amina NH
2
pada chitosan yang bermuatan positif dengan gugus hidroksil OH pada  PVA  yang  bermuatan  negatif.  Ikatan  hidrogen  ini  membuat  kedua  bahan
bercampur  dengan  baik  dan  menghasilkan  homogenitas  yang  baik  pada permukaan  film.  Interaksi  kimia  dari  chitosan  dengan  PVA  disajikan  pada
Gambar 10.
Gambar 10 Interaksi kimia chitosan dengan PVA
Sumber: Devi et al. 2006
Hasil  analisis  morfologi  film  yang  dihasilkan  menunjukan  semakin  tinggi konsentrasi  chitosan  yang  digunakan  terlihat  semakin  banyak  butiran-butiran
yang  terdapat  pada  film.  Hal  ini  dipengaruhi  oleh  keberadaan  chitosan  yang semakin  banyak  seiring  dengan  peningkatan  konsentrasi  chitosan.  Homogenitas
dari  film  mempengaruhi  kemampuan  film  dalam  menyerap  gelombang.  Hal  ini senada  seperti  yang  disampaikan  Wang  et  al.  2011  yang  menyatakan  bahwa
morfologi  dan  kristalinitas  dari  permukaan  bahan  penyerap  gelombang  radar sangat  berperan  penting  pada  penyerapan  maupun  pemantulan  gelombang
elektromagnetik. Permukaan yang halus dan homogen merupakan morfologi yang sangat  baik  untuk  menyerap  gelombang,  sedangkan  pada  permukaan  yang  kasar
kurang  baik  untuk  penyerapan  gelombang  sebab  struktur  morfologi  tidak homogen dan memungkinkan terjadinya pemantulan gelombang.
4.6  Tensile Strength Kuat Tarik
Analisis  kuat  tarik  dilakukan  untuk  mengetahui  kekuatan  dari  film  yang dihasilkan.  Menurut  Krochta    Mulder-Johnstone  1997,  kuat  tarik  merupakan
tarikan  maksimum  yang  dapat  dicapai  sampai  film  dapat  tetap  bertahan  sebelum putus.  Pengukuran  ini  untuk  mengetahui  besarnya  gaya  yang  dicapai  untuk
mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang
atau  memanjang.  Hasil  analisis  kuat  tarik  film  chitosan-PVA  disajikan  pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram nilai uji kuat tarik film chitosan-PVA Berdasarkan  hasil  yang  tersaji  pada  Gambar  10,  dapat  diketahui  semakin
tinggi  konsentrasi  chitosan  yang  digunakan  maka  nilai  kuat  tariknya  akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat peningkatan nilai kuat tarik dari 106,33 ± 2,82
kPa  hingga  143,50  ±  2,59  kPa.  Peningkatan  nilai  kuat  tarik  disebabkan  oleh peningkatan  konsentrasi  chitosan.  Hal  ini  disebabkan  interaksi  antara  gugus  OH
dan  NH
2
dari  chitosan  dengan  gugus  OH  dari  PVA  yang  membentuk  ikatan hidrogen  yang  kuat.  Semakin  tinggi  konsentrasi  chitosan  maka  diduga  ikatan
hidrogen yang terbentuk akan semakin banyak sehingga kuat tarik akan semakin besar.  Hal  ini  senada  dengan  hasil  penelitian  El-Hefian  et  al.  2011  yang
menghasilkan nilai kuat tarik akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi PVA. Menurut Rinaudo 2006 kuat tarik juga dapat dipengaruhi oleh
derajat  deasetilasi  chitosan,  derajat  deasetilasi  yang  tinggi  maka  jumlah  gugus NH
2
akan  semakin  banyak  sehingga  ikatan  hidrogen  yang  terbentuk  pun  akan semakin kuat.
4.7 Reflection Loss
Analisis  reflection  loss  merupakan  analisis  untuk  mengetahui  seberapa besar daya serap gelombang elektromagnetik radar oleh material prototype yang
telah dibuat. Menurut Renata et al. 2011 bila semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan gelombang yang dapat dilakukan oleh
spesimen tersebut. Hasil pengukuran nilai reflection loss pada material prototype penyerap gelombang radar disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengukuran reflection loss dari protoype penyerap gelombang radar
Reflection loss -dB Frekuensi
cuplik Chitosan 0
Chitosan 1 Chitosan 1,5
Chitosan 2
5 GHz 27,3986
28,3127 28,1721
27,8372 6 GHz
27,7089 28,8366
28,6897 28,3084
7 GHz 29,0035
29,9801 29,8330
29,5362 8 GHz
30,5171 31,2517
31,1049 30,8908
9 GHz 33,9246
34,3695 34,2043
34,2142 10 GHz
38,5156 38,8229
38,6587 38,7125
Rata-rata 31,1780 ± 4,3097
31,9289 ± 4,0094 31,7771 ± 4,0001
31,5832 ± 4,1755
Keterangan :  = kontrol
Besarnya  nilai  reflection  loss  dapat  terlihat  bahwa  pada  film  kontrol  atau tanpa  penambahan  chitosan  pada  setiap  frekuensi  cuplik  memiliki  nilai  yang
paling rendah yaitu berkisar dari -27,7398-38,5156 dB dengan rata-rata -31,1780 ±  4,3097  dB.  Material  prototype  dengan  konsentrasi  chitosan  1  menghasilkan
nilai  reflection  loss  paling  tinggi  pada  setiap  frekuensi  cupliknya  yaitu  dengan kisaran  angka  -28,3127-38,8229  dB  dengan  rata-rata  -31,9289  ±  4,0094  dB,
konsentrasi  chitosan  1,5  menghasilkan  nilai  reflection  loss  dengan  kisaran -28,1721-38,6587  dB  dengan  rata-rata  -31,7771  ±  4,0001  dB,  dan  konsentrasi
chitosan 2 menghasilkan nilai reflection loss dengan kisaran -27,8372-38,7125 dB  dengan  rata-rata  -31,5832  ±  4,1755  dB.  Visualisasi  nilai  rata-rata  reflection
loss disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Histogram nilai reflection loss material protoype
Berdasarkan visualisasi hasil pengukuran reflection loss pada Gambar 12, dapat  dilihat  bahwa  secara  umum  dengan  penambahan  chitosan  dapat
meningkatkan  nilai  reflection  loss  bila  dibandingkan  dengan  kontrol  tanpa penambahan  chitosan.  Nilai  reflection  loss  optimum  terdapat  pada  material
prototype  dengan  konsentrasi  chitosan  1  yaitu  yang  berkisar  pada -28,3127-38,8229  dB,  kemudian  terjadi  penurunan  dengan  meningkatnya
konsentrasi chitosan yaitu pada chitosan 1,5 berkisar pada -28,1721-38,6587 dB dan  pada  chitosan  2  berkisar  -27,8372-38,7125  dB.  Data-data  tersebut
menunjukkan bahwa chitosan dapat meningkatkan daya serap gelombang. Material  prototype  pada  konsentrasi  1  memiliki  daya  serap  gelombang
optimum  dibandingkan  film  pada  konsentrasi  yang  lain  dan  terjadi  penurunan daya  serap  gelombang  seiring  dengan  peningkatan  konsentrasi  chitosan.  Hal  ini
berkaitan  dengan  sifat  permitivitas  dielektrik  chitosan  sebagai  bahan  dielektrik. Menurut  Begum  et  al.  2011,  chitosan  merupakan  material  dengan  konstanta
dielektrik yang rendah. Iushchenko et al. 2009 menambahkan chitosan termasuk bahan  dielektrik  dengan  konstanta  dielektrik  3,3.  Salah  satu  parameter  dari
material  dielektrik  yang  penting  adalah  permitivitas,  yaitu  yang  menunjukkan kemampuan polarisasi dan penyimpanan energi. Semakin tinggi nilai permitivitas
dielektrik  maka  kemampuan  penyimpanan  energi  akan  semakin  besar McMeeking  et  al.  2005.  Data  hasil  penelitian  Lima  et  al.  2006  yang
menggunakan  film  chitosan-kolagen  dengan  perbedaan  rasio  jumlah  chitosan menunjukkan  bahwa  peningkatan  konsentrasi  chitosan  dalam  film  dapat
menurunkan nilai permitivitas dielektrik pada frekuensi cuplik 1 GHz, yaitu dari 2,41  menjadi  2,05.  Berdasarkan  data  literatur  tersebut  maka  diduga  peningkatan
konsentrasi  chitosan  dalam  film  menyebabkan  jumlah  energi  dari  gelombang elektromagnetik yang terserap menjadi semakin sedikit karena terdapat penurunan
nilai  permitivitas  dielektrik  yang  berkaitan  dengan  kerapatan  muatan  pada  film, sehingga  pada  film  dengan  konsentrasi  chitosan  2  daya  serap  gelombang  lebih
kecil dibandingkan film dengan konsentrasi chitosan 1 yang mampu menyerap gelombang  lebih  banyak.  Dugaan  ini  didukung  oleh  pendapat  Mihai    Dragan
2011  yang  menyatakan  bahwa  semakin  tinggi  konsentrasi  chitosan  maka kerapatan  muatan  di  dalam  film  akan  meningkat.  Hal  ini  akan  mempengaruhi
permitivitas  dielektrik  dari  material  prototype  dimana  kerapatan  berbanding terbalik  dengan  permitivitas  dielektrik,  sehingga  bila  semakin  tinggi  kerapatan
muatan maka
nilai permitivitas
dielektrik akan
semakin rendah
Zhang et al. 2011. Menurut Won-Jun et al. 2005 dalam Renata et al. 2011, suatu material
dapat  menyerap  gelombang  elektromagnetik  melalui  dua  cara,  yaitu  dengan mengubah  gelombang  yang  masuk  menjadi  energi  panas  oleh  bahan  dielektrik
dan  dengan  menyerap  medan  magnetik  oleh  material  magnetik.  Chitosan digolongkan  kepada  material  dielektrik  dengan  muatan  dwi  kutub  dipol
Krajewska 2004 Folgueras et al. 2010 menyatakan ketika sebuah medan listrik eksternal  diterapkan,  maka  pada  bahan  dielektrik  akan  terbentuk  rotasi  dipol
listrik. Interaksi antara dipol dan medan listrik mengarah pada pembentukan dipol yang sejajar yang memungkinkan dalam bahan terdapat ruang untuk menyimpan
energi potensial. Pada material yang telah dibuat, gugus amina pada chitosan dan gugus hidroksil pada PVA yang merupakan gugus aktif yang berotasi dan bergetar
untuk  menyerap  energi  dari  gelombang  elektromagnetik  yang  dipancarkan. Menurut Wu et al. 2003, rotasi dan getaran molekul disebabkan oleh kesamaan
frekuensi gelombang yang dipancarkan dengan frekuensi getar dari molekul pada suatu  bahan.  Pada  material  yang  dihasilkan  diduga  adanya  kesamaan  frekuensi
yang  dipancarkan  dengan  frekuensi  getar  dari  gugus  amina  dan  hidroksil  dari material  yang  telah  dibuat.  Hal  ini  diilustrasikan  pada  gambar  yang  tersaji  pada
Gambar 13.
Gambar 13 Ilustrasi rotasi dipol pada material prototype
Sumber : Lee et al. 2008
Soethe  et  al.  2011  menjelaskan  bahwa  mekanisme  penyerapan gelombang oleh material penyerap gelombang radar didasari oleh polarisasi pada
film  akibat  pengaruh  gelombang  elektromagnetik  yang  mengonversi  gelombang elekromagnetik  menjadi  energi  panas.  Ketika  gelombang  elektromagnetik
membentur  film  maka  terjadi  polarisasi  oleh  medan  gelombang  listrik  dan akibatnya tercipta arus listrik. Selanjutnya energi dari gelombang elektromagnetik
diubah menjadi panas melalui efek Joule, karena adanya cacat pada struktur film yang memberikan perlawan terhadap arus listrik. Pendapat lain disampaikan oleh
Qadariyah  et  al.  2009  yang  menyatakan  bahwa  timbulnya  panas  berasal  dari medan  listrik  gelombang  elektromagnetik  yang  memaksa  ion-ion  pada  bahan
dielektrik  untuk  berputar  dan  pindah  dari  respon  lambat  mengikuti  medan  listrik yang  cepat.  Pembandingan  nilai  reflection  loss  dari  material  prototype  hasil
penelitian dengan material lain disajikan dalam  Tabel 5. Tabel 5 Pembandingan nilai reflection loss hasil penelitian dengan sumber lain
Jenis bahan Nilai reflection loss dB
Chitosan-PVA
1
-31,928 Serat berbasis kolagen
2
-4,730 Serat karbon
3
-25,000 Besi karbonil
4
-23,060 Keterangan : 1 hasil penelitian 2 Liu et al. 2011 3 Saville et al. 2005 4 Duan et al.2006
Nilai  reflection  loss  RL  dari  hasil  penelitian  memiliki  nilai  yang  lebih tinggi  dibandingkan  dengan  penelitian  lain  yang  menggunakan  material  dengan
bahan dasar serat kolagen RL -4,730 dB, serat karbon RL -25,000 dB dan besi karbonil  RL  -23,060.  Penelitian  Liu  et  al.  2011  yang  menggunakan  material
penyerap  radar  organik  berbasis  serat  kolagen  menunjukkan  nilai  penyerapan yang  rendah.  Hal  ini  disebabkan  dari  sifat  kolagen  yang  lemah  sebagai  bahan
dielektrik karena memiliki muatan listrik yang sedikit sehingga daya penyerapan gelombangnya lemah.
Saville  et  al.  2005  menyatakan  bahwa  standar  material  penyerap gelombang  sebagai  penyerap  gelombang  yang  baik  bila  memiliki  nilai reflection
loss lebih dari -40 dB. Material prototype yang diteliti memiliki nilai lebih kecil dari  standar,  namun  mendekati  nilai  dari  standar  dari  Saville  et  al.  2005.
Beberapa  faktor  yang  mempengaruhi  besar  kecilnya  daya  serap  gelombang elektromagnetik  adalah  jenis  bahan  yang  digunakan  bahan  dielektrik  atau
material magnetik. Material anorganik yang digunakan sebagai material penyerap gelombang  radar  pada  penelitian  Saville  et  al.  2005  dan  Duan  et  al.  2006
adalah  serat  karbon  dan  besi  karbonil.  Material  tersebut  memiliki  nilai  RL  yang lebih tinggi dibandingkan serat kolagen. Menurut Won-Jun et al. 2005 material
anorganik tersebut bersifat magnetik sehingga gelombang magnet yang ada pada gelombang  elektromagnetik  diserap  oleh  material  magnetik  tersebut.  Faktor  lain
yang  mempengaruhi  daya  serap  gelombang  elektromagnetik  adalah  ketebalan bahan.  Berdasarkan  hasil  penelitian  Renata  et  al.  2011,  ketebalan  dari  material
yang  digunakan  mempengaruhi  besar  kecilnya  daya  serap  gelombang.  Pada penelitiannya  menggunakan  barium  heksaferrite  dengan  ketebalan  2  mm,  4  mm,
dan  6  mm.  Semakin  tebal  bahan  yang  digunakan  maka  akan  kapasitas  untuk melakukan  penyerapan  gelombang  akan  semakin  banyak.  Hal  ini  terbukti  dari
hasil  penelitiannya  yang  menunjukkan  peningkatan  daya  serap  gelombang elektromagnetik  seiring  bertambahnya  ketebalan  material  yang  terbentuk,  yaitu
berkisar dari -13-10 dB.
5  KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Film komposit penyerap gelombang radar dapat dibuat dengan bahan dasar chitosan  dan  polivinil  alkohol  PVA.  Film  ini  secara  visual  memiliki  bentuk
seperti  plastik  dan  berwarna  dari  putih  bening  hingga  kekuningan  transparan dengan  diameter  yang  berkisar  0,11-0,22  milimeter.  Karakteristik  uji  kuat  tarik
atau  tensile  strength  dari  film  chitosan-PVA  memiliki  nilai  kuat  tarik  terbesar pada  konsentrasi  chitosan  2  dengan  nilai  sebesar  143,50  ±  2,59  kPa.
Penambahan chitosan
dapat meningkatkan
daya serapan
gelombang elektromagnetik.  Film  dengan  konsentrasi  chitosan  1  memiliki  daya  serap
gelombang paling tinggi dengan kisaran -28,3127-38,8229 dB dengan daya serap rata-rata -31,9289 ± 4,0094 dB.
5.2    Saran