Setelah pipa paralon selesai, senter dimasukkan ke setiap pipa dengan posisi
mata senter ke arah ujung pipa yang ditutup mika, kemudian ditambahkan pemberat
2 kg. Ujung pipa yang ditutup mika harus dibuat lebih berat daripada ujung yang
satunya. Hal ini dimaksudkan agar pada saat lampu dimasukkan ke dalam air, ujung pipa
yang lebih berat akan tetap mengarah ke bawah. Dengan demikian, cahaya lampu
juga akan tetap mengarah ke bawah.
d
e
f Gambar 3.2 Tahap akhir lampu bawah air
d Penambahan pemberat
pada paralon
e Memasukkan senter dan menutup
kedua ujung paralon f
Lampu bawah air selesai Tahap akhir pada pembuatan lampu
ini yaitu membuat penutup pada ujung pipa yang lainnya. Untuk penutup tersebut
digunakan penutup pipa paralon yang dinamakan dop. Penutupan dengan dop juga
harus sempurna, tetapi tidak permanen. Hal ini
dimaksudkan agar
senter dapat
dikeluarkan pada saat pengisian daya. Tepat di tengah dop, dibuat sebuah pengait untuk
tambang. Tambang
yang digunakan
sepanjang 10 m disesuai dengan bagan. Tahap akhir lampu bawah air ini dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
3.3.2 Uji intesitas cahaya lampu bawah air
Pengujian dilakukan dalam tiga perlakuan, yaitu mengukur intensitas lampu
Philips I
u
kontrol, intensitas lampu bawah air di udara I
u
dan intensitas lampu bawah air di air I
a
. Untuk I
u
kontrol dan I
u
dapat diukur
secara langsung
menggunakan Luxmeter dengan jarak 0 m, 0.1 m, 0.2 m,
0.3 m, 0.4 m, 0.5 m, 0.6 m, 0.7 m, 0.8 m, 0.9 m dan 1 m dari sumber cahaya.
Sedangkan untuk I
a
, lampu yang telah dibuat dinyalakan dan dicelupkan ke dalam air
sekitar 0.3 m dari permukaan laut. Kemudian dilakukan pengukuran intensitas
cahaya dengan menggunakan Luxmeter. Pengukuran dilakukan pada jarak 0 m,
0.1 m, 0.2 m, 0.3 m, 0.4 m, 0.5 m, 0.6 m, 0.7 m, 0.8 m, 0.9 m dan 1 m dari sumber
cahaya. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan pada malam hari, sehingga cahaya yang diuji
benar-benar berasal dari lampu.
Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan
perhitungan menggunakan
Persamaan 3.1 untuk mencari nilai koefisien pemudaran air k dan nilai I
a
kontrol. Melalui perbandingan antara nilai I
a
kontrol dan
I
a
, maka
dapat diketahui
pada kedalaman
berapa lampu
bawah air
dicelupkan, sehingga memperoleh intensitas cahaya yang paling disukai ikan.
I
a
= I
u
e
-
kx
= e
-
kx
ln = ln e
-
kx
ln = -kx ln e
ln = -kx
k = - 3.1
3.3.3 Penggunaan lampu bawah air pada operasi penangkapan
Penangkapan dengan
lampu ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh lampu terhadap hasil tangkapan
bagan apung.
Terdapat tiga
variasi
tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke-2
menggunakan dua lampu dan hari ke-3 menggunakan empat lampu. Dalam satu hari
dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang diambil yaitu banyaknya hasil
tangkapan yang diperoleh. Penangkapan ini dilakukan sebanyak lima kali ulangan, yaitu
pada minggu ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5.
Operasi penangkapan diawali dengan menentukan daerah tangkapan, dimana
penentuan tersebut
berdasarkan hasil
pantauan di siang harinya dan insting para nelayan.
Setelah daerah
tangkapan ditentukan, jangkar dan jaring diturunkan
sampai kedalaman tertentu sesuai dengan kedalaman daerah tangkapan. Semua lampu
bagang dinyalakan. Setelah beberapa jam atau dianggap sudah banyak ikan yang
berada di areal tangkapan, lampu bawah air diturunkan pada kedalaman yang sesuai
dengan
hasil pengujian
sebelumnya. Kemudian lampu bagang dimatikan secara
bertahap, sementara lampu bawah air tetap dibiarkan menyala. Ikan akan berkumpul
pada sumber cahaya yang masih ada lampu bawah air, tepat di atas jaring. Kemudian
jaring diangkat dengan cepat agar ikan tidak sempat keluar dari areal jaring.
Contoh gambar penggunaan lampu celup bawah air pada operasi penangkapan
dengan bagan apung ditunjukkan pada Gambar 3.3.
26
Gambar 3.3 Sketsa penggunaan lampu bawah air pada bagang.
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN