Kawasan pemukiman: ETNOEKOLOGI DAN DINAMIKA LINGKUNGAN MASYARAKAT BENUAQ DI KECAMATAN MUARA LAWA

menerus. Pengetahuan lokal telah terakumulasi dan terasah melalui beberapa generasi yang memungkinkan manusia hidup “dekat” dengan lingkungannya secara harmonis. Adanya kearifan lokal dan hukum adat yang mengatur interaksi suku-suku dengan sumber alam di sekitarnya merupakan dasar keharmonisan tersebut. Satuan lingkungan yang terdapat di wilayah masyarakat Dayak Benuaq sesuai dengan konsep lati tana adalah sebagai berikut:

A. Kawasan pemukiman:

1. Kampukng kampung Perkampungan masyarakat Dayak Benuaq terletak di sepanjang anak- anak Sungai Mahakam bagian selatan, yaitu Sungai Bongan, Sungai Ohong, Sungai Jelau, Sungai Kelawit, Sungai Tuang, Sungai Lawa, Sungai Kedang Pahu dan Sungai Nyawatan yang termasuk dalam wilaya h Kabupaten Kutai Barat hingga bagian hulu sungai Teweh di Kalimantan Tengah. Pilihan utama mendirikan perkampungan adalah sumber air, sarana transportasi sungai, kedekatan dengan sumber alam hutan, kedekatan dengan lahan perladangan, mempunyai kondis i kesuburan tanah yang baik dan faktor keamanan dari binatang buas dan musuh- musuh. Perkampungan di seluruh Kutai Barat cenderung bersifat etnosentris yaitu bahwa pola pemukiman tersebut didasarkan pada pengelompokkan sub-sub etnik yang pohon silsilah leluhurnya sama. Tata ruang perkampungan masyarakat Dayak Benuaq nampak telah tersusun dengan baik. Pada pintu masuk beberapa perkampungan terdapat tiang berukir penangkal roh jahat dan pusat kampung biasanya dicirikan dengan adanya rumah panjang atau bekas rumah panjang yang sudah rusak dan posisinya seringkali sejajar dengan sungai. Kampung biasanya memanjang mengikuti alur sungai sunge dengan satu jalan utama manan di sisi yang tidak jauh dari sungai. Rumah-rumah penduduk tersusun di sisi kiri dan kanan jalan utama tersebut. Dimasa lalu terdapat peruntukan kawasan bagi masyarakat Benuaq dan Tunjung yang muslim dikenal yang terpisah dari pusat kampung dengan sebutan jayukng. Pada beberapa rumah ditemukan belontakng patung-patung yang merupakan salah satu perangkat untuk upacara kwangkei. Struktur dan komposisi jenis penyusun vegetasi di dalam kampung umumnya terdiri atas jenis-jenis di kebun pekarangan home-gardens. Bentuk satuan lingkungan ini akan dibahas lebih lanjut sebagai bentuk agroforestri pada masyarakat Benuaq. Umumnya vegetasi ini didominasi oleh pohon buah-buahan dari suku Anacardiaceae seperti Empelam Mangifera indica, Ensamp Bulau M. torquenda, Ensamp Konyot M. decandra, Ensamp payang M. pajang, Wanyi M. caesia dan Kuini M. odorata; dari suku Bombacaceae seperti Kalakng Durio zibethinus, Ketungan D. oxleyanus dan Lai D. kutejensis; dari suku Euphorbiaceae seperti Pasi Baccaurea macrocarpa, Keliwatn B. racemosa, Lemposu B. lanceolata, Luwik Baccaurea edulis dan Rambai B. montleyana; dari suku Meliaceae seperti Lisatn Lansium domesticum; dari suku Moraceae seperti Nakatn Nangka Artocarpus intiger, Nakatn A. champeden dan Darak Artocarpus nitidus; dari suku Palmae seperti Nyui Cocos nucifera, Saraap Arenga pinnata, Ukor Caryota mitis; dan dari suku Sapindaceae seperti Ihau Dimocarpus longan var. malesianus, Kopeq Nephelium lappaceum, Lenamun N. uncinatum, Rekep N. cuspidatum Bl. var. ophiodes Leenh., Semayap N. ramboutanake, Seragem Nephelium sp, dan Siwo Nephelium sp. Beberapa kampung biasanya bergabung membentuk suatu teritori berdasarkan kedekatan jarak antar kampung dan sejarah asal- usul atau migrasi mereka pada zaman dahulu yang dipimpin oleh seorang kepala adat besar. Secara hukum adat masyarakat ini membagi sistem tata guna lahan mereka dan orang dari luar kawasan harus meminta izin untuk memasuki dan memanfaatkan area sumber daya tersebut. Sanksi adat akan diberlakukan sebagai bentuk aplikasi hukum adat jika terjadi pelanggaran dala m pemanfaatan sumber daya alam. Bentuk hukum adat ini mungkin berbeda dari suatu masyarakat adat dengan masyarakat adat lainnya tetapi umumnya masyarakat adat tersebut sudah mempunyai pengetahuan lokal tradisional dalam mengatur sumber daya alam mereka. 2. Lou rumah panjang Masyarakat Dayak Benuaq dan Bentian menyebut rumah panjang mereka dengan istilah lou, sedangkan kelompok masyarakat Dayak lainnya di Kalimantan Timur menyebutnya dengan istilah lamin. Lou adalah rumah panjang tempat tinggal secara komunal suatu kelompok masyarakat Dayak Benuaq yang biasanya dihuni lima hingga sepuluh keluarga batih dan bahkan terkadang lebih. Rumah panjang yang tergolong lou dipimpin oleh seorang Mantiq Kepala Adat. Bentuk rumah panjang berupa rumah panggung yang berukuran besar terdiri dari beberapa sambungan sehingga menjadi sangat panjang Gambar 7. Menurut Asy’arie 2004 lou yang sebenarnya diakui secara hukum adat Benuaq minimal terdiri dari delapan sambungan olakng. Selanjutnya Rousseau 1990 menyatakan ada beberapa variasi dasar pada rancangan rumah panjang di Borneo Tengah, tetapi pola yang dominan membagi rumah panjang menjadi dua bagian yaitu satu sisi untuk ruang keluarga apartments dan sisi lainnya untuk ruang depan gallery yang merupakan area bersama warga rumah panjang. Gambar 7 Rumah panjang atas dan sketsa rumah panjang Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Barat Rumah panjang dibangun dengan sangat teliti dan kokoh. Tiang ori yang sangat tinggi, balok-balok yang menghubungkan tiang, lantai, dinding serta atap biasanya dibuat dari batang kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn. yang sangat kuat. Satu ruas sambungan dari rumah panjang biasanya berkisar 8 sampai 16 meter panjangnya. Panjang keseluruhan rumah panjang masyarakat Benuaq berkisar antara 75 hingga 120 m. Menurut Rousseau 1990 arsitektur rumah panjang di Borneo Tengah umumnya dibangun lebih besar, lebih kokoh dan lebih tahan dibandingkan rumah panjang di kawasan pesisir. Tinggi lantai rumah panjang berkisar 2- 10 meter dari permukaan tanah. Pada masa perburuan kepala mengayau ketinggian ini sangat signifikan dan merupakan strategi yang sangat berguna, selain itu juga melindungi dari bahaya banjir dan binatang buas. Faktor ketinggian lantai rumah panjang ini juga memungkinkan sirkulasi udara lebih baik sehingga rumah menjadi dingin dan kering jika dibandingkan lantai yang dekat ke permukaan tanah. Secara umum pembagian ruang pada rumah panjang masyarakat Benuaq juga mengikuti pola umum yang dikemukakan oleh Rousseau 1990 walaupun ditemukan variasi dalam pengaturan ruang keluarga dan dapur. Pembagian dimulai dari depan berupa tangga naik tukar yang dibuat dari batang kayu teluyatn yang ditakik untuk masing- masing pintu bagi beberapa rumah tangga. Ruang di dalam rumah panjang secara umum dibagi dua yaitu ruang komunal A B dan ruang keluarga C D seperti sketsa pada gambar 8. Penamaan ruang- ruang berdasarkan fungsi dan peruntukannya yaitu pasah, bawo, orok, dan sermiq belikuq. D C B A Gambar 8 Sketsa pembagian tata ruang rumah panjang Dayak Benuaq Keterangan: A. Pasah teras depan; B. Bawo ruang tengah; C. Orok apartemen; D. Sermiq belikuq dapur. Pasah merupakan teras depan yang terbuka yang digunakan untuk berbagai aktifitas seperti menjemur dan menumbuk padi, membuat perahu, menjemur kayu bakar dan aktifitas lainnya. Bawo gallery merupakan ruang yang memanjang di bagian depan rumah panjang sebagai tempat aktifitas bersama semua penghuni lou seperti berbagai kegiatan ritual, kegiatan membuat barang kerajian dan lain- lain. Orok merupakan ruangan bagi masing- masing keluarga atau apartemen yang besarnya tidak selalu sama untuk setiap rumah tangga. Jika ruangan bawo bersifat area bersama komunal maka ruangan orok ini merupakan area pribadi bagi setiap keluarga. Ruangan orok merupakan tempat beristirahat dan aktifitas harian lainnya anggota suatu keluarga sehingga tamu yang bukan keluarga biasanya beristirahat atau tidur di ruangan bawo. Selanjutnya sermiq belikuq merupakan ruangan dapur yang dibangun di belakang masing- masing orok. Ruangan sermiq belikuq tersebut bisa terhubung antara orok yang satu dengan yang lain tetapi sering kali terpisah karena ruang ini juga bersifat area pribadi keluarga. Setiap orok minimal dihuni oleh satu keluarga dan penghuni suatu rumah panjang minimal delapan keluarga batih. Walaupun ada rumah panjang yang kurang dari delapan orok, namun rumah panjang tipe ini biasanya tidak dapat dikatagorikan sebaga i lou secara adat Benuaq. Rumah panjang tipe ini lebih dikenal dengan sebutan tompokng, biasanya hanya dikepalai oleh Kepala Blok yang kedudukannya di bawah Kepala Adat. Kepala Blok yang merupakan pemimpin kelompok ini tugasnya lebih terfokus pada masalah pertanian dan melindungi kelompoknya. Rumah panjang tipe ini dikatagorikan sebagai lou ume pada masyarakat Bentian yang tergolong satu rumpun dengan masyarakat Benuaq. Berkaitan dengan hal ini, Sillander 2002 mengemukakan bahwa sebelum menetap di kampung-kampung seperti sekarang ini, secara periodik masyarakat tinggal di lou ume rumah ladang yang besar yang tersebar di hutan-hutan sentebar saang laang. Lou umaq atau lou ume ini dicirikan letaknya yang berdekatan atau tidak terlalu jauh dari beberapa ladang masyarakat. Rumah panjang pada zaman dahulu selain menjadi pusat pemerintahan kampung, juga menjadi pusat kegiatan perekonomian, pusat pertahanan dan tempat mengadakan upacara adat dan ritual keagamaan. Rumah panjang bahkan berfungsi sebagai sentral atau tempat berkumpulnya warga dari segala penjuru di sekitarnya. Besar kecilnya suatu lou sangat tergantung dari kemampuan integritas seorang Mantiq yang jadi pemimpinnya. Seorang Mantiq yang bijaksana dan punya kharisma dengan kepemimpinan yang menarik akan membuat suatu lou bertambah panjang karena disenangi oleh rakyatnya. Masyarakat sekitar lou berkumpul sewaktu-waktu bilamana ada suatu kegiatan besar menyangkut kepentingan bersama yang dikoordinir oleh Mantiq. Kegiatan-kegiatan sakral seperti belian pengobatan, kewangkey kematian, nalitn tautn pembersihan kampung dari noda akibat perbuatan manusia, upacara- upacara perkawinan, kelahiran, inisiasi perubahan dari dunia kanak-kanak ke dunia remaja dan dewasa, bahkan upacara-upacara adat yang berhubungan dengan pertikaian antar masyarakat seperti seluk penyelesaian perkara dengan mengambil uang logam dari guci, selapm penyelesaian perkara dengan menyelam dalam air, sumpa penyelesaian perkara dengan sumpah, tutukng sarap penyelesaian perkara dengan membakar pohon aren beserta kedua orang yang bermasalah di atasnya serta berbagai perkara antar warga umumnya diselesaikan di lou oleh Mantiq dan para pembantunya. Lou menunjukkan hegemoninya terhadap masyarakat dengan pengayoman dari pemimpinnya dan masyarakat dengan teguh mempertahankan kewibawaan kehidupan yang berisi nilai-nilai sakral dan menjaga dinamisasi nilai- nilai adat yang menjamin ketentraman dan keamanan kelompok suku tersebut. Lou juga melahirkan dan menjaga sifat-sifat heroisme dengan me mbangun budaya pertahanan diri, kesiapan perang, kemampuan logistik dan pemulihan keamanan. Dengan bentuknya yang unik dan sifatnya yang multifungsi, rumah panjang telah menjaga nilai- nilai utuh kehidupan masyarakat pendukungnya, serta menjaga nilai- nilai kegotong-royongan yang ternyata memiliki makna tinggi dalam mencapai kemaslahatan hidup. 3. Belaai rumah individual Pada saat ini umumnya masyarakat Benuaq telah meninggalkan rumah panjang sebagai tempat tinggalnya. Mereka kebanyakan telah mene mpati ruma h individual belaai, walaupun masih ada beberapa rumah panjang yang ditempati oleh beberapa keluarga di Muara Lawa seperti rumah panjang di Kampung Tolan. Meskipun demikian, dalam kehidupan sehari-harinya penghuni rumah panjang lebih banyak menghabiskan waktunya di ladang umaq dimana terdapat juga sebuah rumah di ladang tersebut, sehingga seringkali anggota keluarga tinggal tersebar di ladang- ladang dan rumah panjang hanya dihuni oleh beberapa pasangan tua dan generasi muda yang belum menikah yang merawat mereka. 9 10 8 7 5 4 6 1 3 2 Hilir Hulu Gambar 9 Sketsa ruma h individual belaai masyarakat Dayak Benuaq Ket: 1. tempor tiang pancang untuk dasar rumah; 2. bantalan; 3. matukng anak bantalan tempat lantai dipaku; 4. terejak tiang; 5. sempayatn balok penghubung antar tiang kiri dan kanan; 6. sempak balok sisi; 7. kuda-kuda; 8. takin balok bantalan kaso; 9. bungan bubungan atap; 10. kaso. Masyarakat Dayak Benuaq umumnya telah membangun rumah individual belaai yang bentuknya lebih mengacu pada bentuk rumah modern. Perubahan bentuk rumah panjang yang sifatnya komunal ke bentuk rumah individual ini menurut beberapa tokoh masyarakat disebabkan beberapa alasan. Alasan-alasan yang dikemukan oleh masyarakat antara lain: keinginan memperoleh suasana yang lebih tenang, merasa lebih bebas hidup di rumah individual, dan menghindari bahaya kebakaran karena banyak rumah panjang yang terbakar sulit untuk dibangun kembali. Namun alasan utama yang sangat mendukung masayarakat membangun rumah individual pada saat ini adalah faktor keamanan. Belaai yang dibangun biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan atap terdiri dari dua bagian tertangkup Gambar 9, walaupun beberapa rumah dibuat dengan arsitektur modern. Pendirian rumah individual tersebut juga dilakukan ritual- ritual yang dikenal dengan istilah Pejejak dapeq. Menurut ajaran dari nenek moyang masyarakat Benuaq rumah sebaiknya dibangun menghadap ke arah matahari terbit atau ke timur. Posisi pintu depan rumah harus ditempatkan dibagian ke arah hulu sungai dan pintu belakang tidak boleh berhadapan langsung dengan pintu depan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan mereka bahwa hal yang demikian dapat menampung rezeki. Secara umum rumah masyarakat Dayak Benuaq sama dengan rumah etnis lainnya di Indonesia. Namun karena perkampungan mereka umumnya terdapat di pinggir sungai maka untuk mengantisipasi banjir, rumah masyarakat Dayak Benuaq biasanya berupa rumah panggung yang didirikan di atas kayu ulin yang ditancapkan ke tanah tempor diberi bantalan dan anak bantalan matukng tempat menempelkan lantainya. D E C B A Gambar 10 Skema pembagian tata ruang belaai masyarakat Dayak Benuaq Ket: - A. Pasah teras depan; B. Botuk; C.Orok turi kamar tidur; D. Be likuq dapur; E. Pasah odiq teras belakang. - Garis putus-putus menunjukkan kamar tidak selalu ada. Bagian-bagian dari rumah masyarakat Benuaq dapat dilihat pada Gambar 9 10 yang terdiri dari tiang rumah terejak umumnya dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri; lantai dasei biasanya yang disukai dari kayu mengkorau Shorea leprosula; dinding bire umumnya dari kayu jenis-jenis Dipterocarpaceae seperti lempukng kunit Shorea spp, merlangat Anisoptera sp dan mermukng puluuq Shorea ovalis; atap sapo biasanya dibuat dari kayu ulin tipakng atau seng pada saat ini; pintu jawang dan jendela pintuq dari beberapa jenis kayu seperti Nagak Schima wallichii, dan sungkai Peronema canescens. Pembagian ruangan pun berdasarkan kegunaannya yaitu dimulai dari tangga tukar, teras depan pasah onaq, ruang tengah botuuk, kamar tidur orook turi yang pada belaai zaman dulu biasanya tidak ada, dapur belikuq dan teras belakang pasah odiq. Teras depan dan teras belakang biasanya digunakan untuk berbagai aktifitas seperti menjemur dan menumbuk padi dengan losungk lesung serta membuat berbagai macam kerajinan tangan. Penghuni rumah individual adalah satu keluarga inti nuclear family walaupun terkadang dihuni pula oleh keluarga anaknya yang belum memiliki rumah. Namun hal ini berbeda dengan sewaktu mereka tinggal di rumah panjang lou yang dihuni oleh beberapa keluarga ini yang bergabung membentuk keluarga besar extended family. Menur ut Lahajir 2001 dengan pola rumah individual ini kohesivitas sosial tradisional cenderung lemah karena setiap rumah tangga bersikap individualistik. Sehingga kohesivitas sosial lebih terfokuskan pada kaum kerabat dibandingkan solidaritas komunitas kampung yang cenderung terlalu luas. 4. Natar halamanpekarangan Natar secara harfiah merupakan istilah untuk halaman depan rumah oleh masyarakat Dayak Benuaq. Terminologi natar similar dengan konsep pekarangan di bagian depan rumah karena pada bagian belakang rumah masyarakat Dayak Benuaq merupakan bentuk satuan lingkungan lain yang mengarah ke bentuk simpukng home garden. Konsep pekarangan telah diadopsi pada bentuk pemukiman masyarakat Dayak Benuaq masa kini, dimana setiap rumah memiliki lahan pekarangan yang luasnya tertentu dengan batas antara pekarangan satu dengan pekarangan lainnya sangat jelas. Batas pekarangan tersebut dapat berupa sebuah tanda dari batu atau kayu, dapat pula tanda berupa tanaman dan adapula yang telah menggunakan pagar permanen. Terlihat bahwa perasaan estetis masyarakat Benuaq juga mengalami perubahan dengan adanya beberapa jenis tumbuhan hias dari luar walaupun susunan dan pola pekarangan masih sederhana. Fenomena ini juga ditemukan pada suku Dayak lainnya di Kalimantan Timur seperti Dayak Kenyah di Long Alango dan Long Segar Polosakan dan Soedjito, 1997. Secara umum pengertian pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah dengan batas-batas yang jelas dan mempunyai hubungan fungsional dengan penghuninya. Hubungan fungsional tersebut meliputi fungsi ekonomi, biofisik, sosial dan budaya dengan penghuninya. Pada dasarnya pekarangan mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi pertama untuk memenuhi kebutuhan jasmani, misalnya pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan dan penambahan pendapatan, sedangkan fungsi kedua adalah untuk memenuhi kebutuhan rohani, misalnya pekarangan dapat memberikan suasana keindahan, kenyamanan dan ketentraman. Natar pada masyarakat Dayak Benuaq sesuai dengan konsep pekarangan yang merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan yang membentuk suatu komunitas yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pekarangan tersebut. Keanekaragaman tumbuhan di sini umumnya didominasi oleh tumbuhan hias dan tumbuhan ornamental yang ditanam untuk keperluan upacara- upacara ritual. Beberapa jenis yang umum ditemukan adalah beberapa kultivar Biowo Cordyline fruticosa, Biowo tonoi Pleomele angustifolia, Geligapm Bixa orellana, Jomit Curcuma domestica, Komat Justicia gendarusa, Kemang mekau Eupatorium triplinerve, Olukng toli Prophys amboinensis, Pangir akar Clerodendrum thomsonae, Selegontong C. disparfolium, Pangir kayu Clerodendron paniculatum, Pangir lati C. adenophysum, Pangir meaq C. intermedium, Puring Codiaeum spp, Tou Saccharum officinarum, Tou tawai Costus speciosus, Tolakng lenguk Pogonethrum paniceum, dan Tuaq Derris elliptica. Pekarangan terbentuk berdasarkan sosio-budaya setempat dan penggunaan tanaman pada masing- masing suku berbeda dengan suku lainnya, dimana budaya suatu masyarakat merupakan hasil interaksi antara kehendak masyarakat dengan lingkungannya Christanty, 1990.

B. Kawasan pertanian: