PENDAHULUAN Etnoekologi perladangan dan kearifan botani lokal masyarakat dayak benuaq di Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang Suku Dayak merupakan penduduk asli yang menghuni pulau Kalimantan. Secara harfiah ‘Dayak’ berarti orang pedalaman dan merupakan istilah kolektif untuk bermacam- macam golongan suku, yang berbeda dalam bahasa, bentuk kesenian, dan banyak unsur budaya serta organisasi sosial. Pada umumnya masyarakat Dayak adalah peladang berpindah padi huma yang menghuni tepi-tepi sungai di Kalimantan dengan alat transportasi utama adalah perahu, oleh karena itu pula budaya orang Dayak disebut budaya sungai riverin culture. Mereka kebanyakan berada dalam masyarakat rumah panjang, dan tunduk pada hukum adat Hong, 1987; Jessup Vayda, 1988. Dayak Benuaq merupakan salah satu suku Dayak di Kalimantan Timur yang jarang disebutkan dalam literatur populasi Dayak di Borneo, oleh sebab itu hampir tidak dikenal Massing, 1981. Suku ini tergolong ke dalam kelompok Lawangan. Perkampungan mereka terletak di sepanjang anak-anak sungai Mahakam sebelah selatan, yaitu sungai Bongan, sungai Ohong, sungai Jelau, sungai Kelawit, sungai Tuang, sungai Lawa, sungai Kedang Pahu dan sungai Nyuwatan dan juga bagian hulu sungai Teweh di Kalimantan Tengah. Suku Dayak Benuaq bukan hanya kelompok Dayak terbesar di Kabupaten Kutai Barat tetapi juga memiliki lebih banyak adat- istiadat dibanding kelompok Dayak lainnya Mallinckrodt dalam Massing, 1981. Sebagaimana halnya masyarakat Dayak lainnya, masyarakat Dayak Benuaq juga mempraktekkan sistem peladangan yang berpindah-pindah. Sepetak hutan ditebang dan dibakar, selanjutnya ditanami padi di lereng- lereng bukit. Setelah digunakan selama satu atau beberapa musim, lahan itu akan ditinggalkan dan dibiarkan bera, sementara peladang membuka petak lainnya untuk ditanami. Masa bera biasanya berlangsung 10-15 tahun, dan sesudah itu lahan akan dibuka kembali untuk perladangan. Penanaman padi di bukit-bukit secara berpindah swidden agriculture, merupakan tulang punggung ekonomi dan budaya bagi suku Dayak. Cara budidaya padi seperti ini merupakan bentuk utama pertanian di pedalaman Kalimantan Freeman, 1970; Ro usseau, 1977; Chin, 1984. 2 Sistem pendayagunaan sumber daya hutan pada setiap daerah dan suku mempunyai karakteristik yang khas. Perbedaan ini pada akhirnya juga akan mempengaruhi segala kegiatan atau aktifitas manusia dalam hidupnya. Dengan demikian tidak heran jika dijumpai pola kehidupan maupun perilaku yang berlainan di setiap suku. Pemahaman pengetahuan masyarakat lokal tentang tata ruang bertujuan untuk mengetahui tingkat strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingk ungan yang ada di sekitarnya. Selain itu pemahaman ini juga untuk mengidentifikasi aktifitas masyarakat dan menilai pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. Selanjutnya kita dapat pula melihat bagaimana masyarakat mengelola dan memanfaatkan lingkungannya tersebut. Karena sering ditemukan sistem manajemen sumber daya tradisional justru berjalan baik dan efektif dalam penyelamatan lingkungan khususnya pencegahan degradasi kawasan hutan. Teknik pemanfaatan lahan oleh masyarakat Dayak Benuaq tidak hanya dipengaruhi oleh adat-istiadat melainkan kondisi sumber daya alam yang tersedia, kesuburan tanah, teknik perladangan dan sistem kerja. Masyarakat Dayak Benuaq terkenal sangat taat dan berpegang teguh pada ajaran nenek moyang mereka yang diwariskan turun temurun secara lisan. Menurut kepercayaan nenek moyang suku Dayak Benuaq bahwa adanya roh dan kekuatan pada setiap benda. Bahwa mulai dari manusia sampai kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan mempunyai kekuatan gaib. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan kebutuhan sehari- hari dan lingkungannya haruslah sesuai dengan adat dan tata krama yang dicontohkan oleh nenek moyang yang dapat diketahui melalui legenda atau cerita turun temurun yang dipercaya sebagai pesan-pesan tertentu. Pengetahuan masyarakat lokal ini memberikan kesempatan yang berharga bagi kita untuk memahami aspek-aspek ekologi lanskap di sekitar mereka. Apakah sistem peladangan yang mereka lakukan ini menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan hidup di sekitarnya, mengingat adanya pandangan yang tidak tepat mengenai sistem perladangan berpindah masyarakat Dayak sekarang ini. Lebih lanjut sejarah lanskap dapat diketahui dengan baik dan dapat diakses melalui nara sumber dan informan- informan lokal. Dimana informasi ini akan memb antu kita untuk 3 memahami perubahan lanskap masa lalu dan pola-pola vegetasi masa sekarang dan mendatang. Menurut Crevello 2004 sangat penting dilakukan penelitian dan dokumentasi sistem penggunaan lahan oleh masyarakat Dayak Benuaq, yang merupakan salah satu kelompok masyarakat lokal yang menghadapi tekanan dinamika budaya akibat perkembangan Indonesia yang cepat dan desentralisasi sektor kehutanan. Studi etnoekologi ini dilakukan untuk menganalisis dan mengevaluasi secara ekologis aktivitas intelektual dan tindakan praktis yang dilakukan masyarakat Dayak Benuaq sesuai dengan kondisi alamiahnya. Sehingga perspektif studi etnoekologi ini adalah mengeksplorasi bagaimana masyarakat Dayak Benuaq sebagai produser informan menyusun pemikiran corpus dan selanjutnya memanfaatkan praxis tentang produktivitas sumber daya alam 1, kemudian peneliti mempunyai analisis yang didasarkan pada kedua aspek di atas secara ilmiah untuk menilai sistem pengetahuan dari masyarakat Dayak Benuaq tersebut 2. Sehingga analis is dari perbandingan dan konfrontasi antara sistem pengetahuan lokal dengan sistem pengetahuan ilmiah akan diperoleh suatu pembuktian keilmiahan dari sistem pengelolaan lingkungan oleh masyarakat Dayak Benuaq memiliki implikasi yang berarti dalam menangani pengelolaan kelestarian pemanfaatan keanekaragaman hayati di kabupaten Kutai Barat ini. Dalam lingkup kehidupan masyarakat tradisional Indonesia, pemahaman terhadap lingkungan alami seperti yang dilaporkan oleh Walujo 1988 untuk masyarakat Dawan di desa Ainiut kecamatan Insana-Kab. TTU di pulau Timor dan masyarakat Dani di Lembah Baliem Irian Jaya. Persepsi dan konsepsi kedua kelompok suku tersebut dalam mewujudkan tatanan terhadap lingkungannya terlihat pada ketergantungan hidupnya terhadap sumber daya alam yang tersedia yang tercermin dalam berbagai bentuk tatanan adat istiadat yang kuat. Gambaran sehari- hari masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yang harmonis dengan alam lingkungan juga dijumpai dalam Amak Dare Wiriadinata, 1990. Kehidupan tersebut diekspresikan dalam corak ragam hias pada tikar yang menggambarkan sebuah rumah panjang yang terletak di sisi sungai dekat hutan. Penempatan 4 pemukiman ini mengingatkan kita pada peradaban-peradaban kuno peradaban Babilonia di antara sungai Tigris dan Efrat yang senantiasa memilih tepi sungai sebagai lahan yang potensial. Sungai, dalam filosofi masyarakat Dayak Ngaju tidak saja merupakan gambaran sumber-sumber yang terdapat di dalamnya yang dapat memberikan kehidupan tetapi yang lebih utama adalah air sebagai sumber kehidupan. Sedangkan sumber daya hutan digambarkan dengan berbagai macam hewan seperti babi, rusa, burung, beruang dan bermacam-macam pohon buah-buahan untuk sumber makanan. Bukti-bukti Paleoetnobotani menunjukkan bahwa ketergantungan ma nusia terhadap tumbuh-tumbuhan telah diketahui sejak jaman prasejarah Smith, 1986, sehingga peran manusia atau kelompok etnis ini dengan segala tata cara kehidupannya sangat menentukan nasib lingkungan. Oleh karena itu maka perlu ditelaah bagaimana konsep dan pemahaman serta penguasaan pengetahuannya dalam mengolah sumberdaya hayati tadi. Selanjutnya Ellen et al. 2000 menyatakan bahwa pengetahuan dan tradisi masyarakat lokal sering dianggap statis dan tidak berubah, sedangkan kenyataannya mengalami perubahan. Dewasa ini banyak pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dan hewan oleh masyarakat lokal atau pribumi sudah hilang sebelum dicatat atau diketahui peneliti. Dilain pihak timbul gerakan untuk kembali ke alam back to nature, diantaranya upaya memanfaatkan kembali sumberdaya nabati alami, misalnya penggunaan obat tradisional, kosmetik, pewarna dan lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya pengetahuan pemanfaatan tumbuhan dan hewan tersebut secara tradisional dimana hal tersebut merupakan informasi yang sangat berharga untuk pelestarian pemanfaatan keanekaragaman sumberdaya hutan. Perumusan Masalah Hutan merupakan penghidupan bagi masyarakat tradisional Benuaq dan oleh karena itu kerusakan hutan menyebabkan ancaman langsung bagi kehidupan mereka. Mereka bergantung pada hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti pangan, papan, obat-obatan, barang-barang perdagangan, dan berbagai keperluan lainnya. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan memanfaatkan beranekaragam jenis 5 tumbuhan baik dari hutan primer maupun hutan sekunder. Latar belakang sosial- ekonomi-budaya manusia dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam memperlakukan alam lingkungan sekitarnya. Hal di atas mendasari penelitian etnoekologi pada masyarakat Benuaq ini Gambar 1. Apakah kearifan lokal dan pengelolaan sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat Benuaq penting dan dapat mendukung konservasi keanekaragaman biologi yang sekaligus merupakan bagian terintegral dari dinamika perubahan ekosistem di Kabupaten Kutai Barat? Informasi mengenai pengetahuan lokal Benuaq local knowledge belum tergali dan sangat sedikit publikasi yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tersebut sehingga sangat perlu untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Benuaq yang mulai terdegradasi seiring dengan degradasi keanekaragaman hayati di Kabupaten Kutai Barat. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana, keterbelakangan dalam teknologi, dan konflik yang timbul karena ketidakadilan pemberian hak dalam pengelolaan sumberdaya hutan menyebabkan perubahan aspek sosial-budaya-ekonomi masyarakat Benuaq dalam mengelola sumber daya alam. Uraian di atas menunjukkan bahwa studi ini sangat penting dan diharapkan dapat memberikan suatu bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan Kabupaten Kutai Barat. Tujuan Penelitian Penelitian ini menguraikan mengenai berbagai bentuk dan praktek tradisional pengelolaan sumberdaya hutan, serta peranan pengetahuan, kearifan dan kelembagaan lokal yang telah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Dayak Benuaq. Secara umum bertujuan untuk mengetahui totalitas pengetahuan masyarakat Benuaq dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungannya dalam konteks konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dengan tujuan khusus berdasarkan topik penelitian ini adalah: 1. Mengungkapkan sistem kategorisasi tata ruang hutan, tanah dan tanaman dalam budaya masyarakat Dayak Benuaq. Secara etik dilakukan analisis 6 hubungan antara masing- masing satuan lingkungan dengan melibatkan aktifitas kegiatan masyarakat penghuninya. 2. Mengungkapkan pengetahuan lokal masyarakat Dayak Benuaq tentang lingkungan hidupnya berkaitan dengan sistem perladangan berpindah dari perspektif mereka sendiri dan perspektif ekologi. 3. Mengetahui dinamika vegetasi yang diakibatkan oleh aktivitas perladangan berpindah yang dilakukan masyarakat Dayak Benuaq dengan melakukan analisis vegetasi pada setiap satuan lingkungan untuk memperoleh gambaran tentang dinamika ekosistem. 4. Mengungkapkan pengetahuan lokal tentang keanekaragaman tumbuha n dan pemanfaatannya me liputi inventarisasi dan pengenalan jenis-jenis tumbuhan oleh masyarakat Dayak Benuaq. Melakukan identifikasi untuk memperoleh nama ilmiah dari tetumbuhan tersebut dan analisis tingkat kepentingan suatu jenis tumbuhan ICS dalam kehidupan masyarakat Benuaq. 5. Mengungkapkan aktifitas berburu dan menangkap ikan yang mendukung keberlanjutan sistem perladangan berpindah masyarakat Dayak Benuaq. Manfaat Pe nelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat melengkapi data ilmiah mengenai suku-suku yang ada di Kalimantan Timur khususnya data mengenai masyarakat Dayak Benuaq yang meliputi: sistem kategorisasi tata ruang hutan, tanah dan tanaman dalam budaya masyarakat Dayak Benuaq; lingkungan hidup berkaitan dengan sistem perladangan berpindah dari perspektif mereka sendiri dan perspektif ekologi; dinamika vegetasi yang diakibatkan oleh aktivitas perladangan berpindah tersebut; dan pengetahuan lokal tentang keanekaragaman tumbuhan dan pemanfaatannya meliputi inventarisasi dan pengenalan jenis-jenis tumbuhan oleh masyarakat Dayak Benuaq. Data tersebut diharapkan memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya 7 alam dan melestarikan lingkungan serta mengembangkan pertanian dan agroforestri unggulan pada masyarakat Benuaq yang berakar dari dalam sistem budaya mereka sendiri. Gambar 1 Kerangka penelitian etnoekologi dan pengetahuan botani lokal d i Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat. Latar belakang sosial-ekonomi-budaya manusia dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam memperlakukan alam lingkungan sekitarnya Pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan pertanian yang mengakar dalam sistem budaya masyarakat Dayak Benuaq di Kutai Barat Katagorisasi tata ruang lahan, hutan, dan tanaman dalam budaya masyarakat Benuaq Perladangan berpindah ditinjau dari sudut ekologis dan sosial ekonomis Gangguan dan suksesi ekosistem hutan INP Kurangnya informasi tentang pemanfaatan sumber daya alam nabati dan hewani Aktifitas perladangan berpindah dalam budaya masyarakat Benuaq Pemanfaatan dan eksploitas i sumber daya alam dalam kehidupan kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Benuaq Perubahan lingkungan biofisik dan penyesuauian diri terhadap lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup oleh masyarakat Benuaq. Menggali pengetahuan botani lokal tentang pemanfaatan tumbuhan ICS dan hewan Pengetahuan tentang lingkungannya berkaitan dengan aktifitas perladangan 8 Daftar Pustaka Chin, S.C. 1984. Kenyah tops and top playing, an integral part of the agricultural cycle. Sarawak Mus. J. 33: 33-53. Crevello S. 2004. Dayak Land Use Systems and Indigenous Knowledge. J. Hum. Ecol. 162: 69-73. Ellen, R., Parks, P. and Bicker, A. 2000. Indigenous Environmental Knowledge and its Transformation. Hardwood Academic Publishers, Australia, Japan, Germany, Malaysia. Freeman, J.D. 1970. Report on the Iban. The Athlone Press. Hong, E. 1987. Natives of Sarawak, Survival in Borneo’s Vanishing Forest. Institut Masyarakat, Malaysia. Jessup, T.C. dan Vayda, A.P. 1988. Dayaks and Forests of Interior Borneo. The University Museum Magazine of ArcheologyAnthropology University of Pennsylvania. Expedition 301: 5-17. Massing, A.W. 1981. The Journey to Paradise: Funerary Rites of the Benuaq Dayak of East Kalimantan. Borneo Research Bulletin 132: 85-104. Rousseau, J. 1977. Kayan agriculture. Sarawak Mus. J. 25:129-156. Smith, C.E.Jr. 1986. Import of paleoethnobotanical facts. Econ. Bot. 40:267-278. Walujo, E.B. 1988. Les Ecosystemes Domestiques par l’Homme dans l’Ancien Royaume Insana-Timor Indonesie. These de Doctorat de l’Universite Paris VI Pierre et Marie Curie. France. Wiriadinata, H. 1990. Amak Dare, on ornamental sleeping- mat of the Ngaju, Central Kalimantan. Borneo Research Bulletin 222: 95-98.

2. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN