 Medan. Data yang dibutuhkan adalah jumlah siswa-siswi kelas X, XI, dan XII.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti, bukan kuesioner yang sudah terstandar standardized. Oleh
karena itu, peneliti melakukan uji coba terhadap kuesioner agar apabila digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian, kuesioner penelitian sudah benar-
benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur valid dan sudah dapat dipercaya atau dapat diandalkan reliabel.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara bertahap. Pertama, kuesioner akan divalidasi oleh dosen pembimbing, dokter yang lebih ahli untuk menilai,
mempertimbangkan, dan memutuskan kepresentatifan dan keterkaitan yang tinggi satu demi satu butir pertanyaan yang ada dalam kuesioner apakah sudah sesuai
dengan isi dan aspek yang akan diukur. Kuesioner yang sudah sesuai dengan isi dikatakan sudah memiliki validitas isi content validity, dan kuesioner yang
sudah sesuai dengan aspek yang akan diukur dikatakan sudah memiliki validitas konstruksi construct validity. Kemudian, kuesioner akan diujicobakan kepada
sejumlah subjek 20 orang yang mempunyai karakteristik yang sama dengan calon responden penelitian, yaitu masih berstatus sebagai siswa-siswi SMA di
kota Medan serta masih duduk di kelas X, XI, dan XII, kemudian data hasil uji coba diolah menggunakan program komputer Stastistical Product and Service
Solution SPSS dengan metode Total Pearson Correlation dan metode Cro bach’s Alpha.
Adapun data-data hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel
Nomor Pertanyaan
Total Pearson
Correlation Status
Cronbach’s Alpha
Status
Pengetahuan 1
2 3
4 5
0,709 0,743
0,623 0,525
0,608 Valid
Valid Valid
Valid Valid
0,688 Reliabel
Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel
Universitas Sumatera Utara
6 7
8 9
10 0,688
0,641 0,677
0,587 0,643
Valid Valid
Valid Valid
Valid Reliabel
Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel
Sikap 11
12 13
14 15
0,684 0,576
0,646 0,702
0,622 Valid
Valid Valid
Valid Valid
0,723 Reliabel
Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel
Tindakan 16
17 18
19 20
0,554 0,652
0,692 0,739
0,643 Valid
Valid Valid
Valid Valid
0,659 Reliabel
Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel
Adapun kesimpulan dari hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut :
1 Nilai r tabel pada jumlah data n = 20 dengan taraf signifikansi 0,05 adalah 0,444.
2 Untuk validitas, seluruh nilai r hitung yang didapat adalah lebih besar dari nilai r tabel, sehingga seluruh butir pertanyaan berstatus valid dan dapat
digunakan dalam penelitian. 3 Untuk reliabilitas, seluruh nilai Alpha yang didapat adalah lebih besar dari
nilai r tabel, sehingga seluruh butir pertanyaan berstatus reliabel dan dapat digunakan sebagai alat ukur yang sahih.
4.6. Metode Analisis Data