Latar Belakang Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi militer dalam menghadapi peperangan telah mulai digunakan sejak abad ke-15. Van Creveld 1989 dan Keegan 1994 menyampaikan terdapat tiga perubahan sejarah peperangan berdasarkan teknologi militer yang dikembangkan, yaitu pola perang dari penggunaan tenaga manusia menjadi perang menggunakan mesin, selanjutnya adalah mobilisasi pasukan perang berbasis sistem komputerisasi, serta integrasi teknologi komunikasi atau networking untuk peperangan modern Rotte Schmidt 2002. Kecenderungan perkembangan teknologi dalam peperangan mulai ditunjukkan pada tahun 1914, dengan inovasi berbagai peralatan perang seperti senapan mesin, pistol, gas beracun, dan granat Stegemann 1940. Analisis para ahli sejarah militer menyatakan bahwa kecenderungan peralatan perang tersebut sebenarnya masih tergolong sederhana dan belum mendapat sentuhan teknologi modern. Teknologi militer modern sebenarnya baru berkembang pada Perang Dunia II Murray 1995, dimana berbagi peralatan perang mulai dipamerkan seperti rudal, radar, bazooka, komunikasi radio, penggunaan tank, dan pesawat perang Rotte Schmidt 2002. Army-technology edisi April 2012 menyampaikan bahwa keberhasilan memenangkan perang di masa depan tidak lagi ditentukan oleh kuantitas personil angkatan bersenjata dan instrumen militer yang dimiliki, tetapi juga oleh kemampuan dalam mengadopsi perkembangan teknologi militer modern. National Defense Magazine 2011 melaporkan bahwa terdapat 10 inovasi teknologi militer modern yang telah dikembangkan Amerika Serikat, yaitu helikopter tanpa bising, persenjataan yang ditujukan untuk tidak membunuh, ultra-light super-survivable dune buggies sebagai alat mobilitas darurat, kapal selam mini, kapal bulletproof berkecepatan tinggi, alat komunikasi tanpa batas ruang dan waktu, automotisasi robot cerdas, bahan bakar minimalis dan teknologi pengawasan super luas wide area surveillance. Teknologi mutakhir ini membuat perang di masa depan cenderung bersifat continuous battle, yaitu tidak lagi dibatasi oleh kendala- kendala strategis yang dimunculkan oleh faktor lingkungan fisik Propatria 2004, dan salah satu teknologi mutakhir yang berkembang diantaranya adalah teknik pendeteksian hibrid, yaitu antara GPR ground penetrating radar dan dual detector sensor . Penggunaan alat pendeteksi merupakan pilihan cerdas dalam peperangan dan penghindaran diri dari serangan lawan. Ketika Perang Dunia I, alat deteksi dan tracking musuh sangat bergantung pada penglihatan manusia, dimana prajurit hanya memantau secara visual arah pergerakan musuh Johnson 1978. Inovasi sistem deteksi musuh mulai berkembang ketika Perang Dunia II Ewell 1981, yaitu berupa teknologi radar radio detection and ranging. Radar merupakan alat deteksi modern menggunakan gelombang radio yang digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui pergerakan musuh Knott et al. 2004. Kelebihan penggunaan radar sebagai sistem deteksi adalah aktif memantau energi target dari gelombang yang dipancarkan Tuley 1992. Seiring kemajuan teknologi, terdapat teknologi yang dapat digunakan untuk mencegah deteksi dari gelombang radar, yaitu stealth atau teknologi siluman. Teknologi ini dapat diadopsi Indonesia dalam kerangka peningkatan teknologi militernya dan mengantisipasi gangguan keamanan wilayah perbatasan. Teknologi siluman merupakan barometer kekuatan militer yang memungkinkan peralatan perang tak terdeteksi oleh radar musuh Saville et al. 2005. Teknologi siluman berprinsip pada penyerapan gelombang radar oleh suatu material yang dapat menyerap gelombang radar. Penelitian tentang material penyerap gelombang elektromagnetik radar absorbing material telah dimulai sejak tahun 1930, akan tetapi paten yang muncul baru pada tahun 1971, yaitu berupa Radar Absorptive Coating Nomor Paten: 3599210 dengan inventor Maxwell Stander dan Silver Springs. Bahan penyerap ini menggunakan tipe grafit atau karbon hitam dan Titanium Oksida Saville et al. 2005. Material penyerap gelombang radar tersebut sangat dibutuhkan sebagai antisipasi maupun penguat sistem pertahanan militer dan kebutuhan akan material ini akan meningkat saat terjadi peperangan Schilthuizen Simonis 2009. Nicolaescu 2006 menambahkan bahwa material penyerap gelombang radar saat ini diaplikasikan pada berbagai peralatan kamuflase, terutama pada pesawat tempur modern. Aplikasi teknologi siluman dapat dikembangkan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan membuat struktur peralatan militer yang mampu memantulkan gelombang radar ke arah lain, namun pengembangan cara ini membutuhkan anggaran yang besar. Cara kedua adalah dengan melapisi permukaan kapal dengan suatu material yang mampu menyerap gelombang radar, yaitu material penyerap gelombang radar. Beberapa material anorganik baru telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar, diantaranya adalah bahan berbasis besi serat besi polikristalin dan besi karbonil Ghasemi et al. 2008, bahan berbasis karbon grafit dan serat karbon Lin et al. 2008 dan berbasis keramik silikon karbid Sert Megen 2009. Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru juga mulai mengarah kepada material organik, diantaranya berupa serat kolagen Liu et al. 2011, namun terobosan ini belum banyak dikembangkan. Menurut Won-Jun et al. 2005 dalam Renata et al. 2011, suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui konversi gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan yang memiliki sifat dielektrik yang tinggi. Salah satu material organik dielektrik dan telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar adalah polyaniline Huber et al. 2003. Karakteristik polyaniline sebagai material organik penyerap gelombang radar diduga karena muatan positif berupa proton dari atom nitrogen yang banyak pada gugus kimianya Huber Edwards 2003. Berdasarkan karakteristik tersebut, chitosan diduga juga memiliki struktur kemiripan yang sama. Sebagaimana diketahui, chitosan merupakan salah satu senyawa turunan chitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi Teng 2012. Chitosan merupakan biopolimer yang bersifat polikationik atau memiliki banyak muatan positif dari gugus nitrogennya Nogales et al. 1997. Sifat polikationik ini cenderung menggolongkan chitosan kepada bahan dielektrik Begum et al. 2011, yaitu bahan yang memiliki kemampuan dalam penyimpanan energi dan polarisasi, dimana semakin tinggi nilai permitivitas dielektriknya maka bahan tersebut mampu menyimpan energi dalam jumlah besar McMeeking et al. 2005. Namun, menurut Iuschenko et al. 2009 sifat dielektrik chitosan masih tergolong rendah. Oleh karena itu diperlukan campuran bahan lain untuk memperkuat nilai dielektrik dari chitosan, salah satunya adalah dengan mengkompositkan chitosan dengan polivinil alkohol PVA. Komposit merupakan teknologi rekayasa material dengan cara menggabungkan atau mencampurkan dua atau lebih jenis material yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga didapatkan material baru dengan karakteristik yang lebih kuat Gupta Gupta 2005. Pemilihan polivinil alkohol sebagai campuran dengan chitosan didasari oleh sifat dielektrik polivinil alkohol yang lebih tinggi dari chitosan Abdullah et al. 2011 dan mampu membentuk film dengan sifat mekanik yang baik Chen et al. 2005. Material plastik dari bahan vinyl resin ternyata pernah digunakan sebagai bahan penyerap gelombang elektromagnetik berdasarkan paten Nishizaki et al. 2000 dengan nomor US006090478A. Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka polivinil alkohol cocok dikompositkan dengan chitosan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyerap gelombang radar. Hal ini berkaitan dengan kombinasi sifat dielektrik dari chitosan dengan PVA, dimana bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar McMeeking et al. 2005. Oleh karena itu, penggunaan komposit polimer chitosan-polivinil alkohol sangat potensial untuk dikembangkan menjadi material penyerap gelombang radar dan perlu dikaji lebih lanjut dalam penelitian.

1.2 Tujuan