BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di
Laboratorium Material,
Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, dari bulan
November 2010 sampai Mei 2011. 3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik BL6100, reaktor spin
coater, mortar, pipet, pinset, gelas ukur Iwaki
10 ml, pinset, gunting, spatula, stopwatch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan
petris, tissue
, isolasi,
LCR meter,
picoammeter, microvoltmeter, Spektroskopi UV-VIS-NIR
OceanOptics ,
masker, potensiometer, resistor, dan kabel.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat [BaCH
3
COO
2
, 99], stronsium asetat [SrCH
3
COO
2
, 99], titanium
isopropoksida [TiC
12
O
4
H
28
, 97.999], 2-metoksietanol, aseton pro-
analisis , methanol pro-analisis, asam asetat,
substrat Si 100 tipe-p, aquades atau di water deionisasi water, HF 5, pasta perak, kaca
preparat dan alumunium foil. 3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan film BST 3.3.1.1.
Persiapan substrat
Substrat merupakan tempat penumbuhan film agar tumbuh baik dan merata yang
kebersihannya harus dijaga. Substrat yang digunakan adalah substrat Si 100 tipe-p.
Pertaman-tama, substrat
dipotong membentuk persegi dengan ukuran 1x1
cm
2
. Substrat yang telah dipotong kemudian dicuci dengan beberapa tahapan perendaman
sambil digetarkan
dengan gelombang
ultrasonik 22 kHz selama 10 menit, menggunakan larutan-larutan sebagai berikut:
aseton pro analisis, di water deionisasi water
, methanol pro analisis, campuran HF 5 + di water dengan perbandingan 5:1,
terakhir dicuci kembali dengan di water. Indikator bersih, jika air pada permukaan
substrat cepat hilang gaya kohesi antara air dan substrat kecil. Setelah terlihat indikator
tersebut, substrat langsung ditempatkan di atas hotplate untuk membuang air sisa.
3.3.1.2. Pembuatan larutan BST
Film BST yang ditumbuhkan pada permukaan substrat dengan metode sol-gel
process dibuat dengan mereaksikan bubuk
barium asetat
[BaCH
3
COO
2
, 99]
sebanyak 0,3193 gram, stronsium asetat [SrCH
3
COO
2
, 99] 0,2572 gram, titanium isopropoksida
[TiC
12
O
4
H
28
, 97,999]
0,7107 gram, serta 2,5 ml bahan pelarut 2- metoksietanol
. Dalam
penelitian ini
digunakan fraksi molar Ba dan Sr sebesar 0,5. Komposisi massa yang sesuai ketentuan dari
masing-masing bahan-bahan
tersebut dihitung
menggunakan persamaan
stoikiometri reaksi kimia, kemudian dilakukan
penimbangan dengan
menggunakan neraca analitik sebelum dilakukan pencampuran. Setelah bahan-bahan
dicampur, larutan digetarkan selama 60 menit menggunakan gelombang ultrasonik
dari Bransonic 2510 dengan frekuensi 22 kHz.
3.3.1.3. Proses spin coating
Setelah substrat silikon 100 tipe-p dicuci dan larutan BST telah tercampur
homogen, dilakukan penetesan larutan sampai
terbentuk lapisanfilm
dengan menggunakan reaktor spin coater. Piringan
reaktor spin coater ditempel dengan doubletape
pada bagian tengahnya, kemudian substrat diletakkan diatasnya.
Penempelan doubletape ini, agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin
coater berputar. Substrat yang telah
ditempatkan di atas piringan spin coater ditetesi larutan BST sebanyak 3 tetes.
Kemudian reaktor spin coater diputar dengan kecepatan 3000 rpm dalam waktu 30 detik.
Setelah itu, dikeringkan selama 60 detik. Pengulangan penetesan dilakukan sebanyak
tiga kali untuk mendapatkan lapisan berkala, dan dengan harapan mendapatkan struktur
kristal yang periodik.
3.3.1.4. Proses annealing
Proses annealing pada suhu yang berbeda akan menghasilkan karakterisasi film
yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan, dan ukuran butir.
17
Proses annealin
g pada suhu tetap dalam variasi waktu yang berbeda diharapkan akan
menghasilkan karakteristik film yang berbeda dalam hal struktur kristal. Substrat Si 100
tipe-p yang telah ditumbuhi lapisan akan dilakukan proses annealing dengan variasi
waktu penahanan 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam pada suhu tetap 850
C. Proses annealing
ini dilakukan dengan laju kenaikan suhu 1,67
Cmenit dari suhu kamar sampai 850
C. Gambar 3.1 pada halaman berikut menunjukkan skema annealing.
16
3.3.1.5. Pemasangan kontak
Setelah dilakukan proses annealing, proses
selanjutnya adalah
persiapan pembuatan kontak yang meliputi proses
penutupan sampel
film menggunakan
aluminium foil dan menyisakan bagian yang
akan dipasang kontak berbentuk persegi dengan ukuran 1,5 x 2,5 mm
2
. Bahan kontak yang dipilih pada penelitian ini adalah
aluminium 99,999. Pemasangan kontak alumunium dilakukan dengan cara evaporasi
di atas permukaan substrat Si tipe-p AlBa
0,5
Sr
0,5
TiO
3
p-Si dan film BST. Gambar 3.2. menunjukkan penampang sel
surya film BST tampak atas. Setelah pemasangan kontak terbentuk, maka proses
selanjutnya adalah pemasangan hider dan pemasangan kabel tembaga berukuran halus
pada kontak menggunakan pasta perak, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Hal ini
dilakukan agar proses karakterisasi film dapat dilakukan dengan mudah untuk dihubungkan
dengan rangkaian tertentu sesuai dengan kebutuhan karakterisasi.
3.3.2. Karakterisasi sel surya BST 3.3.2.1.
Karakterisasi sifat optik
Sifat optik dari dapat diketahui dann dipelajari dari spektrum reflektansi sifat
pemantulan. Spektrum tersebut didapat dengan menggunakan setup alat OceanOptic,
dalam bentuk hubungan spektrum reflektansi terhadap panjang gelombang . Pada
OceanOptic
, terdapat tungsten Halogen sebagai sumber cahaya yang dipancarkan
melalui serat optik menuju sampel, dari sampel kemudian cahaya diproses melalui
jalur serat optik berikutnya menuju sensor yang dihubungkan dengan PC pengolah data
dalam bentuk grafik. Data diolah dalam bentuk hubungan antara reflektansi terhadap
panjang gelombang untuk melihat sifat efektif film terhadap rentang panjang
gelombang tertentu. Kemudian dari data reflektansi dapat dihitung nilai bandgap
menggunakan metode Tauc, serta indeks bias BST.
26, 27
3.3.2.2. Karakterisasi konduktivitas
listrik Karakterisasi
konduktivitas listrik
menggunakan LCR meter, menghasilkan nilai konduktansi G. Konduktansi G sel surya
BST diukur sesuai variasi intensitas cahaya, yaitu pada kondisi gelap 0 lux, serta pada
kondisi terang dengan variasi intensitas cahaya 1000 lux, 2000 lux, 3000 lux, dan
4000 lux. Nilai konduktansi G yang didapatkan dari LCR meter, digunakan untuk
menghitung konduktivitas listrik
σ dari film BST menggunakan Persamaan 2.12.
Kemudian dari data yang diperoleh, ditentukan bahwa film termasuk bahan
isolator, semikonduktor, atau konduktor.
32
3.3.2.3. Karakterisasi I-V
Rangkaian pengukuran arus-tegangan sel surya ditunjukkan oleh Gambar 3.3., yang
mana sel surya BST dihubungkan dengan voltmeter V
1
, voltmeter V
2
diparalel dengan
hambatan 100
kΩ, serta
potensiometer. Sebuah sumber cahaya dengan intensitas tertentu ditempatkan pada
jarak tertentu dari prototipe sel surya BST sehingga
cahaya mengenai
seluruh permukaan sel surya. Potensiometer yang
mula-mula diposisikan putarannya pada nilai minimum, kemudian dinaikkan hingga
mencapai titik maksimum. Nilai pembacaan masing-masing alat ukur dicatat pada setiap
perubahan
besarnya hambatan.
Dari pengukuran ini diperoleh hubungan arus-
tegangan sehingga
dapat ditentukan
parameter-parameter sel surya meliputi: daya maksimum P
max
, fill factor FF, serta efisiensi konversi
η.
Gambar 3.1. Skema annealing.
16
Gambar 3.2. Pemasangan kontak tampak atas.
Gambar 3.3. Rangkaian pengukuran arus- tegangan I-V sel surya.
22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN