2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Perikanan Ikan Hias Laut di Indonesia
Indonesia merupakan pusat keragaman hayati laut dunia yang kaya akan spesies ikan karang. Menurut Allen dan Adrim 2003, di Indonesia terdapat 2057
spesies ikan karang yang terbagi kedalam 113 famili. Sembilan famili utama ikan karang di Indonesia adalah Gobiidae 272 spesies, Labridae 178, Apogonidae
114, Bleniidae 107, Serranidae 102, Muraenidae 61, Syngnathidae 61, Chaetodontidae 59, dan Lutjanidae 43.
Perdagangan ikan hias laut di Indonesia dimulai sejak awal era 70an atau mungkin lebih awal. Saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor utama ikan
hias laut. Nilai ekspor pada tahun 1993 sebesar US 5,5 juta dengan negara tujuan utama Amerika dan Eropa Wood 2001a.
Indonesia merupakan eksportir terbesar di dunia untuk sumberdaya laut dalam memenuhi kebutuhan industri akuarium dan telah sangat bergantung pada
kegiatan pengambilan langsung di alam. Karena posisinya di khatulistiwa, Indonesia berada pada posisi yang strategis dalam mensuplai spesies-spesies laut
bagi Eropa, Amerika Utara dan Asia dalam 25 tahun terakhir Reksodihardjo dan Lilley 2007.
Perdagangan biota laut untuk akuarium telah memanfaatkan kondisi Indonesia yang strategis di dunia. Akan tetapi patut disayangkan bahwa terlalu
banyak pihak yang terlibat di dalam industri ini yang berasumsi bahwa suplai dari alam tidak terbatas. Industri ini telah menarik ribuan nelayan pesisir untuk
memiliki penghasilan tambahan dengan menjadi nelayan kolektor sumberdaya laut untuk kebutuhan industri akuarium. Sebagian besar dari nelayan tersebut
tidak mengenyam pendidikan dan tidak memiliki pekerjaan, para nelayan dipaksa bertahan dengan harga jual yang rendah, kondisi kerja yang buruk, kelumpuhan
dan kematian akibat kegiatan penangkapan, untuk memenuhi kepuasan pasar yang terus berkembang Reksodihardjo dan Lilley 2007.
Walaupun Indonesia merupakan eksportir terbesar, akan tetapi data perdagangan ikan hias laut Indonesia sampai saat ini sangat terbatas. Sangat
sedikit catatan perdagangan yang ada sebelum kurun waktu tahun 2000, selain itu Kementrian Kelautan dan Perikanan tidak pernah mensyaratkan para
pengusahapedagang untuk memasukkan data perdagangan ikan hias laut mereka Lilley 2008. Ekspor ikan hias laut dari Indonesia menunjukkan peningkatan
setiap tahun Dufour 1997. Terdapat sebanyak 280 jenis ikan karang yang dimanfaatkan sebagai ikan hias Anonim 2001. Berdasarkan basis data yang
dipublikasikan oleh Global Marine Aquarium Database http:www.unep- wcmc.orgmarineGMADdata.html, sejak tahun 1993-2003 tercatat sebanyak
464 spesies ikan hias laut yang di ekspor dari Indonesia, dengan jumlah total lebih
dari 900 ribu ekor.
Salah satu jenis ikan hias laut di Indonesia yang merupakan primadona di pasar akuarium dunia adalah Ikan Banggai Cardinalfish. Ikan Banggai
Cardinalfish atau di kalangan nelayan dan eksportir ikan hias dikenal dengan nama Ikan Capungan Ambon atau Capungan Banggai termasuk ke dalam jenis
ikan laut dari suku Apogonidae Wijaya 2010. Banggai Cardinalfish menjadi pepuler di kalangan penggemar akuarium karena tampilannya yang menarik, daya
tahan yang baik di dalam akuarium, dan siap dibesarkan di penangkaran Helfman 2007.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Roberts dan Hawkins 1999, seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap jenis ikan ini sejak awal 1990
tetapi dengan rentang geografis yang terbatas, fekunditas rendah, dan penangkapan yang intensif menghasilkan dugaan yang mengkhawatirkan terhadap
keberadaan ikan ini di alam. Mereka menyatakan kemungkinan ikan jenis ini akan punah dari alam, dan Allen 2000 mengusulkan untuk memasukan ikan ini ke
dalam IUCN Red List. Wijaya 2010 melakukan kajian terhadap kegiatan pemanfaatan Ikan
Banggai Cardinalfish dan menemukan bahwa tingkat pemanfaatan jenis ikan ini berdasarkan data yang didapatkan dari Bone Baru, Mbato mbato, Tolokibit dan
Pulau Bandang Pulau Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah masih berada di bawah angka potensi tangkap lestarinya. Ikan ini
ditangkap dengan metode yang masih tergolong ramah lingkungan, akan tetapi cara pengoperasian masih berpotensi mengakibatkan kerusakan terumbu karang