Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol

(1)

!

PROTOTYPE

MATERIAL PENYERAP GELOMBANG RADAR

DARI KOMPOSIT POLIMER

CHITOSAN

-POLIVINIL ALKOHOL

ESA GHANIM FADHALLAH C34080063

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

ESA GHANIM FADHALLAH. C34080063. Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU.

Teknologi militer dalam menghadapi peperangan telah digunakan sejak abad ke-15. Penggunaan alat pendeteksi mutakhir seperti radar merupakan pilihan cerdas sebagai penghindaran diri dari serangan lawan, namun seiring dengan itu berkembang pula teknologi anti radar atau teknologi siluman (stealth). Pengembangan material penyerap gelombang elektromagnetik sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1930, namun paten yang muncul baru pada tahun 1971 dan masih tergolong kepada material anorganik. Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru sudah mulai mengarah juga kepada material organik. Chitosan merupakan salah satu material organik yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar. Sifat polikationik yang dimiliki, cenderung menggolongkan chitosan sebagai bahan dielektrik. Bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menganalisis karakteristik film penyerap gelombang radar dari komposit polimer chitosan-polivinil alkohol.

Tahapan penelitian meliputi formulasi material untuk pembuatan film prototype penyerap gelombang radar, pembuatan material film, karakterisasi kualitas film, preparasi prototype penyerap gelombang radar, karakterisasi prototype penyerap gelombang radar. Formula material yang digunakan berupa campuran chitosan dan PVA dengan perbandingan chitosan : PVA (1 : 1). Konsentrasi larutan yang dicobakan terdiri atas campuran chitosan 1%; 1,5%; 2% dengan PVA 5%. Preparasi prototype dilakukan dengan perluasan paparan permukaan film menjadi ukuran 30 x 30 cm, yang bertujuan untuk meningkatkan daya penyerapan gelombang radar. Karakterisasi kualitas prototype penyerap gelombang radar dilakukan dengan pengujian reflection loss.

Bentuk film yang telah dibuat menyerupai lembaran plastik tipis dan transparan dengan warna sedikit kekuningan. Film ini memiliki kekuatan tarik dari 106,33 ± 2,82 – 143 ± 2,59 kPa. Analisis SEM memperlihatkan struktur homogen yang ditandai dengan interaksi yang baik antara chitosan dengan PVA. Besar daya serap gelombang elektromagnetik (radar) oleh prototype film material ditunjukkan dengan makin besarnya nilai reflection loss. Nilai optimum didapatkan pada film prototype dengan material konsentrasi chitosan 1% yaitu berkisar pada -28,3127-38,8229 dB.


(3)

!

PROTOTYPE

MATERIAL PENYERAP GELOMBANG RADAR

DARI KOMPOSIT POLIMER

CHITOSAN

-POLIVINIL ALKOHOL

ESA GHANIM FADHALLAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PROTOTYPE MATERIAL PENYERAP GELOMBANG RADAR DARI KOMPOSIT POLIMER CHITOSAN-POLIVINIL ALKOHOL” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Esa Ghanim Fadhallah C34080063


(5)

!

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol

Nama Mahasiswa : Esa Ghanim Fadhallah

NIM : C34080063

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si Dr. Akhiruddin Maddu NIP. 19690603 199802 1 001 NIP. 19660907 199802 1 006

Mengetahui

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP: 195805111985031002


(6)

KATA PENGANTAR

! Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, dan para sahabatNya. Doa dan harapan, semoga Allah SWT selalu meridhoi upaya yang dilakukan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu dan mengarahkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si. dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar.

2. Ibu Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu dan Ayah tersayang, terima kasih atas perhatian dan doanya kepada

penulis. Nadia dan Tsaltsa, adik tersayang yang telah memberikan semangat dan doanya.

4. Mba Dini (FPIK IPB), Ibu Rubiyah (Fateta IPB), Ibu Yuli (UI), Ibu Deswita (BATAN), Mba Wiwi (Biofarmaka) yang sudah membantu penulis dalam proses pengujian selama penelitian.

5. Keluarga ‘Lab Ombeng’ (Rico, Aksar, Ukon, Elka, Cecep, Hardi, Andri, Emen, Rhesa, Helmy, Bang Ucok), terima kasih atas kebersamaannya. 6. Teman-teman THP 45, THP 46, THP 47, terima kasih atas segala

dukungan dan semangatnya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2012 Esa Ghanim Fadhallah C34080063


(7)

!

! !

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Ahmad Rifai dan Ibu Roziah Ahyad. Jenjang pendidikan diawali di TK Pertiwi Bogor, lalu melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Panaragan 1 (lulus tahun 2002), Sekolah Menegah Pertama Negeri 04 Bogor (lulus tahun 2005), kemudian Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor (lulus tahun 2008).

Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI IPB) pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjalani pendidikan akademik di IPB, penulis pernah aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan seperti anggota UKM Music Agriculture Xpression (MAX) (2009); anggota Fisheries Processing Club (FPC) (2010); anggota Himpunan Profesi Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) (2011) dan wakil ketua Barracuda Music Club (BMC) (2010-2011). Penulis juga berperan aktif sebagai koordinator asisten dan asisten praktikum, diantaranya pada matakuliah Iktiologi (2010/2011 dan 2011/2012); matakuliah Fisiologi, Formasi, dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan (2012/2013 dan 2011/2012); matakuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan (2010/2011, 2011/2012, 2012/2013); matakuliah Biotoksikologi Hasil Perairan (2011/2012); matakuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan (2011/2012) dan Teknologi Hasil Samping dan Penanganan Limbah Industri Perikanan (2011/2012).

Penulis menyusun skripsi dengan judul “Prototype Material Penyerap Gelombang Radar (Radar Absorbing Material) dengan Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol” dibawah bimbingan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, dimana sebagian penelitian dari skripsi ini telah didanai melalui Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian DIKTI Tahun 2012.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Chitosan... 5

2.2 Polivinil Alkohol... 6

2.3 Gelombang Radar... 7

2.3 Material Penyerap Gelombang Radar... 8

3. METODE... 10

3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Bahan dan Alat ... 10

3.3 Prosedur Penelitian... 11

3.4 Prosedur Pengujian... 12

3.4.1 Karakteristik bahan baku dan larutan chitosan... 13

3.4.2 Karakteristik kualitas material film chitosan-PVA ... 14

3.4.3 Karakteristik kualitas prototype penyerap gelombang ... 15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16

4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA ... 16

4.2 Bentuk Film Komposit Polimer Chitosan-PVA... 18

4.3 Ketebalan Film Komposit Polimer Chitosan-PVA ... 19

4.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 20

4.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)... 22

4.6 Tensile Strength (Kuat Tarik)... 23

4.7 Reflection Loss... 24

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 29

5.1 Kesimpulan... 29

5.2 Saran... 29

DAFTAR PUSTAKA... 30


(9)

!

! !

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Karakteristik fisik polivinil alkohol ... 7

2. Spesifikasi material penyerap gelombang radar komersil ... 9

3. Hasil karakterisasi chitosan... 16

4. Hasil pengukuran reflection loss material prototype... 25


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Struktur kimia chitosan... 5

2. Struktur kimia polivinil alkohol... 6

3. Diagram alir pembuatan film chitosan-PVA ... 12

4. Setting alat pengukuran reflection loss... 15

5. Histogram nilai viskositas larutan chitosan-PVA... 17

6. Bentuk film chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi chitosan... 18

7. Ketebalan film chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi chitosan... 19

8. Spektrum inframerah dari film komposit chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi ... 20

9. Hasil analisis SEM film komposit polimer chitosan-PVA dengan perbedaan konsentrasi chitosan... 22

10. Interaksi kimia chitosan dengan PVA ... 23

11. Histogram nilai uji kuat tarik film chitosan-PVA... 24

12. Histogram nilai reflection loss material prototype chitosan-PVA ... 25


(11)

!

!

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Spesifikasi polivinil alkohol ... 39

2. Dokumentasi bahan yang digunakan selama penelitian ... 39

3. Dokumentasi peralatan yang digunakan selama penelitian ... 40

4. Dokumentasi setting alat untuk pengukuran reflection loss... 41

5. Data hasil pengukuran viskositas... 42

6. Data hasil pengukuran ketebalan film... 43

7. Grafik spektrum infra merah Fourier Transform Infra Red... 44


(12)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi militer dalam menghadapi peperangan telah mulai digunakan sejak abad ke-15. Van Creveld (1989) dan Keegan (1994) menyampaikan terdapat tiga perubahan sejarah peperangan berdasarkan teknologi militer yang dikembangkan, yaitu pola perang dari penggunaan tenaga manusia menjadi perang menggunakan mesin, selanjutnya adalah mobilisasi pasukan perang berbasis sistem komputerisasi, serta integrasi teknologi komunikasi atau networking untuk peperangan modern (Rotte & Schmidt 2002).

Kecenderungan perkembangan teknologi dalam peperangan mulai ditunjukkan pada tahun 1914, dengan inovasi berbagai peralatan perang seperti senapan mesin, pistol, gas beracun, dan granat (Stegemann 1940). Analisis para ahli sejarah militer menyatakan bahwa kecenderungan peralatan perang tersebut sebenarnya masih tergolong sederhana dan belum mendapat sentuhan teknologi modern. Teknologi militer modern sebenarnya baru berkembang pada Perang Dunia II (Murray 1995), dimana berbagi peralatan perang mulai dipamerkan seperti rudal, radar, bazooka, komunikasi radio, penggunaan tank, dan pesawat perang (Rotte & Schmidt 2002).

Army-technology edisi April 2012 menyampaikan bahwa keberhasilan memenangkan perang di masa depan tidak lagi ditentukan oleh kuantitas personil angkatan bersenjata dan instrumen militer yang dimiliki, tetapi juga oleh kemampuan dalam mengadopsi perkembangan teknologi militer modern. National Defense Magazine (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 inovasi teknologi militer modern yang telah dikembangkan Amerika Serikat, yaitu helikopter tanpa bising, persenjataan yang ditujukan untuk tidak membunuh, ultra-light super-survivable dune buggies sebagai alat mobilitas darurat, kapal selam mini, kapal bulletproof

berkecepatan tinggi, alat komunikasi tanpa batas ruang dan waktu, automotisasi

robot 'cerdas', bahan bakar minimalis dan teknologi pengawasan super luas (wide area surveillance). Teknologi mutakhir ini membuat perang di masa depan

cenderung bersifat continuous battle, yaitu tidak lagi dibatasi oleh kendala-kendala strategis yang dimunculkan oleh faktor lingkungan fisik (Propatria 2004),


(13)

!

dan salah satu teknologi mutakhir yang berkembang diantaranya adalah teknik pendeteksian hibrid, yaitu antara GPR (ground penetrating radar) dan dual detector sensor.

Penggunaan alat pendeteksi merupakan pilihan cerdas dalam peperangan dan penghindaran diri dari serangan lawan. Ketika Perang Dunia I, alat deteksi dan tracking musuh sangat bergantung pada penglihatan manusia, dimana prajurit hanya memantau secara visual arah pergerakan musuh (Johnson 1978). Inovasi sistem deteksi musuh mulai berkembang ketika Perang Dunia II (Ewell 1981), yaitu berupa teknologi radar (radio detection and ranging). Radar merupakan alat deteksi modern menggunakan gelombang radio yang digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui pergerakan musuh (Knott et al. 2004). Kelebihan penggunaan radar sebagai sistem deteksi adalah aktif memantau energi target dari gelombang yang dipancarkan (Tuley 1992).

Seiring kemajuan teknologi, terdapat teknologi yang dapat digunakan untuk mencegah deteksi dari gelombang radar, yaitu stealth atau teknologi siluman. Teknologi ini dapat diadopsi Indonesia dalam kerangka peningkatan teknologi militernya dan mengantisipasi gangguan keamanan wilayah perbatasan. Teknologi siluman merupakan barometer kekuatan militer yang memungkinkan peralatan perang tak terdeteksi oleh radar musuh (Saville et al. 2005). Teknologi siluman berprinsip pada penyerapan gelombang radar oleh suatu material yang dapat menyerap gelombang radar. Penelitian tentang material penyerap gelombang elektromagnetik (radar absorbing material) telah dimulai sejak tahun 1930, akan tetapi paten yang muncul baru pada tahun 1971, yaitu berupa Radar Absorptive Coating (Nomor Paten: 3599210) dengan inventor Maxwell Stander dan Silver Springs. Bahan penyerap ini menggunakan tipe grafit atau karbon hitam dan Titanium Oksida (Saville et al. 2005). Material penyerap gelombang radar tersebut sangat dibutuhkan sebagai antisipasi maupun penguat sistem pertahanan militer dan kebutuhan akan material ini akan meningkat saat terjadi peperangan (Schilthuizen & Simonis 2009). Nicolaescu (2006) menambahkan bahwa material penyerap gelombang radar saat ini diaplikasikan pada berbagai peralatan kamuflase, terutama pada pesawat tempur modern.


(14)

Aplikasi teknologi siluman dapat dikembangkan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan membuat struktur peralatan militer yang mampu memantulkan gelombang radar ke arah lain, namun pengembangan cara ini membutuhkan anggaran yang besar. Cara kedua adalah dengan melapisi permukaan kapal dengan suatu material yang mampu menyerap gelombang radar, yaitu material penyerap gelombang radar. Beberapa material anorganik baru telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar, diantaranya adalah

bahan berbasis besi (serat besi polikristalin dan besi karbonil) (Ghasemi et al. 2008), bahan berbasis karbon (grafit dan serat karbon) (Lin et al. 2008) dan berbasis keramik (silikon karbid) (Sert & Megen 2009).

Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru juga mulai mengarah kepada material organik, diantaranya berupa serat kolagen (Liu et al. 2011), namun terobosan ini belum banyak dikembangkan.

Menurut Won-Jun et al. (2005) dalam Renata et al. (2011), suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui konversi gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan yang memiliki sifat dielektrik yang tinggi. Salah satu material organik dielektrik dan telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar adalah polyaniline (Huber et al. 2003). Karakteristik polyaniline sebagai material organik penyerap gelombang radar diduga karena muatan positif berupa proton dari atom nitrogen yang banyak pada gugus kimianya (Huber & Edwards 2003). Berdasarkan karakteristik tersebut, chitosan diduga juga memiliki struktur kemiripan yang sama. Sebagaimana diketahui, chitosan merupakan salah satu senyawa turunan chitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi (Teng 2012).

Chitosan merupakan biopolimer yang bersifat polikationik atau memiliki banyak muatan positif dari gugus nitrogennya (Nogales et al. 1997). Sifat polikationik ini cenderung menggolongkan chitosan kepada bahan dielektrik (Begum et al. 2011), yaitu bahan yang memiliki kemampuan dalam penyimpanan energi dan polarisasi, dimana semakin tinggi nilai permitivitas dielektriknya maka

bahan tersebut mampu menyimpan energi dalam jumlah besar (McMeeking et al. 2005). Namun, menurut Iuschenko et al. (2009) sifat dielektrik


(15)

!

untuk memperkuat nilai dielektrik dari chitosan, salah satunya adalah dengan mengkompositkan chitosan dengan polivinil alkohol (PVA).

Komposit merupakan teknologi rekayasa material dengan cara menggabungkan atau mencampurkan dua atau lebih jenis material yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga didapatkan material baru dengan karakteristik yang lebih kuat (Gupta & Gupta 2005). Pemilihan polivinil alkohol sebagai campuran dengan chitosan didasari oleh sifat dielektrik polivinil alkohol yang lebih tinggi dari chitosan (Abdullah et al. 2011) dan mampu membentuk film dengan sifat mekanik yang baik (Chen et al. 2005). Material plastik dari bahan vinyl resin ternyata pernah digunakan sebagai bahan penyerap gelombang elektromagnetik berdasarkan paten Nishizaki et al. (2000) dengan nomor US006090478A. Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka polivinil alkohol cocok dikompositkan dengan chitosan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyerap gelombang radar. Hal ini berkaitan dengan kombinasi sifat dielektrik dari chitosan dengan PVA, dimana bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan

mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar (McMeeking et al. 2005). Oleh karena itu, penggunaan komposit polimer

chitosan-polivinil alkohol sangat potensial untuk dikembangkan menjadi material penyerap gelombang radar dan perlu dikaji lebih lanjut dalam penelitian.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototype penyerap gelombang radar dengan material organik baru komposit polimer chitosan-PVA.


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chitosan

Chitosan merupakan biopolimer yang didapatkan dari proses deasetilasi dari chitin. Islam et al. (2011) menjelaskan bahwa chitin yang merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam kerangka crustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam exoskeleton zooplankton laut, termasuk terumbu karang dan jellyfish. Chitosan merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa (Sandford 2003). Chitosan secara natural merupakan komponen makromolekul berupa polisakarida yang dibentuk dari n-asetil-2-amino-2-deoksi-d-glukosa melalui ikatan !-(1,4) glikosida (Teng 2012). Struktur kimia dari chitosan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia chitosan

Sumber: Teng (2012)

Hossain et al. (2005) melaporkan persiapan chitin dari kulit udang dan prosedur umum untuk mengisolasi chitin dari kulit udang melibatkan demineralisasi, deproteinisasi dan penghilangan warna. Chitosan dalam bidang industri biasanya disiapkan oleh alkali asetilasi de-N-chitin (Hirano 1996). Produksi khas chitosan dari cangkang crustasea umumnya terdiri dari empat langkah dasar, yaitu demineralisasi, deproteinisasi, penghilangan warna dan deasetilasi (No & Lee 1995). Menurut No et al. (2003) proses deproteinisasi dilakukan dengan ekstraksi menggunakan larutan natrium hidroksida encer (1-10%) pada suhu tinggi (65-100 °C) selama 1-6 jam. Proses demineralisasi dilakukan dengan penambahan larutan asam hidroklorida 4% pada suhu tinggi (65-100 oC) untuk menghilangkan mineral yang terdapat pada cangkang crustasea. Konversi chitin menjadi chitosan dicapai dengan proses deasetilasi menggunakan larutan natrium hidroksida pekat (40-50%) pada 100 °C atau lebih tinggi, untuk menghilangkan beberapa atau semua gugus asetil dari polimer.


(17)

!

Sifat fungsional kitosan dilaporkan bergantung pada berat molekul atau viskositasnya (No & Lee 1995). Menurut Khan et al. (2002), derajat deasetilasi chitosan yang dihasilkan mempengaruhi kualitas dan aplikasi chitosan di berbagai bidang. Johns & Nakason (2011) menyatakan bahwa chitosan merupakan polimer yang memiliki dwi kutub (dipol) disebabkan adanya muatan positif dari gugus amina dan muatan negatif dari gugus karboksil. Keberadaan gugus ini menyebabkan polaritas pada film chitosan dan menggolongkan chitosan sebagai material dielektrik (Begum et al. 2011).

2.2 Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses alkoholisis dari polivinil asetat (PVAc). Polivinil alkohol memiliki sifat tidak berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil dari polimer tersebut cukup tinggi (Harper & Petrie 2003). Polivinil alkohol memiliki permeabilitas uap air terendah dari semua polimer komersial tetapi sensitivitas airnya telah membatasi penggunaannya (Beswick & Dunn 2002). Wujud dari polivinil alkohol berupa serbuk (powder) berwarna putih dan memiliki densitas 1,2000-1,3020 g/cm3 serta dapat larut dalam air pada suhu 80 oC (Sheftel 2000). Struktur kimia dari polivinil alkohol disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia polivinil alkohol

Sumber: Liang et al. (2009)

Secara komersial, polivinil alkohol adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. Polivinil alkohol memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik (Ogur 2005). Aplikasi dari polivinil alkohol sudah meliputi banyak bidang. Hodgkins & Taylor (2000) melaporkan polivinil


(18)

alkohol banyak diaplikasikan dalam bidang kesehatan (biomedical), bahan pembuat deterjen, lem dan film. Lin & Ku (2008) melaporkan polivinil alkohol banyak digunakan dalam pengolahan tekstil pada pembuatan nilon dan dalam pembuatan serat sebagai bahan baku untuk produksi serat polivinil alkohol.

Polivinil alkohol juga diaplikasikan sebagai bahan sekali pakai. Salah satu pemanfaatannya sebagai bahan sekali pakai adalah aplikasi polivinil alkohol pada kantong kotoran hewan yang akan terurai setelah dibuang. Selain itu, polivinil alkohol juga dapat diaplikasikan pada bola golf, sehingga pegolf tidak perlu mencari bolanya setelah dipukul karena bola tersebut akan terurai di alam. Polivinil alkohol dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pelapis karena sifatnya kedap terhadap uap air. Polivinil alkohol mampu menjaga komponen aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan oksigen (Ogur 2005). Karakter fisik dari polivinil alkohol disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik fisik polivinil alkohol

Karakteristik Nilai

Densitas (g/cm3) 1,19-1,31

Titik leleh (oC) 180-240

Titik didih (oC) 228

Suhu penguraian (oC) 180

Sumber: Ogur (2005)

2.3 Gelombang Radar

Radar berasal dari singkatan radio detection and ranging. Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Pemanfaatan radar dikalangan militer antara lain untuk menentukan dan pendeteksian objek pada kondisi malam hari, tersamarkan atau tertutupi kamuflase dan dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut (Marker 2010).

Gelombang radar digolongkan pada gelombang mikro, yang merupakan

gelombang elektromagnetik yang pendek dengan panjang gelombang antara 1 mm – 30 cm. Gelombang radar dalam spektrum gelombang terletak antara

radiasi inframerah (panjang gelombang lebih kecil dari 1 mm) dan gelombang Ultra High Frequency (panjang gelombang lebih dari 30 cm), dengan frekuensi diantara 1 GHz hingga 300 GHz (Lali et al. 2012). Secara umum, beberapa sifat


(19)

!

dari suatu gelombang elektromagnetik (Lidstrom et al. 2001) adalah :

• Gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang tanpa medium, • Arah medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegak

lurus terhadap arah rambat gelombang (transversal),

• Gelombang elektromagnetik mengalami pemantulan, pembiasan, dan difraksi.

2.4 Material Penyerap Gelombang Radar

Radar merupakan sistem elektronik dan elektromagnetik yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi dan mencari objek. Radar beroperasi dengan mengirimkan gelombang radio dengan frekuensi tertentu dan mendeteksi sifat dasar dari echo yang dipantulkan (Varshney 2002). Teknologi siluman merupakan teknologi untuk mencegah deteksi dari gelombang radar. Teknologi ini berprinsip pada pemantulan maupun penyerapan gelombang radar oleh badan pesawat yang dilapisi oleh material penyerap radar (radar absorbing material). Nicolaescu (2006) menjelaskan mekanisme suatu material menjadi

tidak terdeteksi oleh penerima sinyal dengan cara memperkecil RCS (Radar Cross Section). Radar Cross Section adalah ukuran kemampuan dari

target untuk memantulkan sinyal radar ke arah penerima radar, yaitu perhitungan dari perbandingan daya hamburan balik (backscatter) per steradian (satuan sudut solid) dari target dengan kerapatan energi yang diinterupsi oleh target.

Menurut Caffarena et al. (2007), material penyerap gelombang radar memainkan peran penting dalam teknologi siluman (stealth), yaitu sebagai material yang mampu mencegah deteksi (radar, akustik, inframerah, dll) dengan cara menyerap gelombang radar dan menekan jumlah gelombang yang

dipantulkan dari struktur logam yang terdapat pada badan kapal. Hebeish et al. (2008) menuturkan beberapa persyaratan material dapat berperan

sebagai radar absorbing material, yaitu material tersebut harus tipis, ringan, tahan lama, murah, mudah diterapkan dan memiliki rentang frekuensi penyerapan yang luas. Menurut Won-Jun et al. (2005), suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui dua cara, yaitu dengan menyerap (medan magnetik) oleh material magnetik dan mengubah gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan dielektrik. Selain itu, material juga harus dapat berinteraksi baik


(20)

dengan medan listrik dari radiasi dan komponen listrik radiasi elektromagnetik (Saville et al. 2005). Penelitian terbaru tentang material penyerap gelombang diantaranya menggunakan serat berbasis kolagen dengan daya serap hingga -4,730 dB (Liu et al. 2011), serat karbon dengan daya serap hingga -25,000 dB (Saville et al. 2005), dan serat karbonil dengan daya serap hingga -23,060 dB (Duan et al. 2006). Spesifikasi dari material penyerap gelombang radar komersil disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi material penyerap gelombang radar komersil

Spesifikasi Magnetic RAM (Carbonyl Iron) 1 Loaded Rubber 2

Ketebalan 2,380 ± 0,127 mm 18-20 mm

Dimensi 60,96 x 60,96 cm 300 x 300 mm

Daya Serap > -17 dB pada 4 GHz > -17 dB pada 5 GHz > -20 dB pada 10 GHz

Ketahanan Suhu -51 – 135 oC -50 – 80 oC


(21)

!

!

3 METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Bidang Bahan Industri Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN Serpong; Laboratorium Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia; Laboratorium Balai Pengujian Mutu Barang, Pusat Pengawasan Mutu Barang, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang dipergunakan pada penelitian ini adalah chitosan yang diperoleh dari PT Biotech Surindo, Cirebon (derajat deasetilasi 87,5%; kadar air 8,6%; kadar abu 0,6%). Bahan lain yang dipergunakan antara lain polivinil alkohol (PVA) 88% hydrolyzed (spesifikasi polivinil alkohol disajikan pada Lampiran 1), asam asetat (CH3COOH) 1% (pro analis) dan akuades (Lampiran 2).

Alat yang digunakan dalam pembuatan film prototype penyerap gelombang radar antara lain hot magnetic stirrer (Yamato) (kecepatan 400- 1500 rpm), oven (Yamato) (temperatur maksimum 210 oC, kapasitas ruang 150 L), wadah kaca dengan ukuran 35 x 35 x 3 cm. Alat yang digunakan untuk analisis viskositas larutan chitosan-PVA adalah viskometer (Brookfield LV), alat

untuk analisis morfologi adalah SEM (Scanning Electron Microscopy) (JEOL JSM-6510LA) (perbesaran 1.000 kali, tegangan 20kV), alat untuk analisis

Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah spektrofotometer model Bruker Tensor 27 (rentang spektrum 7500-370 cm-1, dengan standar KBr beam splitter). Alat untuk mengukur ketebalan film adalah mikrometer sekrup (ketelitian 0,001 mm), alat untuk mengukur kuat tarik film chitosan adalah Tensile Strength and Elongation Tester Stograph-Mi Toyoseiki (initial grip separation 10 cm, load cells 5 kg, kecepatan crosss head 50 mm per menit), alat yang digunakan untuk


(22)

mengukur reflection loss gelombang adalah VNA (Vector Network Analyzer) model Agilent N5230C-420 (2-port rentang frekuensi 10MHz-40GHz) (Lampiran 3).

3.3 Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi formulasi material untuk pembuatan film prototype penyerap gelombang radar terdiri dari campuran

chitosan dan PVA (Liang et al. 2009), pembuatan material film (El-Hefian et al. 2010), karakterisasi kualitas film (El-Hefian et al. 2010;

Liang et al. 2009), preparasi prototype penyerap gelombang radar (Podlaseck et al. 1996; nomor paten US005545474A), karakterisasi prototype

penyerap gelombang radar (Inui et al. 1992; nomor paten US005081455A).

Formula material untuk pembuatan film mengacu Liang et al. (2009), dimana perbandingan chitosan : PVA yang digunakan sebesar 1 : 1 (50% chitosan : 50% PVA) dengan volume larutan campuran akhir sebesar 400 ml. Larutan

terdiri atas campuran chitosan 1%; 1,5%; 2% dengan PVA 5% (Iushchenko et al. 2003). Larutan chitosan dibuat dengan melarutkan

masing-masing 2 gram, 3 gram dan 4 gram chitosan dalam 200 ml asam asetat 1%. Larutan PVA dibuat dengan melarutkan 10 gram PVA dalam 200 ml akuades pada suhu 90 oC. Selanjutnya kedua larutan didiamkan hingga mencapai suhu +25 oC. Setelah mencapai suhu +25 oC, kedua larutan tersebut dihomogenisasi menggunakan hot magnetic stirrer selama 10 menit hingga homogen (Zargarian & Haddadi-Asl 2010). Pengujian kualitas larutan chitosan-PVA mengacu Abu-Aiad et al. (2005) yang meliputi uji viskositas.

Teknik pembuatan film mengacu El-Hefian et al. (2010), dimana larutan yang telah homogen selanjutnya dicetak pada cawan petri (diameter 65 mm). Kemudian dikeringkan di dalam oven selama 15 jam pada suhu 60 oC dan didiamkan hingga kering pada suhu +25 oC selama 1 hari. Selanjutnya film yang telah terbentuk dilepaskan dari wadah kaca secara perlahan. Karakterisasi kualitas film yang dilakukan meliputi pengujian ketebalan (El-Hefian et al. 2011), FTIR

(Fourier Transform Infrared) (Costa-Junior et al. 2009), SEM (Scanning Electron Microscopy) (Tripathi et al. 2003) dan uji kuat tarik atau


(23)

!

tensile strength (ASTM 1989). Prosedur pembuatan film komposit polimer chitosan-PVA disajikan pada Gambar 3.

Preparasi prototype dilakukan dengan perluasan paparan permukaan film dengan ukuran 30 cm x 30 cm (Podlaseck et al. 1996). Menurut Wang et al. (2011), perluasan permukaan ini bertujuan untuk meningkatkan daya penyerapan gelombang radar. Karakterisasi kualitas prototype penyerap gelombang radar yang dilakukan adalah pengujian reflection loss (Inui et al. 1992).

Gambar 3 Diagram alir pembuatan film chitosan-PVA

(*modifikasi dari Liung et al. (2009), El-Hefian et al. (2010))

3.4 Prosedur Pengujian

Proses pengujian film chitosan-PVA meliputi pengujian karakteristik bahan baku dan larutan chitosan, karakteristik kualitas film chitosan-PVA dan karakteristik kualitas prototype material penyerap gelombang radar.

PVA

Akuades

Larutan PVA

Chitosan

Larutan Chitosan

Asam Asetat 1% Penghomogenan*

(T: 25 oC, t: 10 menit)

Pencetakan

Pengovenan* (T: 60 oC, t: 15 jam)

Pengeringan (T: 25 oC, t: 24 jam)

Larutan Chitosan-PVA

Film Chitosan-PVA


(24)

3.4.1 Karakteristik bahan baku dan larutan chitosan

(1) Pengukuran derajat deasetilasi (DD) (Domsay & Robert 1985)

Pengukuran nilai derajat deasetilasi menggunakan metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan dengan pembentukan pellet chitosan menggunakan KBr hingga membentuk lapisan tipis. Selanjutnya, serapan diukur dengan FTIR pada panjang gelombang 4000-400 cm-1. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nilai absorbansi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : A = Absorbansi

Po = % transmitans pada garis dasar

P = % transmitans pada puncak minimum

Perbandingan absorbansi pada 1.655 cm-1 dengan absorbansi 3.450 cm-1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

A1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1

A3.450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1

1,33 = Konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna

(2) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Pertama-tama cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam. Kemudian cawan tersebut diangkat dan diletakkan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, selanjutnya sebanyak 5 gram serbuk kitosan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. Setelah selesai proses, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin dan ditimbang berat akhirnya. Perhitungan kadar air menggunakan rumus :


(25)

!

Keterangan :

X = berat cawan dan sampel awal (gram) Y = berat cawan dan sampel akhir (gram) Z = berat sampel awal (gram)

(3) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Serbuk kitosan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen dan dipanaskan di dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2 jam. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan. Selanjutnya dilakukan penimbangan berat abu. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus :

Kadar Abu (%)

Keterangan :

A = Berat abu (gram) B = Berat awal sampel (gram)

(4) Analisis viskositas larutan chitosan-PVA (Abu-Aiad et al. 2005)

Viskositas larutan chitosan-PVA diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Sejumlah sampel yang telah dilarutkan, dimasukan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer. Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi (Lampiran 5).

3.4.2 Karakteristik kualitas material film chitosan-PVA

(1) Pengukuran ketebalan film chitosan-PVA (El-Hefian et al. 2011)

Ketebalan film chitosan-PVA diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup (ketelitian 0,001 mm). Sampel disisipkan diantara spindel silinder dengan anvil (landasan) mikrometer sekrup, kemudian dibaca nilai ketebalan yang terukur pada alat. Pengukuran dilakukan pada lima titik yang berbeda dan kemudian dihitung nilai rata-ratanya (Lampiran 6).

(2) Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (Costa-Junior et al. 2009) Spektroskopi FTIR dilakukan untuk mengetahui struktur kimia dari film dan kemungkinan interaksi diantara komponen-komponennya. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 4000-400 cm-1 dengan spektrofotometer model Bruker Tensor 27. Sampel film yang berbentuk lembaran dipotong hingga berbentuk bulat kemudian dimasukkan ke dalam wadah spektrofotometer. Hasil yang didapat berupa spektrum yang muncul pada komputer yang tersambung dengan alat spektrofotometer (Lampiran 7).


(26)

(3) Scanning Electron Microscopy (Tripathi et al. 2009)

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari film yang telah dibuat. Sampel diperkecil ukurannya hingga berukuran 1x1 cm kemudian diletakkan di depan lensa kamera. Hasil yang didapat berupa gambar dari morfologi sampel yang dilihat menggunakan alat JEOL JSM-6510LA Philips (perbesaran 1000 kali, tegangan 20kV).

(4) Pengukuran kuat tarik (tensile strength) (ASTM 1989)

Kuat tarik film diukur menggunakan alat Tensile Strength and Elongation Tester Strograph-MI Toyoseiki. Film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25 oC, RH 50% selama 24 jam. Alat ukur diset pada initial grip separation 10 cm, load cells 5 kg dan kecepatan crosss head 50 mm per menit. Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah (Lampiran 8).

3.4.3 Karakteristik kualitas prototype penyerap gelombang (1) Pengukuran reflection loss (Inui et al. 1992)

Prototype penyerap gelombang radar dengan ukuran 30 x 30 cm ditempatkan pada ruang anti-gema (Anechoic chamber) dan diletakkan diatas substrat alumunium (Liu et al. 2007). Hasil dari pengukuran reflection loss adalah berupa nilai daya serap gelombang yang diukur menggunakan alat Vector Network Analyzer merk Agilent-N5230C pada rentang frekuensi 5-10 GHz. Dokumentasi setting alat untuk pengukuran disajikan pada Lampiran 4. Setting alat dan pengukuran disajikan pada Gambar 4.

Keterangan : 1. Antena 2. Sampel

3. Substrat (aluminium) 4. Vector Network Analyzer

Gambar 4 Setting alat pengukuran reflection loss

Sumber: Duan et al. (2010)

1

2 3


(27)

!

!

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA

Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi adalah salah satu sifat kimia yang dapat mempengaruhi kemampuan chitosan dalam berbagai aplikasi. Derajat deasetilasi menggambarkan jumlah gugus amino bebas dalam rantai chitosan dan menjadi indeks teknis penting (Teng 2012). Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah nilai derajat deasetilasi sebesar 87,5%, kadar air 8,6% dan kadar abu 0,5%. Hasil karakterisasi dari chitosan dan standar disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil karakterisasi chitosan

Parameter Hasil penelitian (%) Standar* (%)

Derajat deasetilasi 87,5 > 75

Kadar air 8,6 < 10

Kadar abu 0,5 < 2

*) sumber : Muzarelli (1985)

Berdasarkan hasil dan pembandingan dengan standar Muzarelli (1985) yang tersaji pada Tabel 3, hasil karakterisasi chitosan yang digunakan telah memenuhi standar chitosan dari Muzarelli (1985). Nilai derajat deasetilasi chitosan yang digunakan juga lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain, dimana nilai derajat deasetilasi chitosan yang telah digunakan pada pembuatan film antara lain

85,6% (Bahrami et al. 2003), 79% (Tripathi et al. 2009) dan 85% (Portes et al. 2009). Perbedaaan ini diduga karena konsentrasi larutan alkali dan

suhu dalam pembuatan chitosan yang digunakan. Hal ini senada dengan pernyataan Zeng (1992) yang menyebutkan bahwa konsentrasi NaOH, waktu dan suhu reaksi yang digunakan sangat mempengaruhi nilai derajat deasetilasi.

Hasil karakterisasi kadar air dan kadar abu chitosan yang digunakan menunjukkan bahwa nilai kadar air dan kadar abu chitosan berada dalam standar dari Muzarelli (1985) yaitu <10% untuk kadar air dan <2% untuk kadar abu. Menurut Oduor-Odote et al. (2005), nilai kadar air chitosan dapat dipengaruhi oleh sifat alami dari chitosan yang higroskopis, karena terdapat ikatan hidrogen pada gugus fungsinya. Menurut Islam et al. (2011), rendahnya nilai kadar abu chitosan mengindikasikan efektifitas dari tahapan demineralisasi dalam


(28)

menghilangkan kandungan mineral. Li et al. (1997) menambahkan nilai kadar abu chitosan juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi reagen, waktu dan suhu yang digunakan pada proses demineralisasi.

Kekentalan (viskositas) adalah sifat dari fluida untuk melawan tegangan geser pada waktu bergerak atau mengalir. Nilai viskositas larutan chitosan-PVA

pada konsentrasi chitosan 0%, 1%, 1,5% dan 2% berturut-turut adalah 50,00 + 0,00 cP; 55,00 + 0,00 cP; 83,00 + 0,00 cP; dan 124,00 + 0,00 cP.

Nilai viskositas larutan chitosan-PVA hasil penelitian meningkat seiring peningkatan konsentrasi chitosan. Hasil pengukuran viskositas dari larutan chitosan-PVA disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Histogram nilai viskositas larutan chitosan-PVA

Semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan akan meningkatkan nilai viskositas dari larutan campuran chitosan-PVA. Hal ini disebabkan oleh banyaknya muatan positif chitosan seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Selain itu semakin tinggi konsentrasi chitosan maka jumlah ikatan hidrogen pun semakin banyak akibat interaksi antara gugus hidroksil dan gugus amina dari chitosan dengan gugus hidroksil dari PVA. Ikatan hidrogen yang terbentuk dapat meningkatkan tegangan permukaan dari larutan dan dapat meningkatkan viskositas larutan. Pendapat ini didukung Dunn et al. (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi chitosan maka residu amina pada gugus chitosan akan semakin banyak sehingga muatan positif chitosan juga akan semakin banyak. Selanjutnya Wang et al. (1991) menambahkan bahwa di dalam larutan tingginya muatan positif akan menghasilkan adanya gaya tolak menolak


(29)

!

yang akan membuat polimer chitosan yang sebelumnya berbentuk gulungan, membuka menjadi rantai lurus yang akibatnya viskositas larutan akan meningkat.

Nilai viskositas larutan akan mempengaruhi sifat fisik dari film yang dihasilkan. Jika nilai viskositas larutan rendah maka film yang terbentuk akan rapuh dan sebaliknya jika nilai viskositas larutan tinggi maka film yang terbentuk akan kokoh dan kuat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antara chitosan dengan PVA yang membentuk film yang kuat akibat crosslink antara gugus hidroksil dan amina dari chitosan dengan gugus hidroksil dari PVA yang membentuk ikatan hidrogen. Menurut Kumar et al. (2010), peningkatan konsentrasi chitosan dalam larutan chitosan-PVA akan menimbulkan efek crosslink dan akibatnya terjadi peningkatan jumlah ikatan hidrogen. Viskositas juga akan mempengaruhi nilai kuat tarik dari film yang terbentuk akibat dari peningkatan konsentrasi chitosan. Tingginya konsentrasi chitosan akan meningkatkan jumlah ikatan hidrogen dalam film dan menjadikan film semakin non-elastis dan memiliki nilai kuat tarik yang tinggi. Menurut Park et al. (2002), peningkatan nilai kuat tarik dari film berhubungan dengan peningkatan viskositas dan peningkatan konsentrasi chitosan. Selama pembentukan film, jumlah ikatan hidrogen pada film chitosan meningkat dengan meningkatnya jumlah gugus amino dan gugus hidroksil akibat peningkatan konsentrasi chitosan, sehingga nilai viskositas tinggi dan meningkatkan nilai kuat tarik dari film.

4.2 Bentuk Film Komposit Polimer Chitosan-PVA

Bentuk film yang telah dibuat terlihat menyerupai lembaran plastik tipis dan transparan dengan warna sedikit kekuningan. Film ini memiliki ketebalan yang berkisar dari 0,11-0,22 milimeter. Penampakan film chitosan yang telah dibuat disajikan pada Gambar 6.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 6 Bentuk film chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi chitosan a) 0% (kontrol) b) 1% c) 1,5% d) 2%


(30)

Film chitosan yang telah terbentuk secara visual memperlihatkan campuran yang homogen antara chitosan dengan polivinil alkohol sehingga membentuk lapisan plastik tipis yang transparan. Warna film yang kekuningan diduga karena pengaruh konsentrasi dari chitosan digunakan. Semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan akan menyebabkan warna larutan menjadi semakin kuning, sehingga dihasilkan warna film menjadi lebih gelap. Hal ini didukung oleh Dallan et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi chitosan dalam larutan akan membuat warna larutan semakin keruh yang akan mempengaruhi warna film yang dihasilkan. Mangala et al. (2003) menambahkan bahwa semakin keruh larutan chitosan yang dihasilkan maka film yang terbentuk akan makin berwarna semakin kuning gelap.

4.3 Ketebalan Film Komposit Polimer Chitosan-PVA

Film komposit polimer chitosan-PVA yang dihasilkan pada chitosan 0%, 1%, 1,5%, dan 2% memiliki rata-rata ketebalan masing-masing 0,14 ± 0,03 mm; 0,16 ± 0,04 mm; 0,17 ± 0,04 mm; dan 0,18 ± 0,04 mm dengan rentang ketebalan 0,11-0,22 mm. Hasil pengukuran ketebalan film disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Histogram nilai ketebalan film komposit polimer chitosan-PVA Nilai ketebalan dari film yang dihasilkan cenderung tidak berbeda jauh namun peningkatan konsentrasi chitosan terlihat makin meningkatkan ketebalan film. Peningkatan ketebalan pada film diduga oleh banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk akibat interaksi yang terbentuk antara gugus hidroksil dan amino dari chitosan dengan gugus hidroksil PVA yang menyebabkan kedua bahan


(31)

!

tersebut terikat kuat dan membentuk suatu padatan yang menyebabkan padatan tersebut menjadi sulit menguap saat berubah menjadi film. Raymond et al. (2006) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan gugus amina yang berinteraksi dalam ikatan hidrogen menjadikan suatu larutan menjadi lebih sulit menguap dari senyawa lain. Gontard et al. (1993) menambahkan, bahwa ketebalan film dipengaruhi oleh jumlah padatan yang terdapat pada larutan. Semakin makin jumlah padatan maka film yang terbentuk akan semakin tebal. Hal lain yang mempengaruhi ketebalan film menurut Park et al. (1995) diantaranya adalah luas cetakan, volume larutan, dan jumlah padatan dalam larutan.

4.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)

Analisis FTIR digunakan pada penentuan keberadaan gugus fungsi yang berada pada film komposit chitosan-PVA. Nilai derajat deasetilasi chitosan yang dipergunakan telah berada standar dari Muzarelli et al. (1985) yaitu memiliki nilai lebih dari 70%. Grafik spektra inframerah dari film chitosan-PVA disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Spektrum inframerah dari film komposit chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi chitosan (a) chitosan 0% (kontrol); (b) chitosan 1%; (c) chitosan 1,5%; (d) chitosan 2%

3435,31

3435,76

3499,91

3429,35 1632,91

1750,77 1723,80 1732,31

cm-1 %T

a

b

c

d

2360,62

2362,51 2142,91 2159,77


(32)

Spektra gugus yang terlihat pada film chitosan 0% (kontrol) menunjukkan bilangan gelombang pada 3435,31 cm-1 dan 1732,62 cm-1 yang merupakan gugus fungsi dari hidroksil (OH) dan keton. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Silverstein et al. (1981) yang menyatakan spektra dari gugus OH berada pada bilangan gelombang 3439 cm-1 dan gugus keton pada 1736 cm-1. Pada Gambar 7 menunjukkan terjadi perubahan bilangan gelombang spektra dari gugus hidroksil pada film chitosan 1%, 1,5% dan 2%. Perubahan bilangan gelombang gugus OH dikarenakan telah terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari chitosan dan PVA. Hal ini bisa dilihat lebih lanjut pada spektra dari gugus CH yang bervariasi pada bilangan gelombang (2360,62 cm-1; 2159,77 cm-1; 2142,91 cm-1; 2362,51 cm-1). Menurut Zhang et al. (2007) perubahan bilangan gelombang dapat terjadi akibat interaksi antara gugus-gugus dari chitosan dengan PVA.

Pada film chitosan 1% dan 1,5% belum terlihat spektra dari gugus NH, namun pada film chitosan 2% terlihat spektra gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm-1. Hal ini diduga pada film chitosan 1% dan 1,5% konsentrasinya masih rendah sehingga belum terlihat gugus NH, tetapi spektra dari gugus keton (1723,80 cm-1 dan 1750,77 cm-1) masih terlihat. Menurut Chen et al. (2007), gugus NH pada chitosan terdapat pada bilangan gelombang 1653 cm-1. Selanjutnya pada film chitosan 2% mulai terlihat spektra dari gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm-1, namun spektra dari gugus keton tidak terlihat kembali. Hal ini diduga pada konsentrasi chitosan 2% gugus NH lebih dominan dibandingkan pada chitosan 1% dan 1,5% sehingga terbaca pada bilangan gelombang 1632,91 cm-1. Hal ini didukung dengan hasil penelitian dari El-Hefian et al. (2010) yang melaporkan dengan peningkatan konsentrasi PVA dapat menghilangkan spektra dari gugus NH yang terbaca dan meningkatkan intensitas gugus CH. El-Hefian et al. (2010) juga menyampaikan bahwa ketika dua atau lebih polimer dicampurkan maka perubahan karakteristik puncak spektrum dapat terjadi karena refleksi dari pencampuran kedua polimer secara fisik dan adanya interaksi kimia. Kemampuan pencampuran yang baik antara chitosan dan PVA disebabkan oleh pembentukan ikatan hidrogen antarmolekul antara kelompok amino dan hidroksil dalam chitosan dan gugus hidroksil pada PVA.


(33)

!

4.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari film komposit chitosan-PVA. Menurut Merret et al. (2002) dari analisis morfologi dapat diketahui karakteristik permukaan dari biomaterial meliputi struktur kimia, keberadaan kelompok ionik, morfologi struktur dan dimensi. Hasil analisis film chitosan-PVA dengan SEM disajikan pada Gambar 9.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9 Hasil analisis SEM film komposit polimer chitosan-PVA dengan

perbedaan konsentrasi chitosan (a) chitosan 0% (kontrol); (b) chitosan 1%; (c) chitosan 1,5%; (d) chitosan 2%

Berdasarkan hasil analisis SEM yang tersaji pada Gambar 9 secara umum film chitosan-PVA tampak halus dan homogen serta terdapat butir-butir halus yang seragam yang terdapat pada permukaan film. Hal ini menunjukan bahwa chitosan dan PVA tercampur dengan baik atau dengan kata lain terjadi interaksi antara chitosan dengan PVA. Menurut El-Hefian et al. (2010), pembentukan campuran yang homogen dari chitosan dan PVA sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara chitosan dengan PVA. Menurut Koyano et al. (2000) interaksi chitosan dengan PVA adalah berupa pembentukan ikatan hidrogen antara gugus


(34)

amina (NH2) pada chitosan yang bermuatan positif dengan gugus hidroksil (OH) pada PVA yang bermuatan negatif. Ikatan hidrogen ini membuat kedua bahan bercampur dengan baik dan menghasilkan homogenitas yang baik pada permukaan film. Interaksi kimia dari chitosan dengan PVA disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Interaksi kimia chitosan dengan PVA

Sumber: Devi et al. (2006)

Hasil analisis morfologi film yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan terlihat semakin banyak butiran-butiran yang terdapat pada film. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan chitosan yang semakin banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Homogenitas dari film mempengaruhi kemampuan film dalam menyerap gelombang. Hal ini senada seperti yang disampaikan Wang et al. (2011) yang menyatakan bahwa morfologi dan kristalinitas dari permukaan bahan penyerap gelombang radar sangat berperan penting pada penyerapan maupun pemantulan gelombang elektromagnetik. Permukaan yang halus dan homogen merupakan morfologi yang sangat baik untuk menyerap gelombang, sedangkan pada permukaan yang kasar kurang baik untuk penyerapan gelombang sebab struktur morfologi tidak homogen dan memungkinkan terjadinya pemantulan gelombang.

4.6 Tensile Strength (Kuat Tarik)

Analisis kuat tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari film yang dihasilkan. Menurut Krochta & Mulder-Johnstone (1997), kuat tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum putus. Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang


(35)

!

atau memanjang. Hasil analisis kuat tarik film chitosan-PVA disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram nilai uji kuat tarik film chitosan-PVA

Berdasarkan hasil yang tersaji pada Gambar 10, dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan maka nilai kuat tariknya akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat peningkatan nilai kuat tarik dari 106,33 ± 2,82 kPa hingga 143,50 ± 2,59 kPa. Peningkatan nilai kuat tarik disebabkan oleh peningkatan konsentrasi chitosan. Hal ini disebabkan interaksi antara gugus OH dan NH2 dari chitosan dengan gugus OH dari PVA yang membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Semakin tinggi konsentrasi chitosan maka diduga ikatan hidrogen yang terbentuk akan semakin banyak sehingga kuat tarik akan semakin besar. Hal ini senada dengan hasil penelitian El-Hefian et al. (2011) yang menghasilkan nilai kuat tarik akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi PVA. Menurut Rinaudo (2006) kuat tarik juga dapat dipengaruhi oleh derajat deasetilasi chitosan, derajat deasetilasi yang tinggi maka jumlah gugus NH2 akan semakin banyak sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk pun akan semakin kuat.

4.7 Reflection Loss

Analisis reflection loss merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar daya serap gelombang elektromagnetik (radar) oleh material prototype yang telah dibuat. Menurut Renata et al. (2011) bila semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan gelombang yang dapat dilakukan oleh


(36)

spesimen tersebut. Hasil pengukuran nilai reflection loss pada material prototype penyerap gelombang radar disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengukuran reflection loss dari protoype penyerap gelombang radar Reflection loss (-dB)

Frekuensi

cuplik Chitosan 0%(*) Chitosan 1% Chitosan 1,5% Chitosan 2%

5 GHz 27,3986 28,3127 28,1721 27,8372

6 GHz 27,7089 28,8366 28,6897 28,3084

7 GHz 29,0035 29,9801 29,8330 29,5362

8 GHz 30,5171 31,2517 31,1049 30,8908

9 GHz 33,9246 34,3695 34,2043 34,2142

10 GHz 38,5156 38,8229 38,6587 38,7125

Rata-rata 31,1780 ± 4,3097 31,9289 ± 4,0094 31,7771 ± 4,0001 31,5832 ± 4,1755

Keterangan : (*) = kontrol

Besarnya nilai reflection loss dapat terlihat bahwa pada film kontrol atau tanpa penambahan chitosan pada setiap frekuensi cuplik memiliki nilai yang paling rendah yaitu berkisar dari -27,7398-38,5156 dB dengan rata-rata -31,1780 ± 4,3097 dB. Material prototype dengan konsentrasi chitosan 1% menghasilkan nilai reflection loss paling tinggi pada setiap frekuensi cupliknya yaitu dengan kisaran angka -28,3127-38,8229 dB dengan rata-rata -31,9289 ± 4,0094 dB, konsentrasi chitosan 1,5% menghasilkan nilai reflection loss dengan kisaran -28,1721-38,6587 dB dengan rata-rata -31,7771 ± 4,0001 dB, dan konsentrasi chitosan 2% menghasilkan nilai reflection loss dengan kisaran -27,8372-38,7125 dB dengan rata-rata -31,5832 ± 4,1755 dB. Visualisasi nilai rata-rata reflection loss disajikan pada Gambar 12.

! Gambar 12 Histogram nilai reflection loss material protoype


(37)

!

Berdasarkan visualisasi hasil pengukuran reflection loss pada Gambar 12, dapat dilihat bahwa secara umum dengan penambahan chitosan dapat meningkatkan nilai reflection loss bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan chitosan). Nilai reflection loss optimum terdapat pada material

prototype dengan konsentrasi chitosan 1% yaitu yang berkisar pada -28,3127-38,8229 dB, kemudian terjadi penurunan dengan meningkatnya

konsentrasi chitosan yaitu pada chitosan 1,5% berkisar pada -28,1721-38,6587 dB dan pada chitosan 2% berkisar -27,8372-38,7125 dB. Data-data tersebut menunjukkan bahwa chitosan dapat meningkatkan daya serap gelombang.

Material prototype pada konsentrasi 1% memiliki daya serap gelombang optimum dibandingkan film pada konsentrasi yang lain dan terjadi penurunan daya serap gelombang seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Hal ini berkaitan dengan sifat permitivitas dielektrik chitosan sebagai bahan dielektrik. Menurut Begum et al. (2011), chitosan merupakan material dengan konstanta dielektrik yang rendah. Iushchenko et al. (2009) menambahkan chitosan termasuk bahan dielektrik dengan konstanta dielektrik 3,3. Salah satu parameter dari material dielektrik yang penting adalah permitivitas, yaitu yang menunjukkan kemampuan polarisasi dan penyimpanan energi. Semakin tinggi nilai permitivitas dielektrik maka kemampuan penyimpanan energi akan semakin besar (McMeeking et al. 2005). Data hasil penelitian Lima et al. (2006) yang menggunakan film chitosan-kolagen dengan perbedaan rasio jumlah chitosan menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi chitosan dalam film dapat menurunkan nilai permitivitas dielektrik pada frekuensi cuplik 1 GHz, yaitu dari 2,41 menjadi 2,05. Berdasarkan data literatur tersebut maka diduga peningkatan konsentrasi chitosan dalam film menyebabkan jumlah energi dari gelombang elektromagnetik yang terserap menjadi semakin sedikit karena terdapat penurunan nilai permitivitas dielektrik yang berkaitan dengan kerapatan muatan pada film, sehingga pada film dengan konsentrasi chitosan 2% daya serap gelombang lebih kecil dibandingkan film dengan konsentrasi chitosan 1% yang mampu menyerap gelombang lebih banyak. Dugaan ini didukung oleh pendapat Mihai & Dragan (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi chitosan maka kerapatan muatan di dalam film akan meningkat. Hal ini akan mempengaruhi


(38)

permitivitas dielektrik dari material prototype dimana kerapatan berbanding terbalik dengan permitivitas dielektrik, sehingga bila semakin tinggi kerapatan

muatan maka nilai permitivitas dielektrik akan semakin rendah (Zhang et al. 2011).

Menurut Won-Jun et al. (2005) dalam Renata et al. (2011), suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui dua cara, yaitu dengan mengubah gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnetik) oleh material magnetik. Chitosan digolongkan kepada material dielektrik dengan muatan dwi kutub (dipol) (Krajewska 2004) Folgueras et al. (2010) menyatakan ketika sebuah medan listrik eksternal diterapkan, maka pada bahan dielektrik akan terbentuk rotasi dipol listrik. Interaksi antara dipol dan medan listrik mengarah pada pembentukan dipol yang sejajar yang memungkinkan dalam bahan terdapat ruang untuk menyimpan energi potensial. Pada material yang telah dibuat, gugus amina pada chitosan dan gugus hidroksil pada PVA yang merupakan gugus aktif yang berotasi dan bergetar untuk menyerap energi dari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan. Menurut Wu et al. (2003), rotasi dan getaran molekul disebabkan oleh kesamaan frekuensi gelombang yang dipancarkan dengan frekuensi getar dari molekul pada suatu bahan. Pada material yang dihasilkan diduga adanya kesamaan frekuensi yang dipancarkan dengan frekuensi getar dari gugus amina dan hidroksil dari material yang telah dibuat. Hal ini diilustrasikan pada gambar yang tersaji pada Gambar 13.

Gambar 13 Ilustrasi rotasi dipol pada material prototype

Sumber : Lee et al. (2008)

Soethe et al. (2011) menjelaskan bahwa mekanisme penyerapan gelombang oleh material penyerap gelombang radar didasari oleh polarisasi pada film akibat pengaruh gelombang elektromagnetik yang mengonversi gelombang elekromagnetik menjadi energi panas. Ketika gelombang elektromagnetik


(39)

!

membentur film maka terjadi polarisasi oleh medan gelombang listrik dan akibatnya tercipta arus listrik. Selanjutnya energi dari gelombang elektromagnetik diubah menjadi panas melalui efek Joule, karena adanya cacat pada struktur film yang memberikan perlawan terhadap arus listrik. Pendapat lain disampaikan oleh Qadariyah et al. (2009) yang menyatakan bahwa timbulnya panas berasal dari medan listrik gelombang elektromagnetik yang memaksa ion-ion pada bahan dielektrik untuk berputar dan pindah dari respon lambat mengikuti medan listrik yang cepat. Pembandingan nilai reflection loss dari material prototype hasil penelitian dengan material lain disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Pembandingan nilai reflection loss hasil penelitian dengan sumber lain

Jenis bahan Nilai reflection loss (dB)

Chitosan-PVA1 -31,928

Serat berbasis kolagen2 -4,730

Serat karbon3 -25,000

Besi karbonil4 -23,060

Keterangan : (1) hasil penelitian (2) Liu et al. (2011) (3) Saville et al. (2005) (4) Duan et al.(2006)

Nilai reflection loss (RL) dari hasil penelitian memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan material dengan bahan dasar serat kolagen (RL -4,730 dB), serat karbon (RL -25,000 dB) dan besi karbonil (RL -23,060). Penelitian Liu et al. (2011) yang menggunakan material penyerap radar organik berbasis serat kolagen menunjukkan nilai penyerapan yang rendah. Hal ini disebabkan dari sifat kolagen yang lemah sebagai bahan dielektrik karena memiliki muatan listrik yang sedikit sehingga daya penyerapan gelombangnya lemah.

Saville et al. (2005) menyatakan bahwa standar material penyerap gelombang sebagai penyerap gelombang yang baik bila memiliki nilai reflection loss lebih dari -40 dB. Material prototype yang diteliti memiliki nilai lebih kecil dari standar, namun mendekati nilai dari standar dari Saville et al. (2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya daya serap gelombang elektromagnetik adalah jenis bahan yang digunakan (bahan dielektrik atau material magnetik). Material anorganik yang digunakan sebagai material penyerap gelombang radar pada penelitian Saville et al. (2005) dan Duan et al. (2006) adalah serat karbon dan besi karbonil. Material tersebut memiliki nilai RL yang lebih tinggi dibandingkan serat kolagen. Menurut Won-Jun et al. (2005) material


(40)

anorganik tersebut bersifat magnetik sehingga gelombang magnet yang ada pada gelombang elektromagnetik diserap oleh material magnetik tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi daya serap gelombang elektromagnetik adalah ketebalan bahan. Berdasarkan hasil penelitian Renata et al. (2011), ketebalan dari material yang digunakan mempengaruhi besar kecilnya daya serap gelombang. Pada penelitiannya menggunakan barium heksaferrite dengan ketebalan 2 mm, 4 mm, dan 6 mm. Semakin tebal bahan yang digunakan maka akan kapasitas untuk melakukan penyerapan gelombang akan semakin banyak. Hal ini terbukti dari hasil penelitiannya yang menunjukkan peningkatan daya serap gelombang elektromagnetik seiring bertambahnya ketebalan material yang terbentuk, yaitu berkisar dari -13-10 dB.


(41)

!

!

5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Film komposit penyerap gelombang radar dapat dibuat dengan bahan dasar chitosan dan polivinil alkohol (PVA). Film ini secara visual memiliki bentuk seperti plastik dan berwarna dari putih bening hingga kekuningan transparan dengan diameter yang berkisar 0,11-0,22 milimeter. Karakteristik uji kuat tarik atau tensile strength dari film chitosan-PVA memiliki nilai kuat tarik terbesar pada konsentrasi chitosan 2% dengan nilai sebesar 143,50 ± 2,59 kPa. Penambahan chitosan dapat meningkatkan daya serapan gelombang elektromagnetik. Film dengan konsentrasi chitosan 1% memiliki daya serap gelombang paling tinggi dengan kisaran -28,3127-38,8229 dB dengan daya serap rata-rata -31,9289 ± 4,0094 dB.

5.2 Saran

Perlunya dilakukan pengujian permitivitas dari film pada konsentrasi chitosan yang berbeda untuk menduga kemampuan film tersebut dalam menyimpan energi dari gelombang elektromagnetik. Selain itu juga perlu dilakukan penambahan dengan bahan magnetik dalam film untuk meningkatkan daya serap gelombang elektromagnetik.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Aiad THM, Abd-El-Noura KN, Hakima IK, Elsabeeb MZ. 2005. Dielectric and interaction behavior of chitosan/polyvinyl alcohol and chitosan/polyvinyl pyrrolidone blends with some antimicrobial activities. Polymer 47: 379-389.

Abdullah OG, Hussen SA, Alani A. 2011. Electrical characterization of polyvinyl alcohol film doped with sodium iodide. Asian Transactions on Science & Technology 1(4): 1-4.

ARC Technologies. 2010. Magnetic Radar Absorbing Material (MAGRAM). www.triumphem.com [17 Desember 2012].

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Virginia: The Association of Analitycal Chemist, Inc.

[ASTM] American Society for Testing and Material. 1989. Standard Method For Oxygen Gas Transmission Rate of Material. Philadelphia: ASTM Book of Standards D3985-81.

Bahrami SB, Kordestani SS, Mirzadeh H, Mansoori P. 2003. Poly(vinyl alcohol)-chitosan blends: preparation, mechanical and physical properties. Iranian Polymer Journal 12(2): 39-146.

Begum AA, Radhakrishnan R, Nazeer KP. 2011. Study of structure-property relationship on sulfuric acid crosslinked chitosan membranes. Malaysian Polymer Journal 6(1): 27-38.

Beswick RH, Dunn DJ. 2002. Plastics in Packaging. Shrophsire: Rapra Technology, Ltd.

Caffarena VDR, Ogasawara T, Pinho MS, Capitaneo JLL. 2007. Synthesis and characterization of nanocrystalline Ba3Co09Cu1.1Fe24O41 powder and its application in the reduction of radar cross section. Mater Sci Pol 25(3): 875- 884.

Chen CH, Wang FY, Mao CF, Yang CH. 2007. Studies of chitosan I. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) blend films. Journal of Polymer Science 105: 1086-1092.

Chen W, Tao X, Xue P, Cheng X. 2005. Enhanced mechanical properties and morphological characterizations of poly(viny alcohol)-carbon nanotube composite films. Journal of Applied Surface Science 252: 1404-1409.

Costa-Junior ES, Barbosa-Stancioli EF, Mansur AAP, Vasconcelos WL. 2009. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) chemically crosslinked blends for biomedical applications. Journal of Carbohydrate Polymers 76: 472–481.

Dallan PRM, Moreira PL, Petinari L, Malmonge SM, Beppu MM, Genari SC, Moraes AM. 2007. Effects of chitosan solution concentration and incorporation of chitin and glycerol on dense chitosan membrane properties. Journal of Biomedical Materials Research Part B: Applied Biomaterials


(43)

!

80(2): 394-405.

Devi DA, Smitha B, Sridhar S, Aminabhavi TM. 2006. Dehydration of 1,4-dioxane through blend membranes poly(vinyl alcohol) and chitosan by pervaporation. Journal of Membrane Science 280: 138-147.

Domsay TM, Robert. 1985. Evaluation of infra red spectroscopic techniques for analyzing chitosan. Macromol Chem 186: 1671.

Duan Y, Li G, Liu L, Liu S. 2010. Electromagnetic properties of carbonyl iron and their microwave absorbing characterization as filler in silicone rubber. Bulletin Material Science 33(5): 633-636.

Dunn ET, Grandmaison EW, Goosen MFA. 1997. Applications and properties of chitosan. Dalam Goosen MFA, editor. Applications of Chitin and Chitosan. Basel: Technomic Publication Corporation, Inc.

El-Hefian EA, Nasef MM, Yahaya AH. 2010. The preparation and characterization of chitosan/poly (vinyl alcohol) blended films. Electronic Journal of Chemistry 7(4): 1212-1219.

El-Hefian EA, Nasef MM, Yahaya AH. 2011. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) blended films: mechanical, thermal and surface investigations. Electronic Journal of Chemistry 8(1): 91-96.

Ewell GW. 1981. Radar Transmitters. New York: McGraw-Hill.

Folgueras LC, Alves MA, Rezende MC. 2010. Microwave absorbing paints and sheets based on carbonyl iron and polyaniline: measurement and simulation of their properties. Journal of Aerospace Technology and Management 2(1): 63-70.

Ghasemi A, Hossienpour A, Morisako A. 2008. Investigation of the microwave absorptive behavior of doped barium ferrites. Material Design 29: 112-117. Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and glycerol as plasticizer affect

mechanical and water vapor barrier properties of an wheat gluten film. Journal of Food Science 57: 190-195.

Gupta MC, Gupta AP. 2005. Polymer Composite. New Delhi: New Age International, Ltd.

Harper CA, Petrie EM. 2003. Plastics Material and Process. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Hebeish AA, Elgamel MA, Abdelhady RA, Abdelaziz AA. 2008. Factors affecting the performance of the radar absorbant textile materials of different types and structures. Progress in Electromagnetics Research B 3: 219-226.

Hirano S. 1996. Chitin biotechnology applications. Biotechnology Annual Review 2: 237-258.

Hodgkinson N, Taylor M. 2000. Thermoplastic poly(vinyl alcohol) (PVOH). Journal of Material World 8: 24-25.


(44)

Studies on the Screening of Bio-essential values of Selected Fruits and Vegetables after preservation. Bangladesh Journal of Sciences Induustry Research 40(3-4): 163-168.

Huber TA, Edwards D. 2003. Polyaniline as a Potential Radar Absorbing Material. Technical Report. Canada: Defence Research and Development Canada Atlantic.

Inui T, Hatakeyama K, Yoshiuchi S, Harada T, Kizaki T. 1992. Electromagnetic wave absorber. United States Patent, US005081455A.

Islam MM, Masum SM, Rahman MM, Molla MAI, Khaikh AA, Roy SK. 2011. Preparation of chitosan from shrimp shell and investigation of its properties. International Journal of Basic & Applied Sciences 11(1): 116-130.

Iushchenko YP. Kablov VF, Zaikov GE. 2009. Preparation and study of chitosan polymer complexes with proteins and hydroxylous polymers. Di dalam: Vasile C, Gennady E, editor. Environmentally Degradable Materials Based on Multicomponent Polymeric Systems. Leiden: Koninklijke Brill NV. Johns J, Nakason C. 2011. Dielectric properties of natural rubber/chitosan blends:

Effects of blend ratio and compatibilization. Journal of Non-Crystalline Solids 357: 1816-1821.

Johnson B. 1978. The Secret War. London: BBC Publications. Keegan J. 1994. A History of Warfare. London: Randomhouse.

Khan TA, Peh KK, Cheng HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of chitosan: the influence of analytical methods. Journal of Pharmacy Pharmaceutical Science 5(3): 205-212.

Knott EF, Shaeffer JF, Tuley MT. 2004. Radar Cross Section. 2nd Ed. Raleigh: SciTech Publishing, Inc.

Koyano T, Koshizaki N, Umehara H, Nagura M, Minoura N. 2000. Surface states of PVA/chitosan blended hydrogels. Polymer 41: 4461-4465.

Krajewska B. 2004. Membrane-based processes performed with use of chitin/chitosan materials. Journal Separation and Purification Technology 41: 305-312.

Krochta JM, Mulder-Johnstone DC. 1997. Edible and biodegradable polymer films: challenges and opportunities. Food Technology 51(2): 61-64.

Kumar HMPN, Prabhakar MN, Prasad CV, Rao KM, Reddy TVAK, Rao KC, Subha MCS. 2010. Compatibility studies of chitosan/PVA blend in 2% aqueous acetic acid solution at 30 oC. Carbohydrate Polymers 82: 251-255. Lali MF, Ghobadi C, Razian MA, Razian SA. 2012. Evaluation and designation

of making agricultural waste risk-free system by microwaves. Journal of American Science 8(6): 511-516.

Lee SD, Yam LK, Piergiovanni L. 2008. Food Packaging Science and Technology. New York : CRC Press.


(45)

!

and Chitosan. Lancaster: Tehcnomic Publishing Company.

Liang S, Liu L, Huang Q, Kit LY. 2009. Preparation of single or double-network chitosan/poly(vinyl alcohol) gel films through selectively cross-linking method. Carbohydrate Polymers 77: 718-724.

Lidstrom P, Tierney J, Wathey B, Westman J. 2001. Microwave assisted organic synhesis-a review. Tetrahedron 57: 9225-9283.

Lima CGA, de Oliveira RS, Figueiro SD, Wehmann CF, Goes JC, Sombra ASB. 2006. DC conductivity and dielectric permittivity of collagen-chitosan films. Journal of Materials Chemistry and Physics 99: 284-288.

Lin CA, Ku TH. 2008. Shear and elongational flow properties of thermoplastic polyvinyl alcohol melts with different plasticizer contents and degrees of polymerization. Journal of Materials Processing Technology 200: 331-338. Lin HY, Zhu H, Guo HF. 2008. Microwave-absorbing properties of co-filled

carbon nanotubes. Material Resources Bulletin 43: 2697-2702.

Liu Z, Bai G, Huang Y, Li F, Ma Y, Guo T, He X, Lin X, Gao H, Chen Y. 2007. Absorption of single-walled carbon nanotubes/soluble cross-linked polyurethane composites. Journal of Physical Chemistry C 111: 13696-13700.

Liu YS, Huang X, Guo PP, Liao XP, Shi B. 2011. Skin collagen fiber-based radar absorbing materials. Chinese Science Bulletin 56(2): 202-208.

Mangala E, Kumar TS, Baskar S, Rao KP. 2003. Development of chitosan/poly (vinyl alcohol) blend membranes as burn dressings. Journal of Trends Biomaterial Artificial Organs 17(1): 34-40.

Marker B. 2010. Use of radar-absorbing material to resolve U.S. navy electromagnetic interference problems. Electromagnetic Environmental Effects 7(1): 56-61.

McMeeking RM, Landis CM. 2005. Electrostatic forces and stored energy for deformable dielectric materials. Journal of Applied Mechanics 72: 581-590. Merret K, Cornelius RM, Mcclung WG, Unsworth LD, Sheardown H. 2002.

Surface analysis methods for characterizing polymeric biomaterials. Journal of Biomaterial Science, Polymer Edition 13(6): 593-621.

Mihai M, Dragan ES. 2011. Chitosan based nonstoichiometric polyelectrolyte complexes as specialized flocculants. Physicochemical Engineering Aspects 346: 39-46.

Murray WA. 1995. The industrialization of war 1815-71. Dalam Parker G, editor. The Cambridge illustrated history of warfare. The triumph of the West. London: BCA.

Muzzarelli RAA, Rocchetti R. 1985. The determination of the degree of acetylation of chitosan by first derivative ultraviolet spectrophotometry. Journal of Carbohydrate Polymers 5: 461-472.

National Defense Magazine. 2012. 10 technologies the US military will need for the next war. www.nationaldefensemagazine.com [23 September 2012].


(1)

Viskositas = (Nilai pada Skala) x (Faktor konversi) Lampiran 5 Data hasil pengukuran viskositas

No. Sampel Skala Faktor

Konversi

Viskositas (cp) 1 Chitosan 0% (kontrol) 25

25

2 2

50 50

2 Chitosan 1% 27,5

27,5

2 2

55 55

3 Chitosan 1,5% 41,5

41,5

2 2

83 83

4 Chitosan 2% 62

62

2 2

124 124 Contoh perhitungan :

a. Untuk sampel chitosan 0% (kontrol) :

Viskositas (cp) = Nilai pada skala x Faktor konversi

= 25 x 2

= 50 cp

b. Untuk sampel chitosan 1% :

Viskositas (cp) = Nilai pada skala x Faktor konversi

= 27,5 x 2

= 55 cp

c. Untuk sampel chitosan 1,5% :

Viskositas (cp) = Nilai pada skala x Faktor konversi

= 41,5 x 2

= 83 cp

d. Untuk sampel chitosan 2% :

Viskositas (cp) = Nilai pada skala x Faktor konversi

= 62 x 2


(2)

! !

Ketebalan = (x1+x2+x3+x4+x5) : 5

Lampiran 6 Data hasil pengukuran ketebalan film

Nilai ketebalan (mm) Pengukuran

ke- Chitosan 0% Chitosan 1% Chitosan 1,5% Chitosan 2%

x1 x2 x3 x4 x5 0,11 0,12 0,17 0,13 0,16 0,12 0,19 0,21 0,17 0,11 0,13 0,15 0,16 0,22 0,20 0,17 0,11 0,20 0,22 0,19

Rata-rata 0,14 0,16 0,17 0,18

Contoh perhitungan :

a. Untuk sampel chitosan 0% (kontrol) :

Rata-rata ketebalan (mm) = (x1+x2+x3+x4+x5) : 5

= (0,11+0,12+0,17+0,13+0,16) : 5

= 0,14 mm

b. Untuk sampel chitosan 1% :

Rata-rata ketebalan (mm) = (x1+x2+x3+x4+x5) : 5

= (0,12+0,19+0,21+0,17+0,11) : 5

= 0,16 mm

c. Untuk sampel chitosan 1,5% :

Rata-rata ketebalan (mm) = (x1+x2+x3+x4+x5) : 5

= (0,13+0,15+0,16+0,22+0,20) : 5

= 0,17 mm

d. Untuk sampel chitosan 2% :

Rata-rata ketebalan (mm) = (x1+x2+x3+x4+x5) : 5

= (0,17+0,11+0,20+0,22+0,19) : 5


(3)

Lampiran 7 Grafik spektrum infra merah film chitosan-PVA


(4)

! !

c. Chitosan 1,5%


(5)

Kuat tarik (kPa) atau (N/cm2) = Force (N) : Luas film (cm2) Lampiran 8 Data hasil pengukuran kuat tarik

No. Sampel Force (N) Luas film (cm2)

Kuat tarik (kPa)

Rata-rata (kPa)

1 Chitosan 0% 325

313

3 3

108,33

104,33 106,33

2 Chitosan 1% 381

392

3 3

125,00

130,67 127,83 3 Chitosan 1,5% 412

421

3 3

137,33

140,33 138,83

4 Chitosan 2% 425

436

3 3

141,67

145,33 143,5 Contoh perhitungan :

a. Untuk sampel chitosan 0% (kontrol) :

Kuat tarik (kPa) = Force (N) : Luas film (cm2)

= 325 : 3

= 108,33 kPa

b. Untuk sampel chitosan 1% :

Kuat tarik (kPa) = Force (N) : Luas film (cm2)

= 381 : 3

= 125,00 kPa

c. Untuk sampel chitosan 1,5% :

Kuat tarik (kPa) = Force (N) : Luas film (cm2)

= 412 : 3

= 138,83 kPa

d. Untuk sampel chitosan 2% :

Kuat tarik (kPa) = Force (N) : Luas film (cm2)

= 425 : 3


(6)

!

RINGKASAN

ESA GHANIM FADHALLAH. C34080063. Prototype Material Penyerap Gelombang Radar dari Komposit Polimer Chitosan-Polivinil Alkohol. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU.

Teknologi militer dalam menghadapi peperangan telah digunakan sejak abad ke-15. Penggunaan alat pendeteksi mutakhir seperti radar merupakan pilihan cerdas sebagai penghindaran diri dari serangan lawan, namun seiring dengan itu berkembang pula teknologi anti radar atau teknologi siluman (stealth). Pengembangan material penyerap gelombang elektromagnetik sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1930, namun paten yang muncul baru pada tahun 1971 dan masih tergolong kepada material anorganik. Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru sudah mulai mengarah juga kepada material organik. Chitosan merupakan salah satu material organik yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar. Sifat polikationik yang dimiliki, cenderung menggolongkan chitosan sebagai bahan dielektrik. Bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menganalisis karakteristik film penyerap gelombang radar dari komposit polimer chitosan-polivinil alkohol.

Tahapan penelitian meliputi formulasi material untuk pembuatan film prototype penyerap gelombang radar, pembuatan material film, karakterisasi kualitas film, preparasi prototype penyerap gelombang radar, karakterisasi prototype penyerap gelombang radar. Formula material yang digunakan berupa campuran chitosan dan PVA dengan perbandingan chitosan : PVA (1 : 1). Konsentrasi larutan yang dicobakan terdiri atas campuran chitosan 1%; 1,5%; 2% dengan PVA 5%. Preparasi prototype dilakukan dengan perluasan paparan permukaan film menjadi ukuran 30 x 30 cm, yang bertujuan untuk meningkatkan daya penyerapan gelombang radar. Karakterisasi kualitas prototype penyerap gelombang radar dilakukan dengan pengujian reflection loss.

Bentuk film yang telah dibuat menyerupai lembaran plastik tipis dan transparan dengan warna sedikit kekuningan. Film ini memiliki kekuatan tarik dari 106,33 ± 2,82 – 143 ± 2,59 kPa. Analisis SEM memperlihatkan struktur homogen yang ditandai dengan interaksi yang baik antara chitosan dengan PVA. Besar daya serap gelombang elektromagnetik (radar) oleh prototype film material ditunjukkan dengan makin besarnya nilai reflection loss. Nilai optimum didapatkan pada film prototype dengan material konsentrasi chitosan 1% yaitu berkisar pada -28,3127-38,8229 dB.