Habitat dan Tingkah Laku Kepiting Pasir

Gambar 2. Hippa ovalis Sumber : crust.biota.biodiv.tw 2012

2.2 Habitat dan Tingkah Laku Kepiting Pasir

Kepiting pasir termasuk kedalam subfilum crustacea, yang secara umum berkerabat dengan udang shrimp, kepiting crab, lobster, dan teritip barnacle. Hewan ini mempunyai struktur tubuh yang sangat khas yaitu bulat. Secara umum kepiting pasir dilengkapi dengan karapas dan dua antena seperti sisir yang berbentuk huruf „V . Kedua antena ini digunakan untuk menangkap makanan. Makanan kepiting pasir adalah plankton dan detritus yang terbawa dalam air, sehingga sering disebut filter feeder Wenner 1977. Keberadaan makanan kepiting pasir ada pada saat laut tenang. Selain itu, kepiting pasir hanya memakan makanan yang segar yang dibawa ke arah pantai oleh angin. Pada tahun 1970 dilakukan penelitian yang memberikan informasi yaitu pada bulan september, kepiting pasir memakan goat fish Subramoniam 1981 in Deglado Defeo 2006 Kepiting pasir memiliki sifat memendamkan diri dalam pasir untuk menghindari predator dan menyimpan energi Mc Gaw 2005 in Boere 2011. Kepiting pasir menggali pasir menggunakan uropod dan keempat pasang kaki. Seringkali muncul ketika tersapu gelombang pasang, dan memendamkan diri ketika gelombang surut sehingga hanya antena saja yang terlihat. Antenna pada kepititng 6 pasir berfungsi sebagai penyaring plankton dan detritus-detritus yang terbawa oleh gelombang pasang surut Beries 1980 in Perez 1999. Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi kelimpahan ataupun struktur suatu jenis biota Nybakken 1988. Karakteristik pantai ada bermacam-macam yaitu pantai berpasir, pantai berbatu, dan pantai berlumpur. Menurut Dahuri 2003, pantai di Indonesia secara morfologi terbagi menjadi tujuh yaitu : pantai terjal berbatu, pantai landai dan datar, pantai dengan bukit pasir, pantai beralur, pantai lurus di daratan pantai yang landai, pantai berbatu, dan pantai yang terbentuk karena erosi. Faktor utama yang mempengaruhi keanekaragaman dan distribusi suatu biota yaitu substrat, organik, oksigen terlarut, pH, salinitas, dan suhu. Odum 1971 in Efriyeldi 1999 menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung dapat mempengaruhi substrat dasar perairan. Nilai pH substrat erat hubungannya dengan bahan organik substrat, jenis substrat dan kandungan oksigen. Derajat keasaman pH akan mempengaruhi daya tahan organisme dan reaksi enzimatik. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan dan juga pola penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0-40 o C. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adapatasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran total 0-40 o C Nybakken 1988. Pengaruh suhu secara langsung dapat dilihat dari kemampuannya mempengaruhi laju fotosintesis dari tumbuh- tumbuhan dan juga proses fisiologi hewan. Suhu di daerah intertidal dipengaruhi oleh suhu udara selama periode berbeda-beda. Suhu di daerah intertidal mempunyai kisaran yang luas, baik secara harian maupun musiman. Organisme dapat mati apabila pasang surut terjadi ketika suhu udara minimum daerah sedang-kutub atau ketika suhu udara maksimum tropik, sehingga batas tropik dapat terlampaui. Suhu permukaan laut di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 C-31 C Nontji 1993 in Hasyim et al. 2010. Tingginya nilai suhu permukaan laut di perairan Indonesia disebabkan oleh posisi geografi Indonesia yang terletak di wilayah ekuator yang merupakan daerah penerima panas matahari terbanyak Hasyim et al. 2010. 7 Perubahan salinitas yang terjadi di zona intertidal dipengaruhi oleh terbukanya zona intertidal pada saat pasang turun dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat. Hal ini dapat menyebabkan salinitas akan menurun. Pada keadaan tertentu, penurunan salinitas akan melewati batas toleransi yang akan menyebabkan organisme mati. Selain terbukanya daerah intertidal, pasang surut juga erat kaitannya dalam mempengaruhi perubahan salinitas. Daerah yang menampung air laut ketika pasang turun dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas. Sebaliknya, kenaikan salinitas akan terjadi pada saat siang hari saat penguapan sangat tinggi Nybakken 1988. Kadar salinitas yang diperlukan untuk bertelur dan untuk pertumbuhan berbeda. Salinitas untuk kepiting pasir yang bertelur lebih kecil dibandingkan untuk kepiting pasir yang sedang tumbuh Begon et al 1990 in Bakir et al. 2009 Kondisi lingkungan perairan laut memiliki pH yang bersifat relatif stabil dan dalam kisaran yang sempit yaitu antara 7,5-8,4 Nybakken 1988. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi, selain itu jika pH dalam suatu perairan rendah maka dapat menghambat laju reproduksi organisme perairan Affandi Tang 2002.

2.3 Pertumbuhan Kepiting Pasir