IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA DI PULAU JAWA
Pada bab ini akan diberikan gambaran secara deskriprif mengenai pola konsumsi rumah tangga di Pulau Jawa. Namun sebelumnya akan diuraikan
secara ringkas mengenai profil kependudukan dan perekonomian Pulau Jawa.
4.1 Kondisi Kependudukan dan Perekonomian Pulau Jawa
Pulau Jawa yang luasnya hanya 7 persen dari wilayah Indonesia dihuni oleh 57,49 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 136 juta jiwa. Sebaran
penduduk di Pulau Jawa terlihat pada grafik berikut:
persen
Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010, Badan Pusat Statistik.
Gambar 4.1 Distribusi penduduk di Pulau Jawa menurut provinsi tahun 2010 Berdasarkan hasil sementara Sensus Penduduk 2010, jumlah rumah
tangga di Pulau Jawa adalah sebanyak 36 872,3 ribu rumah tangga. Jumlah rumah tangga terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat, sebanyak 11 556,6 ribu
rumah tangga, diikuti Provinsi Jawa Timur sebanyak 10 385,6 ribu rumah tangga, Provinsi Jawa Tengah 8 707,2 ribu rumah tangga, Provinsi Banten 2
631,0 ribu rumah tangga, Provinsi DKI Jakarta 2 548,2 ribu rumah tangga, dan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 1 043,7 ribu rumah tangga.
Pada Grafik 4.1, bisa dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat, diikuti Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta,
dan terakhir adalah di Provinsi DI Yogyakarta. Jika dilihat dari sisi perekonomian, Pulau Jawa memberikan kontribusi 58,12 persen dari total PDB
Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari Provinsi DKI Jakarta, diikuti Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan DI Yogyakarta.
100 000
200 000
300 000
400 000
500 000
600 000
700 000
800 000
DKI JABAR
JATENG DIY
JATIM BANTEN
PDRB milyar rupiah
provinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009.
Gambar 4.2 PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009
4.2 Dinamika Pengeluaran Rumah Tangga di Pulau Jawa
Berdasarkan hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010, komposisi pengeluaran rumah tangga di Pulau Jawa bisa dilihat pada Tabel 4.1. Jika dilihat
menurut status wilayahnya, proporsi pengeluaran untuk kelompok komoditi makanan di wilayah perdesaan, masih di atas 50 persen, atau sekitar 55 – 56
persen. Hal ini berbeda dengan wilayah perkotaan yang proporsinya sudah di bawah 45 persen. Sesuai dengan hukum Engel, bahwa semakin tinggi tingkat
pendapatannya, maka proporsi pengeluaran untuk makanan akan semakin kecil. Tingkat pendapatan pengeluaran rata-rata ataupun tingkat kesejahteraan rata-rata
di wilayah perkotaan lebih tinggi dibanding dengan wilayah perdesaan. Hal yang menarik di sini adalah, bahwa selama tahun 2007 – 2010, proporsi pengeluaran
untuk kelompok komoditi makanan terus meningkat. Apakah selama periode tersebut terjadi penurunan tingkat pendapatan rata-rata atau tingkat kesejahteraan
rata-rata rumah tangga di Pulau Jawa, hal ini memerlukan pengkajian lebih lanjut. Sementara itu, pada Tabel 4.1 juga bisa dilihat bahwa kebutuhan energi rata-
rata rumah tangga di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan rumah tangga di wilayah perdesaan. Hal ini terlihat dari proporsi
pengeluaran rumah tangga rata-rata untuk kelompok komoditi energi di perdesaan yang lebih rendah dibanding dengan proporsi pengeluaran rumah tangga rata-rata