Spektrofotometer Fourier Transform Infrared FTIR

tersebut terikat kuat dan membentuk suatu padatan yang menyebabkan padatan tersebut menjadi sulit menguap saat berubah menjadi film. Raymond et al. 2006 menyatakan bahwa gugus hidroksil dan gugus amina yang berinteraksi dalam ikatan hidrogen menjadikan suatu larutan menjadi lebih sulit menguap dari senyawa lain. Gontard et al. 1993 menambahkan, bahwa ketebalan film dipengaruhi oleh jumlah padatan yang terdapat pada larutan. Semakin makin jumlah padatan maka film yang terbentuk akan semakin tebal. Hal lain yang mempengaruhi ketebalan film menurut Park et al. 1995 diantaranya adalah luas cetakan, volume larutan, dan jumlah padatan dalam larutan.

4.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared FTIR

Analisis FTIR digunakan pada penentuan keberadaan gugus fungsi yang berada pada film komposit chitosan-PVA. Nilai derajat deasetilasi chitosan yang dipergunakan telah berada standar dari Muzarelli et al. 1985 yaitu memiliki nilai lebih dari 70. Grafik spektra inframerah dari film chitosan-PVA disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Spektrum inframerah dari film komposit chitosan-PVA pada berbagai konsentrasi chitosan a chitosan 0 kontrol; b chitosan 1; c chitosan 1,5; d chitosan 2 3435,31 3435,76 3499,91 3429,35 1632,91 1750,77 1723,80 1732,31 cm -1 T a b c d 2360,62 2362,51 2142,91 2159,77 Spektra gugus yang terlihat pada film chitosan 0 kontrol menunjukkan bilangan gelombang pada 3435,31 cm -1 dan 1732,62 cm -1 yang merupakan gugus fungsi dari hidroksil OH dan keton. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Silverstein et al. 1981 yang menyatakan spektra dari gugus OH berada pada bilangan gelombang 3439 cm -1 dan gugus keton pada 1736 cm -1 . Pada Gambar 7 menunjukkan terjadi perubahan bilangan gelombang spektra dari gugus hidroksil pada film chitosan 1, 1,5 dan 2. Perubahan bilangan gelombang gugus OH dikarenakan telah terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari chitosan dan PVA. Hal ini bisa dilihat lebih lanjut pada spektra dari gugus CH yang bervariasi pada bilangan gelombang 2360,62 cm -1 ; 2159,77 cm -1 ; 2142,91 cm -1 ; 2362,51 cm -1 . Menurut Zhang et al. 2007 perubahan bilangan gelombang dapat terjadi akibat interaksi antara gugus-gugus dari chitosan dengan PVA. Pada film chitosan 1 dan 1,5 belum terlihat spektra dari gugus NH, namun pada film chitosan 2 terlihat spektra gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1 . Hal ini diduga pada film chitosan 1 dan 1,5 konsentrasinya masih rendah sehingga belum terlihat gugus NH, tetapi spektra dari gugus keton 1723,80 cm -1 dan 1750,77 cm -1 masih terlihat. Menurut Chen et al. 2007, gugus NH pada chitosan terdapat pada bilangan gelombang 1653 cm -1 . Selanjutnya pada film chitosan 2 mulai terlihat spektra dari gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1 , namun spektra dari gugus keton tidak terlihat kembali. Hal ini diduga pada konsentrasi chitosan 2 gugus NH lebih dominan dibandingkan pada chitosan 1 dan 1,5 sehingga terbaca pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1 . Hal ini didukung dengan hasil penelitian dari El-Hefian et al. 2010 yang melaporkan dengan peningkatan konsentrasi PVA dapat menghilangkan spektra dari gugus NH yang terbaca dan meningkatkan intensitas gugus CH. El-Hefian et al. 2010 juga menyampaikan bahwa ketika dua atau lebih polimer dicampurkan maka perubahan karakteristik puncak spektrum dapat terjadi karena refleksi dari pencampuran kedua polimer secara fisik dan adanya interaksi kimia. Kemampuan pencampuran yang baik antara chitosan dan PVA disebabkan oleh pembentukan ikatan hidrogen antarmolekul antara kelompok amino dan hidroksil dalam chitosan dan gugus hidroksil pada PVA.

4.5 Scanning Electron Microscopy SEM