Model LA-AIDS Metode Analisis

komoditi dibagi dengan indeks harga konsumen pada bulan dan tahun yang bersesuaian, sehingga perbedaan nilai akibat pengaruh inflasi bisa dihilangkan. Nilai harga kelompok komoditi energi merupakan harga implisit yang dihasilkan dari proksi total pengeluaran terhadap total konsumsi unit value. Untuk kelompok komoditi energi dilakukan konversi satuan, sehingga setiap kelompok persamaan memiliki satuan yang sama. Berbeda dengan komoditi energi, proksi harga untuk komoditi non makanan memang berbeda karena tidak semua komoditi ini dikonsumsi secara rutin oleh rumah tangga, sehingga proksi harga juga dicoba didekati dengan harga implisit. Analisis konsumsi dilakukan dengan mengelompokkan komoditi yang dikonsumsi rumah tangga menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok makanan, kelompok energi, dan kelompok non makanan lainnya. Adapun kelompok energi dibagi lagi menjadi empat sub kelompok, yaitu listrik; lpg, gas kota, dan batu bara; minyak tanah, bensin dan solar.

3.5 Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan

Penentuan status atau kategori suatu wilayah ke dalam desa atau kota yang dilakukan oleh BPS menggunakan skoring berdasarkan karakteristik wilayah tersebut.Variabel kepadatan penduduk,persentase rumah tangga bekerja di sektor pertanian, jarak ke fasilitas sosial ekonomi terdekat masih mendominasi penentuan skoring. Desakelurahan yang memilikiskor lebih dari atau sama dengan 10 digolongkan sebagai daerah perkotaan, sebaliknya skor kurang dari 10 digolongkan sebagai daerah perdesaan. Metodologi penentuan skoring berdasarkan hasil pendataan PODES PotensiDesa yang dilaksanakan menjelang Sensus Penduduk. Berikut secara ringkas penentuan skoring daerah perkotaan : a. Variabel kepadatan penduduk: ≤ 500 = skor 1, 500-4000 = skor 2-4, 4000-8500 = skor 5-7, ≥ 8500 = skor 8 b. Persentase rumahtangga pertanian: ≥ 70 = skor 1, 50-20 = skor 2-4, 20-5 = skor 5-7, ≤ 5 = skor 8 c. Akses fasilitas umum ≤ 2,5 km ada = skor 1 : Taman kanak-kanak, SMP, SMU d. Akses fasilitas umum ≤ 2 km ada = skor 1 : pasar, pertokoan e. Akses fasilitas umum ≤ 5 km ada = skor 1 : bioskop, rumah sakit f. Hotelbilyarddiskotekpanti pijatsalon ada = skor 1 g. Persentase pengguna telepon ≥8 = skor 1 h. Persentase pengguna listrik ≥ 90 = skor 1

3.6 Simulasi Perubahan Harga dan Pendapatan Rumah Tangga

Selain memberikan gambaran deskriptif pola konsumsi energi rumah tangga di Pulau Jawa dan estimasi elastisitas permintaan komoditi-komoditi yang dianalisis berdasarkan karakteristik wilayah dan perkembangannya dari waktu ke waktu, akan dilakukan juga simulasi perubahan jumlah barang yang diminta jika beberapa variabel mengalami perubahan. Berdasarkan nilai elastisitas permintaan yang diperoleh untuk rumah tangga di Pulau Jawa pada tahun 2007 – 2010 total, akan dilakukan simulasi dengan beberapa skenario. Skenario pertama adalah kenaikan harga bbm bensin dan solar sebesar 11 persen dan harga listrik sebesar 15 persen. Kenaikan harga bbm tersebut dikaitkan dengan opsi meningkatkan harga premium sebesar 500 rupiah dari 4500 rupiah persentase kenaikan adalah 11,11 persen, untuk simulasi digunakan hanya 11 persen dibulatkan. Kenaikan harga listrik terkait dengan wacana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik tdl pada tahun 2012 sebesar 15 persen. Skenario yang kedua adalah kenaikan harga yang sama untuk bbm dan listrik seperti pada skenario pertama, namun diiringi dengan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 4 persen terkait dengan laju pertumbuhan pengeluaran rumah tangga pada tahun 2011 BPS. Adapun bentuk matematis simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: ln ln E ln ln …..………………………………………. 3.13 Keterangan: x dan z adalah komoditi makanan, listrik, lpg, gas kota, dan batu bara, minyak tanah, bensin dan solar, non makanan lainnya E adalah matrik 6 x 7 elastisitas harga dan elastisitas pengeluaran rumah tangga. p dan r adalah harga komoditi y adalah pengeluaran rumah tangga