BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suplai energi matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa yaitu
mencapai 3 x 10
24
joule pertahun setara dengan 10
17
watt, besarnya 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini.
1
Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 permukaan bumi dengan sel surya solar cell
yang memiliki efisiensi 10 sudah cukup untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh
dunia saat ini. Perkembangan yang pesat dari industri sel surya yaitu pada tahun 2004 telah
menyentuh level 1000 MW membuat banyak kalangan semakin melirik sumber energi
masa depan yang menjanjikan ini.
1
Sel surya berbasis bahan silikon amorf telah dilakukan
pada penelitian sebelumnya dengan nilai efisiensi mencapai 10,38.
2
Modul sel surya sendiri terdiri dari kaca pelindung transparan
yang melindungi bahan sel surya dari keadaan luar, serta material aktif pengubah
energi cahaya menjadi energi listrik yang bersifat anti-refleksi untuk menyerap lebih
banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, serta persambungan
semikonduktor p-type dan n-type untuk menghasilkan medan listrik.
3
Pembuatan sel surya berbahan dasar silikon amorf memerlukan teknologi tinggi
dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi pula.
1
Namun, teknologi yang dimiliki oleh Indonesia masih belum memungkinkan
untuk membuat divais sel surya berbahan dasar silikon amorf sehingga perlu alternatif
pembuatan sel surya dalam bentuk kristal dengan bahan lain misalnya barium strontium
titanate
Ba
x
Sr
1-x
TiO
3
.
4
Bahan ferroelektrik BST diatas permukaan subsrat Si 100 tipe-p
memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai bahan sel surya karena memiliki
karakteristik seperti dioda p-n junction yang dapat berperilaku sebagai sel fotovoltaik.
Secara umum, BST memiliki kisaran bandgap
pada 3 eV serta nilai konduktivitas listrik yang ordenya 10
-5
Scm yang termasuk semikonduktor.
5
Konduktivitas listrik film BST meningkat seiring kenaikan intensitas
cahaya yang datang pada permukaan. Ketika cahaya memiliki energi foton lebih besar dari
energi bandgapnya, menyebabkan elektron tereksitasi dari pita valensi menuju pita
konduksi.
6
Perbedaan pembawa muatan di p- type
dan n-type pada p-n junction ini yang menyebabkan
terjadinya arus
ketika
dihubungkan dengan rangkaian luar.
Pada penelitian
ini, dilakukan
pembuatan film BST di atas permukaan substrat Si 100 tipe-p dengan metode sol-
gel process yang diikuti dengan proses spin
coating . Dilakukan annealing dengan variasi
waktu penahanan 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam pada suhu tetap 850
C. Persambungan p-n pada Si 100 tipe-p dan
BST sebagai tipe-n, dapat berperilaku sebagai sel surya. Selanjutnya dilakukan
pengujian sifat
optik, perhitungan
konduktivitas listrik dan pengujian arus- tegangan fotovoltaik dari sel surya film BST.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat sel surya dari bahan film
ferroelektrik BST, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan penumbuhan film BST
murni di atas permukaan substrat silikon 100 tipe-p dengan variasi waktu
penahanan annealing 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam menggunakan
metode sol-gel process yang diikuti spin coating
. 2.
Menguji sifat optik dari sel surya film BST, meliputi karakterisasi spektrum
serapan, perhitungan indeks bias, serta perhitungan bandgap.
3. Menguji sifat listrik sel surya film BST,
meliputi konduktivitas listrik dan arus- tegangan, fill factor, serta efisiensi sel
surya film BST.
1.3. Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik sifat optik meliputi: reflektansi, indeks bias, dan
bandgap dari film BST yang dibuat
dengan variasi waktu annealing ? 2. Bagaimana karakteristik konduktivitas
listrik dari film BST yang dibuat dengan variasi waktu annealing ?
3. Bagaimana parameter-parameter sel surya meliputi: arus dan tegangan
maksimum, daya maksimum, fill factor, serta efisiensi dari film BST yang
dibuat dengan variasi waktu annealing ?
1.4. Hipotesis
Perbedaan waktu penahanan annealing pada suhu tetap 850
C, mempengaruhi ukuran butir dan struktur kristal. Pada proses
annealing terjadi pemuaian butir kristal.
Waktu penahanan annealing yang relatif lebih
singkat untuk
berlangsungnya kristalisasi, dianggap terjadi kristalisasi yang
belum sempurna, dalam hal ini diprediksi
terjadi pada waktu penahanan annealing 8 jam. Pada waktu penahanan tertentu
prediksi waktu annealing 15 jam terjadi pemuaian kristal namun belum seragam.
Kemudian pada prediksi waktu annealing 22 jam terjadi
“butir kristal lebih besar menelan butir yang lebih kecil” sehingga
butir berukuran semakin besar. Sedangkan pada prediksi waktu annealing 29 jam, butir
besar yang tumbuh setelah menelan butir kecil, lebih berukuran seragam dan kompak,
kemudian terjadi pemadatan.
16-19
Struktur kristal yang berubah akibat variasi waktu
annealing tersebut dapat mempengaruhi sifat
optik meliputi: spektrum daerah serapan, indeks bias, dan bandgap, serta sifat listrik
meliputi: konduktivitas
listrik dan
parameter-parameter sel surya dari sel surya berbasis film ferroelektrik BST.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA