Tanaman semi-domestikasi ETNOBOTANI LOKAL MASYARAKAT DAYAK BENUAQ DI KECAMATAN MUARA LAWA

153 No Katagori pemanfaatan jenis tumbuh-tumbuhan Jumlah jenis 10. Bahan pewarna 4 11. Tumbuhan untuk ritual dan magis 12 12. Pupuk hijau 1 13. Bahan peralatan rumah tangga, pertanian, dll 5 14. Racun dan anti racun 6 15. Bahan lain- lainnya - B Tumbuhan liar 1. Bahan pangan bukan tumbuhan obat 82 a. Daun, batang dan tunas 24 b. Bunga, buah dan biji 44 c. Akar, umbi dan rhizoma 3 d. Bumbu 3 e. Bahan minuman dan jus 5 2. Penghasil latek dan resin 5 3. Bahan tali 30 a. Bambu 4 b. Rotan dan liana 26 c. Kulit kayu 4 4. Tumbuhan hias dan ornamen tubuh 13 5. Bahan serat pakaian, tas, keranjang 8 6. Bahan peralatan rumah tangga, pertanian, dll 65 7. Bahan aromatika dan kosmetika 8 8. Bahan pewarna 9 9. Bahan bangunan teknologi 136 a. DindingPapan 42 b. Tiang 45 c. Rangka 46 d. Atap 3 e. perahu 5 10. Kayu bakar 36 11. Tumbuhan indikator ekologis 15 12. Tumbuhan untuk ritual dan magis 66 13. Bahan racun dan anti racun 25 14. Stimulan 15. Jamur 4 16. Bahan lain- lainnya - C. Tumbuhan Obat-obatan Tradisional 240 a. budidaya 32 b. liar 195 c. semi liar 13

D. Tanaman semi-domestikasi

16 Bahan pangan 27 154 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Pangan Keanekaragaman jenis bahan pangan cukup tinggi pada masyarakat Dayak Benuaq terdiri dari sekitar 77 jenis tanaman budidaya cultivated, 97 jenis tumbuhan liar non cultivated dan 29 jenis tumbuhan semi- liar Tabel 16. Secara umum dapat dikelompokkan sumber buah-buahan 107 jenis, sumber karbohidrat umbi, biji dan sagu 14 jenis, sayur- mayur dan bumbu-bumbuan 82 jenis, dan tumbuhan penghasil minuman dan penyegar 12 jenis yang disajikan pada lampiran 7a, 7b, 7c dan 7d. Jenis tumbuhan pangan ini biasa ditanam di pekarangan, ladang umaq, kebun kebotn, agroforestri simpukng, dan bahkan dari tumbuhan liar di hutan. Hal ini sebenarnya tidak unik bagi budaya masyarakat Dayak, tetapi umum dilakukan oleh masyarakat tradisional di Kalimantan. Alasan yang mendasarinya adalah menjalankan strategi untuk menjaga keamanan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya di sekitarnya dan menjaga kelumintuan sustainability dari sumberdaya tersebut. Keanekaragaman jenis pangan yang terbanyak diperoleh dari suku Palmae 18 jenis, diikuti oleh suku Moraceae 16 jenis, Anacardiaceae 15 jenis, Sapindaceae 14 jenis, Euphorbiaceae 11 jenis, Solanaceae 10 jenis, Leguminosae 9 jenis, Gramineae 8 jenis, Zingiberaceae 8 jenis dan suku-suku lainnya. Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan pangan terbanyak dari buah 130 jenis, diikuti bagian lainnya seperti daun 23 jenis, umbi 17 jenis, umbut 11 jenis, biji 7 jenis, air dari batang 6 jenis, batang untuk sayuran 8 jenis, bunga 4 jenis, sagu 3 jenis dan bagian lainnya. Padi merupakan makanan pokok dan tanaman utama pada ladang masyarakat Dayak Benuaq. Pada saat ini pangan selalu diidentikkan dengan beras, maka beras menjadi komoditas penting dalam kecukupan pangan walaupun cukup banyak sumber karbohidrat lain 12 jenis selain padi baik yang ditanam maupun dipanen dari alam. Pada penelitian ini diperoleh 67 kultivar padi lokal Oryza sativa dan 36 kultivar padi pulut lokal Oryza glutinosa yang dikenal oleh masyarakat Lampiran 19 dan 20. Banyaknya kultivar padi yang ditemukan juga berkaitan dengan tipe-tipe lahan perladangan yang dimiliki oleh masyarakat. Setiap tipe lahan biasanya ditanami 155 dengan kultivar berbeda, walaupun ada kultivar lokal yang dapat ditanam pada semua tipe lahan tersebut. Secara umum peladang Benuaq lebih menyukai tipe lahan di lereng- lereng bukit sehingga kultivar padi yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak yang ditanam pada tipe lahan tersebut. Para peladang terutama kalangan tua mengenal karakter-karakter setiap kultivar padi dan tipe lahan yang cocok untuk budidayanya. Plasma nutfah padi yang ada pada masyarakat peladang Benuaq ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian nasional. Berkaitan dengan kemajuan pertanian yang membutuhkan pencarian plasma nutfah yang terus menerus untuk meningkatkan hasil dan daya tahan terhadap penyakit. Penanaman padi ladang biasanya hanya dilakukan pada tahun pertama dan terkadang juga pada tahun ke dua perladangan. Tahun berikutnya dilanjutkan dengan penanaman ubi kayu dan jenis tanaman pangan lainnya. Masyarakat mengenal dan menanam beberapa jenis sumber karbohidrat lainnya seperti ayaq Ipomoea batatas 12 kultivar, jagookng Zea mays 3 kultivar, jebao Manihot utilissima 16 kultivar, tenayan Colocasia esculenta 3 kultivar, dan tonai Xanthosoma violaceum 1 kultivar. Sumber karbohidrat tambahan lainnya yang diambil dari tumbuhan liar adalah sagu yang diolah dari tumbuhan jemiyak Metroxylon sagu, saraap Arenga pinnata dan ukor Caryota mitis serta jenis uwiq Dioscorea alata dan D. hispida. Selain tanaman penghasil karbohidrat, masyarakat Dayak Benuaq menanam berbagai jenis sayur- mayur, buah dan bumbu-bumbuan di ladang mereka dalam skala kecil seperti bayam Amaranthus hybridus dan A. spinosus, bawang baloq Allium tuberosum , botung Cucurbita moschata, jelok Musa paradisiaca 26 kultivar lampiran 21, jomit Curcuma domestica, kacang hijau Phaseolus radiatus, kacang tanah Arachis hypogaea, katelaq Carica papaya, keretak Vigna unguiculata, labu Lagenaria leucantha, lajak Alpinia galanga, loyaq Zingiber officinale 4 kultivar, paria Momordica charantia, periaq Luffa acutangula , sabe Capsicum annuum 10 kultivar, timun Cucumis sativus 9 kultivar lampiran 21, tomat Lycopersicon esculentum, tou Saccharum officinarum 16 kultivar, tou toli S. edule, toyung Solanum macrocarpon, ulam Solanum melongena dan lain- lain. 156 Tanaman-tanaman tersebut di atas dimaksudkan untuk keperluan subsisten walaupun terkadang juga dijual untuk memperoleh uang tunai dan jenis-jenis yang dibudidayakan tersebut tidak lah selalu sama pada setiap ladang tergantung keinginan pemiliknya. Walaupun sebagian besar tumbuhan pangan telah dibudidayakan, akan tetapi ketergantungan masyarakat pada jenis-jenis yang masih liar atau semi liar masih cukup besar seperti Uwe Iya Plectocomiopsis geminiflora, Uwe Kotok Daemonorops spasiflora, Paku parapm Nephrolepis biserratus dan Paku meaq Stenochlaeana palustris adalah beberapa contoh sayuran yang dipetik langsung dari hutan oleh masyarakat. Banyak jenis -jenis buah dan sayuran yang tidak dikenal masyarakat di perkotaan namun bagi masyarakat Dayak Benuaq yang hidup dekat dengan hutan, buah-buahan dan sayuran tersebut sangat berarti sebagai sumber kalori, protein dan vitamin. Beberapa jenis buah-buahan yang berasal dari agroforestri simpukng dan hutan sekunder dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional Kutai Barat seperti Keliwatn Baccaurea pyriformis, Lemposu B. lanceolata, Luwik B. edulis, Mawooi B. puberula, Pasi B. macrocarpa, Obeeq Artocarpus lanceifolius, Pepuatn A. anisophyllus, Ihau Dimocarpus longan var. malesianus , Ridatn Nephelium mainganyi, Ensapm Bulau Mangifera torquenda, dan Ensapm Payang M. pajang. Pada saat panen beberapa jenis buah dapat diolah untuk menghasilkan minuman tuak seperti Keliwatn Baccaurea pyriformis dan Mawooi B. puberula yang difermentasi di dalam guci besar dan disimpan dalam tanah yang dekat dengan sumber air. Bentuk pengolahan lainnya adalah pemanfaatan buah Dipterocarpaceae untuk bumbu masak seperti kawang Shorea seminis dan Orai S. pinanga untuk bumbu penyedap. Hal di atas mengindikasikan cukup banyak keanekaragaman plasma nutfah berada di tangan peladang tradisional Benuaq. Menurut MacKinnon dkk 2000 sampai sekarang sedikit sekali jenis-jenis tumbuhan asli Kalimantan yang telah dibudidayakan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi produktivitas pertanian. Di antara jenis-jenis tumbuhan, beberapa pohon buah-buahan asli termasuk durian, mangga, jeruk, dan jenis-jenis rotan berpotensi untuk dibudidayakan secara 157 lebih intensif. Disamping itu masih banyak sumber daya plasma nutfah yang berharga, termasuk tanaman pangan dan tanaman industri berpotensi untuk kepentingan tersebut. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Tradisional Keanekaragaman tumbuhan obat tradisional pada masyarakat Benuaq terdiri dari 240 jenis yang tergolong dalam 181 marga dan 87 suku tumbuhan lampiran 8. Suku yang terbanyak dimanfaatkan untuk tumbuhan obat adalah Leguminosae 18 jenis, diikuti suku Palmae 15 jenis, suku Zingiberaceae 13 jenis, suku Gramineae 11 jenis, Rubiaceae 10 jenis, suku Euphorbiaceae 9 jenis, suku Verbenaceae 9 jenis, suku Apocynaceae 8 jenis dan suku-suku lainnya. Pemanfaatan jenis tumbuhan obat tertinggi digunakan untuk pe ngobatan sakit perut 32 jenis dan untuk racun dan anti racun 31 jenis. Pemanfaatan lainnya adalah untuk pengobatan penyakit kulit 21 jenis, infeksi saluran kencing 15 jenis, pengobatan pasca persalinan 14 jenis, demam dan pegal linu 9 jenis, pengobatan gigi dan sariawan 9 jenis. Keseluruhan tumbuhan obat tersebut digunakan untuk mengobati lebih dari 50 macam penyakit yang ditemukan pada masyarakat Benuaq. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional terbanyak dari daun dan pucuk 85 jenis, akar 55 jenis, batang dan kulit batang 43 jenis, buah 18 jenis, bunga 16 jenis dan juga dari getah, kambium, tunas, umbi, dan umbut. Secara rinci katagori penyakit yang dikenal masyarakat dan jumlah jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan pengobatannya ditampilkan pada tabel 17. Secara tradisio nal penggunaan tumbuhan secara langsung untuk pengobatan dan secara tidak langsung untuk bahan-bahan dalam ritual pengobatan. Penggunaan secara langsung seperti penggunaan ramuan beberapa jenis dedaunan untuk pengaturan jarak kelahiran sehingga dalam komunitas rumah panjang tidak terjadi lonjakan pertambahan anggota secara drastis yang dilakukan berdasarkan pengetahuan dari leluhurnya yang diturunkan secara turun temurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengobatan yang dilakukan masyarakat Dayak Benuaq sangat beragam. Sebagai masyarakat tradisional, cara pengobatan yang dilakukan 158 masyarakat Dayak Benuaq pun tidak lepas dari hal-hal yang bersifat magis seperti beliatn dan tawearq. Menurut Purwanto dan Walujo 1993 bagi masyarakat Indonesia di daerah pedesaan, terpencil dan bertempat tinggal di sekitar hutan maka pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatannya bukanlah merupakan hal baru melainkan sudah berlangsung cukup lama. Selanjutnya disebutkan bahwa setiap suku bangsa mempunyai kekhusus an dalam meramu dan memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan obat dan jamu, tergantung dari tingkat budaya dan lingkungan sumber daya alam di sekitarnya. Tabel 17 Penyakit dan jumlah jenis tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan Katagori penggunaan Jumlah jenis Gastrointestinal: sakit perut, diare, masalah pencernaan 32 Ortopedi: rheumatik, patah tulang dan keseleo 6 Lumpuh dan lemah 5 Perawatan dan sakit gigi serta sariawan 9 Persalinan, pasca persalinan, perdarahan 14 Penyakit kulit: bisul dan infeks i 21 Sistem syaraf: demam, pegal dan linu 9 Reproduksi: KB dan kesuburan 2 Aborsi 6 Malaria 4 Tonik: Ibu hamil - Tonik: obat kuat lelaki 8 Asma dan obat batuk 3 Gangguan saluran pernapasan 8 Infeksi saluran kencing 15 Tumor 2 Menstruasi 5 TBC 2 Infeksi telinga 1 Sakit mata 5 Sakit hidung 1 Psychoactive masticators - Contipation Sembelit 2 Perangsang makan 2 Obat luka 6 Racun dan anti racun 31 Tetanus - Kosmetika dan parfum 6 Lain-lain 22 159 Definisi sehat oleh masyarakat Dayak Benuaq tidak berbeda denga n kelompok masyarakat lainnya. Sehat menurut mereka didefinisikan sebagai kondisi ketika badan dalam kondisi mampu melakukan kegiatan tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat dan keragaman jenis tumbuhan obat terbentuk melalui suatu proses sosialisasi turun temurun, yang dipercaya dan diyakini kebenarannya. Menurut pemahaman pemeliatn sebutan untuk ahli pengobatan lokal Benuaq bahwa manusia yang sakit disebabkan karena roh atau jiwanya dicuri atau disandera oleh roh-roh jahat, maka jiwa yang hilang atau disandera itu harus dicari dan ditemukan kembali oleh pemeliatn melalui ritual penyembuhan beliatn. Menurut Suryadarma 2005 masyarakat tradisional melakukan penyembuhan penyakit secara totalitas antara tubuh dan jiwanya. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan pertama-tama bertujuan untuk menghilangkan penyebab metafisik yang tampak sebagai gejala fisik. Fenomena serupa juga tercermin dalam sistem pengobatan usada di Bali. Disamping ritual itu sendiri, para pemeliatn ini mempunyai pe ngetahuan yang banyak tentang tetumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional baik jenis maupun kegunaannya. Dalam konteks ini obat-obatan yang berasal dari tetumbuhan termasuk ritualnya disebut lemu, makanya inti dari etnofarmakologi masyarakat Dayak Benuaq adalah lemu yaitu penge tahuan pengobatan manusia berdasarkan ritual yang berbingkai pemikiran magis-religius. Disini terlihat hubungan yang sangat erat antara obat-obatan medicine, kepercayaan religion dan ide mengenai kekuatan the idea of power seperti yang dikemukakan oleh Foster 1976. Menurut Hopes 1997 magis yang dikenal di Indonesia sebagai ilmu atau dalam bahasa Benuaq disebut lemu, selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Dayak. Kepercayaan-kepercayaan yang disebut agama, hal-hal yang berkaitan dengan roh dan hubungan antara alam manusia dengan roh, tidak berbeda dengan apa yang disebut magis tersebut. Secara umum lemu dikelompokkan 2 katagori yaitu lemu dingin cold magic dan lemu panas hot magic. Lemu dingin adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kesenangan seperti kesehatan, 160 kebugaran, hubungan sosial yang damai dan harmonis, dan ketenangan jiwa. Sedangkan lemu panas merupakan naluri dengan ancaman kekerasan, har ga diri yang terluka dan balas dendam. Selanjutnya lemu panas adalah penyebab penyakit, emosi kemarahan, konflik sosial, indikasi jiwa yang berhati dengki dan suka menggunakan racun. Metodologi pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Benuaq yang masih ditemukan adalah beliatn, tawearq, tumar, awai dan bererukng. Beliatn yaitu metode pengobatan dengan cara ritual pengobatan yang dipimpin seorang pawang belian pemeliatn. Beliatn merupakan cara pengobatan penyakit yang paling banyak dilakukan dari dulu sampai sekarang. Pengobatan ini dilakukan oleh seorang pawang beliatn pemeliatn dengan menggunakan unsur-unsur magis dan religius serta menggunakan ramuan yang bahannya berasal dari beranekaragam jenis tumbuhan dan bagian anggota tubuh binatang. Dalam pengobatan beliatn, pemeliatn akan memanggil roh para leluhur untuk mendapatkan cara pengobatan yang tepat. Kemudian pemeliatn akan membuat ramuan obat dari berbagai jenis tumbuhan dan material lainnya berdasarkan petunjuk yang diperoleh dari roh para leluhur. Metode kedua tawearq yaitu metode pengobatan dengan cara ramuan obat yang terdiri dari bagian tumbuhan dan hewan serta bahan lainnya dimantrai oleh seorang dukun sebelum digunakan oleh si penderita penyakit. Metode ketiga tumar yaitu pengobatan dengan ramuan tumbuh-tumbuhan oleh dukun yang dimaksudkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh gangguan roh-roh halus, sedangkan metode keempat awai adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk mengobati keracunan makanan atau digigit ular bisa ular. Sedangkan metode kelima bererukng yaitu metode pengobatan dengan cara mandi uap dari ramuan berbagai jenis dedaunan. Menurut Massing 1982 salah satu alasan masih berkembangnya metode pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Benuaq adalah kepercayaan kolektif dan subyektif masyarakat Dayak Benuaq mengenai asal dan penyebab penyakit secara mendasar berbeda dengan pengobatan modern. Sehingga banyak masyarakat kurang termotivasi untuk berkonsultasi pada sistem pengobatan modern karena mereka percaya bahwa hal tersebut tidak cukup untuk memecahkan masalah mereka. 161 Meskipun masyarakat Dayak Benuaq percaya pada keefektifan obat dan perawatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan publik, namun masih kurang percaya pada kemampuannya. Mereka tidak akan berobat ke sana jika tidak sembuh dengan cepat dan akan mencari solusi lain karena percaya pada penyebab-penyebab supr a-natural. Disamping menggunakan ramuan obat dari tetumbuhan, pengobatan belian juga disertai dengan pantangan-pantangan dan tabu yang diberikan oleh pemeliatn. Menurut kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Benuaq bahwa selain metode pengobatan belian itu sendiri, maka dengan mematuhi pantangan-pantangan yang diberikan pemeliatn juga termasuk cara penyembuhan penyakit yang tidak kalah pentingnya. Berkenaan dengan hal ini Asy’arie 2004 menyatakan bahwa belian merupakan suatu ritual pengobatan yang secara tidak langsung mengajarkan orang agar selalu patuh menjalankan suatu pantangan karena setiap kali ritual belian dilaksanakan selalu disertai dengan pantangan-pantangan dan tabu terutama bagi si penderita penyakit dan keluarganya. Metode pengobatan bererukng adalah metode pengobatan mandi uap dari dedaunan tumbuhan yang beraroma harum. Metode ini sekarang banyak dikembangkan pada klinik-klinik kecantikan dan kebugaran di perkotaan. Pengobatan ini biasa dilakukan untuk mengobati badan lemah lesu, panas-dingin dan tidak keluar keringat sehingga tidak enak badan. Berbeda dengan pengobatan belian yang dipimpin oleh seorang pemeliatn maka pengobatan dengan metode rerukng bisa dilakukan sendiri oleh orang yang sakit. Bahan yang digunakan adalah daun muda pusook beberapa jenis tumbuhan yang beraroma wangi dan tidak bergetah seperti berimikng Averrhoa carambola, berimikng sentaruk Averrhoa bilimbi, bertiiq Nephelium lappaceum , lenamun Nephelium uncinatum, mukng Blumea balsamifera, selekop Lepisanthes amoena, dan serempolupm Kalanchoe pinnata. Semua bahan tersebut di atas direbus dalam panci hingga mendidih. Selanjutnya orang yang direruk ng jongkok di atas panci tadi dengan tubuhnya dilingkupi dengan tikar rotan lampit dan bagian atas tikar ditutupi dengan kain. Pengobatan ini dilakukan sekitar 20-30 menit sehingga tubuh si sakit mengeluarkan keringat dari 162 sekujur tubuhnya. Selanjutnya setelah keringat kering si sakit kemudian mandi membersih badannya. Secara rinci 240 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat Dayak Benuaq disajikan dalam lampiran 8. Jumlah ini sekitar 35 dari seluruh tumbuhan obat yang pernah dilaporkan oleh Perry 1980 untuk daerah Kalimantan dan sekitar 18 dari jenis tumbuhan obat yang secara pasti diketahui berasal dari hutan tropika Indonesia Sangat dkk, 2000. De Beer dan Mc Dermott 1996 melaporkan bahwa di Asia Tenggara, obat-obatan tradisional menggunakan sekitar 560 sampai 900 jenis tumbuhan asli dari Semenanjung Malaya, Borneo dan New Guinea jumlah ini sekitar 4,5 dari flora asli Asia Tenggara. Banyaknya keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang masih diketahui dengan baik oleh masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa, mengindikasi bahwa masyarakat setempat masih peduli dan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemanfaatan sumber daya tumbuhan sebagai bahan obat. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan untuk Kegiatan Ritual Disamping jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan secara langsung untuk pengobatan suatu penyakit, masyarakat Benuaq juga mengenal berbagai tumbuhan yang bermanfaat untuk kegiatan ritual nikah adat, ritual pengobatan dan ritual kematian. Sebanyak 99 jenis tumbuhan digunakan untuk berbagai keperluan ritual tersebut lampiran 9. Diantara banyaknya jenis tumbuhan ritual tersebut, ada 7 jenis tumbuhan yang selalu digunakan dalam upacara-upacara adat seperti menyambut tamu, upacara pernikahan adat, dan ritual pengobatan. Ketujuh jenis tumbuhan tersebut adalah daun Jie Coniogrammea fraxinea, daun Olupm Holochlamis beccarii Engl. Engl., Paku Parapm Nephrolepis biserratus, daun Peai Galearia filiformis Bl. Boend. , daun Pengo Sarcotheca macrophylla, daun Pepuatn Artocarpus anisophyllus Miq., dan daun Tou Tawai Costus speciosus. Daun-daun tumbuhan ini memiliki legenda dalam budaya masyarakat Benuaq sehingga selalu digunakan untuk memberkati tamu dan pengantin dalam upacara adat serta digunakan juga untuk pengobatan oleh para belian. 163 Keanekaragaman tumbuhan untuk keperluan ritual pada masyarakat Benuaq terdiri 99 jenis yang tergolong ke dalam 90 marga dan 50 suku tumbuhan. Tetumbuhan tersebut terbanyak digunakan untuk ritual belian 58 jenis, d iikuti untuk ritual nikah adat 16 jenis dan tumbuhan anti kutu dan racun 16 jenis. Racun merupakan bagian dari lemu panas hot magic dalam budaya Benuaq untuk mencelakai musuh- musuhnya sehingga racun memiliki arti yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan lainnya adalah untuk kegiatan yang berkaitan dengan ritual padi 11 jenis, ritual mengusir roh jahat dan hantu 10 jenis, dan ritual penyambutan tamu 7 jenis. Bagian yang terbanyak digunakan untuk kegiatan ritual adalah daun 33 jenis diikuti batang 32 jenis, seluruh bagian tumbuhan 19 jenis dan sisanya bagian akar, buah dan biji. Walaupun kecenderungan pada saat ini menunjukkan cara pengobatan tradisional masyarakat Dayak Benuaq mulai berubah seiring dengan kemajuan arus informasi, peningkatan pendidikan, tekanan ekonomi, pertambahan penduduk, gaya hidup baru dan kepercayaan yang datang dari luar. Hal ini membuat pengetahuan mengenai obat tradisional dikhawatirkan akan menjadi semakin langka bahkan hilang dari kebudayaan Dayak Benuaq terutama pada kalangan generasi muda. Menurut Padoch dan Peluso 1996 bahwa perubahan sosial secara cepat dan akulturasi dapat mempengaruhi pengetahuan lokal dan ketertarikan akan penggunaan tumbuhan untuk obat-obatan sehingga masyarakat ini akan memp eroleh kesempatan untuk merubah nilai- nilai lokal setempat. Hal tersebut diperkirakan merupakan dampak dari perkembangan teknologi di bidang farmasi dan aspek kemudahan memperoleh pengobatan dengan menggunakan obat modern. Didukung oleh kepraktisan pelaksanaan pengobatan modern serta sarana dan prasarana yang tersedia saat ini sehingga terjadi perubahan gaya hidup dari tradisional menjadi gaya hidup modern. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Bangunan dan Pertukangan Diperoleh 124 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Benuaq untuk kayu bangunan dan pertukangan yang terbanyak dari suku Dipterocarpaceae 18 jenis, Lauraceae 12 jenis, Poaceae 10 jenis, Palmae 8 jenis dan Leguminosae 6 164 jenis. Keanekaragaman tumbuhan kayu bangunan dan pertukangan pada masyarakat Dayak Benuaq di Muara Lawa secara lengkap disajikan pada lampiran 11. Beberapa jenis kayu pertukangan yang ada di dalam simpukng juga dimanfaatkan untuk bahan bangunan rumah atau pondok seperti dari suku Anacardiaceae, Bombacaceae, Euphorbiaceae, Moraceae, Myristicaceae, dan Verbenaceae. Pada zaman dahulu komponen bahan bangunan yang dalam bahasa Benuaq disebut ruyaq diambil dari pohon-pohon tertentu karena hal ini dibatasi oleh pantangan-pantangan. Secara adat ditetapkan suatu kawasan yang banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon yang baik untuk dijadikan bahan bahan bangunan sebagai kawasan yang dilindungi dan dijaga dengan baik yaitu simpukng ruyaq. Kawasan ini luasnya disesuaikan dengan luas hutan yang mengandung pohon ruyaq tersebut dan masyarakat dilarang membuat ladang di kawasan tersebut. Kawasan ini biasanya terletak tidak terlalu jauh dari kampung karena terbatasnya teknologi angkutan pada saat itu. Beberapa bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah batang, kulit kayu dinding pondok, dan daun untuk bagian atap suku Palmae. Sebagian besar bahan bangunan rumah panjang lou dulunya terbuat dari jenis-jenis kayu berkualitas terbaik, seperti teluyatn Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn., jengan Shorea laevis Ridley, lempukng Shorea spp, ngoiq Dryobalanops lanceolata, dan jenis dipterokarpa lainnya. Secara umum kayu dibagi dua kelompok yaitu kayu keras kayu tokeekng dan kayu lunakkayu yang dapat terapung kayu lomekngkayu lempot. Ulin atau teluyatn Eusideroxylon zwageri dari suku Lauraceae merupakan kayu yang paling berharga di Muara Lawa dan digunakan terutama untuk kontruksi berat. Disamping beberapa jenis dari suku Dipterocarpaceae yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk kayu bahan bangunan seperti jengan Shorea laevis, kahoi S. balangeran, kapur atau ngoiq Dryobalanops spp., kawang S. seminis, tempudou Dipterocarpus spp., lempukng Shorea spp., mengkorau S. leprosula, mentewohok S. johoriensis, tebukng Cotylelobium melanoxylon, dan resak Vatica spp.. Penggunaan kayu bahan bangunan pada masyarakat Dayak Benuaq saat ini hampir tidak dibatasi lagi oleh tabu atau pantangan jenis kayu. Hutan primer dan 165 sekunder merupakan sumber utama kebutuhan penduduk akan berbagai jenis kayu bahan bangunan. Kendalanya adalah letak hutan yang semakin jauh sehingga pengadaan kayu menjadi lebih berat, sehingga masyarakat lebih senang membeli dibandingkan mengambil sendiri ke dalam hutan. Meningkatnya aktivitas pengambilan jenis pohon penghasil kayu bahan bangunan telah memicu musnahnya jenis tumbuhan penghasil kayu berkualitas dari kawasan ini. MacKinnon dkk. 2000 menyatakan bahwa selama 16 tahun terakhir kayu merantih Dipterocarpaceae merupakan 70 kayu bangunan yang dipanen di Kalimantan. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan untuk Teknologi Lokal dan Seni Teknologi lokal disini meliputi berbagai jenis peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, peralatan perang dan berburu, peralatan menangkap ikan, peralatan transportasi, barang pakaian dan serat, berbagai macam barang kerajinan dan seni, dan alat-alat musik tradisional. Data keanekaragaman jenis bahan teknologi lokal dan seni yang digunakan masyarakat Benuaq hanya didata dari jenis peralatan dan bahan yang digunakan untuk membuatnya, sedangkan proses teknologi pembuatannya belum dilakukan. Diperoleh 70 jenis tumbuhan untuk keperluan teknologi lokal dan seni pada masyarakat Benuaq lampiran 12 yang terbanyak dari suku Palmae 20 jenis rotan dan Gramineae 8 jenis bambu. Peralatan dan kerajinan seni tersebut meliputi: 1. Peralatan pertanian Masyarakat Dayak Benuaq berdasarkan pengalaman tradisionalnya mampu memilih jenis-jenis penting untuk keperluan pembuatan peralatan dan kerajinan tangan. Sebagai contoh jenis gading Koilodepas pectinata Airy Shaw digunakan untuk pembuatan hulu ekek parang dikarenakan kayunya keras dan mudah diukir sedangkan untuk pembuatan sarung parang digunakan lalatn Phoebe laevis atau Litsea sp yang sifat kayunya lunak dan ringan. Beberapa peralatan pertanian yang dihasilkan oleh masyarakat lokal adalah: 166 - Ekek yaitu sejenis parang khas Dayak dari logam dan gagangnya terbuat dari kayu gading Koilodepas pectinata, monte bintang Citrus aurantium subspec. aurantifolia dan lain- lain. - Wase beliung dan kapak yaitu alat untuk menebang pohon yang mata tajamnya terbuat dari logam dan gagangnya dari kayu buah bona Garcinia laterifolia, ketuhai Indorochera grifithiana dan lain- lain. - Asakn yaitu tongkat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri untuk membuat lubang tugalan. - Bisatn yaitu kantung anyaman dari rotan yang digunakan untuk wadah bibit padi pada saat kegiatan menugal. - Gentuk yaitu sejenis ani-ani untuk memanen padi ladang. - Gamak yaitu keranjang yang dibuat dari anyaman bambu dan rotan yang diikatkan pada pinggang pada saat panen. - Lamar yaitu keranjang anyaman rotan dan bambu yang lebih besar untuk membawa hasil panen dari ladang ke rumah. - Ladikng penores yaitu pisau untuk menores karet Hevea brasiliensis. 2. Peralatan rumah tangga Masyarakat tradisional Benuaq telah mamp u memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya untuk menjadi barang-barang yang berguna untuk peralatan rumah tangga seperti beberapa barang rumah tangga berikut: - Lewakng atau nyiru yang digunakan untuk menampi gabah dan beras. Lewakng biasanya terbuat dari anyaman bambu dan rotan. - Labu Lagenaria leucantha sebagai tempat air pada zaman dulu. - Ulekan dan centong dari kayu tidu Helicia robusta Roxb. R.Br var. robusta karena kayu ini dipercaya bersifat anti racun. - Ulekan dari pangkal batang rotan. - Parutan kelapa dari cirrus sejenis rotan uwe sidong Calamus ornatus. - Sapu lidi dari lidi saraap Arenga pinnata. 167 3. Peralatan perang dan berburu Masyarakat Dayak yang dulunya terkenal bangsa pengayau hingga saat ini masih menyimpan beberapa benda untuk berperang dan juga digunakan untuk berburu. Bahkan teknologi pembuatan senjata-senjata khas tradisional itupun masih dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat. - Ekek yaitu sejenis parang khas Dayak dari logam dan gagangnya biasanya diukir dari kayu gading Koilodepas pectinata. - Potatn sumpit yaitu senjata khas Dayak yang terbuat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri yang dilobangi. - Soyer anak sumpit terbuat dari bulau Pandanus sp atau Bambusa sp dan bagian belakang atau ekor anak sumpit pimpikng terbuat dari lelutung Alstonia sp. - Selungan wadah anak sumpit dari bambu. - Tumak atau tombak dengan mata tombak dari logam dan gagangnya denaq tumek dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri. - Tameng yang terdiri dari 2 macam: a. Kelebeq yaitu tame ng yang terbuat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri; dan b. Kelokoh yaitu tameng yang terbuat dari rotan. 4. Peralatan menangkap ikan Berbagai jenis peralatan digunakan untuk menangkap ikan dan diuraikan lebih rinci pada bagian berburu dan menangkap ikan. Pada bagian ini hanya diuraikan beberapa pemanfaatan tumbuhan untuk pembuatan alat-alat penangkap ikan antara lain: - Tangkai pancing yang biasanya dibuat dari bambu atau tangkai daun empuratn Salacca affinis. - Berbagai jenis bubuh Buuq dan Kalaq yang terbuat dari rotan dan bambu. - Jenis bulau Pandanus sp digunakan untuk pembuatan bubuh ikan dan sumpit dari bagian akar hawanya yang pada saat segar lebih mudah diolah dan menjadi keras setelah menjadi kering. 168 - Tuba ikan yang menggunakan jenis tumb uhan yang dapat memabukkan ikan seperti tuaq Derris elliptica dan sawikng Dioscorea hispida. 5. Peralatan transportasi Kapal atau perahu yang terbuat dari kayu merupakan alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat pedalaman, selain itu juga digunakan untuk menangkap ikan. Penggunaan kayu sebagai bahan pembuatan perahu atau kapal masih banyak dilakukan oleh masyarakat Benuaq di Kutai Barat. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan perahu atau kapal dewasa ini adalah makin sulitnya memperoleh jenis kayu yang lazim dipakai. Beberapa jenis alat transportasi sungai yang lazim ditemukan di perairan Kutai Barat adalah: - Jukung perahu kecil yang dibuat dari beberapa jenis kayu antara lain: Ayau Litsea spp, tempudou Dipterocarpus spp dan tudak Artocarpus teysmanii. - Ketinting yaitu perahu yang diberi mesin tempel untuk transportasi jarak yang tidak terlalu jauh. Kayu yang digunakan untuk pembuatan perahu ini umumnya dari jenis jengan Shorea laevis dan teluyatn Eusideroxylon zwageri. - Bis air yaitu kapal kayu yang berfungsi sebagai alat transportasi dari Samarinda ke kampung-kampung sepanjang sungai dan anak-anak Sungai Mahakam. Kapal-kapal ini biasanya dibuat pada industri kapal kayu di daerah Kotabangun dan Muara Amuntai. 6. Berbagai macam jenis kerajinan tangan dan barang-barang seni seperti: - Patung-patung belontang yang banyak terdapat di depan rumah masyarakat dibuat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri merupakan bagian yang penting pada upacara ritual kematian. - Tempelaq yaitu peti berukir tempat menyimpan tulang-belulang nenek moyang orang Benuaq yang juga dibuat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri. 169 - Berbagai macam jenis keranjang dari anyaman bambu dan rotan untuk keperluan ritual seperti kelengkang. - Tikar rotan lampit yang dibuat dari beberapa jenis rotan. 7. Berbagai bahan pakaian dan serat. Masyarakat Dayak yang hidup di pedalaman sebelum mengenal bahan pakaian seperti sekarang ini, telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam mengolah tumbuhan dan kulit binatang sebagai bahan pakaian. Informasi dari masyarakat di lokasi penelitian Kecamatan Muara Lawa diperoleh 7 jenis tumbuhan penghasil serat yang umumnya dari suku Moraceae 4 jenis, serta masing- masing satu jenis dari suku Amarylidaceae, Leguminosae dan Connaraceae yang dulunya digunakan sebagai bahan pakaian Lampiran 14. Serat fibre yang berasal dari kulit batang jenis tumbuhan suku Moraceae sangat penting digunakan sebagai tali dan bahan pakaian. Bahan-bahan dari tumbuhan ini dikerjakan secara sederhana sekali yaitu dengan direndam kemudian dipukul-pukul dan selanjutnya dijemur. Bahan yang terkenal untuk pakaian adat tradisional Dayak Benuaq adalah kain tenunan serat daun Doyo Curculigo latifolia. Tumbuhan yang tergolong suku Amaryllidaceae ini merupakan sumber serat yang yang telah lama dikenal oleh masyarakat Dayak Benuaq. Dari tumbuhan inilah masyarakat Dayak Benuaq membuat benang yang kuat untuk ditenun dan diolah menjadi bahan pakaian yang sangat terkenal sampai ke manca negara. Pengolahan dimulai dengan memotong daun Doyo sepanjang 1-1,5 meter dan selanjutnya direndam di dalam air. Setelah daging daun hancur lalu diambil seratnya. Setelah kering serat digosok-gosokkan ke tangan dan kemudian dipintal untuk memperoleh benang yang kuat. Kegiatan menenun masih menggunakan alat tenun tradisional. Ulap Doyo dianggap sebagai tenun ikat yang sangat khas Dayak Benuaq. Motifnya stilasi dari bentuk flora, fauna dan alam mitologi, sebagaimana lazimnya motif hias masyarakat Dayak lainnya. Warna-warna yang khas ditemukan pada tenunan ikat ulap doyo yang tidak dicelup yang merupakan warna asli benang yang meyusunnya. Selanjutnya warna coklat, merah, kuning dan hitam khas ditemukan 170 pada ulap doyo yang dicelup dari bahan alami yaitu dari biji-bijian dan kulit kayu. Tenunan ulap doyo digunakan saat ini dalam upacara-upacara ritual kelahiran, pernikahan, kematian, serta salah satu bentuk barang pemberian hadiah diantara dua pihak keluarga pengantin Dayak Benuaq. Namun pengolahan serat daun Doyo sebagai pakaian tradisional Dayak Benuaq sekarang ini tidak banyak dilakukan. Menurut beberapa tokoh masyarakat kemunduran keahlian tersebut dimulai dengan masuknya barang-barang dari luar. Setelah kemerdekaan bahan pakaian lebih mudah didapatkan sehingga mengurangi kewajiban wanita Dayak Benuaq untuk menenun pakaian bagi dirinya dan keluarganya. Hal ini menyebabkan anak-anak gadis Dayak Benuaq tidak mewarisi keahlian memintal dan menenun dari ibunya sehingga mematikan keahlian tersebut di daerah ini. Namun di beberapa kampung masih ada masyarakat yang mempunyai keahlian tersebut. Diantaranya masyarakat Dayak Benuaq di Tanjung Isui merupakan kelompok masyarakat yang masih aktif mengolah serat tumbuhan ini untuk pakaian tradisional karena didukung oleh kegiatan pariwisata di kampung tersebut. 8. Instrumen musik tradisional. Hanya beberapa alat musik yang dibuat dari kayu atau bambu namun standar yang digunakan untuk menempatkan alat-alat musik tersebut umumnya dibuat dari kayu. Instrumen musik tradisional Benuaq terdiri dari beberapa alat musik yaitu: - Genikng yaitu berupa sebuah gong besar yang digantungkan pada suatu standar. - Glunikng yaitu sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu teluyatn Eusideroxylon zwageri , seperti alat musik saron di Jawa. - Jatung Tutup yaitu gendang besar dengan ukuran panjang 3 meter dan diameter 50 cm. - Jatung Utang yaitu sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Alat musik ini mempunyai 12 kunci tergantung dari atas sampai ke bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan. 171 - Klentungan yaitu alat musik pukul yang terdiri dari 6 buah gong kecil yang disusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah kotak persegi panjang seperti bonang di Jawa. - Toraai yaitu sebuah gong kecil yang digantungkan pada tempat gantungannya. - UdingUring yaitu sebuah kecapi yang terbuat dari bambu Bambusa sp dan batang nyui Cocos nucifera. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Racun dan Penawar Racun Masyarakat Dayak Benuaq yang kehidupannya hingga saat ini masih berhubungan erat dengan kegiatan berburu dan menangkap ikan, sehingga racun memiliki arti yang penting dalam kehidupan sehari- hari. Masyarakat Dayak Benuaq memiliki pengetahuan yang luas mengenai khasiat pohon-pohon dan tumbuhan lain di hutan tropis, termasuk mengenal beberapa jenis tumbuhan yang bersifat racun. Bahan racun yang dikenal masyarakat adalah racun untuk menuba ikan 3 jenis, racun untuk sumpit yang digunakan untuk berburu 2 jenis, racun untuk hewan buruan 10 jenis. Tumbuh-tumbuhan tersebut diperoleh dari tanaman dalam simpukng dan dari hutan. Keanekaragaman jenis tumbuhan racun dan penawar racun pada masyarakat Dayak Benuaq sebanyak 31 jenis disajikan pada lampiran 15. Pada umumnya racun yang digunakan untuk menangkap ikan hanya menggunakan satu jenis tumbuhan saja seperti Tuaq Derris elliptica Wall. Benth.. Tumbuhan merambat dari suku Leguminosae biasa ditanam di pekarangan maupun di bagian ladang simpukng yang terbuka. Untuk mendapatkan getahnya masyarakat menumbuk seluruh bagian tanaman dan dicampur dengan air. Selanjutnya bahan tersebut digunakan untuk menuba ikan yang biasa dilakukan pada musim kemarau. Menurut Hagers dalam Zahorka 2004 di Asia Tenggara ekstrak dari akar tumbuhan ini juga digunakan untuk insektisida, menggugurkan kandungan, dan obat tradisional untuk oxyuriasis, serta diketahui sangat efektif sebagai racun ikan karena substansi aktif yang dikandungnya menghancurkan epitel insang dan menghalangi penyerapan oksigen. 172 Sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat racun sumpit diramu dari beberapa jenis tumbuhan. Formula ini biasanya dirahasiakan dan hanya diberi tahu pada anggota keluarga yang dipercaya. Salah satu bahan yang digunakan adalah getah Siratn Antiaris toxicaria Pers. Lesc. dikenal masyarakat dengan sebutan Ipuh. Getah diperoleh dengan cara melukai kulit pohon dan ditampung dalam suatu wadah, selanjutnya diolah dengan beberapa bahan lainnya dengan cara dimasak seperti bubur selanjutnya dijemur di terik matahari. Selanjutnya digunakan untuk racun pada tombak, anak panah da n sumpit dengan cara dioleskan pada peralatan tersebut. Menurut Hopes 1997 getah ini mengandung strychnine yang dalam kondisi segar dapat membunuh hewan besar setelah 5 menit memasuki pembuluh darah. Masyarakat Dayak Benuaq juga mengenal beberapa jenis tumbuhan yang digunakan untuk penawar racun atau bisa ular, lebah dan tawon seperti Peraro Canarium sp., Munte Citrus sp. dan Kalajempiq Guioa sp.. Bahkan masyarakat Dayak Benuaq terkadang mengenal tumbuhan penawar racun untuk menetralisir jenis racun yang spesifik, seperti Kelebotok Trema orientale untuk keracunan makanan dan siluq malik Diospyros laevigata Bakh. yang digunakan untuk menetralisir racun dari tumbuhan tuaq Derris elliptica. Sehingga masyarakat juga membawa batang dan ranting dari tumbuhan ini ketika menuba ikan untuk digunakan menetralisir air sungai setelah selesai kegiatan menuba. Tidu Helicia robusta Roxb. R.Br var. robusta adalah salah satu tumbuhan yang umum digunakan sebagai penawar racun yang dibuat oleh seseorang untuk mencelakai orang lain . Tumbuhan ini dipercaya masyarakat Dayak Benuaq mempunyai kekuatan untuk menetralisir berbagai jenis racun sehingga batangnya digunakan untuk membuat beberapa peralatan rumah tangga seperti berbagai macam sendok atau selalu dibawa dalam saku dengan maksud menetralisir racun yang mungkin diberikan oleh seseorang. Khusus untuk pengobatan racun terdiri dari beberapa akar, batang dan daun tumbuhan yang secara tradisional dikenal dengan istilah ramuan serentawai. Menurut Hopes 1997 racun rasutn : Benuaq merupakan bagian dari lemu panas hot magic dan mengemukakan tiga alasan mengapa seseorang berniat meracuni orang lain yaitu karena merasa malu atau dipermalukan, 173 cemburu atau iri hati, atau hanya ingin menjajal kemampuan seseorang. Metode yang biasa digunakan untuk meracuni orang adalah melalui pencernaan. Seringkali racun dimasukkan dalam makanan dan minuman atau dioleskan pada piring atau gelas yang akan digunakan oleh korban sehingga seperti suatu ketidak sengajaan. Metode yang lainnya adalah melalui rokok yang ujungnya telah diolesi racun. Kesempatan ini biasanya dilakukan ketika masyarakat makan bersama dalam suatu jamuan, minum kopi di warung atau bertamu ke kampung lain. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan untuk Kayu Bakar Masyarakat di pedalaman Kalimantan pada umumnya masih menggunakan bahan bakar kayu untuk memasak. Kayu bakar selalu diperlukan setiap hari, baik saat tinggal di perkampungan maupun di ladang. Kebutuhan kayu bakar oleh masyarakat Dayak Benuaq sekitar 2,6 m 3 keluargatahun yang umumnya mudah diperoleh dari simpukng dan hutan sekunder di sekitar kampung. Kondisi hutan sekunder dan berbagai praktek agroforestri di sekitar kampung menyediakan cukup banyak kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Hampir semua jenis kayu dapat dijadikan kayu bakar terutama kayu yang keras dan berserat agak lurus sehingga mudah untuk dibelah kecuali beberapa jenis kayu yang asapnya bersifat racun seperti Semayap Nephelium ramboutan-ake Labill. Leenh. , namun masyarakat Benuaq biasa nya lebih menyukai beberapa jenis kayu yang menghasilkan arang dan kualitas api yang baik. Diperoleh 40 jenis tumbuhan yang digunakan untuk kayu bakar oleh masyarakat Benuaq yang terdiri dari suku Anacardiaceae 5 jenis, Dipterocarpaceae 4 jenis, Euphorbiaceae 3 jenis, Fagaceae 3 jenis, Sapindaceae 3 jenis, dan suku-suku lainnya. Keanekaragaman kayu bakar secara keseluruhan disajikan pada lampiran 17. Umumnya dari jenis tumbuhan liar yang banyak tumbuh di sekitar kampung dan hanya 4 jenis yang merupakan tumbuhan budidaya yang dimanfaatkan ranting atau dahannya yang sudah mati sebagai kayu bakar. Beberapa jenis tumbuhan yang disukai untuk kayu bakar adalah Bengkal Nauclea lanceolata, Berencemoq Pternandra coerulescens, Bukuuq Dimocarpus sp, Garak Dillenia excelsa, Ihau 174 Dimocarpus longan var. malesianus Leenh. , Karet Hevea brasiliensis, Kelepapa Vitex pinnata, Ketiau Palaquium sp, Nepoq Ixonanthes sp, Nkodoi Elaeocarpus oxypyren K. et V., Resak Cotylelobium melanoxylon dan Vatica spp, dan Sengkulai Timoneus flavescens karena jenis-jenis tersebut menghasilkan kualitas api yang baik. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Pewarna Sebelum dikenalnya zat pewarna sintetis bahan kimia, masyarakat suku Dayak Benuaq mengenal bahan pewarna alami dari bahan dasar tumbuh-tumbuhan. Pada penelitian ini diperoleh 14 jenis tumbuhan sebagai bahan pewarna yang tergolong ke dalam 12 marga dan 11 suku tumbuhan lampiran 16. Jenis yang terbanyak dari suku Leguminosae 4 jenis, Myrtaceae 2 jenis, dan masing- masing 1 jenis dari Bixaceae, Euphorbiaceae, Liliaceae, Linaceae, Oleaceae, Pandanaceae, Sapindaceae, dan Zingiberaceae. Dalam ritual belian bahan-bahan pewarna ini berguna untuk mewarnai makanan agar memikat seperti buah Bixa orellana untuk warna merah, daun sopaak piaq Archidendron sp untuk warna hitam, Curcuma domestica dan Codiaeum variegatum untuk warna kuning, serta warna hijau yang diperoleh dari daun puput Jasminum sambac dan biowo tonoi Ploemele angustifolia . Bahan-bahan pewarna tersebut juga digunakan dalam mewarnai kain hasil tenunan, jaring ikan, keranjang alat-alat pertanian dan tikar. Jenis tumbuhan pewarna tersebut antara lain Nepok Ixonanthes sp., Semayap Nephelium ramboutan-ake, dan Wai meaq Syzygium chloranthum yang banyak digunakan oleh masyarakat Benuaq untuk mewarnai alat- alat kerajinan tangan dari rotan seperti keranjang dan jala. Salah satu tumbuhan untuk bahan pewarna yang menyolok digunakan oleh masyarakat Dayak Benuaq untuk menghasilkan warna merah adalah buah geligapm Bixa orellana. Tumbuhan ini banyak digunakan untuk mewarnai sarung mandau golok dan pewarna dalam ritual-ritual adat dan pengobatan. Menurut Rehm dan Espig 1987 dalam Sardjono 1995 bahan pewarna dari Bixa orellana merupakan salah satu komoditi ekspor yang berharga dari beberapa negara tropis. 175 Pemanfaatannya cukup beragam antara lain digunakan untuk pewarna makanan dan kosmetika. Keanekaragaman Jenis Tali-temali dan Rotan Tali merupakan bagian penting dalam berbagai hal, karena sebelum mengenal pasak dari paku besi, masyarakat menggunakan tali untuk menyambung bagian- bagian bangunan. Tali juga digunakan untuk mengikat berbagai hal seperti pagar, kayu bakar, alat-alat rumah tangga dan jerat binatang. Tigapuluh jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan tali-temali dan rotan disajikan pada lampiran 18. Jenis terbanyak yang dimanfaatkan adalah dari kelompok rotan. Rotan mempunyai peranan penting dalam membuat berbagai macam peralatan untuk keperluan sehari- hari masyarakat yang bertempat tinggal di tepi hutan seperti masyarakat Dayak Benuaq. Selain digunakan sebagai bahan kerajinan untuk keperluan subsisten, mereka juga menjualnya dalam bentuk batangan. Kecamatan Muara Lawa merupakan salah satu kawasan penghasil rotan terbesar di Kabupaten Kutai Barat sehingga rotan mempunyai peranan penting sebagai sumber ekonomi rumah tangga selain berladang. Harga rotan jepukng Daemonorops crinita Miq. Bl. yang merupakan salah satu jenis rotan yang dihasilkan dari kebun rotan masyarakat saat dilakukan penelitian adalah Rp 5000,- perkilogram. Namun harga rotan tersebut mengalami fluktuasi sesuai permintaan pasar dan tergantung jenisnya. Menurut Dransfield 1988 di kawasan Malesia ini ditemukan tidak kurang 13 marga rotan yang terdiri dari 600 jenis. Jenis rotan yang paling banyak distribusinya adalah di kawasan Peninsular, Malaysia dan Borneo, di mana ditemukan masing- masing 104 dan 151 jenis Jacobs, 1982. Jenis rotan yang paling banyak ditemukan di kawasan Malesia ini hampir setengahnya berasal dari marga Calamus meliputi 20- 25 jenis. Jenis rotan lain yang mempunyai nilai guna adalah berasal dari marga Korthalsia, Daemonorops, Plectocomia dan lain- lain. Ditemukan 22 jenis rotan yang rotan yang mempunyai nilai ekonomi pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa Tabel 18. Jenis-jenis rotan tersebut terdiri dari marga Calamus 12 jenis, Daemonorops 4 jenis, Korthalsia 5 jenis dan Ceratolobus 1 jenis. 176 Tabel 18 Keanekaragaman jenis rotan yang bernilai ekonomi di Muara Lawa No. Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan 1 Uwe Bioengan Daemonorops sabut Becc. Batang 2 Uwe Bioengan Calamus polystachys Becc. Batang 3 Uwe Boyukng Calamus optimus Becc. Batang 4 Uwe Danan Korthalsia rigida Bl. Batang dan umbut 5 Uwe Danan Dakutn Calamus tome ntosus Becc. Batang dan umbut 6 Uwe Danan Lentokng Korthalsia ferox Becc. Batang dan umbut 7 Uwe Ingai Ceratolobus subangulatus Batang 8 Uwe Jahab Calamus trachycoleus Becc. Batang 9 Uwe Jepukng Daemonorops crinita Miq. Bl. Batang 10 Uwe Kehes Calamus rhytidomus Becc. Batang 11 Uwe Kotok Daemonorops angustifolia Griff. Mart. Batang dan umbut 12 Uwe Kotok Boga Daemonorops fissa Miq. Bl. Batang dan umbut 13 Uwe Lalun Korthalsia scaphigera Mart. Batang 14 Uwe Lalun Jengan Korthalsia rostrata Batang 15 Uwe Mea Korthalsia echinometra Becc. Batang 16 Uwe Ngono Calamus manan Miq. Batang dan umbut 17 Uwe Pakoe Calamus pilosellus Becc. Batang 18 Uwe Pelas Lintung Calamus flabellatus Becc. Batang 19 Uwe Pelas Mingay Calamus javensis Bl. Batang 20 Uwe Si’it Calamus marginatus Mart. Batang dan umbut 21 Uwe Sokaq Calamus caesius Bl. Batang 22 Uwe Tuq Calamus scipionum Lour. Batang Produk tanaman rotan yang paling penting adalah batangnya terutama batang yang sudah tua. Rotan yang dipungut adalah rotan masak tebang, dengan umur sekitar enam tahun yaitu ditandai dengan mengelupasnya pelepah yang membungkus batang rotan tersebut. Pemungutan dilakukan pada musim kemarau dengan maksud, untuk menghindari terjadinya pembusukan akar pada rumpun yang ditinggal. Pemungutan dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal dari batang, kemudian ditarik untuk melepaskan pelepah daun yang membungkus batang rotan. Untuk mendapatkan rotan yang baik dan siap untuk dipasarkan sebagai bahan baku industri harus dilakukan pengolahan rutin yaitu pencucian, pengasapan dengan belerang dan pengeringan, namun dua tahap terakhir biasanya dilakukan oleh pengepul rotan. Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping kegunaannya untuk bahan pengikat dan kerajinan, rotan juga menghasilkan produk sampingan lain seperti batang muda 177 umbut untuk sayuran dan akar serta buahnya juga berguna sebagai obat tradisional. Beberapa jenis rotan yang dimanfaatkan masyarakat Dayak Benuaq sebagai bahan obat tradisional adalah We Siit Batuq Calamus marginatus untuk mengobati sakit tulang sendi dan nyeri otot dan We Tu C. scipionum untuk mengobati penyakit TBC dan We Ore Calamus sp. untuk mengobati impoten dan aborsi. Manfaat rotan secara tidak langsung juga menyentuh budaya kehidupan masyarakat Benuaq yang tercermin dari perkembangan daya kreasi dalam bentuk berbagai produk rotan seperti tikar lampit dan berbagai bentuk kreasi keranjang anjat dari rotan serta perabotan rumah tangga lainnya. Desain berbagai produk rotan tersebut awalnya sangat sederhana tetapi sekarang sudah berkembang sangat pesat. Meluasnya pemanfaatan dan perdagangan rotan juga menimbulkan budaya untuk membudidayakan rotan itu sendiri. Upaya pembudidayaan rotan oleh masyarakat Benuaq menunjukkan bahwa budaya masyarakat untuk menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungan telah tumbuh dan berkembang sejak zaman dahulu. Indeks Kepentingan Budaya ICS tumbuhan berguna Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kebutuhan subsistensi lokal dari masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa amat tergantung kepada sejumlah besar jenis tumbuhan di sekitarnya. Secara rinci keanekaragaman jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat Dayak Benuaq dapat dilihat pada lampiran 7-21. Lampiran 22 mendaftarkan semua jenis tumbuhan yang berguna dalam kehidupan masyarakat Benuaq dan nilai Indeks kepentingan budayanya. Secara umum terdapat 468 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 270 marga dari 105 suku yang dimanfaatkan oleh masyarakat Benuaq. Perhitungan Indeks Kepentingan Budaya bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan yang paling penting bagi kehidupan masyarakat. Perhitungannya didasarkan pada nilai kuantitatif dan kualitatif dari jenis tumbuhan, intensitas pemanfaatan jenis tumbuhan dan eklusivitas dari jenis tumbuhan berguna tersebut bagi masyarakat. Evaluasi nilai kepentingan budaya ini merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan. Hal ini akan menunjukkan suatu tingkat kepentingan 178 yang termasuk kedalamnya untuk satu atau beberapa keperluan dan dari yang paling penting hingga yang paling minimal kegunaannya dalam budaya Benuaq. Tabel 19 Katagorisasi nilai ICS tumbuhan berguna pada masyarakat Benuaq No Katagori Signifikansi ICS Σ jenis tumbuhan 1 Sangat tinggi 100 1 2 Tinggi 50 – 99 20 3 Sedang 20 – 49 192 4 Rendah 5 – 19 252 5 Sangat rendah 1 – 4 3 6 Nol 0 - Total 468 Katagorisasi yang tercantum pada tabel 19 di atas dibuat untuk memudahkan analisis dan pemahaman terhadap jenis-jenis tumbuhan berguna yang penting bagi masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa. Berdasarkan katagorisasi tersebut nampak bahwa hanya satu jenis yang memiliki nilai ICS sangat tinggi 100 yaitu padi yang mempunyai nilai sangat tinggi menurut pandangan masyarakat Benuaq. Jumlah tumbuhan yang memiliki nilai ICS katagori tinggi 50-99 sebanyak 20 jenis dan penggunaannya untuk makanan tambahan, kayu pertukangan, teknologi lokal dan keperluan berbagai macam ritual kelahiran, kematian dan pengobatan. Jumlah tumbuhan yang memilik i nilai ICS katagori sedang 20-49 sebanyak 192 jenis dan penggunaannya tumbuhan ini umumnya juga untuk bahan pangan tambahan, bahan bangunan, bahan teknologi dan kerajinan, bahan obat dan bahan ritual. Jumlah tumbuhan yang memiliki katagori ICS renda h 5-19 sebanyak 252 jenis dan penggunaan tumbuhan ini umumnya untuk tumbuhan obat, bahan racun dan anti racun, kayu bakar, dan bumbu. Jumlah tumbuhan katagori ICS sangat rendah 1-4 sebanyak 3 jenis dan penggunaan tumbuh-tumbuhan ini umumnya hanya sebagai makanan yang dimakan secara iseng. Padi mempunyai nilai ICS tertinggi yakni 130 diantara jenis-jenis tumbuhan lainnya. Hal ini karena padi merupakan makanan pokok, bahan minuman dengan proses fermentasi dan pakan ternak. Padi juga merupakan bahan panga n utama untuk ritual dan jenis tumbuhan yang berperanan dalam supernatural atau mitologi yang 179 bersifat magis religius. Nilai tambah lainnya dari padi adalah bahan utama dalam pembuatan kosmetik tradisional pupur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Turner 1988 bahwa semakin banyak kebutuhan penggunaan tumbuhan maka akan semakin besar kepentingan dari tumbuhan tersebut. Jadi tumbuh-tumbuhan yang penting dalam suatu budaya dapat dinyatakan sebagai berguna dalam beberapa pengertian sehingga lebih intensif atau lebih luas suatu tumbuhan digunakan maka semakin besar nilai kepentingan budayanya. Tabel 20 Sepuluh Nilai Indeks Kepentingan Budaya ICS tertinggi pada masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai ICS 1 Pare Oryza sativa L. 130 2 SaraapTuwaq Arenga pinnata Merr. 97 3 Teluyatn Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn. 81 4 Pulut Oryza glutinosa 76 5 Betukng Dendrocalamus asper Schultes f. ex Heyne 68 6 Deraya Knema sp 66 7 Kahoi Shorea balangeran Korth. Burck. 60 8 Uwe Ngono Calamus manan Miq. 60 9 Geligapm Bixa orellana L. 58 10 Jemiyak Metroxylon sago Rottb. 57 Nilai ICS kedua tertinggi diperoleh pada tumbuhan Saraap atau Tuwaaq Arenga pinnata yang memiliki nilai manfaat bahan minuman dari niranya dan bahan makanan tambahan berupa sagu. Pucuknya berguna untuk ornamen dalam kegiatan ritual sedangkan pucuk yang dikeringkan berguna untuk bahan rokok. Akar tumbuhan ini juga berguna untuk obat tradisional rematik sedangkan batangnya berguna untuk lantai pondok. Secara teknologi tradisional ijuk dan lidi dari tumbuhan ini dimanfaatkan untuk pembuatan sapu. Kegunaan jenis ini menunjukkan tingkatan dari yang paling penting hingga yang paling kecil kegunaannya dalam budaya Benuaq. Namun kegunaan tersebut menunjukkan peranannya yang cukup besar karena konsep kegunaan meluas dalam pegertian luas seperti tumbuh- tumbuhan untuk daya tarik, totem dan pelengkap kegiatan ritual. 180 Nilai ICS ketiga diperoleh dari pohon teluyatn Eusideroxylon zwageri memiliki nilai manfaat dari daunnya sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit perut dan batangnya yang mempunyai keistimewaan keras dan kuat sangat banyak dimanfaatkan untuk keperluan kayu pertukangan dan konstruksi jembatan. Kayu yang sangat tahan rayap ini juga banyak dimanfaatkan untuk teknologi lokal terutama ukiran patung dan tempelaq: tempat penyimpanan kerangka nenek moyang. Turner 1988 menyatakan bahwa tumbuhan yang diakui memiliki keistimewaan morfologi atau ekologi akan memiliki tingkat kepentingan budaya yang lebih besar. Jadi, suatu akibat wajar yang mungkin timbul bahwa semakin berguna suatu tumbuhan untuk keperluan yang spesifik maka akan semakin besar nilai kepentingannya seperti kayu teluyatn di atas. Namun sebaliknya suatu jenis tumbuhan yang hanya berguna untuk kayu bakar sudah seharusnya mudah diganti dengan jenis lainnya dan mempunyai nilai kepentingan yang rendah. Secara umum sepuluh jenis tumbuhan yang mempunyai nilai ICS tertinggi pada tabel 20 di atas mempunyai nilai manfaat untuk makanan pokok, makanan tambahan, kayu pertukangan dan kayu bakar, teknologi lokal dan keperluan berbagai macam ritual kelahiran, kematian dan pengobatan yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Benuaq. Pada tingkatan pengertian yang lebih luas, definisi dan konsep manfaat sumber daya tumbuhan adalah berbeda-beda antara budaya yang satu dengan yang lain. Nilai kepentingan budaya ini pun dapat berubah setiap saat karena tumbuhan yang digunakan oleh orang-orang puluhan tahun lalu mungkin hanya diketahui oleh sedikit orang atau tidak sama sekali pada saat ini. O leh karena itu data dan hasil analisis manfaat yang disajikan dalam penelitian ini hanya dapat dilihat dari relevansi lokal, terutama bagi masyarakat Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. 181 Pembahasan Pengetahuan tradisional dan pemanfaaatan sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat Dayak Benuaq perlu terus digali dan dikaji. Kenyataan membuktikan bahwa pengetahuan tradisional tidak sedikit memberikan sumbangannya terhadap kemajuan ilmu dan teknologi. Joshi et al. 2004a memandang pengetahuan lokal sebagai suatu hasil pembelajaran, pemikiran dan persepsi dan suatu dasar untuk prediksi kejadian-kejadian yang akan datang, dimana pemahaman dan interpretasi masyarakat berdasarkan pada beberapa alasan logis menurut nilai kebenaran umum. Apalagi saat ini kita sedang dipacu untuk berlomba dengan kerusakan atau hilangnya sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional yang belum teruji. Adanya pergeseran pola hidup yang dialami juga oleh masyarakat Dayak Benuaq di pedalaman dari pola hidup sederhana ke modern, pertambahan jumlah penduduk dan terbatasnya lahan olahan merupakan beberapa penyebab terjadinya kerusakan sumberdaya hayati tersebut. Hutan telah lama memberi dukungan dan menopang kehidupan masyarakat Dayak Benuaq. Pada umumnya, hasil hutan yang dipungut oleh masyarakat Benuaq bukan merupakan produk utama, tetapi hasil ikutan non -timber forest products. Secara garis besar, hasil hutan ikutan hutan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu tumbuhan dan hewan. Jenis-jenis tumbuhan yang memberi manfaat tersebut sangat beranekaragam dan demikian juga dengan hewan yang akan dibahas pada Bab 6. Pada penelitian ini diperoleh 469 jenis yang tergolong 274 marga tumbuhan dan 105 suku dimanfaatkan oleh masyarakat Benuaq. Berbagai pemanfaaatan jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari adalah untuk bahan pangan, bahan obat-obatan, bahan bangunan, bahan sandang, kayu bakar, bahan seni, bahan kerajinan dan teknologi lokal, bahan pewarna, bahan racun dan anti racun, bahan ritual dan lain- lain. Pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan sumberdaya tumbuhan seperti halnya pengetahuan ritual diturunkan dari generasi ke generasi. Pengetahuan empirik yang terakumulasi dari ratusan tahun pengalaman mereka berinteraksi dengan lingkungan dan sumberdaya alam menunjukkan degradasi yang cukup 182 mengkhawatirkan pada saat ini dan terancam punah akibat perubahan sosio-budaya secara umum yang mempengaruhi nilai- nilai sosial. Misalnya pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional saat ini, dimana pengetahuan yang mendalam mengenai hal tersebut kebanyakan hanya dimiliki oleh orang-orang tua dan para dukun pemeliatn. Pemanfaatan tumbuhan terbanyak untuk keperluan pengobatan baik digunakan sebagai langsung maupun untuk pelengkap ritual pengobatan. Pengobatan tradisional masih berkembang baik dalam masyarakat tradisional Benuaq yang tercermin dari jumlah total tumbuhan untuk pengobatan 240 jenis dan untuk keperluan ritual 99 jenis. Di negara berkembang hingga 80 masyarakatnya bergantung pada obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan Farnsworth et al, 1985. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian galenik atau campur an dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan. Walaupun dunia pengobatan pada saat ini sudah sangat maju pesat, namun demikian bukan berarti pengobatan tradisional dengan memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai ramuan telah menghilang. Secara umum pengobatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Benuaq dapat dikelompokkan tiga cara: 1. Cara rasional: pengobatan dengan ramuan dari berbagai akar dan daun-daunan yang telah diketahui efeknya dari pengalaman berabad-abad lamanya. Metode yang tergolong pada cara ini termasuk metode awai dan bererukng. 2. Cara irasional: usaha penyembuhan lewat upacara-upacara belian untuk mencari dan menemukan jiwa manusia yang disandra atau dicuri roh-roh jahat. Karena dalam pemahaman pemeliatn bahwa manusia yang sakit disebabkan karena roh atau jiwanya dicuri atau disandera oleh roh-roh jahat, maka jiwa yang hilang atau disandera itu harus dicari dan ditemukan kembali melalui ritual belian. 3. Cara campuran rasional dan irasional. Metode yang tergolong pada cara ini adalah tawearq dan tumar Perlu dimengerti oleh pemerintah dan masyarakat di luar komunitas Dayak Benuaq terutama tenaga-tenaga medis yang ditempatkan di Kabupaten Kutai Barat, 183 mengenai kepercayaan-kepercayaan masyarakat secara subyektif tentang asal dan penyembuhan penyakit berdasarkan religi Benuaq. Karena pada kasus-kasus ritual penyembuhan Dayak Benuaq, hal tersebut juga menggambarkan hubungan antara seseorang dengan lingkungannya terganggu –sehingga terdapat penyebab sosiopsikologikal selain yang bersifat badaniah– dan kekurangan kepercayaan akan hal ini akan merusak hubungan antara seseorang dengan komunitas di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hopes 1997 bahwa orang Dayak Benuaq dan Tunjung dalam pola pikirnya selalu mempertanyakan mengenai asal- usul segala sesuatu yang mereka alami dalam kehidupan sehari- hari. Pelaksanaan upacara-upacara adat dan ritual pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Benuaq merupakan hasil budaya yang menarik untuk dilestarikan dalam memperkaya khasanah budaya bangsa. Tradisi religi masyarakat Dayak Benuaq masih kuat dipertahankan sampai saat ini sehingga cenderung terlihat lamban dalam proses perubahan budayanya. Praktek pengobatan tradisional dengan ritualnya yang unik perlu didorong oleh pemerintah daerah karena ritual-ritual tersebut sangat menarik bagi turis lokal dan mancanegara. Dalam rangka pengembangan dan menggalakkan obyek-obyek pariwisata, maka keunikan-keunikan dan ragam adat- istiadat suku Dayak Benuaq yang dikembangkan merupakan salah satu alternatif pengembangan pariwisata seperti yang sudah dilakukan pada masyarakat Benuaq di Kecamatan Tanjung Isui. Kebutuhan subsistensi lokal masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa sanga t tergantung kepada sejumlah besar jenis-jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Perhitungan Indeks Kepentingan Budaya bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan yang paling penting bagi kehidupan masyarakat. Perhitungannya didasarkan pada nilai kuantitatif dan kualitatif dari jenis tumbuhan, intensitas pemanfaatan jenis tumbuhan dan eklusivitas dari jenis tumbuhan berguna tersebut bagi masyarakat. Nilai ICS diturunkan untuk seluruh jenis betul-betul dipertimbangkan dalam setiap kelompok lokal. Suatu daftar disusun terdiri dari 469 jenis dari studi etnobotani pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa Lampiran 22. Tabel tersebut menunjukkan nilai ICS dari jenis tumbuhan yang berguna untuk kebutuhan sehari- 184 hari masyarakat. Hunn 1982 menyatakan bahwa konsep berguna dapat meluas dengan memasukkan tumbuhan spesifik non -use kurang berguna seperti jenis-jenis racun dan gulma. Tumbuhan yang berguna untuk daya tarik jimat atau totem pun dapat diuraikan sebagai tumbuhan berguna dalam pengertian yang lebih luas seperti tetumbuhan yang berperanan dalam mitos. Bahkan adanya pengetahuan informal junk knowledge mengenai tumbuhan yang tidak mempunyai implikasi langsung dalam budaya masih tergolong dalam nilai kepentingan budaya. Hasil perhitungan nilai ICS tersebut diperoleh bahwa padi memiliki nilai kepentingan tertinggi yakni 130. Hal ini karena padi merupakan makanan pokok dan bahan minuman dengan proses fermentasi serta berguna sebagai pakan ternak. Padi merupakan bahan pangan utama untuk kegiatan ritual dan suatu jenis tumbuhan yang berperanan dalam supernatural atau mitologi yang bersifat magis religius. Dengan demikian intensitas penggunaannya sangat tinggi dan digunakan reguler setiap hari oleh masyarakat dan merupakan pilihan utama dan berperanan dalam budaya masyarakat Benuaq yang sebagian besar adalah masyarakat peladang berpindah. Sebagaimana dikemukakan oleh Turner 1988 bahwa perhitungan nilai kepentingan budaya yang didasarkan pada nilai kuantitatif dan kualitatif tumbuhan, intensitas pemanfaatan tumbuhan dan eklusivitas dari jenis tumbuhan dan faktor- faktor tersebut betul-betul berpengaruh dalam mengevaluasi atau mengukur kepentingan suatu takson tumbuhan. Kesimpulan Pengetahuan botani lokal masyarakat Benuaq meliputi pencirian, penggolongan, dan penamaan sederhana, yang pada dasarnya bertujuan memudahkan pengenalanan jenis dan potensi tumbuhan agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Masyarakat Benuaq masih sangat bergantung terhadap sumber daya alam terutama tetumbuhan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari- hari. Pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan yang terdokumentasi dalam penelitian ini sebanyak 469 jenis yang tergolong dalam 274 marga dan 105 suku tumbuhan. Berbagai pemanfaatan jenis tumbuhan adalah untuk bahan pangan 203 jenis, bahan obat-obatan 240 jenis, bahan bangunan 126 jenis, bahan sandang 7 jenis, bahan 185 kayu bakar 40 jenis, bahan seni jenis, bahan kerajinan dan teknologi lokal 70 jenis, bahan kecantikan 15 jenis, bahan pewarna 14 jenis, bahan racun dan penawar racun 31 jenis, bahan ritual 99 jenis dan lain- lainnya. Pemanfaatan tumbuhan terbanyak untuk keperluan pengobatan baik digunakan sebagai langsung maupun untuk pelengkap ritual pengobatan. Pengobatan tradisional masih berkembang dalam masyarakat yang tercermin dari jumlah total tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pengobatan. Kebutuhan subsistensi lokal dari masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa amat tergantung kepada sejumlah besar jenis tumbuhan di sekitarnya dan hasil perhitungan nilai ICS diperoleh padi mempunyai nilai ICS tertinggi yakni 130. Hal ini dapat dipahami karena padi merupakan makanan pokok, bahan minuman dengan proses fermentasi dan pakan ternak. Padi juga merupakan bahan pangan utama untuk ritual dan bahkan salah satu jenis tumbuhan yang berperanan dalam supernatural atau mitologi yang bersifat magis religius. Dengan demikian intensitas penggunaannya sangat tinggi dan digunakan reguler setiap hari oleh masyarakat dan merupakan pilihan utama dan berperanan dalam budaya masyarakat Benuaq. 186 Daftar Pustaka Adu-Tutu, M., K. Asanti-Appih, D. Lieberman, J.B. Hall and M. Elvin-Lewis. 1979. Chewing Stick Usage in Southern Ghana. Economy Botany 33:320-328. Appell, G.N. 1976. Studies in Borneo Societies. Social Process and Anthropological Explanation. Special Report No. 12, Center for Southeast Asian Studies, Univ. of Northern Illinois. Banilodu, 1998. Implikasi Etnobotani Kuantitatif dalam Kaitannya dengan Konservasi Gunung Mutis, Timor. Disertasi, tak diterbitkan. Jurusan Biologi, PPs. IPB, Bogor. Cotton, C.M. 1996. Ethnobotany: Principles and Applications. John Wiley Sons New York, USA. Cox, W.G. 1972. Laboratory Manual of General Ecology. MW. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa. 195 p. Davis, L.S dan K.N. Johnson. 1987. Forest Management. MacGraw Hill Book Company, New York. De Beer, J.H. and M.J. McDermott. 1996. The economic value of non-timber forest products in Southeast Asia. 2 nd edition. Netherlands Committee for IUCN, Amsterdam. Dove, M.R. 1985. Swidden agriculture in Indonesia. The subsistence Strategies of the Kalimantan Kantu. Mouton Publishiers, Berlin, New York, Amsterdam. Dransfield, J. 1988. Prospects for Rattan Cultivation. Advances in Economic Botany 6:190-200 p. Foster, G.M. 1976. Desease Etilogies in Non-Western Medical Systems. J. Am. Anthropol. 784: 773-782. Friedberg, C. 1990. Le Savoir Botanique des Bunaq Percevoir ét classer dans le Haut Lemaknen Timor, Indonesie. Memoires du Museum Nati d’Histoire Naturelle. Bot. Tome 32: 303p. Friedman, J., Z. Yaniv, A. Dafni and D. Palewitch. 1986. A Preliminary Classification of the Healing Potential of Medicinal Plants, based on a Rational Analysis of an Ethnoparmacological Field Survey among Bedouins in the Negev Desert, Israel. Journal of Ethnopharmacology 16:275-287. 187 Grandstaff, S.W. T. B. Grandstaff. 1987. Semi-structured Interviewing by Multidicip. Teams in RRA. KKU Proc.: 69-88. Harrison, T. 1959. World within a Borneo Story. Oxford University Press. Jacobs, M. 1982. The study of minor forest products. Flora Malesiana Bulletin 35: 3768-3782 p. Jessup, T.C. dan Vayda, A.P. 1988. Dayaks and Forests of Interior Borneo. The University Museum Magazine of ArcheologyAnthropology University of Pennsylvania. Expedition 301: 5-17. Johns, T., J. O. Kokwaro and E. K. Kimanani. 1990. Herbal Remedied of The Luo of Siaya District, Kenya: Establishing Quantitative Criteria for Consensus. Economic Botany 44: 369-381. Martin, G. J. 1995. Ethnobotany. Chapman and Hall. London. McNeely, J. A., K. R. Miller, W. V. Reid, R. A. Mittermeier and T. B. Werner. 1990. Conserving the World’s Biodiversity. World Bank, WRI, IUCN, CI and WWF. Washington DC. Michon, G., J. Bompard, P. Hecketsweiler and C. Ducatillion. 1983. Tropical Forest Architectural on Applied to Agroforest in The Humid Tropic, The Example of Traditional Village-agroforest in West Java. Agrofor. Syst. J. 12: 117-129. Padoch, C. and N. Peluso, eds. 1996. Borneo in Transition: People, Forests, Conservation and Development. Oxford University Press, Kuala Lumpur. Perry, L.M. 1980. Medicinal Plants of East and Southeast Asia. London, The MIT Press. Phillips, O. and A. H. Gentry. 1993. The Useful Plants of Tambopata, Peru : I. Statistical Hypothesis Tests with a New Quantitative Technique. Economic Botany 471: 15-22. Phillips, O., A.H. Gentry, C. Reynel, P. Wilkin C. Galves-Durand B. 1994. Quantitative Ethnobotany and Amazonian Conservation. Conservation Biology 81:225-248. Pinedo-Vasquez, M., D. Zarin, D. Jipp and J. Chota. 1990. Use- value of Trees Species in Communal forest Reserve in Northeast Peru. Conservation Biology 4: 405–416. 188 Prance, G.T., W. Balec, B.M. Boom R. L. Carneiro. 1987. Quantitative Ethnobotany and case for Conservation in Amazonia. Conservation Biology 14:296-310. Suryadarma, I.G.P. 2005. Konsepsi Kosmologi dalam Pengobatan Usada Taru Pramana. Journal of Tropical Ethnobiology 21: 65-87 p. Trotter, R. T. and M. H. Logan. 1986. Informant Consensus: A New Approach for Identifying Potentially Effective medicinal Plants. In N. I. Etkin, editor. Plants in Indigenous Medicine and Diet. Redgrave publishing Com., New York. Turner, N.J. 1988. “The Importance of a Rose”: Evaluating the Cultural Significance of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. Royal British Columbia Museum. British. 274p. Zahorka, H. 2004. The Lethal Arrow Poison in the Traditional Tribal Community of Siberut Island, Indonesia The concoction of Tabernaemontana peduncularis, Derris elliptica, and Capsicum species; the active chemical compounds; the extraction procedure, and the toxic effects. Journal of Tropical Ethnobiology Vol. 12: 30-37. Walujo, E.B. 1991. Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat Obat di Daerah Rote Tengah dan Rote Timur: Pemanfaatan dan Masa Depan Pelestariannya. Prosiding Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Zakaria, R. Y. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. WALHI. Jakarta. Zuhud, E.A.M., Ekarelawan, S. Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. P: 1-15. Dalam : Zuhud dan Haryanto Eds. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia.

6. AKTIFITAS BERBURU DAN MENANGKAP IKAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ