Characterizations Of Solar Cells Parameters Based On Ba0,5sr0,5TIO3 Ferroelectric Film

(1)

PEMBUATAN SEL SURYA BERBASIS FILM FERROELEKTRIK

BARIUM STRONTIUM TITANATE

(Ba0,5Sr0,5TiO3)

MUHAMMAD NUR HILALUDDIN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Muhammad Nur Hilaluddin (G74070049). PEMBUATAN SEL SURYA BERBASIS FILM

FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANATE (Ba0,5Sr0,5TiO3). Dibimbing oleh

Dr.Ir. Irzaman, M.Si dan Heriyanto Syafutra, S.Si,M.Si.

Abstrak

Telah dilakukan pendeposisian film Ba0,5Sr0,5TiO3 (BST) 1 M di atas substrat Silikon (100) tipe-p

menggunakan metode sol-gel process yang diikuti proses spin coating pada kecepatan 3000 rpm

selama 30 detik. Dilakukan perlakuan variasi waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam, 22 jam,

dan 29 jam pada suhu tetap 850 0C. Selanjutnya dilakukan karakterisasi sifat optik menggunakan

metode spektroskopi UV-VIS-NIR untuk mengetahui spektrum serapan, indeks bias, dan bandgap.

Karakterisasi konduktivitas listrik dengan menggunakan LCR meter untuk mengetahui jenis material. Serta uji karakteristik fotovoltaik untuk melihat karakteristik sel surya. Spektroskopi optik menunjukkan bahwa sel surya film BST dengan waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam,

dan 22 jam, bekerja efektif pada daerah serapan panjang gelombang ≥ 700 nm. Sedangkan untuk sampel dengan waktu penahanan annealing 29 jam, efektif menyerap pada daerah panjang

gelombang ≤ 450 nm. Didapatkan indeks bias film BST pada selang 2,0 - 7,0 untuk daerah panjang gelombang ± 360-900 nm. Nilai bandgap film BST berdasarkan waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam berturut-turut yaitu 2,60 eV; 3,16 eV; 3,24 eV; dan

2,66 eV. Nilai konduktivitas listrik yang didapatkan menunjukkan bahwa film BST tergolong material semikonduktor dengan orde 10-5-10-4 S/cm. Hasil karakterisasi I-V fotovoltaik

menunjukkan bahwa film BST memiliki potensi sebagai bahan dasar sel surya dengan nilai efisiensi sesuai waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam berturut-turut yaitu

2,68 x 10-5 %; 3,51 x10-5 %; 4,53 x10-5 %; dan 3,22 x10-5 %. Kata Kunci : ferroelektrik, BST, sel surya, bandgap, efisiensi.


(3)

CHARACTERIZATIONS OF SOLAR CELLS PARAMETERS BASED ON

Ba

0,5

Sr

0,5

TiO

3

FERROELECTRIC FILM

Abstract

Growth of films Ba

0,5

Sr

0,5

TiO

3

(BST) 1 M has been done with variation of annealing in

hold time 8 hours, 15 hours, 22 hours, and 29 hours at constant temperature 850

0

C, above

Si (100) substrate p-type, by using the sol-gel process method which followed with spin

coating process at 3000 rpm for 30 seconds. Optics spectroscopy shows that BST film

solar cells with annealing hold time 8 hours, 15 hours, and 22 hours, works effectively in

wavelength ≥ 700 nm

absorption range. Yet for sample with annealing hold time about

29 hours effectively absorb in ≤ 700 nm wavelength range. It obtained

BST film

refractive index at range 2.0 to 7.0 to wavelength range ±370-870 nm. Band gap BST

film value based on annealing hold time 8 hours, 15 hours, 22 hours, and 29 hours

respectively 2.60 eV; 3.12 eV: 3.24 eV, and 2.66 eV. Electrical conductivity value which

obtained, indicate that the BST film is classified as semiconductor material with

conductivity order 10

-5

-10

-4

S / cm. The result of I-V photovoltaic characterization shows

the BST film potentially to be a solar cells device with efficiency according to the

annealing hold time 8 hours, 15 hours, 22 hours, and 29 hours in a row are 2.68x10

-5

%,

3.51x10

-5

%, 4.53x10

-5

% and 3.22x10

-5

%


(4)

PEMBUATAN SEL SURYA BERBASIS FILM FERROELEKTRIK

BARIUM STRONTIUM TITANATE

(Ba

0,5

Sr

0,5

TiO

3

)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

Oleh:

Muhammad Nur Hilaluddin

G74070049

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul

: Pembuatan Sel Surya Berbasis Film Ferroelektrik

Barium Strontium Titanate

(Ba

0,5

Sr

0,5

TiO

3

)

Nama

: Muhammad Nur Hilaluddin

NIM

: G74070049

Menyetujui,

Dr.Ir. Irzaman, M.Si

Pembimbing 1

Heriyanto Syafutra, S.Si,M.Si

Pembimbing 2

Mengetahui,

Dr.Ir. Irzaman, M.Si

Ketua Departemen Fisika


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhanku yang telah melimpahkan rahmat, karunia, hidayah-Nya, serta nikmat sehat jasmani dan rohani, kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan menulis laporan penelitian yang berjudul “Pembuatan Sel Surya Berbasis Film Ferroelektrik Barium Strontium Titanate (Ba0,5Sr0,5TiO3)”. Penelitian ini telah

selesai dilaksanakan, berikut laporan hasil penelitian yang menceritakan hasil yang dicapai dari penelitian ini. Penulis menyadari benar bahwa dalam penulisan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan, karena penulis masih dalam tahap belajar. Hasil penelitian yang dapat dengan nilai % efisiensi (η) dengan orde 10-5 dan nilai Fill Factor (FF) dari sel surya BST yang bernilai

diatas 50%. Semua ini berkat usaha dan bantuan dari berbagai pihak yang turut serta membantu baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam melakukan penelitian ini, terutama kepada

1. Keluargaku; orang tua tercinta (mamah Neneng Nurmillah & bapa Bahruddin), adik-adikku tersayang (Siti Nur Latifah, M. Nur Firdaus, dan M. Faridh Nur Firmansyah).

2. Meine liebe; Intan Mulyani, beserta keluarga (ayah „Nding Mulyadi, mama Erni, Indah

Merliandini, dan Inne Berliani) yang selalu memberi inspirasi dan motivasi kepada penulis agar tetap semangat dalam penelitian.

3. Keluarga Besar H. Amba Sumiardi (alm) & Hj. Nurhasanah serta keluarga Besar H. Mualim Maksum (alm) & Mami. Cikal bakal keberadaanku di dunia ini.

4. Dr.Ir. Irzaman, M.Si dan Heriyanto Syafutra, S.Si,M.Si selaku pembimbing skripsi penulis, yang telah memberikan nasihat, motivasi, serta ide-ide, bahkan teknis pelaksanaan penelitian. 5. Dr. Husin Alatas, S.Si,M.Si dan Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si,M.Si selaku dosen penguji atas

koreksi, masukan, dan saran positif yang membangun.

6. Drs. M. Nur Indro, M.Sc atas revisi dan masukan dalam penulisan laporan penelitian ini. 7. Tim penelitian Barium Strontium Titanate (BST) [dan material ferroelektrik lain] di

laboratorium fisika material Fisika FMIPA IPB; Johan Iskandar, Ade Kurniawan, Dani Yosman, „teh YuAs, Herwandi, Nia, dll. Rekan-rekan sesama penelitian Fisika Material

(Martua Edison), serta adik-adik kelas penelitian tungku sekam (Thouwil, dkk)

8. Tidak lupa pula teman-teman di departemen Fisika (penelitian lab. Fisika Teori & Lab. Biofisika) dan semua teman-teman mahasiswa IPB yang selalu memberikan motivasi sehingga memunculkan semangat menyelesaikan laporan penelitian ini.

9. Dosen dan Staff Departemen Fisika FMIPA IPB yang membantu secara langsung dan tidak langsung, serta dalam teknis pelaksanaan penelitian.

10. Semua civitas IPB; dosen pengajar, pelaksana AJMP, tak lupa kepada pak satpam yang setia menjaga motor-motor kesayanganku selama kuliah di Fisika IPB.

11. Bapak Warya di Laboratorium MOCVD, Laboratorium Fisika Material Elektronik Institut Tekhnologi Bandung, yang sudah membantu dalam proses metalisasi.

12. Teman-teman Fillament Band (DX, agunk, dan JB) yang selalu memberi inspirasi berkarya

dalam seni untuk menyeimbangkan antara otak kanan dan otak kiri; teman-teman troop after

Band (Fajar „kusno‟ dkk), childish Band(Qpot dkk), serta Distorsi band (Rere, Damar, dkk).

13. Teman-teman di kostan (Sem Serah, M.Si; Seorim Bessie, M.Si; Adik Bagus S, S.P) 14. DG COM community (Eyoen, Jajank, T3OP, Tabe, dkk).

15. Keluarga Besar BKB Nurul Fikri Bogor (management, staff, dan pengajar).

16. Semua pihak yang membantu pelaksanaan penelitian ini, yang tak dapat dituliskan satu per satu pada halaman ini, penulis tidak dapat membalas dengan materi, hanya dapat mendoakan semoga Allah SWT membalas kebaikan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin… Tidak semua data dimuat dalam lampiran pada skripsi ini, jika ada kebutuhan seputar data dan pengolahannya, silakan hubungi saya Cp : 08567229595 (sms only), atau email ke:

muh_nur_hilaluddin@yahoo.co.id, atau kh_fillament@yahoo.co.id

Akhir kata, mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan tentunya penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun dalam usaha pengembangan aplikasi material ini, semoga penelitian yang telah dilakukan dapat memberi masukkan yang bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011 Muhammad Nur Hilaluddin


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Mei 1989, putra pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Bahruddin dan Ibu Neneng Nurmillah. Penulis menyelesaikan masa studi di SDN Babakan Dramaga IV selama enam tahun dari 1995-2001. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Dramaga selama tiga tahun dari 2001-2004, dan melanjutkan pendidikan menengah atas ke SMAN 1 Leuwiliang sampai dengan tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana (S1) di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) 2009-2010. Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi mahasiswa FMIPA IPB dan seminar-seminar baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis juga pernah terpilih sebagai pemenang sayembara jingle G-FORCE 45 (2009) dan finalis Mars dan Hymne FMIPA (2010) dan Penulis juga pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa (PKM) dalam bidang Penelitian tahun 2011. Pengalaman mengajar penulis di SMK Tunas Bangsa Sejahtera, Kota Bogor, sebagai Guru Matematika dan Fisika (2009-2011); MSC Education, sebagai pengajar dan koordinator matakuliah Fisika Dasar (2010-2011); Bimbingan dan Konsultasi Belajar (BKB) - XPERT Multitalenta Indonesia, sebagai Guru Matematika dan Fisika (2011); Statistic Center, sebagai Guru Fisika Dasar (2011); serta BKB Nurul Fikri, sebagai guru Fisika (2011-sekarang).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Penelitian 1

1.3. Perumusan Masalah 1

1.4. Hipotesis 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1. Material Ferroelektrik 2

2.2. Barium Strontium Titanate (BST) 2

2.3. Annealing 3

2.4. Efek Fotovoltaik pada Sel Surya 3

2.5. Spektroskopi Optik 5

2.6. Konduktivitas Listrik 6

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 7

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 7

3.2. Alat dan Bahan 7

3.3. Prosedur Penelitian 7

3.3.1. Pembuatan film BST 7

3.3.1.1 Persiapan substrat 7

3.3.1.2 Pembuatan larutan BST 7

3.3.1.3 Proses spin coating 7

3.3.1.4 Proses annealing 7

3.3.1.5 Pemasangan kontak 7

3.3.2. Karakterisasi sel surya BST 8

3.3.2.1 Karakterisasi sifat optik 8

3.3.2.2 Karakterisasi konduktivitas listrik 8

3.3.2.3 Karakterisasi I-V 8

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

4.1. Karakteristik Sifat Optik 9

4.1.1. Spektrum daerah serapan 9

4.1.2. Indeks bias 9

4.1.3. Celah pita energi (bandgap) 10

4.2. Karakteristik Konduktivitas Listrik 12

4.3. Karakteristik I-V Sel Surya BST 13

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 16

5.1. Kesimpulan 16

5.2. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram pita energi persambungan p-n junction semikonduktor 3

Gambar 2.2. Absorpsi cahaya oleh sel surya 4

Gambar 2.3. Difusi elektron dan hole untuk memproduksi arus 4

Gambar 2.4. Penentuan daya maksimum 4

Gambar 2.5. Transisi optik 5

Gambar 2.6. Perbedaan material berdasarkan konduktivitas listrik 6

Gambar 3.1. Skema annealing 8

Gambar 3.2. Pemasangan kontak (tampak atas) 8

Gambar 3.3. Rangkaian pengukuran arus-tegangan (I-V) sel surya 8 Gambar 4.1. Hubungan reflektansi sel surya BST terhadap panjang gelombang 9 Gambar 4.2. a. Hubungan indeks bias sel surya BST terhadap panjang gelombang 10 b. Hubungan indeks bias sel surya BST terhadap waktu annealing 10

Gambar 4.3. a. Bandgap sel surya BST sampel annealing 8 jam 11

b. Bandgap sel surya BST sampel annealing 15 jam 11

c. Bandgap sel surya BST sampel annealing 22 jam 11

d. Bandgap sel surya BST sampel annealing 29 jam 11

Gambar 4.4. Bandgap sel surya BST terhadap lama annealing 12

Gambar 4.5. a. Konduktivitas listrik sel surya BST terhadap intensitas cahaya 12 b. Konduktivitas listrik sel surya BST terhadap lama annealing 12

Gambar 4.6. a. Penentuan daya maksimum sel surya BST annealing 8 jam 13

b. Penentuan daya maksimum sel surya BST annealing 15 jam 13

c. Penentuan daya maksimum sel surya BST annealing 22 jam 13

d. Penentuan daya maksimum sel surya BST annealing 29 jam 13

Gambar 4.7. Contoh Pengaruh RS dan Rsh terhadap bentuk kurva I-V 14

Gambar 4.8. a. Hubungan VOC sel surya terhadap waktu annealing 15

b. Hubungan ISC sel surya terhadap waktu annealing 15

c. Hubungan fill factor (FF) sel surya terhadap waktu annealing 15

d. Hubungan Efisiensi (η) sel surya terhadap waktu annealing 15

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Panjang gelombang berdasarkan spektrum cahaya tampak 6 Tabel 4.1. Penentuan hambatan seri dan hambatan shunt dari kurva I-V 14 Tabel 4.2. Parameter sel surya BST terhadap waktu penahanan annealing 16

Tabel 7.1. Data konduktivitas listrik sel surya BST 22 Tabel 7.2. (a) Data I-V sel surya BST annealing 8 jam 23

(b) Data I-V sel surya BST annealing 15 jam 24

(c) Data I-V sel surya BST annealing 22 jam 24

(d) Data I-V sel surya BST annealing 29 jam 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 20

2 Persamaan untuk menentukan nilai indeks bias sel surya BST 21

3 Konversi satuan 21

4 Data dan pengolahan data konduktivitas listrik sel surya BST 22

5 Data dan pengolahan data I-V sel surya BST 23


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suplai energi matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun setara

dengan 1017 watt, besarnya 10.000 kali

konsumsi energi di seluruh dunia saat ini.1 Dengan kata lain, dengan menutup 0,1% permukaan bumi dengan sel surya (solar cell)

yang memiliki efisiensi 10% sudah cukup untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. Perkembangan yang pesat dari industri sel surya yaitu pada tahun 2004 telah menyentuh level 1000 MW membuat banyak kalangan semakin melirik sumber energi masa depan yang menjanjikan ini.1 Sel surya berbasis bahan silikon amorf telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan nilai efisiensi mencapai 10,38%.2 Modul sel surya sendiri terdiri dari kaca pelindung transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan luar, serta material aktif pengubah energi cahaya menjadi energi listrik yang bersifat anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, serta persambungan semikonduktor p-type dan n-type untuk

menghasilkan medan listrik.3

Pembuatan sel surya berbahan dasar silikon amorf memerlukan teknologi tinggi dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi pula.1 Namun, teknologi yang dimiliki oleh Indonesia masih belum memungkinkan untuk membuat divais sel surya berbahan dasar silikon amorf sehingga perlu alternatif pembuatan sel surya dalam bentuk kristal dengan bahan lain misalnya barium strontium titanate (BaxSr1-xTiO3).4 Bahan ferroelektrik

BST diatas permukaan subsrat Si (100) tipe-p

memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai bahan sel surya karena memiliki karakteristik seperti dioda p-n junction yang

dapat berperilaku sebagai sel fotovoltaik. Secara umum, BST memiliki kisaran

bandgap pada 3 eV serta nilai konduktivitas

listrik yang ordenya 10-5 S/cm yang termasuk

semikonduktor.5 Konduktivitas listrik film BST meningkat seiring kenaikan intensitas cahaya yang datang pada permukaan. Ketika cahaya memiliki energi foton lebih besar dari energi bandgapnya, menyebabkan elektron

tereksitasi dari pita valensi menuju pita konduksi.6 Perbedaan pembawa muatan di

p-type dan n-type pada p-n junction ini yang

menyebabkan terjadinya arus ketika dihubungkan dengan rangkaian luar.

Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan film BST di atas permukaan substrat Si (100) tipe-p dengan metode sol-gel process yang diikuti dengan proses spin coating. Dilakukan annealing dengan variasi

waktu penahanan 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam pada suhu tetap 850 0C.

Persambungan p-n pada Si (100) tipe-p dan

BST (sebagai tipe-n), dapat berperilaku

sebagai sel surya. Selanjutnya dilakukan pengujian sifat optik, perhitungan konduktivitas listrik dan pengujian arus-tegangan fotovoltaik dari sel surya film BST.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah membuat sel surya dari bahan film ferroelektrik BST, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan penumbuhan film BST murni di atas permukaan substrat silikon (100) tipe-p dengan variasi waktu

penahanan annealing 8 jam, 15 jam,

22 jam, dan 29 jam menggunakan metode sol-gel process yang diikuti spin coating.

2. Menguji sifat optik dari sel surya film BST, meliputi karakterisasi spektrum serapan, perhitungan indeks bias, serta perhitungan bandgap.

3. Menguji sifat listrik sel surya film BST, meliputi konduktivitas listrik dan arus-tegangan, fill factor, serta efisiensi sel

surya film BST.

1.3. Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik sifat optik (meliputi: reflektansi, indeks bias, dan

bandgap) dari film BST yang dibuat

dengan variasi waktu annealing ?

2. Bagaimana karakteristik konduktivitas listrik dari film BST yang dibuat dengan variasi waktu annealing ?

3. Bagaimana parameter-parameter sel surya (meliputi: arus dan tegangan maksimum, daya maksimum, fill factor,

serta efisiensi) dari film BST yang dibuat dengan variasi waktu annealing ?

1.4. Hipotesis

Perbedaan waktu penahanan annealing

pada suhu tetap 850 0C, mempengaruhi

ukuran butir dan struktur kristal. Pada proses

annealing terjadi pemuaian butir kristal.

Waktu penahanan annealing yang relatif

lebih singkat untuk berlangsungnya kristalisasi, dianggap terjadi kristalisasi yang belum sempurna, dalam hal ini diprediksi


(11)

2

terjadi pada waktu penahanan annealing

8 jam. Pada waktu penahanan tertentu (prediksi waktu annealing 15 jam) terjadi

pemuaian kristal namun belum seragam. Kemudian pada prediksi waktu annealing

22 jam terjadi “butir kristal lebih besar menelan butir yang lebih kecil” sehingga butir berukuran semakin besar. Sedangkan pada prediksi waktu annealing 29 jam, butir

besar yang tumbuh setelah menelan butir kecil, lebih berukuran seragam dan kompak, kemudian terjadi pemadatan.16-19 Struktur kristal yang berubah akibat variasi waktu

annealing tersebut dapat mempengaruhi sifat

optik (meliputi: spektrum daerah serapan, indeks bias, dan bandgap), serta sifat listrik

(meliputi: konduktivitas listrik dan parameter-parameter sel surya) dari sel surya berbasis film ferroelektrik BST.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Ferroelektrik

Ferroelektrik adalah gejala terjadinya perubahan polarisasi listrik secara spontan pada material tanpa gangguan medan listrik dari luar.7 Polarisasi spontan sendiri merupakan jumlah seluruh momen dipol tiap sel satuan volume. Momen dipol dalam hal ini didefinisikan sebagai jarak yang memisahkan pusat muatan positif dengan muatan negatif. Material ferroelektrik dapat dimanfaatkan untuk perangkat seperti: sensor piroelektrik, perangkat pizoelektrik, perangkat elektrooptik. Untuk aplikasi sensor cahaya, bahan semikonduktor ferroelektrik lebih unggul dalam hal respon kecepatan dan kepekaannya.8 Beberapa material ferroelektrik yang penting antara lain PbTiO3,

Pb(ZrxTi1-x)O3, SrBiTaO3, Pb(Mg1/3Nb2/3)O3,

serta BaxSr1-xTiO3.9 Teknologi ferroelektrik

film BST saat ini merupakan teknologi yang sangat menarik untuk dikembangkan karena sifat-sifatnya, salah satunya untuk aplikasi sensor cahaya yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sel surya.10, 11

2.2. Barium Strontium Titanate (BST)

Material ferroelektrik yang digunakan pada penelitian ini adalah BST. Berdasarkan ICDD (intenational center for difraction data),12 konstanta kisi BST dengan struktur cubic bekisar 3,947 Ǻ. Temperatur Curie

(temperatur untuk mengubah fase ferroelektrik ke paraelektrik) barium titanat (BaTiO3) murni sebesar 130 0C. Penambahan

stronsium ke dalam barium titanat menjadi barium stronsium titanat (BaxSr1-xTiO3),

menyebabkan temperatur curie BST menurun

dari 130 0C menjadi suhu kamar (25 0C) yang

dapat digunakan untuk spesifikasi alat-alat sensor, serta dapat digunakan sebagai sel surya.11, 12

Film BST ini memiliki ketebalan dengan orde mikron dan dengan sifat semikonduktornya sedemikian sehingga ideal untuk digunakan pada berbagai sensor, termasuk salah satunya sebagai sensor cahaya atau devais yang bekerja akibat rangsangan cahaya seperti halnya sel surya.11 Berikut persamaan reaksi BST;

0,5Ba(CH3COO)2 + 0,5Sr(CH3COO)2 +

Ti(C12H28O4) + 22O2

Ba0,5Sr0,5TiO3 + 16CO2 + 17H2O

Film BST telah difabrikasi dengan beberapa teknik seperti sputtering, laser ablation, dan sol-gel process.13 Film BST

yang diproduksi menggunakan metode sol-gel process, secara umum meliputi empat

proses; (i) sintesis larutan prekursor. Komposisi massa senyawa yang digunakan, dihitung dengan metode stoikiometri. (ii) deposisi larutan prekursor pada permukaan substrat. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mencelupkan substrat ke dalam larutan prekursor, spin coating atau

penetesan larutan prekursor pada permukaan sehingga didapatkan film pada permukaan. (iii) pemanasan pada suhu rendah. Perlakuan ini bertujuan menghilangkan pelarut dan senyawa organik lain yang diperkirakan masih ada (biasanya pada suhu 300-400 0C)

dan pembentukan film yang masih berstruktur amorf. (iv) perlakuan panas pada temperatur tinggi. Perlakuan ini bertujuan untuk densifikasi (pemadatan) dan kristalisasi film (biasanya pada suhu 600-1000 0C).14

Proses sol-gel meliputi fase larutan dan

fase gel. Larutan BST dengan pelarut yang mudah menguap, lama-kelamaan akan menjadi gel sampai fase berubah menjadi padat. Proses pembentukan film menggunakan spin coater dipengaruhi oleh

dua parameter bebas yaitu kecepatan putar dan viskositas. Rentang ketebalan film yang dihasilkan oleh proses spin coating adalah

1-200 µm.5 Proses spin coating dapat dipahami dengan perilaku aliran larutan pada piringan substrat yang berputar. Mula-mula aliran volumetrik larutan yang masih berbentuk cairan dengan arah radial pada substrat diasumsikan bervariasi terhadap waktu. Mula-mula, penggenangan awal dan


(12)

3

pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat (tegangan permukaan diminimalisasi yakni tidak ada getaran, tidak ada noda kering dan sebagainya). Piringan lalu dipercepat dengan kecepatan rotasi yang spesifik, menyebabkan bulk dari cairan

terdistribusi merata. Proses spin coating

dilakukan pada saat perubahan fase larutan menjadi gel.15

2.3. Annealing

Kenaikan suhu annealing akan

menaikkan ukuran grain dalam kristal film BST. Pada temperatur annealing 700 0C

struktur BST yang teramati adalah kubik dengan konstanta kisi a = 3,97 Å untuk 30% mol stronsium.16 Suhu annealing sangat berpengaruh pada film yang dihasilkan, diantaranya struktur atom penyusun dan sifat listrik dari film. Suhu annealing dapat

meningkatkan kekerasan, mengurangi stress

(tegangan), meningkatkan kekuatan tarik dan penurunan elastisitas.17,18 Suhu annealing juga mempengaruhi bentuk ukuran butiran dari film serta kerapatan film. Variasi suhu berfungsi untuk membentuk orientasi kristal yang bersesuaian dengan orientasi kristal substrat. Pada suhu tinggi, ukuran butir tampak lebih beraturan dibandingkan dengan suhu rendah.19

Selama annealing akan terjadi

penyusunan kembali dislokasi untuk mengurangi energi kisi (energi potensial ion dalam bentuk kristal yang lebih rendah dari atom netral), sedangkan batas butir tidak mengalami migrasi. Proses rekristalisasi akan mengubah struktur kisi yang terdeformasi diganti oleh kisi baru tanpa strain (regangan)

melalui proses nukleasi dan pertumbuhan. Butir tumbuh dari inti yang terbentuk pada matriks yang terdeformasi. Besarnya laju kristalisasi tergantung jumlah deformasi sebelumnya, temperatur annealing dan

kemurnian bahan. Pertumbuhan butir terjadi pada saat kristalisasi primer terhenti (kristal yang tumbuh telah “menelan” semua bahan yang mengalami regangan). Pada saat

annealing, butir kecil menyusut dan yang

lebih besar tumbuh (pertumbuhan butir).17

2.4. Efek Fotovoltaik pada Sel Surya

Fenomena efek fotovoltaik yang merupakan konversi energi cahaya menjadi energi listrik secara langsung terjadi pada piranti sel surya yang terdiri dari komponen dasar bahan semikonduktor. Hingga saat ini dikenal berbagai struktur sel surya yang memanfaatkan persambungan p-n pada

semikonduktor. Ketika terjadi p-n junction

semikonduktor (pada kesetimbangan termal), pembawa muatan negatif (elektron) pada n-type berdifusi ke p-type sedangkan pembawa

muatan positif (hole) pada p-type berdifusi ke n-type. Sampai terjadi akumulasi muatan

berbeda pada kedua sisi persambungan kemudian menghasilkan perbedaan potensial dan medan listrik elektrostatik yang menghentikan proses difusi tersebut. Daerah persambungan tidak lagi memiliki muatan bebas dan disebut daerah deplesi. Serta level energi fermi pada kedua tipe semikonduktor tersebut menjadi segaris. Diagram pita energi pada persambungan semikonduktor p-n junction ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Ketika

sel surya menyerap foton dengan energi (hv)

lebih besar dari lebar celah pita energi (Eg)

semikonduktor, elektron-elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi dan akan menjadi elektron bebas.21,22

Cahaya yang datang dengan panjang gelombang tertentu yang mengenai daerah persambungan p-n sel surya menyebabkan

absorpsi foton oleh bahan semikonduktor, dan pasangan elektron-hole dihasilkan oleh

sisi-n dan sisi-p dari persambungan, seperti

ditunjukkan pada halaman berikut oleh Gambar 2.2. Cahaya juga menyebabkan masing-masing pembawa muatan minoritas yakni elektron dan hole berdifusi melewati

daerah p (Lp) dan daerah n (Ln) hingga batas

persambungan daerah deplesi (W) dan

memungkinkan untuk melewati daerah ini akibat adanya medan listrik. Dengan demikian, hole dan elektron masing-masing

terlokalisasi pada sisi-p dan sisi-n. Lokalisasi

dari muatan tersebut menimbulkan arus listik (photocurrent) melewati hambatan yang

terhubung dengan sel,20,21,22 seperti ditunjukkan pada halaman berikut oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.1. Diagram pita energi persambungan p-n junction semikonduktor.22


(13)

4

Gambar 2.2. Absorpsi cahaya oleh sel surya.21

Gambar 2.3. Difusi elektron-hole untuk memproduksi arus (photocurrent).21 Karakteristik suatu sel surya ditunjukkan oleh beberapa besaran, diantaranya daya keluaran, faktor pengisian (fill factor), efisiensi konversi (η), serta

kestabilan.22 Besaran-besaran tersebut tidak diukur langsung, namun ada proses pengukuran besaran lain yang diukur untuk menghitung besaran-besaran yang menjadi karakterisik suatu sel surya, diantaranya tegangan sirkuit terbuka (VOC), arus sirkuit

singkat (ISC), tegangan keluaran maksimum

(Vmax), dan arus keluaran maksimum (Imax).22

Hubungan arus-tegangan sebuah sel surya p-n ketika tidak disinari, mirip dengan

karakteristik hubungan arus-tegangan pada sebuah dioda ideal, seperti ditunjukkan pada persamaan (2.1)

{ } (2.1) dengan Is arus jenuh dioda (arus saturasi)

Ketika sel surya p-n disinari, akan

dihasilkan arus foto (photocurrent) akibat

pembangkitan arus oleh foton (hv), sehingga

persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi persamaan (2.2)

{ } (2.2)

dengan Ipharus foto (photocurrent), Is adalah

arus saturasi, dan V adalah tegangan bias. Untuk Iph>> I0, persamaan (2.2) dapat ditulis

menjadi persamaan (2.3)

{ } (2.3)

pada rangkaian buka (open circuit), I = 0,

diperoleh persamaan (2.4)

(2.4)

Potensial sirkuit terbuka (VOC)

merupakan potensial maksimum yang dicapai ketika hambatannya maksimum agar pengabaian arus yang mengalir dari sel surya dapat terjadi dan yang terbaca hanya perbedaan potensialnya saja. Arus sirkuit singkat (ISC) merupakan arus maksimum yang

dicapai jika sel surya dihubung singkat dimana tidak ada potensial atau hambatan yang melintasi sel. Arus tersebut sama dengan jumlah absolut dari foton yang dikonversikan menjadi pasangan elektron -hole.21,22

Daya maksimum (Pmax) didefinisikan

sebagai luasan efektif yang didapatkan dari kurva hubungan antara tegangan terhadap arus sel surya. Contoh penentuan Vmax dan

Imax dapat diperoleh seperti ditunjukkan oleh

Gambar 2.4. Daya maksimum (Pmax)

didefinisikan sebagai perkalian antara tegangan maksimum (Vmax) dengan arus

maksimum (Imax), seperti ditunjukkan pada

Persamaan (2.5).22

(2.5) Fill factor (FF) merupakan

perbandingan antara daya maksimum (Pmax)

dengan perkalian VOC dan ISC yang

merupakan karakteristik daya ketika tidak ada hambatan yang mengenai sel surya ketika disinari cahaya dengan intensitas tertentu. Nilai fill factor menentukan keunggulan sel

surya, namun fill factor yang baik belum

tentu/tidak selalu menghasilkan efisiensi yang baik pula. Nilai fill factor yang baik

secara teoritis mencapai 100% ketika kurva arus-tegangan (I-V) yang dihasilkan berbentuk sama dengan kurva daya maksimum (Pmax).

Gambar 2.4. Penentuan arus maksimum (Imax),

tegangan maksimum (Vmax),


(14)

5

Nilai fill factor seperti ditunjukkan pada

Persamaan (2.6).22

(2.6)

Efisiensi sel surya merupakan kemampuan piranti sel surya untuk mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik dalam bentuk arus dan tegangan listrik. Efisiensi konversi ini bergantung pada sifat absorbansi bahan semikonduktor pada sel surya terhadap foton yang diserapnya.23 Nilai efisiensi sel surya adalah perbandingan dari output listrik fotovoltaik tergenerasi dan energi dari cahaya yang masuk. Efisiensi konversi energi sebuah sel surya ditulis dalam Persamaan (2.7):

(2.7)

2.5. Spektroskopi Optik

Sifat optik suatu material semikonduktor diketahui dapat digunakan untuk menentukan lebar celah pita energinya (bandgap). Proses absorpsi terjadi ketika

foton dengan energi lebih besar dari celah pita energi semikonduktor terserap oleh material. Proses ini biasanya menghasilkan pasangan elektron-hole.24 Sifat optik dapat

diketahui dalam bentuk spektrum reflektansi (%) terhadap panjang gelombang ( ).25 Pada

semikonduktor, koefisien absorpsi (α) merupakan fungsi dari panjang gelombang, ditunjukkan oleh Persamaan (2.8) dan (2.9) :

(2.8)

(2.9)

dimana hv adalah energi foton dan γ adalah

konstanta dan κe adalah koefisien

pemadaman (extinction) yang bergantung

pada kerapatan medium. Terdapat dua jenis transisi dari pita ke pita: diizinkan (allowed)

dan terlarang (forbidden). Material yang

memiliki bandgap dengan transisi langsung,

sebagian besar terjadi antara dua pita dengan nilai yang sama, seperti transisi (a) dan (b) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.23 Transisi langsung yang diizinkan dapat terjadi pada seluruh nilai dan perkiraan nilai γ sebesar 1/2, sedangkan transisi langsung yang terlarang hanya dapat terjadi pada saat ≠ 0 dengan perkiraan nilai γ sebesar 3/2.23 Untuk = 0, hanya transisi langsung yang diizinkan (γ = 1/2) yang terjadi dan ini digunakan untuk menentukan bandgap secara eksperimen.

Untuk transisi tidak langsung [transisi (c) Gambar 2.5], berperan mempertahankan momentum. Pada transisi ini, tiap fonon (energi Ep) ada yang diserap atau diemisikan,

dan koefisien absorpsi dapat dimodifikasi.

Gambar 2.5. Transisi optik:

(a) transisi langsung yang diizinkan dan (b) transisi langsung terlarang; (c) transisi tidak langsung

menyertakan emisi fonon (panah ke atas) dan absorpsi fonon (panah ke bawah).23

Bandgap merupakan celah antara pita

valensi (Ev) dan pita konduksi (Ec) yang tidak

boleh ditempati oleh elektron. Bandgap film

BST dapat dihitung menggunakan metode

Tauc, seperti yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya.26,27 Metode Tauc ini menggunakan hubungan koefisien absorpsi dengan energi foton yang datang pada film. Asumsi bahwa n = 1/2 digunakan untuk

bandgap dari Ba0,5Sr0,5TiO3 yang

ditumbuhkan pada substrat LaAlO3

menggunakan metode pulsed laser deposition

(PLD), dengan nilai n = 1/2 tersebut adalah untuk jenis transisi langsung (direct).28

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa koefisien absorpsi sebanding dengan nilai dari ln[(RmaxRmin)/(RRmin)] seperti ditunjukkan

pada persamaan (2.10);

– – (2.10)

dimana t ketebalan film, Rmax dan Rmin

masing-masing nilai maksimum dan minimum dari reflektansi film dan R nilai reflektansi yang bersesuain dengan energi foton. Dengan memplotkan nilai (αhυ)2 pada

sumbu-y dan () pada sumbu-x akan

didapatkan garis lurus pada rentang bandgap

tertentu. Dengan mengekstrapolasi garis lurus ini pada saat nilai dari [ln {(Rmax–Rmin)/(R Rmin)}]2 = 0, didapatkan kisaran bandgap dari

BST.26,27

Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut terhadap permukaan, maka berkas cahaya tersebut ada yang dibelokkan sewaktu memasuki medium tersebut, dimana pembelokan itu disebut dengan pembiasan.


(15)

6

Hubungan antara reflektansi dan indeks bias bahan seperti ditunjukkan oleh Persamaan (2.11),29,30

(2.11) Spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, Tabel 2.1 pada halaman berikut memberikan batas kira-kira untuk warna-warna spektrum pada rentang cahaya tampak.31

Tabel 2.1. Panjang gelombang berdasarkan spektrum warna cahaya tampak.31 Warna kisaran panjang gelombang (nm)

Ungu 380 – 450

Biru 450 – 495

Hijau 495 – 570 Kuning 570 – 590 Jingga 590 – 620 Merah 620 – 750

2.6. Konduktivitas Listrik

Berdasarkan nilai konduktivitas, suatu material dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator. Gambar 2.6. pada halaman berikut memperlihatkan material semikonduktor berada pada rentang 10-8 - 103 S/cm.32 Fotokonduktivitas adalah konduktivitas listrik yang dihasilkan dari tereksitasinya elektron karena diserapnya energi foton yang jatuh padanya. Ketika foton jatuh pada pemukaan semikonduktor, energi dari foton ini akan mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi jika energi foton tersebut lebih besar dari energi bandgapnya. Elektron yang

tereksitasi ke pita konduksi ini akan meningkatkan pembawa muatan (elektron) yang pada akhirnya akan meningkatkan konduktivitas listrik.33

Konduktivitas listrik dihitung menggunakan Persamaan (2.12):

(2.12)

di mana σ, l, G dan A berturut-turut adalah

konduktivitas listrik bahan, panjang bahan, konduktansi dan luas penampang.34

Gambar 2.6. Perbedaan material berdasarkan konduktivitas listrik (S/cm).32


(16)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Material, Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, dari bulan November 2010 sampai Mei 2011.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik BL6100, reaktor spin coater, mortar, pipet, pinset, gelas ukur Iwaki

10 ml, pinset, gunting, spatula, stopwatch,

tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris, tissue, isolasi, LCR meter,

picoammeter, microvoltmeter, Spektroskopi UV-VIS-NIR OceanOptics, masker,

potensiometer, resistor, dan kabel.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat [Ba(CH3COO)2,

99%], stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%],

titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28),

97.999%], 2-metoksietanol, aseton pro-analisis, methanol pro-analisis, asam asetat,

substrat Si (100) tipe-p, aquades atau di water

(deionisasi water), HF 5%, pasta perak, kaca

preparat dan alumunium foil.

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pembuatan film BST 3.3.1.1. Persiapan substrat

Substrat merupakan tempat penumbuhan film agar tumbuh baik dan merata yang kebersihannya harus dijaga. Substrat yang digunakan adalah substrat Si (100) tipe-p.

Pertaman-tama, substrat dipotong membentuk persegi dengan ukuran (1x1) cm2. Substrat yang telah dipotong kemudian

dicuci dengan beberapa tahapan perendaman sambil digetarkan dengan gelombang ultrasonik 22 kHz selama 10 menit, menggunakan larutan-larutan sebagai berikut: aseton pro analisis, di water (deionisasi water), methanol pro analisis, campuran HF

5% + di water dengan perbandingan 5:1,

terakhir dicuci kembali dengan di water.

Indikator bersih, jika air pada permukaan substrat cepat hilang (gaya kohesi antara air dan substrat kecil). Setelah terlihat indikator tersebut, substrat langsung ditempatkan di atas hotplate untuk membuang air sisa.

3.3.1.2. Pembuatan larutan BST

Film BST yang ditumbuhkan pada permukaan substrat dengan metode sol-gel process dibuat dengan mereaksikan bubuk

barium asetat [Ba(CH3COO)2, 99%]

sebanyak 0,3193 gram, stronsium asetat

[Sr(CH3COO)2, 99%] 0,2572 gram, titanium

isopropoksida [Ti(C12O4H28), 97,999%]

0,7107 gram, serta 2,5 ml bahan pelarut 2-metoksietanol. Dalam penelitian ini

digunakan fraksi molar Ba dan Sr sebesar 0,5. Komposisi massa yang sesuai ketentuan dari masing-masing bahan-bahan tersebut dihitung menggunakan persamaan stoikiometri (reaksi kimia), kemudian dilakukan penimbangan dengan menggunakan neraca analitik sebelum dilakukan pencampuran. Setelah bahan-bahan dicampur, larutan digetarkan selama 60 menit menggunakan gelombang ultrasonik dari Bransonic 2510 dengan frekuensi 22

kHz.

3.3.1.3. Proses spin coating

Setelah substrat silikon (100) tipe-p

dicuci dan larutan BST telah tercampur homogen, dilakukan penetesan larutan sampai terbentuk lapisan/film dengan

menggunakan reaktor spin coater. Piringan

reaktor spin coater ditempel dengan doubletape pada bagian tengahnya,

kemudian substrat diletakkan diatasnya. Penempelan doubletape ini, agar substrat

tidak terlepas saat piringan reaktor spin coater berputar. Substrat yang telah

ditempatkan di atas piringan spin coater

ditetesi larutan BST sebanyak 3 tetes. Kemudian reaktor spin coater diputar dengan

kecepatan 3000 rpm dalam waktu 30 detik. Setelah itu, dikeringkan selama 60 detik. Pengulangan penetesan dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan lapisan berkala, dan dengan harapan mendapatkan struktur kristal yang periodik.

3.3.1.4. Proses annealing

Proses annealing pada suhu yang

berbeda akan menghasilkan karakterisasi film yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan, dan ukuran butir.17 Proses

annealing pada suhu tetap dalam variasi

waktu yang berbeda diharapkan akan menghasilkan karakteristik film yang berbeda dalam hal struktur kristal. Substrat Si (100) tipe-p yang telah ditumbuhi lapisan akan

dilakukan proses annealing dengan variasi

waktu penahanan 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam pada suhu tetap 850 0C. Proses annealing ini dilakukan dengan laju kenaikan

suhu 1,67 0C/menit dari suhu kamar sampai

850 0C. Gambar 3.1 pada halaman berikut menunjukkan skema annealing.16

3.3.1.5. Pemasangan kontak

Setelah dilakukan proses annealing,

proses selanjutnya adalah persiapan pembuatan kontak yang meliputi proses


(17)

8

penutupan sampel film menggunakan

aluminium foil dan menyisakan bagian yang

akan dipasang kontak berbentuk persegi dengan ukuran (1,5 x 2,5) mm2. Bahan

kontak yang dipilih pada penelitian ini adalah aluminium 99,999%. Pemasangan kontak alumunium dilakukan dengan cara evaporasi di atas permukaan substrat Si tipe-p

(Al/Ba0,5Sr0,5TiO3/p-Si) dan film BST.

Gambar 3.2. menunjukkan penampang sel surya film BST (tampak atas). Setelah pemasangan kontak terbentuk, maka proses selanjutnya adalah pemasangan hider dan

pemasangan kabel tembaga berukuran halus pada kontak menggunakan pasta perak, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Hal ini dilakukan agar proses karakterisasi film dapat dilakukan dengan mudah untuk dihubungkan dengan rangkaian tertentu sesuai dengan kebutuhan karakterisasi.

3.3.2. Karakterisasi sel surya BST 3.3.2.1. Karakterisasi sifat optik

Sifat optik dari dapat diketahui dann dipelajari dari spektrum reflektansi (sifat pemantulan). Spektrum tersebut didapat dengan menggunakan setup alat OceanOptic,

dalam bentuk hubungan spektrum reflektansi (%) terhadap panjang gelombang ( ). Pada

OceanOptic, terdapat tungsten Halogen

sebagai sumber cahaya yang dipancarkan melalui serat optik menuju sampel, dari sampel kemudian cahaya diproses melalui jalur serat optik berikutnya menuju sensor yang dihubungkan dengan PC pengolah data

dalam bentuk grafik. Data diolah dalam bentuk hubungan antara reflektansi terhadap panjang gelombang untuk melihat sifat efektif film terhadap rentang panjang gelombang tertentu. Kemudian dari data reflektansi dapat dihitung nilai bandgap

menggunakan metode Tauc, serta indeks bias

BST.26, 27

3.3.2.2. Karakterisasi konduktivitas listrik

Karakterisasi konduktivitas listrik menggunakan LCR meter, menghasilkan nilai konduktansi (G). Konduktansi (G) sel surya

BST diukur sesuai variasi intensitas cahaya, yaitu pada kondisi gelap (0 lux), serta pada kondisi terang dengan variasi intensitas cahaya 1000 lux, 2000 lux, 3000 lux, dan 4000 lux. Nilai konduktansi (G) yang

didapatkan dari LCR meter, digunakan untuk menghitung konduktivitas listrik (σ) dari film BST menggunakan Persamaan (2.12). Kemudian dari data yang diperoleh, ditentukan bahwa film termasuk bahan isolator, semikonduktor, atau konduktor.32

3.3.2.3. Karakterisasi I-V

Rangkaian pengukuran arus-tegangan sel surya ditunjukkan oleh Gambar 3.3., yang mana sel surya BST dihubungkan dengan voltmeter (V1), voltmeter (V2) diparalel

dengan hambatan 100 kΩ, serta potensiometer. Sebuah sumber cahaya dengan intensitas tertentu ditempatkan pada jarak tertentu dari prototipe sel surya BST sehingga cahaya mengenai seluruh permukaan sel surya. Potensiometer yang mula-mula diposisikan putarannya pada nilai minimum, kemudian dinaikkan hingga mencapai titik maksimum. Nilai pembacaan masing-masing alat ukur dicatat pada setiap perubahan besarnya hambatan. Dari pengukuran ini diperoleh hubungan arus-tegangan sehingga dapat ditentukan parameter-parameter sel surya meliputi: daya maksimum (Pmax), fill factor (FF), serta

efisiensi konversi (η).

Gambar 3.1. Skema annealing.16

Gambar 3.2. Pemasangan kontak (tampak atas).

Gambar 3.3. Rangkaian pengukuran arus-tegangan (I-V) sel surya.22


(18)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah ditumbuhkan film ferroelektrik Ba0,5Sr0,5TiO3 (BST) dengan konsentrasi 1 M

diatas substrat silikon (100) tipe-p

menggunakan metode sol-gel process yang

diikuti proses spin coating dengan empat

perlakuan/varisi waktu penahanan annealing:

8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam. Untuk masing-masing perlakuan dilakukan 5 kali pengulangan (dibuat masing-masing 5 sampel dengan anggapan memiliki sifat yang sama untuk masing-masing perlakuan). Total sampel 4x@5=20 dengan kondisi baik pada saat awal pemasangan kontak.

Telah diuji sifat optik meliputi spektrum reflektansi (diolah menjadi daerah spektrum serapan, indeks bias film, dan perhitungan

bandgap dari film BST). Konduktivitas listrik

(σ) film BST dihitung dari hasil pengukuran konduktansi (G) menggunakan LCR-meter, untuk klasifikasi material film BST (apakah BST termasuk isolator, semikonduktor, atau konduktor ?). Selanjutnya diuji parameter-parameter sel surya dari film BST (ISC, VOC,

Vmax, Imax, FF, dan η), untuk mengetahui

kemampuan film BST dalam mengubah energi cahaya menjadi energi listrik serta melihat potensi film BST untuk dibuat menjadi bahan dasar sel surya.

4.1 Karakteristik Sifat Optik

Karakterisasi sifat optik pada film ferroelektrik BST menggunakan metode spektroskopi dilakukan pada rentang panjang gelombang 350-900 nm. Karakterisasi optik berupa spektrum reflektansi, yang merupakan sifat pemantulan sel surya BST terhadap cahaya. Hal ini dilakukan untuk menentukan rentang panjang gelombang tertentu yang efektif diterima film BST ketika dikenai cahaya (reflektansi minimum merupakan nilai penyerapan maksimum). Spektrum reflektansi juga dapat digunakan untuk menghitung indeks bias, dan kisaran nilai

bandgap dari film BST.

4.1.1 Spektrum daerah serapan

Gambar 4.1 menunjukkan spektrum reflektansi film BST terhadap rentang panjang gelombang cahaya. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa proses

annealing dapat mempengaruhi kemampuan

penyerapan pada film BST ketika dikenai cahaya. Akibat dari proses annealing yang

mempengaruhi struktur kristal penyusun film BST, sehingga berpengaruh pada intensitas yang diserap maupun yang dipantulkan.

Gambar 4.1. Spektrum reflektansi sel surya BST terhadap panjang gelombang (nm).

Film BST dengan waktu penahanan

annealing 8 jam lebih efektif menyerap

cahaya pada rentang panjang gelombang λ ≥ 700 nm (warna merah mendekati infrared).

Pada sampel annealing 15 jam juga dapat

dilihat daerah serapan maksimum terjadi pada rentang panjang gelombang λ ≥ 700 nm (warna merah mendekati infrared). Sama

halnya pada sampel dengan waktu penahanan

annealing 22 jam, daerah serapan maksimum

terjadi pada panjang gelombang λ ≥ 700 nm (warna merah mendekati infrared).

Sedangkan untuk waktu penahanan annealing

29 jam, daerah serapan bergeser pada rentang panjang gelombang λ ≤ 450 nm (ungu mendekati UV). Proses annealing dengan

variasi waktu penahanan pada suhu tetap dapat mempengaruhi kemampuan absorbansi dari sel surya BST ketika bekerja terhadap cahaya, serta efektivitas pada rentang panjang gelombang tertentu.

Kemungkinan perubahan daerah serapan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan butir kristal akan menimbulkan proses pemadatan (densification) yang mengakibatkan

penyusutan ketebalan film.17,38 Disamping itu, annealing juga mempengaruhi ukuran

butiran dari film, butiran menjadi lebih rapat/kompak, teratur dan homogen.19 Hal ini menunjukkan bahwa homogenitas dan kerapatan butiran kristal dalam film semakin ditingkatkan dengan adanya annealing.

4.1.2 Indeks bias

Spektrum reflektansi dapat diolah menjadi spektrum indeks bias dari sel surya film BST menggunakan Persamaan (2.11). Gambar 4.2.(a) menunjukkan spektrum indeks bias film BST dengan variasi waktu

annealing terhadap panjang gelombang.

Berdasarkan pada Gambar 4.2.(a), diketahui indeks bias sebanding dengan reflektansi. Indeks bias merupakan perbandingan


(19)

10

kecepatan cahaya pada dua buah medium yang memiliki kerapatan berbeda. Indeks bias film dapat berupa analogi hambatan ketika cahaya datang menyerap bahan film.30 Hambatan terhadap cahaya yang menyerap film BST tersebut dapat dipengaruhi oleh kerapatan kristal, dan struktur kristal yang berbeda-beda sesuai waktu penahanan

annealing.19 Annealing berpengaruh pada

nilai indeks bias terhadap rentang panjang gelombang cahaya yang datang pada film.

Indeks bias terhadap panjang gelombang pada masing-masing sampel berubah berdasarkan waktu penahanan

annealing. Pada sampel 8 jam, indeks bias

terendah terjadi pada saat reflektansi minimum dengan nilai 2,4 dan mencapai nilai tertinggi pada saat reflektansi maksimum dengan kisaran nilai 3,92. Dengan cara yang sama, dapat dilihat untuk sampel 15 jam indeks bias minimum 3,8 dan indeks bias maksimum 6,31. Untuk sampel 22 jam, indeks bias pada berkisar antara 3,4 sampai 7,04. Kemudian untuk sampel 29 jam, indeks bias berkisar antara 2,2 sampai 4,09. Nilai tersebut bersesuaian dengan sifat bahan BST yang secara kasat mata merupakan opak. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai indeks bias dari BaxSr1-xTiO3 berkisar

antara 1,4 sampai 1,9. 29,30, 35 Namun, jika diperhatikan nilai tersebut seolah tidak masuk akal jika sesuatu yang secara kasat mata merupakan opak. Kemudian beberapa publikasi menyebutkan indeks bias film yang dibuat diatas substrat silikon memilik kisaran 2,5 sampai 5.39

Gambar 4.2.(b). menunjukkan indeks bias BST berdasarkan waktu penahanan

annealing. Nilai ini diambil pada saat

reflektansi bernilai maksimum, artinya nilai indeks bias pada saat nilai penyerapan (absorbansi) minimum. Hal tersebut dapat dibayangkan ketika kondisi cahaya yang datang pada permukaan film dari medium udara dengan kecepatan cahaya pada medium udara, seolah-olah dihambat karena melalui medium „film‟ yang memiliki kerapatan lebih besar dari medium udara.

Nilai indeks bias tersebut dipengaruhi indeks bias substrat Si (100) tipe-p sebesar

4,01. Sedangkan untuk material strontium titanate (SrTiO3) memiliki indeks bias

sebesar 2,41.34,40Perbedaan nilai indeks bias pada masing-masing film BST dengan variasi waktu annealing mempengaruhi banyaknya

cahaya yang diserap oleh film, sehingga mengakibatkan perbedaan energi foton yang diserap oleh masing-masing film.

Gambar 4.2.(a). Hubungan indeks bias sel surya BST terhadap panjang gelombang (nm).

Gambar 4.2.(b) Hubungan indeks bias sel surya BST terhadap waktu annealing (jam).

4.1.3 Celah pita energi (bandgap)

Nilai reflektansi minimum yang setara dengan nilai absorbansi maksimum, dapat digunakan untuk menghitung bandgap dari

sebuah semikonduktor, karena pada rentang panjang gelombang ini merupakan nilai yang maksimal dalam penyerapan energi foton oleh elektron untuk melewati bandgap.26,27

Bahan semikonduktor yang bersifat

antireflektif ini dapat dijadikan sebagai

bahan dasar pembuatan sel surya.3 Bersesuaian dengan data spektrum reflektansi pada Gambar 4.1, yang mana reflektansi minimum (absorbansi maksimum) terjadi pada panjang gelombang pendek, didapat nilai bandgap dari masing-masing sampel sel

surya BST dengan variasi waktu annealing

menggunakan metode Tauc.26, 27 Nilai bandgap yang lebih kecil akan memudahkan

elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi, sehingga elektron lebih banyak berada pada pita konduksi, sebaliknya pada pita valensi terjadi hole. Elektron yang

tereksitasi saat dikenai energi foton yang dibawa oleh cahaya, membuat kondisi pita konduksi lebih bermuatan negatif, sebaliknya


(20)

11

pita valensi lebih bermuatan positif karena kekurangan elektron. Perbedaan pembawa muatan dari dua kondisi potensial pada keadaan p-n junction yang akan

menghasilkan terjadinya arus pada rangkaian luar.26,33

Dari Gambar 4.3. (a-d) dapat dilihat kisaran bandgap sel surya film BST

berdasarkan lama waktu penahanan

annealing, yang didapatkan dari ekstrapolasi

plot [ln(Rmax-Rmin)/(R-Rmin)]2 = 0 pada

sumbu-y terhadap energi foton hv pada

sumbu-x. cara ini seperti yang telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai kisaran bandgap pada bahan

semikonduktor.26,27, 29

Sel surya BST sampel annealing 8 jam,

memiliki kisaran nilai bandgap 2,6 eV seperti

yang ditunjukkan Gambar 4.3 (a). Pada sampel annealing 15 jam, didapat nilai bandgap 3,16 eV yang ditunjukkan gambar

4.3 (b). Kemudian pada gambar 4.3 (c) menunjukkan hasil ekstrapolasi bandgap

sampel annealing 22 jam berkisar 3,24 eV.

Sedangkan pada sampel sel surya BST

annealing 29 jam, bandgap dari ekstrapolasi

menunjukkan angka 2,66 eV seperti ditunjukkan pada gambar 4.3 (d). Nilai-nilai tersebut bersesuaian dengan energi foton yang besar pada panjang gelombang yang pendek (pada kisaran 2-3 eV). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian sebelumnya mengenai bandgap

untuk Ba0,5Sr0,5TiO3 yang didadah Ti, Mg dan

Al, menunjukkan bandgapnya berada pada

kisaran 2 sampai 3,5 eV.28

Waktu annealing dapat mempengaruhi bandgap pada material semikonduktor,

sebagai akibat dari struktur kristal yang berubah. Perubahan bandgap ini

kemungkinan karena annealing membuat

kristal menjadi memuai serta waktu

annealing yang digunakan masih dalam tahap

pembentukan kristal, sehingga kristal yang terbentuk belum sempurna.41 Hal ini terlihat pada sampel sel surya BST dengan waktu penahanan annealing 29 jam, nilai bandgap

kembali turun yang menunjukkan kemungkinan pembentukan kristal mendekati sempurna akibat terjadinya pertumbuhan butir sehingga terjadi pemadatan.17Annealing dapat mempengaruhi sifat listrik dan struktur penyusun film, yang mengakibatkan sifat optik dari film berubah ketika dikenai cahaya.17,18,19

4.3. (a)

4.3. (b)

4.3. (c)

4.3. (d)

Gambar 4. 3. Bandgap sel surya BST variasi waktu penahanan annealing: (a) 8 jam, (b) 15 jam, (c) 22 jam, & (d) 29 jam.


(21)

12

Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa nilai

bandgap paling kecil pada sampel dengan

lama annealing 8 jam, artinya pada kondisi

ini jurang antara pita valensi dengan pita konduksi lebih kecil daripada sampel

annealing 15 jam, 22 jam, dan 29 jam. Bandgap paling besar pada sampel film BST

dengan waktu annealing 22 jam.

4.2. Karakteristik Konduktivitas Listrik

Pengukuran konduktansi (G) dilakukan

pada kondisi gelap (0 lux), serta kondisi terang dengan variasi intensitas cahaya 1000 lux, 2000 lux, 3000 lux dan 4000 lux. Konduktivitas listrik dari masing-masing variasi annealing dihitung menggunakan

Persamaan (2.12). Luas kontak (A) dan jarak

antara kontak (l) pada setiap perlakuan

berpengaruh pada konduktivitas listrik. Kemudian dibandingkan pengaruh penambahan intensitas cahaya yang mengenai permukaan terhadap konduktivitas listriknya.

Data konduktansi dan contoh perhitungan nilai konduktivitas listrik ditunjukkan oleh Tabel 7.1. (pada Lampiran 3). Gambar 4.5 (a) menunjukkan nilai konduktivitas setiap film BST terhadap penambahan intensitas cahaya yang datang pada permukaan film, dapat terlihat bahwa nilai konduktivitas meningkat seiring meningkatnya intensitas cahaya yang mengenai permukaan film BST. Intensitas cahaya yang lebih besar ketika mengenai permukaan film BST, memberi energi foton yang lebih besar pula, besarnya cukup untuk elektron bereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi pada bahan semikonduktor. Karena semakin banyak elektron pada pita konduksi akibat terkesitasi dari pita valensi ketika mendapatkan energi foton, dapat dikatakan bahwa peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan nilai konduktivitas listrik film BST.

Hasil yang didapatkan, menunjukkan bahwa film BST memiliki nilai konduktivitas listrik dengan orde 10-5 sampai 10-4 (S/cm)

yang dapat digolongkan sebagai bahan semikonduktor. Film BST dengan rentang konduktivitas listrik pada material semikonduktor didapatkan seperti pada penelitian sebelumnya.5,9,10,16 Urutan nilai konduktivitas pada film BST mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu dari sampel dengan lama waktu annealing 8 jam,

29 jam, 15 jam, kemudian 22 jam.

Gambar 4.4. Bandgap sel surya BST terhadap lama annealing.

Dapat dilihat pada Gambar 4.5 (b), jika dibandingkan grafik nilai konduktivitas listrik tersebut dengan grafik bandgap (Gambar

4.4), nilai konduktivitas lebih kecil terjadi pada nilai bandgap yang lebih besar,

sebaliknya nilai konduktivitas lebih besar bersesuaian nilai bandgap yang lebih kecil.

Pada material semikonduktor dengan

bandgap yang lebih kecil, mempermudah

elektron berpindah dari pita valensi ke pita konduksi, sehingga dapat meningkatkan nilai konduktivitas listriknya.

Gambar 4. 5. (a) Konduktivitas listrik sel surya BST variasi annealing terhadap intensitas cahaya.

Gambar 4. 5. (b) Konduktivitas listrik sel surya BST berdasarkan waktu annealing.


(22)

13

Pada waktu penahanan annealing

tertentu (8 jam, 15 jam, dan 22 jam), nilai konduktivitas yang didapatkan menurun. Hal ini disebabkan pengaruh waktu annealing

pada rentang waktu tersebut terjadi pembentukan kristal yang belum sempurna. Nilai konduktivitas listrik yang menurun (pada annealing 8 jam, 15 jam, dan 22 jam)

bersesuaian dengan bandgap yang meningkat

pada perlakuan annealing tersebut.

Sedangkan pada sampel dengan waktu penahanan annealing 29 jam, kemungkinan

pertumbuhan butir kristal sudah mendekati sempurna, karena didapatkan nilai konduktivitas yang lebih besar (bersesuaian dengan bandgap yang lebih kecil) daripada

sampel dengan waktu penahanan annealing

15 jam dan 22 jam.17,18,19

5.3. Karakteristik I-V Sel Surya BST

Karakteristik I-V fotovoltaik (parameter-parameter sel surya) dapat diuji dari pengaruh intensitas cahaya terhadap nilai konduktivitas listrik film BST ini. Dengan sifat persambungan p-n semikonduktor ketika

terkena cahaya, akan ada perbedaan state

pembawa mayoritas muatan akibat proses difusi. Pada n-type elektron lebih banyak,

sebaliknya pada p-type terbentuk hole.

Sehingga ketika dihubungkan dengan rangkaian hambatan luar, terukur beda potensial dan ada arus akibat aliran elektron.

Karakterisasi arus tegangan dilakukan pada sel surya BST variasi waktu annealing

dengan menggunakan rangkaian pada Gambar 3.2. Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu dengan intensitas yang diterima permukaan piranti sebesar 83,40 W/m2. Luas

penampang aktif sel fotovoltaik yang disinari adalah ± (0,75 x 0,9) cm2. Hasil karakterisasi

arus-tegangan sel surya BST variasi waktu

annealing secara keseluruhan sesuai dengan

karakterisasi sel fotovoltaik secara umum. Kesesuaian ini ditunjukkan oleh hasil pengukuran arus yang menurun ketika hambatan dari potensiometer yang diberikan diperbesar, sedangkan tegangan yang terukur meningkat. Data beserta contoh pengolahan data parameter sel surya BST dapat dilihat pada Tabel 7.2 (lampiran 4). Penentuan daya maksimum dari sel surya film BST ditunjukkan oleh Gambar 4.6 (a-d). Bentuk kurva I-V seperti Gambar 4.6. dipengaruhi oleh parameter-parameter Rs (series resistance) dan Rsh (shunt resistance).

4.6. (a)

4.6. (b)

4.6. (c)

4.6. (d)

Gambar 4. 6. Penentuan daya maksimum sel surya BST annealing : (a) 8 jam, (b) 15 jam, (c) 22 jam, (d) 29 jam.


(23)

14

Nilai hambatan seri (Rs) mempengaruhi

jarak antara daerah daya maksimum (Pmax)

dengan VOC, semakin besar nilai Rs akan

mengahasilkan nilai VOC yang lebih besar

sehingga lebih jauh dengan daerah Pmax.

Secara sekilas tampak terlihat kurva I-V pada daerah lebih besar dari Vmax lebih landai jika

nilai Rs semakin besar. Hambatan seri (Rs) sel

surya pada dasarnya ditentukan oleh kualitas material sel surya yang dapat meningkat dengan hadirnya cacat di daerah deplesi. Jika kualitas material sel surya kurang bagus, maka nilai Rs semakin besar sehingga dapat

menurunkan efisiensinya. Sedangkan nilai Rsh mempengaruhi jarak antara daerah Pmax

dengan ISC. Kurva I-V pada saat nilai arus (I)

lebih besar dari ISC akan lebih landai jika Rsh

semakin besar. Rsh untuk kurva I-V sel surya

yang ideal bernilai tak hingga (~). Hal ini dikarenakan Rsh dapat menghambat

terjadinya proses rekombinasi pembawa muatan dari pita konduksi ke pita valensi.42.43 Gambar 4.7. menunjukkan contoh pengaruh nilai hambatan (Rs dan Rsh) terhadap bentuk

kurva I-V sel surya.

Tabel 4.1. menunjukkan nilai dari Rs

dan Rsh sel surya BST berdasarkan waktu annealing. Dilakukan ekstrapolasi pada

kemiringan kurva I-V yang nilainya lebih besar dari Vmax untuk menentukan Rs dan

ekstrapolasi pada kemiringan kurva I-V yang nilainya lebih kecil dari Isc untuk menentukan

nilai Rsh. Nilai hambatan ini merupakan

perbandingan tegangan terhadap rapat arus.34,42-44

Gambar 4.8 (a-d) menunjukkan pengaruh annealing terhadap

parameter-parameter sel surya: VOC, ISC, FF, dan

efisiensi (η). Jika dibandingkan nilai fill factor terbesar pada sampel annealing 15 jam

yang bentuk kurvanya mendekati ideal. Efisiensi terbesar dimiliki oleh sel surya dengan bandgap yang paling besar. Hal ini

dikarenakan pada sel surya dengan bandgap

yang lebar, membutuhkan lebih banyak energi foton yang diserap untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi.45 Efisiensi juga dipengaruhi oleh indeks bias Film. Efisiensi terbesar dimiliki oleh sel surya dengan nilai indeks bias terkecil karena pada saat itu reflektansi bernilai minimum (absorbansi maksimum). Ketika sel surya lebih optimal dalam menyerap cahaya, maka lebih banyak energi yang didapat untuk dikonversi.26, 27, 29, 30

Tabel 4.1. Penentuan hambatan seri dan hambatan shunt dari kurva I-V (Gambar 4.6.)

Parameter hambatan

waktu

annealing

(jam)

V1 V2 (volt) ΔV I1 I2 (A/mΔI 2)

(Ω.m2)

(Ω.cm2)

series resistance

(garis merah)

8 0.036 0.040 0.004 0.0004 0 0.0004 10.0 100000 15 0.0145 0.015 0.000 0.00138 0 0.0014 0.3623 3623 22 0.0220 0.030 0.008 0.0015 0 0.0015 5.3333 53333 29 0.0188 0.0225 0.004 0.001 0 0.0010 3.7 37000

shunt resistance

(garis biru)

8 0 0.016 0.016 0.0014 0.00118 0.0002 72.73 727273 15 0 0.0087 0.009 0.0033 0.0028 0.0005 17.40 174000 22 0 0.0115 0.012 0.00230 0.00225 0.0001 230.0 2300000 29 0 0.006 0.006 0.0024 0.0023 0.0001 60.0 600000


(24)

15

Waktu penahanan annealing dapat

mempengaruhi struktur kristal, keberaturan morfologi kristal penyusun, dan ketebalan film BST,19 sehingga mempengaruhi jarak

celah difusi elektron dari semikonduktor p-type ke daerah n-type. Untuk waktu

penahanan annealing yang relatif lama

(dalam hal ini perlakuan annealing 29 jam)

struktur kristal lebih teratur, hal ini menyebabkan elektron membutuhkan energi foton lebih kecil untuk bereksitasi karena mempunyai bandgap yang lebih kecil.36,37

Pada annealing yang cukup lama, butir

kristal kecil menyusut dan ditelan oleh butir kristal yang lebih besar. Pertumbuhan butir ini terjadi pada saat kristalisasi primer terhenti.17 Dengan waktu penahanan

annealing yang relatif lebih lama, struktur

kristal lebih rapat dan kompak, sehingga

bandgap lebih kecil. Bandgap yang lebih

kecil ini mempengaruhi penyerapan. Agar foton dapat diserap sebanyak-banyaknya, maka penyerap harus mempunyai bandgap

yang lebih lebar, sehingga memungkinkan untuk bisa menyerap sinar dengan tingkat energi yang bervariasi.45Untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi, membutuhkan energi foton yang lebih besar dari pada bandgap. Jika energi foton tersebut

terlalu besar, maka diubah menjadi bentuk energi lain pada sel surya. Lain halnya dengan waktu penahanan annealing tertentu

ketika pembentukan kristal belum sempurna (15 jam dan 22 jam), elektron lebih sulit berdifusi daripada sampel dengan waktu

annealing yang mendekati proses kristalisasi

menuju sempurna (29 jam).

Tabel 4.2. menunjukkan parameter sel surya film BST terhadap waktu penahanan

annealing. Hasil pengukuran I-V pada Tabel

4.2, menunjukkan bahwa nilai fill factor yang

dihitung berdasarkan Persamaan (2.6) berturut- turut dari yang terkecil sampai yang terbesar berdasarkan penahanan waktu

annealing yaitu: 15 jam, 22 jam, 29 jam,

kemudian 8 jam. Fill factor menentukan

kualitas sel surya, tapi fill factor yang bernilai

bagus tidak selalu menghasilkan efisiensi yang baik pula. Sedangkan efisiensi sel surya BST yang dihitung berdasarkan Persamaan (2.7) berturut-turut dari yang terkecil berdasarkan waktu penahanan annealing

yaitu: 22 jam, 15 jam, 29 jam, lalu 8 jam.

4.8. (a)

4.8. (b)

4.8. (c)

4.8. (d) Gambar 4. 8. Hubungan parameter-

parameter sel surya BST: (a)VOC, (b) ISC, (c) fill factor,

(d) Efisiensi (η). terhadap waktu annealing.


(25)

16

Tabel 4.2. Parameter sel surya BST terhadap waktu penahanan annealing. Karakteristik I-V

Sel Surya

waktu annealing (jam)

8 15 22 29

Voc (V) 0,040 0,015 0,032 0,026

rapat arus - Isc (mA/m2) 1,393 3,281 2,322 2,386

Vmax (V) 0,031 0,013 0,021 0,015

rapat arus - Imax (mA/m2) 0,72 2,25 1,80 1,79

rapat Daya - Pmax (mW/m2) 0,0223 0,0293 0,0378 0,0269

rapat Daya - Pinput (mW/m2) 83.400 83.400 83.400 83.400

Fill Factor (%) 40,055 59,442 50,876 43,277

Efisiensi (%) 2,68x10-5 3,51 x10-5 4,53 x10-5 3,22 x10-5

Secara teoritis, sel surya dengan bahan dasar material ferroelektrik memiliki kisaran efisiensi antara 2,5-10%.11 Material ferroelektrik yang sudah diuji secara teoritis untuk dijadikan bahan sel surya diantaranya:

triglycine sulphate (TGS) [dengan polarisasi

spontan TGS Psi≈ 3 C/cm2; kalor jenis TGS

cp≈ 2 J/cm3K; temperatur Curie, C ≈ 103K], lithium tantalate (LiTaO3) [Psi ≈ 50 C/cm2,

cp≈ 2 J/cm3K, dan C ≈ 105 K], sodium nitrite

(NaNO2) [Psi≈ 8 C/cm2, cp≈ 2 J/cm3K, dan C ≈ 103 K].11 Untuk film BST memiliki nilai

polarisasi spontan Psi dan kalor jenis cp pada

orde sama dengan material-material tersebut. Beda halnya dengan temperatur curie BST

pada ≈ 300 K,11,12 yang jauh lebih kecil dari temperatur Curie material-material tersebut.8

Hal ini yang kemungkinan menyebabkan perbedaan nilai efisiensi pada BST lebih kecil dari teori yang didapatkan sebelumnya tentang sel surya berbahan dasar material ferroelektrik.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Terjadi proses pengkristalan pada film pada waktu penahanan annealing terhadap

film BST yang dianggap relatif lebih singkat (8 jam, 15 jam, dan 22 jam), namun masih membentuk struktur kristal yang belum sempurna. Pada saat waktu annealing lebih

lama (29 jam), proses kristalisasi menuju sempurna. Dalam hal ini, sifat optik berupa spektrum daerah serapan menunjukkan bahwa sel surya film BST dengan lama waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam, dan

22 jam, bekerja efektif pada daerah serapan panjang gelombang ≥ 700 nm. Namun untuk

sampel dengan waktu penahanan annealing

29 jam, efektif menyerap pada selang panjang gelombang ≤ 450 nm. Pada kondisi reflektansi maksimum, diambil nilai indeks bias. Pada sampel 8 jam, indeks bias bernilai 3,92. Dengan cara yang sama, untuk sampel 15 jam indeks bias berkisar 6,31. Untuk sampel 22 jam, indeks bias berkisar pada 7,04. Kemudian untuk sampel 29 jam, indeks bias berkisar pada 4,09.

Nilai bandgap yang lebih besar pada

saat proses kristalisasi yang belum sempurna. Nilai bandgap didapatkan dari nilai

reflektansi menggunakan metode Tauc, Nilai bandgap sel surya film BST berdasarkan

lama waktu penahanan annealing 8 jam,

15 jam, 22 jam, dan 29 jam berturut-turut 2,60 eV; 3,16 eV; 3,24 eV; dan 2,66 eV. Nilai konduktivitas listrik (σ) yang didapatkan dari perhitungan menggunakan nilai konduktansi (G), menunjukkan bahwa sel surya film BST tergolong material semikonduktor dengan orde konduktivitas listrik 10-5-10-4 S/cm. Nilai konduktivitas

listrik meningkat seiring kenaikan intensitas cahaya yang datang pada permukaan film. Pada konduktivitas yang lebih besar didapatkan nilai bandgap yang lebih kecil,

hal ini mempermudah elektron bereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi.

Karakterisasi I-V fotovoltaik menunjukkan bahwa film BST berpotensi kecil menjadi perangkat/bahan dasar sel surya dengan nilai efisiensi sesuai lama waktu penahanan annealing 8 jam, 15 jam, 22 jam,

dan 29 jam berturut-turut yaitu: 2,68 x 10-5 %;

3,51 x10-5 %; 4,53 x 10-5 %; kemudian

3,22 x 10-5 %. Pada sampel dengan

bandgap

yang lebih besar, mengakibatkan sel surya BST membutuhkan energi foton yang lebih besar pula. Energi foton yang cukup besar diserap akan meningkatkan efisiensi konversi


(1)

Lampiran 2. Persamaan untuk menentukan nilai indeks bias sel surya BST

Untuk menentukan nilai indeks bias, digunakan persamaan (2.7)

(2.7)

Dengan : R = % reflektansi, dan n = indeks bias film BST persamaan (2.7) diakarkan pada kedua ruas, menjadi :

Diturunkan untuk memudahkan dalam menghitung nilai indeks bias (n) √

√ √ √ √ √ √

(2.8)

Lampiran 3. Konversi satuan (sumber : Moslem Engineer's Blog).43

Luminous Emittance (Illuminance)

1 lumen/sq ft = 1 foot candle = 1×104 lux = 1 phot

1 lux = 0.0929 foot candle = 1 lumen /meter2 = 0.0001 phot

Luminous Flux

1 candle power = 12.566 lumen

1 lumen = 1 candela steradian = 0.07958 candle power (spherical) = 0.0015 watt

Luminous Intensity

1 candela = 1.091 hefner candle (Germ) = 1 lumen/steradian

Magnetic Flux Density

1 gamma flux = 1×10-5 gauss = 1 x10-6 gram = 1 microgram = 1×10-9 tesla

1 gauss = 0.9997 gauss (Int) = 1×105 gamma = 1 gilbert/cm = 1 maxwell/cm2 = 1 line/sq

cm = 6.4516 line/sq inch = 1×10-4 tesla = 1×10-8 weber/sq cm = 6.452×10-8 weber/sq


(2)

Lampiran 4.

Data konduktansi (G) dan perhitungan konduktivitas listrik (σ)

Tabel 7.1. Data Konduktivitas Listrik Sel Surya BST

Intensitas Cahaya (lux)

Lama penahanan

annealing (jam) Konduktansi

Konduktivitas Listrik (S/cm)

0

8 0.000018236 0.000243151 15 0.000012827 0.000112236 22 0.000002329 0.000310533 29 0.000016403 0.00016403 1000

8 0.000018368 0.000244911 15 0.000017016 0.00014889 22 0.000002945 0.000039267 29 0.00001763 0.000176298 2000

8 0.000018402 0.00024536 15 0.000018331 0.000160396 22 0.0000042663 0.000056884 29 0.000018164 0.00018164 3000

8 0.000019331 0.000257747 15 0.000018893 0.000165314 22 0.000004467 0.00005956 29 0.000019949 0.00019949 4000

8 0.0000213705 0.00028494 15 0.000020072 0.000175627 22 0.000006248 0.000083307 29 0.000023065 0.000230647

 Menghitung konduktivitas listrik (σ) menggunakan persamaan (2.8) Di mana :

σ = konduktivitas listrik (S/cm) L = jarak antara 2 kontak (cm)

G =Konduktansi yang terukur pada LCR meter (S) A = luas penampang kontak (cm2)

# sampel annealing 8 jam Luas kontak (A) = 0,03 cm2

Jarak antara kontak (l) = 0,4 cm

# sampel annealing 15 jam Luas kontak (A) = 0,04 cm2

Jarak antara kontak (l) = 0,35 cm

# sampel annealing 22 jam Luas kontak (A) = 0,0225 cm2

Jarak antara kontak (l) = 0,3 cm

# sampel annealing 29 jam Luas kontak (A) = 0,03 cm2

Jarak antara kontak (l) = 0,3 cm

 Contoh perhitungan konduktivitas listrik untuk sampel annealing 8 jam pada kondisi gelap (intensitas 0 lux)

 Dengan cara yang sama, konduktivitas listrik untuk sampel lain pada kondisi terang (variasi intensitas 1000, 2000, 3000, dan 4000 lux)


(3)

Lampiran 5

. Data karakterisasi “I

-

V sel surya BST” serta pehitungan Daya

Maksimum (Pmax), Fill Factor (FF) dan effisiensi (

ɳ

)

Pengukuran Intensitas cahaya lampu = 55.600 lux Jika 1 lux = 0,0015 Watt/m2

Daya input dapat dihitung dengan persamaan :

Sedangkan Rapat Daya Input = Intensitas (Daya per satuan Luas)

Pinput = (55.600 lux x 1,5 x 10-3 W/m2) = 83,4 W/m2

# sampel annealing 8 jam

Luas film (A) untuk sampel annealing 8 jam = (0,9 x 0,75) cm2 Tabel 7.2. (a) Data I-V Sel Surya BST annealing 8 jam V1 (volt) V2 (volt) R (Ω) I = V2/R

Rapat Arus = I/A (Ampere/m2)

Daya (watt/m2)

0.04001 0 98900 0 0 0

0.0389 0.0017 98900 1.71891E-08 0.000254653 9.906E-06 0.0356 0.0024 98900 2.42669E-08 0.00035951 1.27986E-05 0.0328 0.0032 98900 3.23559E-08 0.000479347 1.57226E-05 0.0282 0.0053 98900 5.35895E-08 0.000793918 2.23885E-05 0.0213 0.0056 98900 5.66229E-08 0.000838857 1.78677E-05 0.0172 0.0069 98900 6.97674E-08 0.001033592 1.77778E-05 0.0145 0.0076 98900 7.68453E-08 0.001138449 1.65075E-05 0.0089 0.0086 98900 8.69565E-08 0.001288245 1.14654E-05

0 0.0093 98900 9.40344E-08 0.001393102 0

Rapat Daya maksimum yang dihasilkan dari grafik yaitu 22,3 μwatt/m2

dengan Vmax pada 0,031 volt dan Imax pada 0,00072 A/cm2

FF = [0,0000223 W/m2 : (0,04001 V x 0,001393102 A/m2)] x 100% = 40,05%

= (0,0000223 W/m2 : 83,4 W/m2) x 100% = 2,86 x 10-5 %

Dengan cara yang sama, perhitungan daya maksimum (Pmax), Fill Factor (FF), dan efisiensi (ɳ),

untuk sampel 15 jam, 22 jam, dan 29 jam.

Untuk Luas film (A) sampel dengan annealing 15 jam, 22 jam, dan 29 jam, dianggap sama (seragam) dengan ukuran (0,9 x 0,75) cm2


(4)

# Data I-V fotovoltaik sampel film BST annealing 15 jam Tabel 7.2. (b) Data I-V Sel Surya BST annealing 15 jam V1 (volt) V2 (volt) R (Ω) I = V2/R

Rapat Arus = I/A (Ampere/cm2)

Daya (watt/cm2)

0.015 0 98900 0 0 0

0.01477 0.0078 98900 7.88675E-08 0.001168408 1.72574E-05 0.01325 0.0139 98900 1.40546E-07 0.002082163 2.75887E-05 0.0122 0.0157 98900 1.58746E-07 0.002351796 2.86919E-05 0.01107 0.0165 98900 1.66835E-07 0.002471632 2.7361E-05 0.01039 0.0171 98900 1.72902E-07 0.00256151 2.66141E-05 0.00965 0.0172 98900 1.73913E-07 0.00257649 2.48631E-05 0.00795 0.0176 98900 1.77958E-07 0.002636408 2.09594E-05 0.00661 0.0182 98900 1.84024E-07 0.002726285 1.80207E-05 0.00513 0.0201 98900 2.03236E-07 0.003010898 1.54459E-05 0.00259 0.0204 98900 2.06269E-07 0.003055836 7.91462E-06

0 0.0219 98900 2.21436E-07 0.00328053 0

# Data I-V fotovoltaik sampel Film BST annealing 22 jam Tabel 7.2. (c) Data I-V Sel Surya BST annealing 22 jam V1 (volt) V2 (volt) R (Ω) I = V2/R

Rapat Arus = I/A (Ampere/cm2)

Daya (watt/cm2)

0.0302 0 98900 0 0 0

0.0276 0.0039 98900 3.94338E-08 0.000584204 1.6124E-05 0.0273 0.0042 98900 4.24671E-08 0.000629143 1.71756E-05 0.0268 0.0054 98900 5.46006E-08 0.000808898 2.16785E-05 0.0246 0.0067 98900 6.77452E-08 0.001003633 2.46894E-05 0.0232 0.0085 98900 8.59454E-08 0.001273265 2.95398E-05 0.0215 0.0102 98900 1.03134E-07 0.001527918 3.28502E-05 0.0178 0.0134 98900 1.3549E-07 0.002007265 3.57293E-05 0.0137 0.0148 98900 1.49646E-07 0.002216979 3.03726E-05

0 0.0155 98900 1.56724E-07 0.002321836 0

# Data I-V fotovoltaik sampel Film BST annealing 29 jam Tabel 7.2. (a) Data I-V Sel Surya BST annealing 29 jam V1 (volt) V2 (volt) R (Ω) I = V2/R

Rapat Arus = I/A (Ampere/cm2)

Daya (watt/cm2)

0.0224 0 98900 0 0 0

0.0213 0.0019 98900 1.92113E-08 0.000256151 5.45602E-06 0.0188 0.0057 98900 5.7634E-08 0.000768453 1.44469E-05 0.0161 0.0111 98900 1.12235E-07 0.001496461 2.4093E-05 0.0089 0.0165 98900 1.66835E-07 0.002224469 1.97978E-05


(5)

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

Bransonic 2510

Pencucian Substrat Si (100) - p

Neraca Analitic

Bahan-bahan pembuatan BST

Spin coater


(6)

Persiapan sebelum metalisasi kontak

Metalisasi Kontak dengan uap Alumunium

Microvoltmeter dan Picoammeter

Pada saat pengambilan data Fotovoltaik