Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus: Perusahaan Parakbada, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun atau sebesar 70 persen. Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan budidaya, saat ini baru sekitar 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01 persen untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru mencapai 1,6 juta ton per tahun. Padahal kegiatan budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dikarenakan kondisi perairan di Indonesia beriklim tropis. Oleh karena itu, masih terdapat peluang untuk melakukan pemanfaatan sektor perikanan budidaya di Indonesia1.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memasok sekitar 30 persen produksi ikan yang ada di Indonesia. Produksi ikan di Jawa barat masih didominasi oleh sektor budidaya air tawar yang mencapai 620.000 ton, sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum maupun laut. Sentra produksi budidaya ikan air tawar di Jawa barat diantaranya adalah kota Sukabumi, Garut, Cianjur dan Bogor. Produksi yang dihasilkan kota Sukabumi untuk sektor budidaya mencapai 3.094 ton, kota Garut mencapai 26.170 ton, kota Cianjur mencapai 68.746 ton, dan kota Bogor mencapai 24.558 ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008).
Beberapa jenis ikan air tawar yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat diantaranya adalah ikan nila, mas, lele, patin, dan gurame. Pada Tabel 1 memperlihatkan produksi budidaya air tawar berdasarkan kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009.
1
Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara Asia, Up dateData Perikanan. Diakses pada tanggal 17 April 2012.
(2)
2
Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009
No Kabupaten/Kota Produksi (ton)
Nila Mas Lele Patin Gurame 1 Kab. Cianjur 20.600 34.362 248 1.319 2.884
2 Kota Tasikmalaya 1.771 1.540 566 0 691
3 Kab. Tasikmalaya 4.460 9.215 583 0 509
4 Kota Bogor 559 470 480 485 390
5 Kab. Bogor 1.826 3.857 18.313 581 1.946
6 Kota Cirebon 14 8 34 7 2
7 Kab. Cirebon 245 199 448 45 283
8 Kota Bandung 468 1.260 891 0 0
9 Kab. Bandung Barat 10.635 12.412 394 3.611 189 10 Kab. Purwakarta 23.831 39.745 250 6.617 1
11 Lainnya 22.714 26.230 25.834 247 6.126
Sumber: Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2010 (diolah)
Tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap kota dan kabupaten di Jawa Barat menghasilkan produksi ikan yang berbeda-beda. Kota Tasikmaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Purwakarta yang merupakan sentra produksi ikan nila yang mencapai 1.771 ton sampai 23.831 ton per tahunnya. Komoditi ikan mas dihasilkan oleh Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta, untuk sentra produksi ikan lele yang mencapai 18.313 ton pertahunnya dihasilkan oleh Kabupaten Bogor. Untuk ikan patin mayoritas dihasilkan oleh Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta. Sedangkan untuk sentra gurame di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Kota Bogor dan Kabupaten Bogor mempunyai produksi yang cukup merata untuk setiap komoditi yang dihasilkan.
Kota Bogor merupakan salah satu daerah penghasil ikan air tawar yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Hasil perikanan budidaya air tawar yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kota Bogor adalah ikan lele. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Perikanan Jawa Barat (2009), produksi ikan lele Kota Bogor mencapai 470,37 ton untuk ikan lele ukuran konsumsi, sedangkan untuk benih ikan lele mencapai 100.000.000 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Bogor memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budidaya ikan lele.
(3)
3 Menurut Prasetya (2011), permintaan akan ikan lele di wilayah Bogor mencapai 30 ton per hari. Hal tersebut membuat pengusaha budidaya ikan lele dapat memiliki pasar yang prospektif.
Salah satu jenis ikan lele yang banyak dibudidayakan pembudidaya ikan lele adalah ikan lele Sangkuriang (Clarias sp). Ikan lele ini adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Oleh karena itu, ikan lele jenis Sangkuriang memiliki prospek pasar yang cukup baik dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi air yang minimum, sehingga masyarakat banyak membudidayakannya. Selain itu ikan ini juga dapat dipijahkan sepanjang tahun, tumbuh lebih cepat, dapat hidup pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dan dapat mencapai ukuran yang lebih besar, dan dapat diberikan pakan tambahan bermacam-macam.
Tabel 2. Karakteristik Pertumbuhan Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo
Deskripsi Lele
Sangkuriang Lele Dumbo Pendederan I (Benih berumur 5-26 hari)
Pertumbuhan harian (%) 29,26 20,38
Panjang standar (cm) 3-5 2-3
Kelangsungan hidup (%) >80 >80
Pendederan II (Benih berumur 26-40 hari)
Pertumbuhan harian (%) 13,96 12,18
Panjang standar (cm) 5-8 3-5
Kelangsungan hidup (%) >90 >90
Pembesaran
Pertumbuhan harian selama 3 bulan (%) 3,53 2,73
Pertumbuhan harian ikan indukan 0,85 0,62
Konversi pakan (ton) 0,8-1 >1
Sumber: Warta budidaya ikan dalam Rahmatun (2007)
Tabel 2 menunjukkan bahwa, terdapat banyak keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele Sangkuriang dibanding ikan lele lainnya (ikan lele Dumbo). Keunggulan ikan lele sangkuriang, panjang standar benih berumur 5-26 hari mencapai 3-5 cm lebih panjang dibanding dengan benih lele dumbo pada umur yang sama yakni 2-3 cm. selain itu, konversi pakan ikan lele sangkuriang (pembesaran) mencapai 0,8-1 ton lebih sedikit dibanding dengan konversi pakan lele dumbo yang mencapai lebih dari satu ton. Keunggulan ini menunjukkan
(4)
4 bahwa lele sangkuriang memiliki perspektif yang lebih bagus daripada lele dumbo.
Salah satu perusahaan yang mengusahakan komoditi ikan lele Sangkuriang adalah perusahaan Parakbada. Perusahaan ini terletak di Katulampa, Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini berdiri pada awal bulan Mei 2011, sehingga tergolong perusahaan baru yang bergerak dibudidaya ikan lele.
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan budidaya juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perencanaan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga input (pakan) yang cenderung meningkat menyebabkan perubahan pada biaya produksi.
Dengan demikian, penting melakukan analisis kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yaitu dapat membantu para pelakunya menyusun perencanaan yang baik sehingga dapat memajukan usaha tersebut sesuai dengan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta memastikan bahwa akan memberikan hasil yang optimal. Dengan adanya analisis tersebut juga dapat melakukan keputusan dengan baik mengenai upaya dalam pemasaran produk yang dihasilkan, agar kegiatan usaha tersebut dapat memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat. Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis finansial dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV),
Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period (DPP).
Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas agar jika terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan manfaat dan biaya bisa menjadi pedoman bagi pihak yang berkaitan. Analisis kelayakan usaha ini berguna untuk mengetahui apakah usaha tersebut memiliki prospek yang baik di masa mendatang.
1.2. Perumusan Masalah
Ikan lele Sangkuriang merupakan komoditas perikanan budidaya. Ikan lele ini memiliki keunggulan antara lain dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, serta dapat dipijahkan sepanjang
(5)
5 tahun. Dengan adanya keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele ini, membuat banyak orang yang tertarik untuk berinvestasi pada usaha budidaya (pembenihan dan pembesaran) ikan lele Sangkuriang.
Salah satu perusahaan yang melakukan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di Bogor adalah Perusahaan Parakbada. Perusahaan ini didirikan secara “founder – mendirikan usaha secara bersama” oleh Ibu Susi, Bapak Iyos, Bapak Fauzi, Bapak Amruh Kumandang, dan Bapak Faisal.
Perusahaan Parakbada merupakan perusahaan yang baru berdiri. Awal pembangunan tempat produksi (usaha) dilakukan pada bulan Mei 2011. Sekarang, perusahaan ini memiliki 65 buah kolam yang terdiri atas lima kolam pemijahan, tiga kolam pemeliharaan indukan, 10 kolam pembesaran, delapan kolam penyortiran, satu kolam pemeliharaan calon induk, dan sisanya sebanyak 38 kolam penetasan. Perusahaan mulai melakukan budidaya pada pertengahan bulan Juli 2011 dimana sampai sekarang baru melakukan produksi sebanyak satu kali, dimana hasilnya mencapai enam kuintal. Namun untuk pemijahan sudah bisa dilakukan hampir setiap minggu, tergantung dari kondisi indukan yang dimiliki. Pada proses pemijahan, didapatkan benih sebanyak 20-30 ribu ekor benih per satu kali pemijahan, tergantung dari kombinasi indukan yang dipakai. Perusahaan ini menjual benih ikan lele seharga Rp 200,00 per ekor dan untuk ikan lele konsumsi antara Rp 11.000,00 sampai dengan Rp 14.000,00 per kg.
Pengelola perusahaan ini berpendapat bahwa Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang memiliki prospek yang baik, mengingat tingginya permintaan benih lele dan lele konsumsi yang tidak diimbangi dengan pasokan (penawaran). Hasil wawancara dengan Ibu Susy, permintaan terhadap ikan lele konsumsi di wilayah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mencapai 150 ton per hari. Namun pasokan yang ada di pasar hanya sekitar 70-80 ton per hari, sehingga terdapat kekurangan pasokan sekitar setengah dari jumlah permintaan tersebut. Hal ini menjadi peluang tersendiri yang ingin dimanfaatkan oleh pengelola Perusahaan Parakbada.
Berdasarkan hasil wawancara, pihak pengelola Perusahaan Parakbada memberikan pernyataan bahwa usaha pembenihan ikan lele lebih menguntungkan
(6)
6 dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan lele. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu apa benar usaha pembenihan ikan lele lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan lele. Hal ini lah yang menjadi alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini, yakni menggunakan Skenario I (Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele dengan Modal Sendiri), Skenario II (usaha pembenihan ikan lele), Skenario III (Usaha Pembesaran Ikan Lele) dan Skenario IV (Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele dengan Modal Pinjaman).
Hasil dari wawancara dengan Ibu Susi, pada awal melakukan Usaha ini (pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang) sebenarnya perusahaan membutuhkan investasi yang besar, yakni sekitar Rp. 80 juta. Namun, modal yang didapat dari founder terkumpul sekitar Rp. 60 juta saja. Hal ini mengakibatkan Usaha tersebut kurang berjalan optimal, seperti dalam hal penyediaan pakan dan proses produksi. Walaupun dalam Usaha ikan lele ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi karena ikan lele Sangkuriang merupakan ikan yang mudah untuk dibudidayakan, namun besaran biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang diperoleh. Besarnya investasi yang dikeluarkan harus disesuaikan dengan skala usaha yang dilakukan dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Permasalahan selanjutnya yang dihadapi pada Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele ini yaitu biaya pakan (input) yang mengalami kenaikan harga. Hasil wawancara dengan ibu Susy (saat penelitian), terjadi kenaikan pakan, misal pakan lele konsumsi jenis L1 (pakan untuk ikan lele berukuran 5-7 cm) yang awalnya seharga Rp 5.500,00 per kg, sekarang mencapai Rp 7.500,00 per kg. Selain itu, harga cacing sutera yang awalnya seharga Rp 5.000,00 per takar naik menjadi Rp 7.000,00 per takar. Peningkatan biaya variabel seperti harga pakan masuk dalam permasalahan karena biaya variabel (pakan) merupakan biaya utama yang dikeluarkan dalam Usaha lele ini. Kenaikan harga pakan membuat Usaha ikan lele ini mengalami kenaikan biaya produksi, sehingga harga jual output akan mengalami kenaikan. Ketika harga jual output meningkat maka akan berdampak pada penurunan penjualan output tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.
(7)
7 Dari permasalahan-permsalahan tersebut, maka diperlukan analisis kelayakan Usaha budidaya ikan lele Sangkuriang untuk mengetahui kelayakan dari Usaha tersebut, sehingga investasi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha ini dapat mendatangkan keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga pentingnya melakukan analisis kelayakan ini adalah untuk mengembangkan usaha yang dijalankan di masa mendatang. Agar perusahaan tersebut menjadi skala yang lebih besar serta mampu memenuhi permintaan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi di wilayah JABODETABEK, khususnya di wilayah Bogor.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana kelayakan aspek non finansial Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh Perusahaan Parakbada dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan lingkungan?
2) Bagaimana kelayakan aspek finansial Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilihat dari kriteria investasi Net Present Value (NPV),
Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period
(DPP) pada empat skenario?
3) Bagaimana pengaruhnya jika terjadi penurunan harga jual output (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi), penurunan produksi (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi) dan peningkatan biaya produksi (pakan) dan pada Usaha lele Sangkuriang?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Menganalisis kelayakan Usaha ikan lele Sangkuriang ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek lingkungan dan sosial) dan aspek finansial dilihat dari kriteria investasi yakni Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal rate of Return (IRR), dan Discounted Payback Period (DPP).
2) Menganalisis sensitivitas dari Usaha ikan lele Sangkuriang apabila terjadi penurunan harga jual output (benih lele dan ikan lele Sangkuriang ukuran
(8)
8 konsumsi), penurunan produksi (benih lele dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi) dan peningkatan biaya pakan pada Usaha lele Sangkuriang.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan melihat permasalahan-permasalahan yang ada pada penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, seperti bagi peneliti yakni penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah, bagi
pemilik usaha yakni penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat dalam mengembangkan keberlanjutan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele sangkuriang, dan bagi calon investor yakni memberikan gambaran mengenai kondisi Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele sangkuriang, khususnya di tempat penelitian ini dilakukan, serta bagi pembaca
yakni sebagai bahan informasi, pengetahuan dan literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji aspek-aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial. Hal ini dilakukan untuk meneliti kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang pada Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
(9)
9
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Ikan Lele Sangkuriang
Ikan lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele Dumbo melalui silang balik (backcross), sehingga klasifikasinya sama dengan lele Dumbo. Meskipun induk awal lele Sangkuriang berasal dari ikan lele Dumbo, antara keduanya tetap memiliki perbedaan.
Secara umum morfologi ikan lele Sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan ikan lele Dumbo. Hal tersebut terjadi karena ikan lele Sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele Dumbo. Tubuh ikan lele Sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada terdapat sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakaan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.
Lukito (2002) menyatakan ikan lele Sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam air maksimum 30 cm.
Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan (Simanjuntak 1989).
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu
Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil tinjauan beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian yaitu kelayakan usaha, baik pada
(10)
10 sektor budidaya komoditas maupun pada perusahaan. Terdapat tinjauan penelitian terdahulu dalam kajian ini yang membahas mengenai kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele.
Penelitian Anggraini (2008), Kemala (2010), Rohmawati (2010), Rubiana (2010), Sari Sulaiman (2010), dan Surahmat (2009) memiliki tujuan yang sama, yakni menganalisis kelayakan usaha dilihat dari aspek finansial dan non finansial aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan sosial ekonomi serta menganalisis sensitivitas kelayakan usaha. Namun dalam Rubiana (2010) menambahkan aspek hukum pada analisis non finansial. Perbedaan ini dipicu akibat sudah atau belum adanya perijinan resmi legalitas (seperti SIUP) yang ada dalam perusahaan tempat penelitian terkait.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian Anggraini (2008), Kemala (2010), Rohmawati (2010), Rubiana (2010), Sari Sulaiman (2010), dan Surahmat (2009) adalah metode analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif untuk mengkaji aspek non finansial yakni aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek lingkungan dan sosial ekonomi. Analisis kuantitatif untuk mengkaji aspek finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi yakni Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost (Net B/C Ratio), Payback Period, dan analisis sensitivitas switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel.
Hal yang membedakan penelitian Anggraini (2008), Kemala (2010), Rohmawati (2010), Rubiana (2010), Sari Sulaiman (2010), dan Surahmat (2009) adalah pada komoditi yang diteliti. Pada Anggaraini (2008) ) melakukan penelitian kelayakan pada komoditi ikan mas, Kemala (2010) dan Sari Sulaiman (2010) melakukan penelitian kelayakan pada komoditi ikan bawal air tawar, Rohmawati (2010) melakukan penelitian kelayakan pada komoditi ikan hias air tawar, Rubiana (2010) melakukan penelitian kelayakan pada komoditi ikan bandeng.
Rubiana (2010) melakukan analisis sensitivitas switching value menunjukkan usaha pembesaran ikan bandeng dengan KJA yang menggunakan dua skenario yakni Skenario I menggunakan modal sendiri dan Skenario II
(11)
11 menggunakan modal pinjaman dimana kedua Skenario memiliki kepekaan tinggi jika dilihat dari parameter penurunan harga jual ikan bandeng, sedangkan parameter pengingkatan harga pakan dan penurunan produksi dinilai tidak sensitif. Namun dalam penelitian Kemala (2010) kenaikan harga (10 persen) tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada Skenario I (Usaha pembenihan ikan bawal air tawar), Skenario II (Usaha pembenihan dan pendederan ikan bawal air tawar), dan III (Usaha pembenihan, pendederan, pembesaran ikan bawal air tawar). Namun kenaikan harga pakan tersebut berpengaruh sangat sensitif pada Skenario IV (Usaha pembesaran ikan bawal air tawar).
Nur (2012) dalam penelitiannya menyatakan kriteria kelayakan dari aspek non finansial yakni aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya. Pada aspek pasar yakni permintaan akan produk melebihi penawaran yang ada di pasar dan strategi pemasaran yang diterapkan baik dari harga, produk, promosi, dan distribusi menjadikan produk dapat diterima dan bersaing di pasar. Pada aspek teknis yakni secara keseluruhan tidak terdapat kendala atau permasalahan yang menghambat jalannya usaha. Pemilihan lokasi usaha, skala usaha, proses produksi, tata letak, dan pemilihan teknologi mampu menghasilkan produk secara optimal dan mendukung untuk dilakukan pengembangan usaha. Pada aspek manajemen dan hukum yakni pelaksanaan fungsi manjemen terlaksana dengan baik dan benar tidak menentang hukum dan izin usaha dari pihak RT dan Desa sudah dimiliki oleh Cahya Mandiri. Usaha ini juga telah memiliki izin usaha resmi berupa SIUP dan TDP. Pada aspek sosial ekonomi budaya yakni tidak menghasilkan limbah, dapat meningkatkan pendapatan keluarga pekerja, dan tidak bertentangan dengan kebiasaan masyarakat sekitar baik dari segi agama, nilai sosial, dan norma sosial masyarakat.
Lestari (2011) melakukan penelitian kelayakan usaha pembenihan pada komoditi ikan lele Sangkuriang di Usaha Bapak Endang, Desa Gadog Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dari hasil analisis finansial didapatkan bahwa usaha Bapak ending menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 364.446.022,00, IRR sebesar 32,25 persen, Net B/C sebesar 2,20 dan payback
(12)
12 menggunakan lahan sewa dan modal sendiri menghasilkan nilai NPV sebesar rp 861.543.234,00, IRR sebesar 78,78 persen, Net B/C sebesar 4,20 dan payback
period selama 1,89 tahun. Penelitian tersebut menitikberatkan pada
pengembangan usaha. Hal inilah yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu, Lestari (2011). Ini terjadi karena adanya perbedaan umur usaha dan skala ekonomis antara penelitian Lestari (2011) dengan penelitian sekaran di Perusahaan Parakbada, Kelurahan Katulampa, Bogor.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada kriteria analisis kelayakan usaha yaitu menggunakan alat analsis data seperti Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan analisis Switching value. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengambil topik dan komoditi yang berbeda yaitu analisis kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele dan tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Dalam menentukan periode pengembalian, penelitian ini tidak menggunakan Payback
(13)
13
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di Perusahaan Parakbada yang terletak di Katulampa, Kota Bogor.
3.1.1. Pengertian Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya mengalisis layak atau tidak layak suatu bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasikan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar 2007). Untuk melakukan kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek yang akan dipelajari. Banyak dan sedikit aspek yang akan dinilai serta kedalaman analisis tergantung pada besar kecilnya proyek yang akan dilakukan. Masing-masing aspek bisa dinilai dengan metode analisis yang berbeda-beda (Husnan dan Suwarsono 2000). Kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat investasi yang terdiri dari :
1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut sebagai manfaat finansial).
2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional).
3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.
3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan
Untuk melakukan studi kelayakan bisnis, terlebih dahulu harus ditentukan aspek yang akan dianalisis. Banyak dan sidikitnya aspek yang akan dinilai serta kedalaman analisis tergantung pada besar kecilnya proyek yang akan dilakukan (Husnan dan Suwarsono 2000).
1) Aspek Pasar
Aspek pasar menempati kedudukan pertama dalam pertimbangan investor dan pendekatan yang digunakan oleh investor dalam memperebutkan konsumen.
(14)
14 Kadariah, Lien K, Clive G (1999) menyatakan bahwa aspek komersial berhubungan dengan penawaran input yang diperlukan proyek, baik saat membangun proyek maupun saat proyek sudah berproduksi dan menganalisis pemasaran output yang akan diproduksi proyek. Untuk mendapatkan tanggapan dari pasar yang diinginkan, maka para pemasar membentuk bauran pemasaran yang terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi
(promotion) atau disebut dengan 4P. Bauran pemasaran ini merupakan bauran
yang paling sering digunakan.
Menurut Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A (2009) aspek pasar dan pemasaran mempelajari tentang :
1. Permintaan, baik secara total maupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari impor. Bagaimana perkembangan dimasa lalu dan bagaimana perkiraan dimasa yang akan datang.
3. Harga, dilakukan dengan perbandingan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya.
4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan. 5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa
dikuasai.
2) Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan aspek yang berkaitan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun.
Umar (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga hal pokok yang dihadapi suatu proyek terkait dengan aspek teknis yakni penentuan lokasi usaha atau posisi perusahaan (strategi produksi, kualitas produk), desain usaha (pemilihan teknologi, layout), dan operasional usaha (rencana produksi, penjadwalan kerja pegawai).
(15)
15
3) Aspek Manajemen
Aspek manajemen berhubungan dengan bagaimana merencanakan pengelolaan proyek dalam pelaksanaannya. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan mengenai sesuai atau tidaknya proyek tersebut dengan susunan organisasi proyek. Hal yang diperlukan dalam aspek manajemen adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan, persyaratan yang diperlukan untuk menjalankan usaha, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 1994).
4) Aspek Hukum
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), tujuan dari aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki.
Aspek hukum mempelajari bentuk badan usaha yng akan digunakan, jaminan dalam mengajukan pinjaman.selain itu aspek hukum dalam kegiatan bisnis dipelukan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat bekerjasama dengan pihak lain.
5) Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Dalam aspek sosial ekonomi dan lingkungan yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial dan lingkungan terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial akan memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi bisnis. Pada analisis aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak.
6) Aspek Finansial
Dalam pengkajian aspek finansial diperhitungkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan atau mengoperasikan kegiatan bisnis. Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis aspek finansial merupakan proyeksi anggaran penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang pada setiap tahunnya. Pada perusahaan yang telah berjalan, analisis finansial atau keuangan didasarkan pada data historis perusahaan sejak
(16)
16 perusahaan tersebut dimulai, sedangkan untuk perusahaan yang baru berjalan, laporan tersebut akan digunakan untuk memproyeksikan perusahaan sampai umur proyek.
Tujuan dari dilakukannya analisis finansial ini adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan menilai suatu proyek akan dapat berkembang sehingga secara finansial dapat beridiri sendiri.
3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat
Pada analisis proyek, tujuan-tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manafaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dikategorikan sebagai berikut.
1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang seperti: tanah, bangunan, pabrik, mesin.
2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja.
3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga,dan pinjaman.
Manfaat juga dapat diartikan sebagi sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:
1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dilaksanakan sebagai akibat dari investasi, seperti peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja
2. Manfaat yang tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi.
Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi
(17)
17 adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger 1986).
3.1.4. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)
Konsep nilai waktu uang (time value of money) menyatakan bahwa nilai sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (future value). Terdapat dua hal yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu (time preference) sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang memilki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui kegiatan produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al. 1999)
3.1.5. Kriteria Kelayakan Investasi
Menurut Kadariah et al. (1978), umumnya terdapat empat kriteria investasi yang dapat digunakan untuk penilaian kelayakan dari investasi suatu proyek, yakni sebagai berikut.
1) Net Present Value (NPV)
NPV merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, yang merupakan selisih kini dari benefit dengan nilai kini dan biaya. NPV ini menunjukkan manfaat bersih yang diterima usaha selama umur usaha pada tingkat suku bunga tertentu.
• NPV > 0, artinya usaha tersebut sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan atau diteruskan.
• NPV < 0, artinya usaha merugikan dan tidak dapat dilaksanakan.
• NPV = 0, artinya usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi.
2) Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan tingkat suku bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR
(18)
18 adalah tingkat rata-rata keuntungan interen tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh bisnis untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan.
3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih pada tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. Metode ini digunakan untuk menghitung antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa mendatang dengan nilai sekarang investasi. Nilai Net B/C lebih besar dari satu (Net B/C > 1) artinya usaha dianggap layak untuk dilaksanakan secara finansial. Net B/C kurang dari satu (Net B/C < 1) artinya usaha tidak layak untuk dilaksanakan secara finansial. Net B/C sama dengan satu (Net B/C = 1) maka biaya yang dikeluarkan sama dengan keuntungan yang didapatkan.
4) Payback Period (PP)
Payback Period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan manfaat bersih setelah pajak.
Discounted Payback Period (DPP)merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk mengukur periode pengembalian investasi dengan menggunakan manfaat bersih yang telah dikalikan dengan tingkat suku bunga (Discount Rate).
3.1.6. Analisis Laba Rugi Usaha
Analisi laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam kurun waktu tertentu. Menurut Umar (2007), proyeksi laba rugi disusun oleh data-data pendapatan dan biaya. Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi akan memudahkan untuk menentukan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu perusahaan dan juga digunakan untuk menghitung jumlah penjualan minimum baik dari kuantitas atau pun nilai uang dari suatu aktivitas bisnis, nilai produksi
(19)
19 atau penjualan tersebut merupakan titik impas. Selain itu, laporan laba rugi dapat dipakai untuk menaksir pajak yang akan dimasukkan ke dalam cashflow studi kelayakan bisnis (Nurmalina et al. 2009).
3.1.7. Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah et al (1999), analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek jika terjadi suatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan benefit, sedangkan Nurmalina et al. (2009) menyatakan bahwa analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan..
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah analisis nilai pengganti
(switching value). Perhitungan switching value mengacu pada berapa besar
perubahan yang terjadi yang menyebabkan nilai NPV = 0 atau merupakan titik impas selama umur usaha. NPV = 0 akan membuat nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga dan nilai Net B/C = 1. Dengan melakukan analisis switching value, dapat dicari besar perubahan yang mengakibatkan usaha tetap layak dijalankan, yaitu yang mengakibatkan nilai NPV > 0, IRR > tingkat suku bunga, dan Net B/C > 1.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Analisis kelayakan pada Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang ini diawali dengan jumlah permintaan (benih ikan lele dan lele konsumsi) khususnya di daerah Bogor. keterbatasan modal menjadi sebab utama dalam melakukan usaha ini, karena dalam menjalankan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele sangkuriang ini membutuhkan modal yang tidak sedikit. Selain itu, adanya kecenderungan kenaikan biaya variabel (biaya input) yang menyebabkan terganggunya kegiatan produksi yang berakibat pada keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pentingnya melakukan analisis kelayakan Usaha ikan lele. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah Usaha ikan lele ini layak atau tidak untuk dilaksanakan. Dalam analisis kelayakan ini perlu memperhatikan beberapa aspek penting seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek
(20)
20 manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, serta aspek finansial.
Setelah data terkumpul, maka melakukan identifikasi dan analisis data yang diperoleh, baik berupa data primer maupun data sekunder. Melakukan Identifikasi mengenai aspek non finansial dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Kemudian mengidentifikasi aspek finansial secara kuantitatif serta mengintrepetasikan hasilnya.
Hasil dari seluruh analisis tersebut yang meliputi analisis non finansial dan finansial, akan digunakan untuk menentukan apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Jika layak, maka usaha tersebut dapat terus dijalankan dan dapat dilakukan upaya pengembangan. Namun jika tidak layak, maka dapat dilakukan evaluasi terhadap usaha tersebut. Kemudian dapats ditarik kesimpulan dan saran bagi usaha pengembangan tersebut. Skema kerangka pemikiran operasional secara terstruktur dapat dilihat pada Gambar 1.
(21)
21
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
REKOMENDASI
Tidak Layak Layak
Analisis Sensitivitas dan Switching value
Analisis Aspek Non Finansial
1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis 3. Aspek Manajemen 4. Aspek Hukum 5. Aspek Sosial Ekonomi
dan Lingkungan Skenario I (Pembenihan dan Pembesaran) (Modal sendiri) Skenario IV (Pembenihan dan Pembesaran) (Modal pinjaman) Skenario III (Pembesara n ikan lele – modal pinjam) Skenario II
(Pembeniha n ikan lele –
modal pinjam)
Analisis Finansial
Permasalahan:
• Permintaan yang tinggi, tetapi hasil produksi belum dapat mencukupi
• Kurangnya modal untuk investasi • Kenaikan total biaya pakan
Ikan lele sangkuriang memiliki nilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dikembangkan, serta memiliki keunggulan dibanding dengan ikan lele jenis lain.
Bogor merupakan sentra penghasil ikan Lele
Perusahaan Parakbada merupakan perusahaan tergolong baru bergerak di bidang pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang.
Kriteria kelayakan investasi
1. NPV 2. IRR 3. Net B/C
4. Discounted Payback
(22)
22
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele pada perusahaan Parakbada ini merupakan usaha yang baru berdiri. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada awal bulan November sampai pertengahan Desember 2011.
4.2. Metode Penentuan Responden
Metode penentuan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara purposive. Purposive merupakan metode penentuan responden yakni subyek dipilih berdasarkan tujuan peneliti yang disesuaikan dengan keahliannya dalam bidang yang diteliti. Responden yang dipilih dari pihak internal perusahaan yaitu pemilik sekaligus pengelola Parakbada dan pekerja perusahaan. Sedangkan untuk pihak eksternal yaitu aparat desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat umum yang ada di sekitar perusahaan.
4.3. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kasus, yakni prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang diteliti berupa individu, suatu kelompok, lembaga, maupun masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara terperinci mengenai karakter-karakter khas dari kasus yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Sekaran 2006). Analisis deskriptif menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif dengan wawancara dan kuisioner. Pada penelitian ini, analisis deskriptif kualitatif untuk mendekripsikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek non finansial. Sementara itu analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mendiskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek finansial.
(23)
23
4.4. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yakni Ibu Susy, Mang Lim, Mang Andri, serta dengan pengamatan langsung di lapangan dan kuisioner. Data primer tersebut meliputi data-data mengenai kondisi geografis setempat, data aspek non finansial dan finansial dari usaha yang diteliti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil riset terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, internet yang berkaitan, dan instansi-instansi yag terkait seperti Kelurahan Katulampa, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakan FEM IPB, Balai Riset Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar, artikel, hasil riset, dan bahan pustaka yang lain.
4.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan 1 November 2011 sampai pertengahan Desember 2011 di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor dan instansi pemerintah yakni Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor serta kantor Kelurahan Katulampa, Kota Bogor. Teknik pengumpulan data (data kualitatif dan kuantitatif) dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner oleh pengelola Perusahaan Parakbada. Wawancara yakni pengumpulan data dengan langsung mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti. Pengisian kuesioner yakni teknik pengumpulan data dengan menyusun pertanyaan yang terstruktur kemudian dilakukan pengisian oleh pihak-pihak yang terkait yakni Ibu Susy dan tenaga kerja Perusahaan Parakbada.
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan sekunder yang telah didapatkan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif dan kuantitatif sehingga pengolahan data dilakuan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dan informasi secara kualitatif digunakan untuk keperluan analisis aspek non finansial yang mencakup aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan lingkungan, sedangkan pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial dari usaha. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan komputer,
(24)
24 yakni menggunakan software Microsoft Excel 2007 dimana data disajikan dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah dalam melakukan analisis.
4.6.1. Aspek Pasar
Analisis aspek pasar bertujuan untuk mengetahui besar potensi pasar yang tersedia, mengetahui luas pasar, jumlah permintaan terhadap produk dan kondisi persaingan.
1. Potensi Pasar
Permintaan dapat diamati secara total maupun diperinci berdasarkan daerah, jenis konsumen, dan perkiraan proyeksi permintaan. Usaha dikatakan layak apabila memiliki potensi pasar yang yang tinggi, yakni adanya permintaan pasar lebih tinggi dari penawaram sehingga perusahaan memiliki peluang untuk memasok kekurangan tersebut..
2. Strategi pemasaran
Mencakup strategi pemasaran yang terkait dengan bauran pemasaran yakni produk, harga promosi, dan distribusi. Usaha layak apabila memiliki strategi pemasaran yang meliputi produk, harga promosi dan distribusi) yang jelas, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
3. Pangsa Pasar (Market Share)
Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan cara:
%
Usaha layak apabila memiliki pangsa pasar nilai market share lebih dari nol atau bernilai positif, karena perusahaan masih memiliki kesempatan untuk mengembangkan usahanya.
4.6.2. Aspek Teknis
Aspek teknis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mencakup kegiatan pembenihan dan pembesaran serta penangangan pascapanen ikan lele Sangkuriang, yakni persiapan produksi, faktor-faktor input, kegiatan produksi, penanganan permasalahan hama dan penyakit dan sistem penanganan pascapanen dari ikan lele. Usaha dikatakan layak apabila lokasi usaha, proses produksi, skala usaha, dan layout yang digunakan dapat menghasilkan produk secara optimal .
(25)
25
4.6.3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai pengetahuan, pengalaman, dan keahlian pengusaha dan pekerja dalam melakukan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele, kemampuan manajerial dan manajemen pengusaha dalam kaitannya dengan hubungan kepada para tengkulak atau pengecer dan peran lembaga pendukung. analisis dikatakan layak apabila kegiatan usaha yang dilakukan telah terkoordinasi dengan baik dalam hal pembagian tanggung jawab pekerjaan.
4.6.4. Aspek Hukum
Aspek Hukum yang dianalisis dalam penelitian ini mengenai kelegalitasan dari perusahaan. Tujuan dari analisis aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki. Pada aspek hukum ini akan dilihat legalitas perusahaan seperti badan hukum perusahaan yang dipilih seperti apakah Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi, atau Yayasan. Analisis layak apabila memiliki legalitas yakni pemiliki memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk), mendapat izin usaha dari RT/RT atau pemerintah setempat.
4.6.5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Apsek sosial ekonomi dan lingkungan yang dianalisis yakni mencakup kontribusi Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele yang dilakukan oleh pengusaha terhadap masyarakat sekitar seperti dalam penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap pembangunan dan pendapatan daerah, serta dampak dari adanya Usaha usaha tersebut terhadap lingkungan sekitar desa tempat penelitian. Analisis dikatakan layak apabila usaha yang bersangkutan tidak menghasilkan limbah yang dapat merugikan lingkungan atau masyarakat sekitar, dan tidak bertentangan dengan aspek sosial ekonomi sekitar.
4.6.6. Aspek Finansial
Salah satu metode untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah menggunakan metode cash flow analisis (Kadariah et al. 1999). Beberapa kriteria
(26)
26 yang dipakai dalam penilaian kelayakan adalah Nilai Bersih Sekarang (Net
Present Value), Rasio Manfaat Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Rasio),
Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) dan Masa Pengembalian Investasi (Discounted Payback).
1) Net Present Value (NPV)
Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih. Suatu bisnis dikatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. NPV adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
/ / /
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis, tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 i = Tingkat DR (Dicount Rate) (1,625% untuk Skenario I; 1,840%
untuk Skenario II, III, IV)
2) Internal Rate of Return (IRR)
Kelayakan bisnis juga dinilai seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Perhitungan IRR umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif). Berikut rumus IRR:
Dimana:
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
(27)
27 NPV2 = NPV negatif
3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif. Manfaat bersih yang menguntungkan bisnis dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t
i = Discount rate (1,625% untuk Skenario I; 1,840% untuk
Skenario II, III, IV)
t = 9 Periode (1 Periode = 3 bulan)
4) Discounted Payback Period (DPP)
Metode ini mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang PP-nya singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar akan dipilih. Discounted Payback Period menggunakan manfaat bersih yang telah dikalikan dengan Discount Rate (DR).
Dimana:
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Abdiscounted = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap
tahunnya yang telah dikalikan dengan DR.
5) Analisis Sensitivitas
Analisis ini digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.
(28)
28 Analisis ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan dating (Kadariah, Lien K, Clive G 1999).
Nilai pengganti atau switching value merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas (Gittinger 1986). Analisis switching value ini merupakan perhitungan untuk mengukur “perubahan maksimum” dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak.
4.7. Asumsi Dasar yang Digunakan
Dalam melakukan analisis kelayakan pada Perusahaan Parakbada, Katulampa, Bogor, Provinsi Jawa Barat ini menggunakan beberapa asumsi dasar yakni sebagai berikut.
a) Usaha yang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri pada Skenario I (Pembenihan dan Pembesaran ikan lele modal sendiri). Modal pinjaman digunakan pada Skenario II (Pembenihan ikan lele), Skenario III (Pembesaran ikan lele), dan Skenario IV (Pembenihan dan pembesaran ikan lele). Skenario I merupakan potret dari perusahaan, Skenario II dan III dibuat untuk mengetahui kegiatan yang paling layak untuk dijalankan, sedangkan Skenario IV muncul karena untuk mengetahui kelayakan usaha dimana modal yang digunakan ialah modal pinjaman.
b) Besarnya pinjaman pada Skenario II dan Skenario III adalah Rp 60.000.000,00, sedangkan pada Skenario IV sebesar Rp 70.000.000,00. Besarnya pinjaman tersebut berdasarkan dengan kebutuhaan dana yang dibutuhkan.
c) Discount Rate (DR) yang digunakan merupakan suku bunga Bank
Indonesia per November sebesar 6,50 persen, dimana 6,50 persen tersebut dibagi menjadi 4 (banyaknya periode dalam setahun), sehingga per periode DR = 1,625 persen. DR ini digunakan untuk DR Skenario I (modal sendiri). DR yang digunakan pada Skenario II, III dan IV merupakan suku
(29)
29 bunga berdasarkan Bank BRI2 yang mulai berlaku 31 Desember 2012 yakni sebesar 10 persen, sehingga per periode sebesar 2,50 persen.
d) Pinjaman dilakukan pada Skenario II, III, dan IV. Pinjaman dilakukan pada periode 1, mulai dikembalikan periode 1 hingga periode 8, terdapat grace
period dengan tingkat suku bunga pinjaman BRI 10 persen per tahun atau
2,50 persen per periode. Adapaun perhitungannya sebagai berikut.
A P i i i
• Skenario II (Pembenihan Ikan Lele)
. . , % , %
, %
. . ,
• Skenario III (Pembesaran Ikan Lele)
. . , % , %, %
. . ,
• Skenario IV (Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele)
. . , % , %, %
. . ,
e) Bangunan yang dibangun pada akhir periode tidak memiliki nilai sisa, karena lahan yang digunakan merupakan lahan sewa.
f) Pada usaha pembenihan, benih yang dihasilkan adalah benih lele Sangkuriang ukuran 5-7 cm dengan harga Rp 200,00 per ekor. Pada satu kali proses pemijahan dihasilkan benih ikan lele sebanyak 28.800 ekor. Pada usaha pembesaran ikan lele pada satu kali produksi dihasilkan ikan konsumsi 540 kg per 1 kolam dengan harga Rp 11.000,00 per kg (6-10 ekor) dimana masa satu kali pembesaran selama 3 bulan. Harga ini diambil pada harga yang diterima Perusahaan Parakbada pada saat penelitian ini dilakukan.
g) Harga pakan dan harga investasi yang digunakan adalah harga pakan eceran pada saat penelitian dilakukan dengan asumsi harga-harga tersebut kostan selama umur usaha.
2
BRI Turunkan Suku Bunga Kredit. 2012. http://bisniskeuangan.kompas.com [Diakses 4 Januari 2012]
(30)
30 h) Indukan yang digunakan dalam usaha pembenihan merupakan indukan
jantan dan betina yang siap dipijahkan minimal berumur 1 tahun. Dalam satu kali pemijahan digunakan kombinasi 2:4 yakni dua betina dan empat jantan. Satu indukan memiliki berat rata-rata 1 kilogram. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh induk betina ikan lele Sangkuriang sebanyak 40.000 butir telur per kilogram induk betina. Derajat penetasan telur (Hatching Rate) ikan lele Sangkuriang sebesar 90 persen, sehingga jumlah telur yang menetas menjadi larva sebanyak 36.000 ekor. Tingkat kemampuan hidup benih ikan lele (Survival Rate) dari jumlah telur yang menetas adalah sebesar 40 persen, sehingga didapatkan 14.400 ekor benih ikan lele. Tingkat
Hatching Rate didapatkan dari BBPBAT Sukabumi dan Survival Rate
diperoleh dari pengalaman Ibu Susy dalam menjalani usaha tersebut.
i) Total luasan lahan yang dimiliki perusahaan Parakbada adalah 1800 m2 (sewa Rp 5.000.000,00 per tahun, sehingga per m2 seharga Rp 2778,778). Pada Skenario II dan III dalam Usaha kolamnya masing-masing sebesar 600 m2, sedangkan untuk Skenario I dan IV penggunaan lahannya sama.
j) Umur proyek dari analisis kelayakan finansial usaha ikan lele adalah 9 periode (2,25 Tahun) dimana satu periode adalah tiga bulan. Periode awal yakni periode 0 merupakan masa persiapan untuk membangun kolam dan bangunan, dan periode 1-8 merupakan periode produksi. Hal ini berdasarkan umur ekonomis kolam terpal yang bisa bertahan selama 2 tahun (8 periode).
k) Pada usaha pembesaran ikan lele, 5 kwintal pakan menghasilkan 5,4 kwintal ikan lele konsumsi (indikator pengelola Perusahaan Parakbada).
l) Benih ikan lele yang siap panen adalah benih yang telah menjalani masa pemeliharaan selama 6 minggu (1,5 bulan) dan panjangnya mencapai 5-7 cm, sedangkan benih ikan lele ukuran konsumsi yang mencapai 6-10 ekor per kilogram dipelihara selama 2,5 - 3 bulan.
m) Analisis sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan metode switching
value, dengan adanya perubahan pada penurunan harga jual output,
penurunan produksi output, serta kenaikan total biaya pakan yaitu benih dan ikan lele ukuran konsumsi.
(31)
31 n) Perhitungan periode pengembalian investasi dihitung dengan menggunakan metode Discounted Payback Period (DPP). Metode tersebut menghitung periode pengembalian investasi dari manfaat bersih yang didapat perusahaan dikalikan dengan Discount Rate (tingkat diskonto).
o) Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yaitu 25 persen (berlaku sejak tahun 2010)
(32)
32
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian
5.1.1. Letak dan Kondisi Geografis
Kelurahan Katulampa terletak di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat. Kelurahan Katulampa memiliki luas wilayah sebesar 491 Ha. Batas wilayah Kelurahan Katulampa sebesah utara ialah Kelurahan Cimahpar, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tajur, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Baranangsiang dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukaraja, Kabupaten Bogor. Jarak Kelurahan Katulampa dimana Perusahaan Parakbada berada cukup strategis, karena jarak Kelurahan Katulampa ke Pemerintahan Kecamatan Bogor Timur hanya 3 km, ke Pemerintahan Kota Bogor 7 km, ke Pemerintahan Ibukota Provinsi 120 km, dan ke Ibukota Negara 60 km. Ketinggian Kelurahan Katulampa terleak di 500 meter di atas permukaan laut dan memiliki suhu rata-rata 36°C (Kelurahan Katulampa 2011).
5.1.2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Katulampa menurut jenis kelamin adalah 28.711 orang dimana jumlah laki-laki sebanyak 14.621 orang dan perempuan sebanyak 14.090 orang. Dilihat dari jumlah kepala keluarga, Kelurahan Katulampa memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.718 KK. Menurut agama, mayoritas penduduk Kelurahan Katulampa beragama Islam, yakni sebanyak 23.354 orang. Jumlah penduduk Kelurahan Katulampa apabila dilihat dari usia, terbanyak adalah usia produktif usia 20-29 tahun, yakni berjumlah 5.063 jiwa (Tabel 3).
(33)
33
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor menurut Usia pada Tahun 2011
No. Rentang Usia Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 0 – 9 3.593
2 10 – 19 5.018
3 20 – 29 5.063
4 30 – 39 5.046
5 40 – 49 4.671
6 >50 5.320
Jumlah 28.711
Sumber: Kelurahan Katulampa (2011)
Kelurahan Katulampa memiliki sumberdaya manusia yang cukup baik. Mayoritas penduduk Kelurahan Katulampa memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik. Hal ini terlihat pada jumlah lulusan SMP/SLTP/MTS sebanyak 5.279 orang, lulusan SMA/SLTA/MA sebanyak 6.716 orang, lulusan D1-D3 sebanyak 2.686 orang, dan lulusan S1-S3 sebanyak 2.439 orang (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor pada Tahun 2011 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Taman Kanak-Kanak (TK) 1978 8,34
2 Sekolah Dasar (SD) 4613 19,46
3 SMP/SLTP 5279 22,26
4 SMA/SLTA 6716 28,32
5 D1-D3 2686 11,33
6 S1-S3 2439 10,23
Total 23.711 100
Sumber: Kelurahan Katulampa (2011)
Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk di Kelurahan Katulampa akan berpengaruh pada mata pencaharian. Hal inilah yang menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka mata pencaharian yang diinginkan akan semakin tinggi.
5.1.3. Pertanahan
Kelurahan Katulampa memiliki luas total sebesar 491 Ha. Tanah tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti bangunan, perumahan,sawah, jalan, dan lainnya. Tanah peruntukan yang ada di Kelurahan Katulampa sebagian
(34)
34 besar digunakan untuk perumahan yakni 70,67 persen, ladang sebesar 14,46 persen, dan sawah sebesar 8,15 persen (Tabel 5).
Tabel 5. Pertanahan Peruntukan pada Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor pada Tahun 2011
No. Tanah Peruntukan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Jalan 3,5 0,71
2 Sawah 40 8,15
3 Ladang 71 14,46
4 Bangunan Umum 3,5 0,71
5 Empang 1,6 0,33
6 Perumahan 347 70,67
7 Jalur Hijau 2 0,41
8 Perkebunan 7,4 1,51
9 Lain-lain 15 3,05
Total 491 100,00
Sumber: Kelurahan Katulampa (2011)
5.1.4. Sarana dan Prasarana
Kelurahan Katulampa memiliki sarana dan prasarana seperti tempat peribadatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana olahraga. Dilihat dari sarana peribadatan, Kelurahan Katulampa memiliki 19 buah masjid, 76 buah mushola, dan satu buah gereja. Untuk sarana pendidikan, Kelurahan Katulampa memiliki dua buah Taman Kanak-kanak (TK), sembilan buah PAUD, satu buah Playgroup, empat buah Sekolah Dasar (SD), dan 1 buah SMP, sedangkan sarana kesehatan, Kelurahan Katulampa memiliki 1 buah puskesmas, 4 buah poliklinik, 4 buah praktik bidan, 2 buah balai pengobatan, dan 4 buah rumah bersalin. Kemudian untuk sarana olahraga, Kelurahan Katulampa memiliki 1 buah lapangan basket, 1 buah lapangan voley, 2 buah lapangan bulutangkis, 2 buah lapangan tenis meja, dan 1 buah kolam renang.
5.2. Keragaan Umum Perusahaan Parakbada 5.2.1. Sejarah Perusahaan Parakbada
Parakbada merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang. Perusahaan ini didirikan pada awal Mei 2011 dan mulai berproduksi pada pertengahan bulan Juli 2011. Perusahaan ini didirikan secara “founder” yakni mendirikan perusahaan secara bersama-sama,
(35)
35 yakni Ibu Susi, Bapak Iyos, Bapak Fauzi, Bapak Amruh Kumandang, dan Bapak Faisal. Founder tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni Investor Aktif dan Investor Pasif. Investor Aktif merupakan investor yang tidak hanya berinvestasi di dalam Perusahaan Parakbada, namun juga aktif dalam mengelola perusahaan seperti pengawasan terhadap tenaga kerja dan proses produksi. Investor aktif ini terdiri atas Ibu Susy. Bapak Fauzi, dan Bapak Iyos. Investor Psif merupakan investor yang hanya berinvestasi saja tanpa ikut campur pengelolaan perusahaan. Investor pasif terdiri atas Bapak Amruh Kumandang dan Bapak Faizal. Pemimpin Perusahaan Parakbada adalah Ibu Susy. Beliau dipilih oleh teman-temanya karena Ibu Susy dianggap sebagai orang yang lebih paham mengenai usaha lele Sangkuriang.
Awal dimulainya usaha ini, adanya rasa ketertarikan Ibu Susi (salah satu
founder) terhadap dunia perikanan. Kemudian Ibu Susi milih ikan lele untuk
diusahakan. Beliau memilih ikan lele karena menurut beliau ikan lele merupakan ikan yang mudah perawatan dan pemeliharaannya, tidak seperti ikan lain. Alasan Ibu Susi memilih lele Sangkuriang karena lele Sangkuriang memiliki banyak kelebihan dibanding ikan lele lokal atau lele yang lain.
Perusahaan Parakbada ini mulai dibangun pada awal bulan Mei 2011 dan pada bulan Juli 2011 mulai melakukan produksi (pembenihan dan pembesaran). Pada awal pendirian usaha ini, Ibu Susi joint dengan Bapak Fauzi dan Bapak Iyos. Namun beberapa waktu kemudian bergabunglah teman-teman Ibu Susi yang tertarik berinvestasi di dalam usaha tersebut. Ibu Susy memandang bahwa usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang ini memiliki prospek yang baik, melihat kurangnya supply benih lele dan ikan lele konsumsi di pasar.
Pemilihan nama Perusahaan Parakbada sendiri dilatarbelakangi oleh ketidaksengajaan. Nama “Parakbada” berasal dari Bahasa Padang, Parak berarti kebun dan Bada berarti ikan, sehingga Parakbada diartikan sebagai kebun ikan. Sehingga banyak orang awam atau orang sekitar mengganggap nama tersebut kebingungan.
(36)
36
5.2.2. Sarana dan Prasarana Perusaahaan
Sarana dan prasarana terdiri dari peralatan-peralatan yang digunakan untuk menunjang keberlangsungan usaha. Adapaun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Perusahaan parakada adalah sebagai berikut.
a. Lahan
Perusahaan Parakbada berdiri di atas lahan seluas 1.800 m2. Lahan tersebut merupakan lahan sewa dengan biaya sewa sebesar Rp 5.000.000 per tahun. b. Bangunan
Bangunan yang dimiliki Perusahaan Parakbada ialah kantor, mess karyawan, gudang, dan saung. Kantor digunakan untuk menerima orang yang datang seperti pembeli dan pengunjung sekaligus digunakan pengelola untuk beristirahat. Mess karyawan digunakan untuk tempat tinggal tenaga kerja dan Saung dari bambu yang digunakan untuk tempat istirahat pekerja ataupun pengelola.
c. Kolam Produksi
Perusahaan Parakbada memiliki 65 buah kolam yang terdiri atas 5 kolam pemijahan masing-masing berukuran 2 x 4 meter, 38 kolam penetasan masing-masing berukuran 2 x 4 meter, 3 kolam indukan masing-masing berukuran 2 x 5 meter, 1 kolam pemeliharaan calon indukan masing-masing berukuran 2 x 4 meter, 8 kolam sortir masing-masing berukuran 2 x 4 meter dan 10 kolam pembesaran masing-masing berukuran 4 x 5 meter. Perhitungan mengenai kolam lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kolam Produksi di Perusahaan Parakbada
No Kolam Ukuran
(meter)
Jumlah (Unit)
Harga
Satuan (Rp) Total (Rp)
1 Pemijahan 2 x 4 5 270.000 1.350.000
2 Penetasan 2 x 4 38 150.000 5.700.000
3 Indukan 2 x 5 3 390.000 1.170.000
4 Pemeliharaan
calon indukan 2 x 4 1 150.000 150.000
5 Sortir 2 x 4 8 150.000 1.200.000
6 Pembesaran 4 x 5 10 326.500 3.265.000
Total 65 12.835.000
(37)
37 d. Indukan Lele Sangkuriang
Perusahaan Parakbada memiliki indukan lele Sangkuriang sebanyak 60 ekor. Indukan terebut terdiri atas 20 ekor indukan betina dan 40 ekor indukan jantan. Harga per ekor indukan adalah Rp 50.000,00.
e. Serokan
Serokan berfungsi untuk menyerok atau mengangkat benih ikan lele atau ikan lele konsumsi dari kolam. Serokan yang dimiliki oleh Perusahaan Parakbada terdiri dari serokan berukuran kecil dan besar. Serokan kecil yang dimiliki sebanyak 6 buah dan serokan besar sebanyak 10 buah.
f. Pompa Air dan Selang
Pompa air berfungsi memompa air dari sumur. Pompa air yang dimiliki perusahaan sebanyak dua buah. Selang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumur ke kolam. Selang yang dimiliki perusahaan 50 meter.
g. Kakaban
Kakaban adalah alat yang digunakan untuk menunjang proses pemijahan, yakni tempat menempelnya telur ikan lele saat proses pemijahan Kakaban dibuat dari bambu sepanjang kurang lebih 1,5 meter dan ijuk. Perusahaan Parakbada memiliki kakaban sebanyak delapan set (1 set = 7 buah kakaban seharga Rp 300.000,00).
h. Peralatan lainnya
Peralatan lainnya yang digunakan untuk menunjang produksi adalah mesin sedot sebanyak dua buah dengan harga Rp 500.000,00 per buah, ember sebanyak 9 buah, bak sortir sebanyak 5 buah, jurigen sebanyak 9 buah, gayung sebanyak 6 buah, jaring ukuran 26 meter dan seser ukuran 5 meter.
(38)
38
VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL
6.1. Aspek Pasar
Pasar merupakan pertemuan antara permintaan dan penawaran dari suatu produk. Menurut Umar (2007), pasar merupakan suatu sekelompok orang yang diorganisasikan untuk melakukan tawar-menawar, sehingga dengan demikian terbentuk harga. Analisis terhadap aspek pasar pada Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele yang dilakukan oleh Perusahaan Parakbada dapat dilihat melalui dari potensi pasar yang meliputi permintaan dan penawaran dari benih ikan lele dan ikan lele konsumsi, serta pemasaran benih ikan lele dan ikan lele konsumsi yang meliputi strategi pemasaran (bauran pemasaran), saluran pemasaran dan market share dari Perusahaan Parakbada.
6.1.1. Potensi Pasar
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele memiliki potensi pasar yang tinggi. Permintaan benih ikan lele berasal dari pembudidaya ikan lele yang bergerak di pembesaran ikan lele. Permintaan benih ikan lele dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Namun penawaran terhadap ikan lele konsumsi yang ada tidak mencukupi permintaan yang ada khususnya pada Provinsi Jawa Barat.
Permintaan ikan lele konsumsi berasal dari para pedagang kaki lima yang menyediakan menu utama ikan lele. Pedagang kaki lima yang menyediakan menu lele sangat banyak dijumpai di pinggir-pinggir jalan. Selain itu, banyak rumah makan lele yang diwaralabakan dimana pasar yang dituju ialah kalangan menengah keatas. Permintaan ikan lele juga berasal dari tempat pemancingan dan supermarket. Jadi jumlah kebutuhan ikan lele saat ini sangat besar.
Menurut data Dinas Peternakan dan Kelautan Kabupaten Bogor , produksi benih lele pada tahun 2009 sebesar 62.020.270 ekor benih lele, tahun 2010 mencapai 81.063.793 ekor benih lele. Produksi benih ikan lele tersebut mengalami peningkatan sebesar 30,71 persen dari tahun 2009 ke tahun 2010. Produksi ikan lele konsumsi pada tahun 2010 sebesar 24.884,52 ton. Produksi tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2009 dan 2008 yakni 18.315,02 ton dan 9.738,17 ton. Dari data produksi tersebut dapat diketahui bahwa
(39)
39 permintaan akan lele konsumsi dari tahun ke tahun memiliki trend yang terus meningkat, sehingga permintaan akan ikan lele semakin tinggi.
Para ahli telah memproyeksikan kebutuhan larva atau benih lele dan lele konsumsi di masa mendatang. Khairuman dan Khairul Amri (2009) telah memproyeksikan kebutuhan akan benih ikan lele dan ikan lele konsumsi dari tahun 2011 sampai tahun 2014 di wilayah Jawa Barat. Proyeksi kebutuhan benih lele dan lele konsumsi tersebut dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Perkiraan Kebutuhan Larva (Benih), Produksi Lele Konsumsi dan Induk Lele di Jawa Barat Tahun 2011-2014
No. Tahun Proyeksi Produksi Lele Konsumsi (Ton)
Kebutuhan Larva (ekor)
Kebutuhan Induk (Paket*)
1 2011 73.200 1.700.000.000 1.416
2 2012 99.000 2.299.000.000 1.915
3 2013 134.000 3.112.000.000 2.593
4 2014 180.000 4.180.000.000 3.483
*) 1 Paket = 15 ekor induk
Sumber: Kharuman dan Khairul Amri (2009)
Berdasarkan Tabel 7 mengenai perkiraan kebutuhan larva ataupun produksi lele konsumsi, pada tahun 2011 sampai 2014 akan terjadi peningkatan kebutuhan larva atau benih lele dan ikan lele konsumsi di wilayah Jawa Barat. Peningkatan ini menandakan bahwa terjadi peningkatan permintaan di pasar, khususnya wilayah Jawa Barat, sehingga Perusahaan Parakbada memiliki peluang yang sangat baik di masa mendatang karena terdapat peningkatan permintaan terkait dengan proyeksi tersebut.
Selain itu, Prasetya WB (2011) menyatakan kebutuhan (permintaan) ikan lele konsumsi di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok mencapai 60 ton per hari, sedangkan kebutuhan ikan lele konsumsi di Bogor mencapai 30 ton per hari hanya bisa dipenuhi setengahnya. Dari data kebutuhan ikan lele konsumsi tersebut, maka permintaan akan ikan lele konsumsi jelas adanya dan memiliki peluang besar untuk mengusahakan pembenihan dan pembesaran ikan lele.
Saat ini Perusahaan Parakbada belum bisa memenuhi permintaan benih ikan lele ataupun ikan lele konsumsi yang diminta oleh pembeli yang datang ke perusahaan. Perusahaan Parakbada hanya bisa memenuhi permintaan benih ikan
(40)
40 lele sebesar 50 persen dan 30 persen ikan lele konsumsi dari total permintaan dari pembelinya.
Penawaran benih ikan lele oleh perusahaan Parakbada ialah sebesar 20.000 sampai 28.800 ekor benih ikan lele untuk setiap minggunya, dimana angka tersebut merupakan angka rata-rata selama perusahaan melakukan pembenihan ikan lele. Untuk ikan lele konsumsi, perusahaan menghasilkan sekitar 6 kuintal ikan lele konsumsi. Angka tersebut didapat dari hasil produksi yang dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan baru melakukan satu kali produksi (Data Primer 2011).
Perusahaan Parakbada memiliki potensi yang sangat besar, karena penerimaan yang di pasar lebih besar dibanding dengan penawaran, sehingga usaha yang dilakukan perusahaan dapat dikatakan layak untuk dilakukan.
6.1.2. Strategi Pemasaran
Pada analisis strategi pemasaran ini akan dibahas mengenai bauran pemasaran, yakni produk, harga, promosi, dan distribusi.
a. Produk
Perusahaan Parakbada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang. Produk yang dihasilkan adalah benih ikan lele dan ikan lele konsumsi. Kelebihan dari benih ikan lele dan ikan lele konsumsi yang dihasilkan Perusahaan Parakbada dibandingkan dengan perusahaan lain yang bergerak dibidang yang sama adalah Perusahaan Parakbada tidak menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksinya, sehingga benih ikan lele ataupun ikan lele konsumsi yang dihasilkan Perusahaan Parakbada “organik”.
b. Harga
Perusahaan Parakbada merupakan price taker dalam menentukan harga dari benih ikan lele dan ikan lele konsumsi. Perusahaan parakbada menjual benih ikan lele secara langsung kepada pembudidaya-pembudidaya ikan lele yang bergerak dipembesaran ikan lele. Benih ikan lele yang dihasilkan dijual dengan harga Rp 200,00 per ekor (benih ikan lele ukuran 5-7 cm). Selain menjual ke pembudidaya, Perusahaan Parakbada juga menjual benih ikan lele (ukuran 5-7
(41)
41 cm) ke Pusat Budidaya Ikan Lele Sangkuriang “Cahaya Kita” yang berada di Gadog, Bogor. Perusahaan Parakbada menjual benih ikan lele ke “Cahaya Kita” Perusahaan Parakbada menjual benih ikan lele ke “Cahaya Kita” ketika Perusahaan Parakbada mengalami kelebihan benih ikan lele atau benih ikan lele yang belum terjual. Ikan lele konsumsi dijual dengan harga Rp 11.000,00 per kilogram (1 kilogram ikan lele konsumsi berisi 6-10 ekor ikan lele konsumsi) c. Promosi
Perusahaan Parakbada tidak melakukan promosi secara khusus dalam melakukan pemasaran benih ikan lele maupun ikan lele konsumsi yang dihasilkannya. Promosi hanya dilakukan melalui mulut ke mulut. Perusahaan Parakbada menjual benih ikan lele dan ikan lele konsumsi kepada pembudidaya-pembudidaya ikan lele Sangkuriang yang bergerak di usaha pembesaran ikan lele Sangkuriang dan ke pusat budidaya ikan lele Sangkuriang “Cahaya Kita” yang terletak di Gadog, Bogor.
d. Distribusi
Perusahaan Parakbada tidak melakukan distribusi secara khusus, karena pembeli langsung datang ke lokasi usaha Perusahaan Parakbada. Pembeli berasal dari daerah Bogor, Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya. Pembeli benih ikan lele ataupun ikan lele konsumsi mendatangi tempat usaha (Perusahaan parakbada) secara langsung. Hal ini bertujuan agar pembeli dapat langsung melihat kondisi benih ikan lele ataupun ikan lele konsumsi yang dibeli dan untuk memperkecil biaya pemasaran. Cara pembayaran yang dilakukan adalah dengan cara pembayaran tunai atau cash. Untuk lebih jelas mengenai saluran pemasaran Perusahaan Parakbada dapat dilihat pada Gambar 3.
Perusahaan Parakbada
Pusat Budidaya Ikan Lele Sangkuriang “Cahaya Kita” Gadog
Pembudidaya ikan lele Sangkuriang
Pembudidaya ikan lele sangkuriang
(42)
42 Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa terdapat dua saluran pemasaran benih ikan lele yang dilakukan oleh Perusahaan Parakbada. Saluran pertama, Perusahaan menjual benih ikan lele ukuran 5-7 cm per ekor ke Pusat Budidaya Ikan Lele Sangkuriang “Cahaya Kita” dengan volume penjualan sekitar 20 persen dari hasil satu kali produksi benih ikan lele. Saluran kedua, Perusahaan menjual benih ikan lele ukuran 5-7 cm ke pembudidaya-pembudidaya ikan lele yang bergerak dipembesaran ikan lele Sangkuriang. Volume yang biasa dijual ke pembudidaya-pembudidaya ini sekitar 80 persen dari hasil satu kali produksi.
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilketahui bahwa terdapat tiga saluran pemasaran yang dilakukan Perusahaan Parakbada dalam menjual ikan lele konsumsi. saluran pertama, Perusahaan menjual ikan lele konsumsi ke supplier dengan volume penjualan sekitar 35 persen dari hasil satu kali panen. Saluran kedua, Perusahaan Parakbada menjual ikan lele konsumsi ke “Cahaya Kita” dengan volume penjualan sekitar 60 persen dari hasil satu kali panen. Saluran ketiga, Perusahaan Parakbada menjual ikan lele konsumsi ke konsumen akhir dengan volume penjualan sekitar 5 persen dari hasil satu kali panen.
Perusahaan telah memiliki strategi pemasaran meliputi produk, harga, promosi dan distribusi. Strategi pemasaran yang diterapkan baik dari harga, produk, promosi, dan distribusi tersebut menjadikan produk yang dihasilkan Perusahaan Parakbada dapat diterima dan bersaing di pasar, sehingga analisis terhadap strategi pemasaran terhadap usaha yang dijalankan Perusahaan Parakbada layak.
Gambar 4. Saluran Pemasaran Ikan Lele Konsumsi Perusahaan Parakbada
Konsumen akhir Pusat Budidaya Ikan Lele Sangkuriang “Cahaya Kita” Gadog
Restoran
(1)
Lampiran 23. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Pakan pada Usaha Pembesaran Ikan Lele (21,31%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8
A INFLOW
Penjualan Lele Sangkuriang Konsumsi 0 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000
Pinjaman 60.000.000
Nilai Sisa 2.060.667
Total Inflow 0 238.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 178.200.000 180.260.667
B OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Sewa Lahan 11.250.000
Motor 16.000.000
Kolam Pembesaran 3.265.000
Bangunan 12.000.000
Saung 350.000
Serokan Besar 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 Pompa Air 650.000
Selang 250.000
Mesin Sedot 1.000.000 1.000.000
Ember 270.000
Jurigen 90.000
Gayung 21.000
Paralon:
a. Kecil 380.000
b. Besar 240.000
Baskom Pakan 31.500
Sodet 28.000
Timbangan 350.000
Jaring 910.000
Total Biaya Investasi 47.335.500 0 250.000 250.000 250.000 1.250.000 250.000 250.000 250.000 Uraian
(2)
2. Biaya Variabel
Pembelian Benih Lele Sangkuriang 0 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 Pakan 0 107.356.729 107.356.729 107.356.729 107.356.729 107.356.729 107.356.729 107.356.729 107.356.729 Pemakaian Listrik 0 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 585.000 Bonus Karyawan 0 17.820.000 17.820.000 17.820.000 17.820.000 17.820.000 17.820.000 17.820.000 17.820.000 Arang 0 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Garam, Ramuan hijau 0 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 Kotoran kambing 0 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000
Total Biaya Variabel 0 160.591.729 160.591.729 160.591.729 160.591.729 160.591.729 160.591.729 160.591.729 160.591.729 3. Biaya Tetap
Gaji Tenaga Kerja 0 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 Transportasi 0 1.107.000 1.107.000 1.107.000 1.107.000 1.107.000 1.107.000 1.107.000 1.107.000 Perawatan 0 234.000 234.000 234.000 234.000 234.000 234.000 234.000 234.000 Angsuran 0 8.368.041 8.368.041 8.368.041 8.368.041 8.368.041 8.368.041 8.368.041 8.368.041 Biaya Lain-lain (Komunikasi, dll) 0 1.170.000 1.170.000 1.170.000 1.170.000 1.170.000 1.170.000 1.170.000 1.170.000
Total Biaya Tetap 0 18.079.041 18.079.041 18.079.041 18.079.041 18.079.041 18.079.041 18.079.041 18.079.041 Total Outflow 47.335.500 178.670.770 178.920.770 178.920.770 178.920.770 179.920.770 178.920.770 178.920.770 178.920.770 C NET BENEFIT (Sebelum Pajak) (47.335.500) 59.529.230 (720.770) (720.770) (720.770) (1.720.770) (720.770) (720.770) 1.339.897
Pajak (25%) 0 836.043 878.968 922.967 968.065 1.014.291 1.061.672 1.110.238 1.160.018
D NET BENEFIT (Setelah Pajak) (47.335.500) 58.693.187 (1.599.738) (1.643.736) (1.688.835) (2.735.061) (1.782.442) (1.831.008) 179.878
E DR (2,50%) 1 0,976 0,952 0,929 0,906 0,884 0,862 0,841 0,821
F Present Value Net Benefit (47.335.500) 57.261.646 (1.522.654) (1.526.373) (1.530.001) (2.417.395) (1.536.994) (1.540.363) 147.635
G NPV 0
H NPV Positif 47.335.500
I NPV Negatif (47.335.500)
J Net B/C 1,000
K IRR 2,50%
L DPP 9 Periode 27 Bulan
(3)
91
Lampiran 24. Dokumentasi Penelitian pada Perusahaan Parakbada
Pemilihan indukan yang akan dipijahkan Panen benih ukuran 5-7 cm
Proses pemijahan lele Sangkuriang Proses penebaran benih pembesaran
Kolam penetasan telur Kolam pemeliharaan benih lele Sangkuriang
Kolam pembesaran ikan lele Sangkuriang Proses Panen lele ukuran konsumsi
(4)
91 Pakan L1 yang digunakan untuk pembesaran Bak sortir ukuran 4-6 cm
Bak sortir ukuran 5-7 cm Mesin sedot air
Pemasangan mesin sedot air Bangunan kantor dan dapur
(5)
ii
RINGKASAN
ANDIKA YULI SUTRISNO. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan dan
Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus: Perusahaan Parakbada, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA).
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele memiliki kekhasan, yakni mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif murah. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah ikan lele Sangkuriang (Clarias sp).
Usaha perikanan air tawar, khususnya ikan lele Sangkuriang yang ada di Kota Bogor, salah satunya terdapat di Kelurahan Katulampa. usaha budidaya ikan lele Sangkuriang di Kelurahan Katulampa ini tergolong baru. Perusahaan Parakbada merupakan perusahaan yang terdapat di Kelurahan Katulampa yang bergerak di bidang usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial dilihat dari kriteria investasi yakni
Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan Discounted
Payback Period (DPP), serta menganalisis sensitivitas dari Usaha ikan lele
Sangkuriang apabila terjadi penurunan harga jual output (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi), penurunan produksi (benih dan ikan lele Sangkuriang ukuran konsumsi) dan peningkatan biaya pakan pada Usaha lele Sangkuriang.
Penelitian dilakukan di Perusahaan Parakbada, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi langsung, dan kuesioner. Data sekunder berasal dari studi literatur seperti hasil penelitian, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Kota Bogor. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yang diolah dengan
Microsoft Excel 2007. Analisis kualitatif dilakukan dalam analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Analisis kuantitatif dilakukan dalam menilai kelayakan finansial. Penilaian kelayakan finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, dan Discounted Payback Period.
Selain itu, dilakukan juga analisis switching value untuk menilai sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan yang terjadi.
Berdasarkan perhitungan analisis non finansial yakni dari segi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan Usaha ikan lele Sangkuriang pada Perusahaan Parakbada layak untuk dilaksanakan, sedangkan pada aspek hukum belum memiliki badan hukum usaha atau legalitas
(6)
iii sehingga belum bisa dikatakan layak. Pada aspek finansial layak untuk dijalankan, karena berdasarkan analisis finansial Skenario I (Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele) memperoleh nilai NPV sebesar Rp 187.121.447,00, Skenario II (Pembenihan Ikan Lele) nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 191.085.190,00, Skenario III (Pembesaran Ikan Lele) diperoleh nilai NPV sebesar Rp 96.337.157,00 dan Skenario IV nilai NPV sebesar Rp 177.592.646,00. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya Usaha ikan lele Sangkuriang pada masing-masing skenario ini layak untuk dijalankan. Nilai Net B/C yang diperoleh pada Skenario I, II, III, IV berturut-turut sebesar 3,961; 4,495; 2,788; 3,810 dimana nilai tersebut lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,961; 4,495; 2,788; 3,810 rupiah, sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai IRR yang diperoleh pada Skenario I, II, III, IV berturut-turut adalah sebesar 46,51 persen, 89,32 persen, 68,82 persen, 80,86 persen, dimana nilai tersebut lebih besar dari discount rate yang artinya investasi pada Usaha masing-masing skenario lebih menguntungkan dibandingkan dengan deposito. Periode yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan (Discounted Payback Period) pada Skenario I, II, III dan IV berturut-turut adalah 3,211 periode; 1,773 periode; 1,756 periode dan 1,779 periode (1 periode = 3 bulan).
Analisis switching value untuk mengetahui tingkat sensitivitas terhadap perubahan harga jual output yang dihasilkan, penurunan produksi output, serta adanya kenaikan biaya pakan sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value
pada usaha pembenihan ikan lele dengan parameter penurunan harga jual benih ikan lele sebesar 51,46 persen, penurunan produksi benih ikan lele sebesar 51,46 persen, dan kenaikan total biaya pakan sebesar 443, 89 persen. Pada usaha pembesaran ikan lele dengan parameter penurunan harga jual ikan lele konsumsi sebesar 11,00 persen, penurunan produksi ikan lele konsumsi sebesar 11,00 persen dan kenaikan total biaya pakan sebesar 21,31 persen. Dari analisis tersebut maka Usaha pembesaran ikan lele (Skenario III) merupakan usaha yang paling sensitif pada ketiga parameter tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha tersebut masih layak apabila besarnya penurunan harga jual output, penurunan produksi ouput, dan kenaikan biaya pakan tidak melebihi dari batas-batas tersebut.