Ikan target yang mati selama proses penangkapan diakibatkan oleh penanganan yang buruk maupun praktek penangkapan yang merusak, sehingga
menyebabkan hilangnya potensi keuntungan bagi nelayan. Keadaan ini merupakan bentuk ‘pemborosan’ dimana ikan yang mati akan digantikan oleh
dengan ikan yang baru pada kegiatan penangkapan berikutnya, sehingga meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya. Kematian akibat bycatch atau
incidental terjadi pada ikan non target dan terjadi pada semua kegiatan perikanan
tangkap pada tingkatan tertentu. Karena kegiatan perikanan ikan hias laut cenderung menangkap ikan secara individual satu per satu, bycatch relatif sangat
kecil, terutama jika tidak menggunakan praktek penangkapan yang merusak. Kematian tertunda terjadi pada tahap penanganan setelah ikan ditangkap, biasanya
pada tahapan penyimpanan dan transportasi. Kematian ini diakibatkan karena ikan mengalami stress sejak proses ikan ditangkap hingga tahap pengiriman,
kelaparan, dan kualitas air yang buruk Helfman 2007. Menurut
Rubec et al
. 2001, perdagangan ikan karang hias yang ditangkap menggunakan jaring dimungkinkan secara ekonomi. Hal ini dapat dicapai jika
mortalitas ikan dapat ditekan secara signifikan pada setiap tahapan pengiriman, sejak dari nelayan hingga penjual akhir retailer serta sekaligus menerapkan pola
yang hemat biaya. Penangkapan ikan menggunakan jaring akan dapat meminimalisasi stress pada ikan yang berhubungan dengan proses penanganan
dan pengiriman.
2.3 Dampak Kegiatan Industri Akuarium
Terumbu karang sangat luas, sebagian besar populasi berada dalam jumlah besar, dan hanya sebagian kecil individu yang dikoleksi untuk industri akuarium.
Meskipun begitu, beberapa spesies ikan yang secara alami memiliki kelimpahan yang rendah mungkin memiliki tingkat predasi yang rendah dan tingkat regenerasi
yang rendah, sehingga rentan terhadap penangkapan berlebih. Sebagai contoh Ikan Lepu Ayam Pterois sp. tidak pernah ditemukan dalam jumlah banyak,
terlindung dari predator, tetapi merupakan target utama penangkapan untuk ikan hias. Ikan anemon dan cleaner wrasse terancam karena sangat populer. Ikan
anemon juga semakin tertekan karena hidup berasosiasi dengan hewan anemon
yang juga merupakan target koleksi untuk akuarium. Lambatnya proses reproduksi pada kedua ikan ini semakin menekan keberadaannya di alam
Helfman 2007. Masalah lain yang dihadapi adalah intensitas penangkapan yang terjadi di
semua kelompok usia ikan. Juvenil adalah kelompok usia ikan yang sering menjadi target industri akuarium. Chan dan Sadovy 1998 mengestimasi bahwa
sekitar 56 dari hewan hias yang dijual di Hong Kong adalah juvenil, dimana hal ini akan mempercepat laju penurunan populasi dan ketidakseimbangan ekosistem.
Edwards dan Shepherd 1992 menggunakan metode sensus visual untuk mengestimasi kepadatan populasi dan potensi lestari untuk spesies akuarium di
Maldives. Mereka menyimpulkan bahwa 12 spesies dieksploitasi melebihi tingkat lestarinya, dan 12 lainnya akan mengalami overeksploitasi jika ekspor
ditingkatkan menjadi tiga kali lipat dibanding tahun 1989 yaitu sebesar 54.000 ekor ikan setiap tahunnya.
Tissot dan Hallacher 2003 menemukan bahwa tujuh dari sepuluh ikan target mengalami penurunan kelimpahan yang signifikan di lokasi penangkapan
yang berkisar antara 38 hingga 75, sedangkan 2 dari 9 spesies yang memiliki kesamaan ekologi tetapi bukan merupakan ikan target menunjukan adanya
penurunan jumlah di lokasi penangkapan di pesisir Kona, Hawaii. Lebih jauh, meskipun terjadi penurunan sebesar 32 dari ikan herbivora, tidak ditemukan
perbedaan kepadatan makro alga antara daerah penangkapan dan daerah kontrol. Melalui wawancara dengan nelayan lokal, Kolm dan Berglund 2003
menemukan dampak negatif yang signifikan akibat tekanan penangkapan ikan terhadap kepadatan Ikan Banggai Cardinalfish. Keadaan ini mengkhawatirkan
karena sifat ikan Banggai Cardinalfish yang memiliki pola sebaran yang terbatas. Hal ini membuktikan bahwa meskipun metode penangkapan yang digunakan
merupakan metode yang tidak merusak, kegiatan perdagangan ikan untuk akuarium telah mengakibatkan dampak parah terhadap populasi di alam.
Terminologi ‘metode penangkapan yang tidak merusak’ mungkin mengakibatkan persepsi yang keliru dalam kaitannya dengan konservasi sumberdaya ikan karang.
Perdagangan ikan hias laut jika dilakukan secara lestari, bebas dari metode yang merusak, dan tidak metargetkan spesies ikan konsumsi dapat memberikan
keuntungan bagi negara-negara di daerah tropis khususnya bagi desa-desa kecil dan terpencil. Kegiatan ini dapat memberikan lapangan pekerjaan,
mempromosikan kegiatan konservasi, dan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya ikan dan sumberdaya laut lainnya Helfman 2007.
Dari sudut pandang sosial-ekonomi, Dufour 1997 mengkalkulasi bahwa setiap 100.000 ikan yang diekspor dalam perdagangan akuarium telah
menciptakan 10-20 lapangan kerja, menghasilkan pendapatan tahunan sebesar US 200.000. Dengan mengekstrapolasi nilai tersebut terhadap 15-40 juta ekor
ikan yang diekspor setiap tahunnya, perdagangan dapat mencapai nilai US30 - 60 juta bagi ekonomi lokal, menyerap tenaga kerja sebanyak 1.500 - 3.000 orang.
2.4 Pengelolaan Ikan Hias Laut Melalui Pembatasan Jumlah Tangkapan