Elastisitas Harga Permintaan energi rumah tangga di pulau Jawa

lainnya. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas silang yang negatif, yang menunjukkan bahwa komoditi makanan dan non makanan lainnya berkomplementer dengan komoditi-komoditi yang lain. Adapun jika dilihat dari besaran angkanya elastisitas silang akibat perubahan harga komoditi makanan dan komoditi non makanan lainnya di perdesaan lebih besar dibanding proporsi perubahan jumlah barang yang diminta di perkotaan. Hal ini mungkin disebabkan secara rata-rata pengeluaran per kelompok komoditi di perdesaan lebih rendah dibanding di perkotaan. Sementara itu, untuk elastisitas silang antar sub kelompok dalam kelompok komoditi energi, nilainya relatif tidak terlalu besar e ij ≤ 0,20. Bahkan untuk komoditi listrik, perubahan harganya hanya mengubah proporsi jumlah yang diminta untuk komoditi lainnya sampai 0,01 persen. Seluruh elastisitas silang bernilai positif, yang artinya komoditi-komoditi energi tersebut saling bersubstitusi. Dilihat dari besarannya, tingkat substitusi listrik dengan komoditi lainnya sangat kecil. Bisa dikatakan bahwa antar komoditi energi tersebut belum bisa sepenuhnya saling mensubstitusi, karena memang fungsi dan kegunaannya relatif berbeda. Perkembangan nilai elastisitas silang semua kelompok komoditi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 disajikan pada Tabel 5.4. Perubahan nilai elastisitas silang semua kelompok komoditi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 pada umumnya tidaklah besar, kecuali elastisitas yang terkait dengan komoditi lpg, gas kota, dan batu bara serta minyak tanah. Hal ini disebabkan proporsi pengeluaran untuk komoditi-komoditi tersebut tidak mengalami perubahan yang berarti kecuali untuk komoditi lpg, gas kota, dan batu bara serta minyak tanah. Berkenaan dengan program konversi minyak tanah ke gas yang dijalankan oleh pemerintah, nilai elastisitas silang permintaan komoditi minyak tanah akibat perubahan harga komoditi lpg, gas kota, dan batu bara cenderung meningkat. Sebaliknya, nilai elastisitas silang permintaan komoditi lpg, gas kota, dan batu bara akibat perubahan harga komoditi minyak tanah cenderung turun. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran konsumsi komoditi minyak tanah ke komoditi lpg, gas kota, dan batu bara. Sementara itu, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, proporsi perubahan jumlah barang yang diminta untuk komoditi lpg, gas kota, dan batu bara akibat proporsi perubahan harga komoditi yang lain besarannya nilai mutlaknya cenderung menurun. Tabel 5.4 Elastisitas silang rumah tangga di Pulau Jawa menurut waktu, tahun 2007 - 2010 Permintaan komoditi Harga komoditi 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 2007 1 - 0,01 0,01 0,01 0,01 -0,19 2 -0,10 - 0,00 0,00 0,02 -0,34 3 0,01 -0,01 - 0,41 0,42 -2,11 4 -0,07 0,00 0,05 - 0,06 -0,40 5 -0,41 0,00 0,05 0,04 - -0,86 6 -0,19 -0,01 -0,01 -0,01 -0,02 - 2008 1 - 0,01 0,01 0,01 0,01 -0,19 2 -0,11 - 0,00 0,00 0,02 -0,34 3 -0,03 -0,01 - 0,38 0,39 -1,92 4 -0,08 0,00 0,05 - 0,06 -0,40 5 -0,43 0,00 0,05 0,04 - -0,82 6 -0,19 -0,01 -0,01 -0,01 -0,02 - 2009 1 - 0,01 0,01 0,01 0,01 -0,19 2 -0,11 - 0,00 0,00 0,02 -0,34 3 -0,01 0,00 - 0,13 0,13 -0,63 4 -0,14 0,00 0,08 - 0,10 -0,68 5 -0,44 0,00 0,04 0,05 - -0,85 6 -0,19 -0,01 -0,01 -0,01 -0,02 - 2010 1 - 0,01 0,01 0,01 0,01 -0,18 2 -0,11 - 0,00 0,01 0,02 -0,33 3 -0,01 0,00 - 0,08 0,07 -0,35 4 -0,46 -0,01 0,25 - 0,33 -2,18 5 -0,42 0,00 0,03 0,06 - -0,79 6 -0,19 -0,01 -0,01 -0,01 -0,02 - keterangan: 1 = makanan 2 = listrik 3 = lpg, gas kota, dan batu bara 4 = minyak tanah 5 = bensin dan solar 6 = non makanan lainnya 0,01 Sumber: hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010. Sebaliknya, proporsi perubahan permintaan komoditi minyak tanah akibat proporsi perubahan harga komoditi yang lain besarannya nilai mutlaknya cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah komoditi minyak tanah yang dikonsumsi oleh rumah tangga semakin sedikit dan kondisi sebaliknya terjadi untuk komoditi lpg, gas kota, dan batu bara.

5.4 Elastisitas Pendapatan Pengeluaran

Elastisitas pendapatan adalah proporsi perubahan permintaan suatu komoditi akibat perubahan pendapatan. Pendapatan dalam penelitian ini didekati dengan total pengeluaran yang dilakukan oleh suatu rumah tangga. Asumsinya bahwa semua pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah tangga akan dibelanjakan semua digunakan semuanya untuk konsumsi. Tabel 5.5 Elastisitas pengeluaran rumah tangga di Pulau Jawa menurut status wilayah dan komoditi tahun 2007 – 2010 Komoditi Perdesaan Perkotaan Perdesaan dan Perkotaan 1 2 3 4 Makanan 1,01 1,01 1,01 Listrik 1,45 1,38 1,41 Lpg, gas kota, dan batu bara 2,07 1,61 1,78 Minyak tanah 1,79 1,65 1,72 Bensin dan solar 2,57 2,14 2,33 Non makanan lainnya 0,80 0,84 0,82 Sumber: hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010. Sesuai dengan teori, elastisitas pengeluaran kelompok komoditi yang dianalisis menunjukkan angka yang positif, yang berarti peningkatan pengeluaran yang diperoleh oleh suatu rumah tangga akan meningkatkan konsumsi komoditi-komoditi tersebut. Secara umum, baik di perdesaan, perkotaan, maupun total, semua komoditi energi termasuk kelompok barang mewah nilai elastisitas lebih dari satu sedangkan kelompok komoditi makanan dan komoditi non makanan lainnya termasuk barang kebutuhan pokok nilai elastisitas pendapatan kelompok komoditi makanan relatif mendekati 1. Hal ini terkait dengan masih relatif rendahnya porsi pengeluaran rumah tangga di Pulau Jawa untuk komoditi energi. Nilai elastisitas pengeluaran untuk kelompok komoditi bensin dan solar relatif besar, berturut-turut untuk perdesaan, perkotaan, dan total adalah 2,57; 2,14; dan 2,33 sedangkan nilai elastisitas pengeluaran kelompok komoditi energi yang lain kurang dari dua, kecuali untuk lpg, gas kota, dan batu bara di perdesaan. Hal ini terkait dengan penggunaan bensin dan solar yang pada umumnya digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor, yang masih merupakan barang mewah bagi sebagian besar rumah tangga di di Pulau Jawa. Adapun nilai elastisitas pengeluaran komoditi yang relatif paling kecil di antara elastisitas pengeluaran energi lainnya adalah elastisitas pengeluaran komoditi listrik. Hal ini menunjukkan bahwa listrik sudah mengarah sebagai komoditi yang merupakan kebutuhan pokok bagi rumah tangga di Pulau Jawa. Jika dilihat dari status wilayahnya, nilai elastisitas pengeluaran untuk komoditi-komoditi yang tergolong dalam kelompok komoditi energi di perdesaan relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai elastisitas pengeluaran komoditi-komoditi tersebut di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi-komoditi energi tersebut masih merupakan barang kebutuhan yang ”lebih mewah” untuk rumah tangga yang tinggal di perdesaan dibanding untuk rumah tangga yang tinggal di perkotaan. Diduga, hal ini terkait dengan lebih rendahnya porsi pengeluaran rumah tangga di perdesaan untuk komoditi energi dibanding porsi pengeluaran komoditi yang sama bagi rumah tangga di perkotaan. Untuk melihat perkembangan nilai elastisitas pengeluaran komoditi yang dianalisis bisa diamati pada Tabel 5.6. Seperti halnya elastisitas permintaan karena perubahan harga sendiri maupun karena perubahan harga komoditi lainnya, elastisitas permintaan kelompok komoditi makanan, listrik, bensin dan solar, serta komoditi non makanan lainya, karena perubahan pengeluaran, relatif tidak mengalami perubahan yang berarti. Sedangkan elastisitas pengeluaran untuk komoditi lpg, gas kota, dan batu bara relatif mengalami penurunan, dan sebaliknya untuk komoditi minyak tanah, yang dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terus meningkat. Untuk kelompok komoditi energi, pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, elastisitas pengeluarannya lebih besar dibanding elastisitas pengeluaran di perkotaan, kecuali untuk komoditi minyak tanah pada tahun 2009 dan tahun 2010. Hal ini dimungkinkan dengan semakin terbatasnya pasokan minyak tanah sehingga harganya juga menjadi lebih mahal, dan hal ini menyebabkan semakin berkurangnya pemakaian minyak tanah, terutama di perkotaan.