Pertumbuhan Kepiting Pasir Siklus Hidup dan Reproduksi Kepiting Pasir

Perubahan salinitas yang terjadi di zona intertidal dipengaruhi oleh terbukanya zona intertidal pada saat pasang turun dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat. Hal ini dapat menyebabkan salinitas akan menurun. Pada keadaan tertentu, penurunan salinitas akan melewati batas toleransi yang akan menyebabkan organisme mati. Selain terbukanya daerah intertidal, pasang surut juga erat kaitannya dalam mempengaruhi perubahan salinitas. Daerah yang menampung air laut ketika pasang turun dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas. Sebaliknya, kenaikan salinitas akan terjadi pada saat siang hari saat penguapan sangat tinggi Nybakken 1988. Kadar salinitas yang diperlukan untuk bertelur dan untuk pertumbuhan berbeda. Salinitas untuk kepiting pasir yang bertelur lebih kecil dibandingkan untuk kepiting pasir yang sedang tumbuh Begon et al 1990 in Bakir et al. 2009 Kondisi lingkungan perairan laut memiliki pH yang bersifat relatif stabil dan dalam kisaran yang sempit yaitu antara 7,5-8,4 Nybakken 1988. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi, selain itu jika pH dalam suatu perairan rendah maka dapat menghambat laju reproduksi organisme perairan Affandi Tang 2002.

2.3 Pertumbuhan Kepiting Pasir

Pertumbuhan merupakan perubahan baik panjang, berat, maupun volume dalam waktu tertentu. Pertumbuhan ada yang disebut dengan pertumbuhan mutlak. Pertumbuhan mutlak yaitu selisih rataan bobot akhir dengan bobot awalnya Effendi 2005. Ciri pertumbuhan yaitu terjadi perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Pertumbuhan terjadi diberbagai stadia. Stadia larva terjadi perubahan bentuk dan ukuran. Stadia remaja terjadi perubahan panjang dan model hubungan panjang dan berat. Stadia dewasa terjadi perubahan energi untuk pematangan gonad dan alat reproduksi. Stadia tua terjadi perubahan untuk pemeliharaan tubuhnya Effendi 2005. 8 Hubungan panjang karapas dan bobot dapat digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kepiting pasir. Dalam biologi perikanan hubungan panajng dan berat berguna untuk mengkonversi persamaan pertumbuhan panjang kedalam persamaan pertumbuhan bobot yang berguna untuk membuat model stok assesmen dan mengestimasi stok biomassa dari ukuran sampel terbatas Binohlan Pauly 1998; Koutrakis Tsikliras 2003; Valle et al. 2003; Ecoutin et al. 2005 in Nurdawati 2010

2.4 Siklus Hidup dan Reproduksi Kepiting Pasir

Pada umumnya, siklus hidup kepiting pasir yaitu telur – protozeoa – zoea – megalopa – juvenil – dewasa. Hanson 1965 menyatakan bahwa kepiting pasir memiliki daur hidup yang relatif lama. Daur hidup kepiting pasir dimulai dari embrio kemudian menjadi zoea yang kemudian berkembang menjadi megalopa, kemudian berkembang menjadi kepiting pasir remaja juvenile yang berakhir dengan menjadi kepiting pasir dewasa. Daur hidup kepiting pasir dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Daur hidup kepiting pasir Sumber : Hanson 1965 Kepiting pasir mempunyai 8-11 stadia larva dan selama stadia itu mereka berada di lepas pantai off shore. Ketika sudah mengalami stadia larva, mereka kembali ke pantai dan memasuki fase recruitment. Di daerah sub tropis, recruitment terjadi sepanjang tahun, namun jumlah terbesar terjadi pada saat musim panas dan musim gugur FMSA 2007. Di daerah tropis, hasil penelitian Ansell et al. 1972 in 9 Phasuk Bonruang 1975 fase recruitment terjadi pada bulan Februari dan Maret. Hasil penelitian Phasuk Bonruang 1975 yang dilakukan di pantai Thailand menunjukkan kelimpahan maksimum kepiting pasir betina pada bulan Juni, sedangkan jantan terjadi pada bulan April. Hasil penelitian Hanson 1965 menyatakan bahwa kisaran parameter lingkungan yang mempengaruhi larva kepititng pasir yaitu suhu 25,5 o serta salinitas 34,45 - 35,8 . Di daerah sub tropis, kepiting pasir dapat ditemukan sepanjang tahun dengan jumlah besar ditemukan pada musim semi sampai musim gugur. Saat musim dingin, mereka berada di dalam pasir lepas pantai off shore dan kembali ke pantai saat musim semi. Musim reproduksi terjadi pada bulan Februari sampai bulan Oktober, Kepiting pasir betina dapat menghasilkan 50-45.000 butir telur per siklus FMSA 2007. Kepiting pasir merupakan hewan diocieous. Meskipun demikian ada jenis tertentu yang merupakan hermaprodit protandri. Jenis yang termasuk kedalam jenis kepititng pasir hermaprodit yaitu Emerita asiatica Subramoniam 1981 in Deglado dan Defeo 2006. Subramoniam 1981 in Deglado dan Defeo 2006 menyatakan bahwa musim kepiting pasir untuk bertelur yaitu pada bulan september – desember. Hal ini terjadi pada saat air tenang. Menurut Nikolsky in Effendi 2005 fekunditas dibagi menjadi tiga yaitu fekunditas mutlak, fekunditas nisbi, dan fekunditas total. Fekunditas mutlak yaitu jumlah telur masak sasaat sebelum memijah. Fekunditas nisbi yaitu jumlah telur per satuan panjang atau berat. Fekunditas total yaitu jumlah seluruh telur yang dihasilkan selama satu siklus produksi atau dari awal sampai akhir. Metode untuk menghitung fekunditas terbagi menjadi dua yaitu metode sensus langsung dan metode volumetrik. Trijoko 1988 in Mursyidin 2007 melaporkan bahwa kepiting pasir di pantai selatan Yogyakarta mempunyai fekunditas antara 1.410–11.983 butir telur yang berbanding lurus dengan panjang dan lebar karapas serta berat tubuhnya. Hanson 1965 mengatakan ciri warna telur untuk stadia pertama yaitu berwarna kuning telur dan minimum panjang karapas untuk bertelur yaitu pada saat panjang karapas berukuran 11,5 milimeter. Pada stadia selanjutnya warna akan menjadi transparan yang kemudian akan berkembang menjadi embrio. 10 Perkembangan embrio terjadi selama 15-21 hari. Bakir et al. 2009 membagi stadia telur ordo Decapoda menjadi 3 stadia seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Stadia telur ordo decapoda Sumber : Bakir et al. 2009 3. 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian