perdesaan. Hal ini terkait dengan penggunaan bensin dan solar yang pada umumnya digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor, yang masih
merupakan barang mewah bagi sebagian besar rumah tangga di di Pulau Jawa. Adapun nilai elastisitas pengeluaran komoditi yang relatif paling kecil di antara
elastisitas pengeluaran energi lainnya adalah elastisitas pengeluaran komoditi listrik. Hal ini menunjukkan bahwa listrik sudah mengarah sebagai komoditi
yang merupakan kebutuhan pokok bagi rumah tangga di Pulau Jawa. Jika dilihat dari status wilayahnya, nilai elastisitas pengeluaran untuk
komoditi-komoditi yang tergolong dalam kelompok komoditi energi di perdesaan relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai elastisitas pengeluaran
komoditi-komoditi tersebut di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi-komoditi energi tersebut masih merupakan barang kebutuhan yang
”lebih mewah” untuk rumah tangga yang tinggal di perdesaan dibanding untuk rumah tangga yang tinggal di perkotaan. Diduga, hal ini terkait dengan lebih
rendahnya porsi pengeluaran rumah tangga di perdesaan untuk komoditi energi dibanding porsi pengeluaran komoditi yang sama bagi rumah tangga di
perkotaan. Untuk melihat perkembangan nilai elastisitas pengeluaran komoditi yang
dianalisis bisa diamati pada Tabel 5.6. Seperti halnya elastisitas permintaan karena perubahan harga sendiri maupun karena perubahan harga komoditi
lainnya, elastisitas permintaan kelompok komoditi makanan, listrik, bensin dan solar, serta komoditi non makanan lainya, karena perubahan pengeluaran, relatif
tidak mengalami perubahan yang berarti. Sedangkan elastisitas pengeluaran untuk komoditi lpg, gas kota, dan batu bara relatif mengalami penurunan, dan
sebaliknya untuk komoditi minyak tanah, yang dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terus meningkat.
Untuk kelompok komoditi energi, pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, elastisitas pengeluarannya lebih besar dibanding elastisitas pengeluaran
di perkotaan, kecuali untuk komoditi minyak tanah pada tahun 2009 dan tahun 2010. Hal ini dimungkinkan dengan semakin terbatasnya pasokan minyak tanah
sehingga harganya juga menjadi lebih mahal, dan hal ini menyebabkan semakin berkurangnya pemakaian minyak tanah, terutama di perkotaan.
Tabel 5.6 Elastisitas pengeluaran rumah tangga di Pulau Jawa menurut waktu dan kelompok komoditi dari tahun 2007 – 2010
Kelompok Komoditi 2007 2008 2009 2010
1 2 3 4 5
Perdesaan Makanan
1,01 1,01 1,01 1,01 Listrik
1,46 1,45 1,45 1,44 Lpg, gas kota, dan batu bara
5,89 6,33 2,09 1,42 Minyak tanah
1,57 1,56 1,83 3,64 Bensin dan solar
2,65 2,60 2,60 2,44 Non makanan lainnya
0,80 0,80 0,80 0,80 Perkotaan
Makanan 1,01 1,01 1,01 1,01
Listrik 1,37 1,38 1,39 1,37
Lpg, gas kota, dan batu bara 2,47 2,27 1,49 1,34
Minyak tanah 1,42 1,45 1,84 3,70
Bensin dan solar 2,14 2,13 2,17 2,13
Non makanan lainnya 0,85 0,84 0,84 0,84
Perdesaan + Perkotaan Makanan
1,01 1,01 1,01 1,01 Listrik
1,41 1,41 1,42 1,40 Lpg, gas kota, dan batu bara
3,26 3,09 1,68 1,38 Minyak tanah
1,48 1,50 1,84 3,70 Bensin dan solar
2,36 2,33 2,36 2,27 Non makanan lainnya
0,83 0,82 0,82 0,82
Sumber: hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010.
5.5 Elastisitas Permintaan Listrik serta Bensin dan Solar menurut Tingkat Pendapatan
Khusus untuk listrik serta bensin dan solar akan dilakukan analisis elastisitas permintaannya untuk beberapa kelompok pendapatan. Adapun
pengelompokkan dilakukan menurut tingkat pendapatan sehingga rumah tangga yang ada dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri atas 20 persen rumah
tangga dengan tingkat pendapatan terrendah pertama 1, terrendah kedua 2, menengah pertama 3, menengah kedua 4, dan tertinggi 5. Tabel 5.7 berikut
menyajikan elastisitas permintaan listrik serta bensin dan solar untuk masing- masing kelompok pendapatan.
Tabel 5.7 Elastisitas harga dan pengeluaran komoditi listrik serta bensin dan solar menurut kelompok pendapatan rumah tangga di Pulau Jawa
tahun 2007-2010.
Elastisitas Kelompok Pendapatan
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6
- listrik harga sendiri
-1,00 -1,00 -1,00 -1,00 -1,00 pengeluaran
1,40 1,42 1,43 1,41 1,40 - bensin dan solar
harga sendiri -1,48 -1,23 -1,17 -1,14 -1,11
pengeluaran 5,36 2,94 2,31 2,02 1,77
Sumber: hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010.
Pada Tabel 5.7 bisa dilihat bahwa elastisitas harga dan pengeluaran untuk komoditi listrik relatif tidak berbeda untuk lima kelompok pendapatan yang
berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi listrik rumah tangga di Pulau Jawa relatif sama untuk rumah tangga pada lima kelompok pendapatan
tersebut. Pada komoditi bensin dan solar, semakin tinggi kelompok pendapatannya besaran elastisitas harganya semakin kecil semakin inelastis,
namun besarnya masih lebih dari satu. Begitu juga elastisitas pendapatan pengeluaran untuk komoditi bensin dan solar, nilainya semakin kecil pada
tingkatkelompok pendapatan yang semakin tinggi, tetapi masih merupakan barang mewah nilainya lebih dari satu. Artinya, perubahan jumlah bensin dan
solar yang diminta, proporsinya masih lebih besar dibanding dengan proporsi perubahan harga bensin dan solar maupun perubahan pengeluaran rumah tangga
di Pulau Jawa, akan tetapi besarnya porsi perubahan jumlah bensin dan solar yang diminta semakin kecil untuk kelompok pendapatan yang lebih besar.
5.6 Simulasi Perubahan Harga BBM dan Pendapatan Rumah Tangga
Berdasarkan nilai elastisitas permintaan yang diperoleh untuk rumah tangga di Pulau Jawa pada tahun 2007 – 2010 total, akan dilakukan simulasi
dengan beberapa skenario. Skenario I adalah kenaikan harga bbm bensin dan solar sebesar 11 persen dan harga listrik sebesar 15 persen. Skenario II adalah
kenaikan harga yang sama untuk bbm dan listrik seperti pada skenario I, namun diiringi dengan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 4 persen.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada skenario I Tabel 5.8 komoditi listrik dan bensin dan solar mengalami penurunan jumlah barang yang diminta,
sedangkan komoditi energi lainnya mengalami peningkatan jumlah barang yang diminta. Tanpa peningkatan pendapatan pengeluaran rumah tangga penurunan
konsumsi listrik di perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan penurunan konsumsi listrik di perkotaan. Kondisi sebaliknya terjadi pada konsumsi bensin
dan solar. Pada skenario I, peningkatan harga bensin dan solar sebesar 11 persen, tidak menurunkan jumlah makanan yang diminta, tetapi yang berkurang
adalah jumlah barang yang diminta untuk non makanan lainnya. Konsumsi komoditi lpg, gas kota, dan batu bara serta minyak tanah mengalami sedikit
peningkatan antara 0,80 hingga 2,18 persen. Tabel 5.8 Proporsi perubahan jumlah yang diminta berdasarkan hasil simulasi
menurut komoditi dan karakteristik wilayah rumah tangga di Pulau Jawa persen
Kelompok komoditi Perdesaan
Perkotaan Perdesaan dan
Perkotaan
1 2 3
4
Skenario I makanan
0,22 0,26 0,24 listrik
-14,63 -14,75 -14,69 lpg, gas kota, dan batu bara
2,18 1,15 1,54 minyak tanah
1,09 0,80 0,94 bensin dan solar
-12,99 -12,64 -12,79 non makanan lainnya
-0,42 -0,32 -0,37 Skenario II
makanan 4,25 4,29 4,27
listrik -8,82 -9,25 -9,05
lpg, gas kota, dan batu bara 10,45 7,60 8,67
minyak tanah 8,26 7,40 7,82
bensin dan solar -2,71 -4,06 -3,48
non makanan lainnya 2,78 3,03 2,92
Sumber: hasil olahan data Susenas Panel 2007 – 2010.
Peningkatan pengeluaran rumah tangga sebesar 4 persen ketika harga komoditi selain listrik serta bensin dan solar tetap, meningkatkan jumlah lpg,
gas kota, dan batu bara serta minyak tanah yang diminta lebih dari 7 persen. Peningkatan konsumsi kedua komoditi tersebut di perdesaan lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan konsumsi komoditi yang sama di perkotaan. Jumlah minyak tanah yang diminta di perkotaan meningkat 7,40 persen
sedangkan di perdesaan meningkat 8,26 persen. Peningkatan jumlah lpg, gas kota, dan batu bara yang diminta di perkotaan adalah 7,60 persen, sedangkan di
perdesaan mencapai 10,45 persen. Komoditi makanan dan non makanan lainnya juga mengalami peningkatan jumlah barang yang diminta namun
peningkatannya tidak sebesar kedua kelompok komoditi tersebut. Simulasi skenario II menghasilkan penurunan jumlah listrik serta bensin
dan solar yang diminta. Penurunan konsumsi listrik di perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan penurunan konsumsi listrik di perkotaan, begitu juga
dengan penurunan konsumsi bensin dan solar. Hasil simulasi pada kedua skenario menyatakan bahwa pada tingkat
pendapatan rumah tangga yang diprediksi masih akan meningkat, peningkatan harga memang bisa menekan tingkat konsumsi energi. Akan tetapi, hal ini
bukanlah satu-satunya cara yang efektif dan belum tentu yang terbaik, mengingat energi sudah merupakan komoditi yang penting dalam konsumsi
rumah tangga dan kebutuhannya pun semakin meningkat.