untuk memperkuat nilai dielektrik dari chitosan, salah satunya adalah dengan mengkompositkan chitosan dengan polivinil alkohol PVA.
Komposit merupakan teknologi rekayasa material dengan cara menggabungkan atau mencampurkan dua atau lebih jenis material yang memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga didapatkan material baru dengan karakteristik yang lebih kuat Gupta Gupta 2005. Pemilihan polivinil alkohol sebagai
campuran dengan chitosan didasari oleh sifat dielektrik polivinil alkohol yang lebih tinggi dari chitosan Abdullah et al. 2011 dan mampu membentuk film
dengan sifat mekanik yang baik Chen et al. 2005. Material plastik dari bahan vinyl resin ternyata pernah digunakan sebagai bahan penyerap gelombang
elektromagnetik berdasarkan paten Nishizaki et al. 2000 dengan nomor US006090478A. Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka polivinil alkohol cocok
dikompositkan dengan chitosan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyerap gelombang radar. Hal ini berkaitan dengan kombinasi sifat dielektrik
dari chitosan dengan PVA, dimana bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu
menyimpan gelombang
yang terserap
dalam jumlah
besar McMeeking et al. 2005. Oleh karena itu, penggunaan komposit polimer
chitosan-polivinil alkohol sangat potensial untuk dikembangkan menjadi material penyerap gelombang radar dan perlu dikaji lebih lanjut dalam penelitian.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototype penyerap gelombang radar dengan material organik baru komposit polimer chitosan-PVA.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Chitosan
Chitosan merupakan biopolimer yang didapatkan dari proses deasetilasi dari chitin. Islam et al. 2011 menjelaskan bahwa chitin yang merupakan polimer
karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam kerangka crustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam exoskeleton zooplankton laut, termasuk
terumbu karang dan jellyfish. Chitosan merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa Sandford 2003. Chitosan secara natural
merupakan komponen makromolekul berupa polisakarida yang dibentuk dari n-asetil-2-amino-2-deoksi-d-glukosa melalui ikatan -1,4 glikosida Teng 2012.
Struktur kimia dari chitosan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur kimia chitosan
Sumber: Teng 2012
Hossain et al. 2005 melaporkan persiapan chitin dari kulit udang dan prosedur umum untuk mengisolasi chitin dari kulit udang melibatkan
demineralisasi, deproteinisasi dan penghilangan warna. Chitosan dalam bidang industri biasanya disiapkan oleh alkali asetilasi de-N-chitin Hirano 1996.
Produksi khas chitosan dari cangkang crustasea umumnya terdiri dari empat langkah dasar, yaitu demineralisasi, deproteinisasi, penghilangan warna dan
deasetilasi No Lee 1995. Menurut No et al. 2003 proses deproteinisasi dilakukan dengan ekstraksi menggunakan larutan natrium hidroksida encer
1-10 pada suhu tinggi 65-100 °C selama 1-6 jam. Proses demineralisasi dilakukan dengan penambahan larutan asam hidroklorida 4 pada suhu tinggi
65-100
o
C untuk menghilangkan mineral yang terdapat pada cangkang crustasea. Konversi chitin menjadi chitosan dicapai dengan proses deasetilasi
menggunakan larutan natrium hidroksida pekat 40-50 pada 100 °C atau lebih tinggi, untuk menghilangkan beberapa atau semua gugus asetil dari polimer.
Sifat fungsional kitosan dilaporkan bergantung pada berat molekul atau viskositasnya No Lee 1995. Menurut Khan et al. 2002, derajat deasetilasi
chitosan yang dihasilkan mempengaruhi kualitas dan aplikasi chitosan di berbagai bidang. Johns Nakason 2011 menyatakan bahwa chitosan merupakan polimer
yang memiliki dwi kutub dipol disebabkan adanya muatan positif dari gugus amina dan muatan negatif dari gugus karboksil. Keberadaan gugus ini
menyebabkan polaritas pada film chitosan dan menggolongkan chitosan sebagai material dielektrik Begum et al. 2011.
2.2 Polivinil Alkohol