Tujuan Penelitian Sifat Botani Tanaman Katuk Sauropus androgynus L.Merr

pada studi kemungkinan efek samping akibat mengkonsumsi ekstrak dan fraksi DK sejak bunting sampai 10 hari postpartus, melalui pengamatan histopatologi organ hati dan ginjal tikus.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan informasi tentang kemungkinan adanya efek samping toksik dari mengkonsumsi daun katuk melalui pengamatan gambaran histopatologi hati dan ginjal. 2. Mengetahui gambaran histopatologi organ hati dan ginjal pada tikus yang mengkonsumsi ekstrak etanol EtOH, fraksi hexan FH, fraksi etil asetat FEtc, dan fraksi air FH 2 O DK. 3. Menentukan kemungkinan ekstrak atau fraksi yang menimbulkan efek samping rendah terkait dosisnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman katuk Sauropus androgynus L.Merr. merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan penggunaannya sebagai tanaman obat di Indonesia dan Malaysia Wang dan Lee 1997. Tanaman ini juga dapat tumbuh di negara-negara seperti Cina, Vietnam, Philipina, dan juga Malaysia Setyowati 1997 dan Suprayogi 2000. Tanaman ini juga digunakan sebagai sayur-mayur oleh masyarakat bagian Asia Barat dan Asia Tenggara Bender dan Ismail 1975, dalam Suprayogi 2000. Selain untuk sayur-mayur, tanaman katuk juga dimanfaatkan sebagi obat tradisional pada masyarakat India Padma Vathi dan Rao 1990. Bebeda dengan negara Taiwan, tanaman katuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pengobatan pada penyakit hipertensi, hiperlipidemia, konstipasi, dan pengontrol berat badan Ger et al. 1997. Tanaman katuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Tanaman katuk Anonim 2004.

1.1 Sifat Botani Tanaman Katuk Sauropus androgynus L.Merr

Menurut Tjitrosoepomo 2007 katuk dalam taksonomi tumbuhan termasuk dalam golongan : Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledonae Anak kelas : Monoclamydae Apetalae Bangsa : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Sauropus Spesies : Sauropus androgynus Di daerah Jawa, tanaman katuk sering disebut babing, katuken, sedangkan di sunda disebut katuk. Berbeda dengan di Madura, tanaman katuk disebut kerakur Anonim 1992. Ada 3 jenis sauropus yang dikenal di daerah Jawa yaitu Sauropus androgynus L.Merr atau katuk, Sauropus rhammoide B 1 atau katuk badak, dan Sauropus machrantus hassk Prajogo dan Santa 1997. Beberapa laporan menyebutkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam tanaman katuk yaitu energi 59 kal, protein 4,8, lemak 1,0, Ca 204 mg, fosfor 83 mg, besi 7,0, vitamin A 10,370 SI, Vitamin B 0,10 mg, Vitamin C 239 mg, dan air 81,0 Depkes 2007. Menurut Sukendar 1997, daun katuk merupakan daun tunggal yang diketiaknya terdapat bunga, memiliki daun tunggal, dengan jumlah daun bercabang 11-21 helai. Warna pada permukaan atas daun hijau dengan bercak putih dan permukaan bawah berwarna hijau muda. Tepi daun rata, pangkal tumpul, dan ujungnya lancip. Bunga jantan seperti iwang dengan kelopak dan mahkota masing-masing berjumlah 3, berwarna hijau kemerahan, saling berlekatan, tebal dan berdaging. Benang sari 6 buah dengan serbuk sari berwarna putih kekuningan. Bunga jantan mempunyai kelopak dan mahkota serupa, masing-masing berjumlah 3, berwarna merah kecoklatan, berlepasan, tidak mudah luruh, dan menempel pada buah. 1.2 Manfaat Daun Katuk Katuk merupakan tanaman yang banyak dikonsumsi sebagai sayuran oleh masyarakat di pulau Jawa. Daun berikut bagian pucuk batang termasuk salah satu sayuran yang sangat digemari dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh kaum ibu yang sedang menyusui karena mengandung nutrisi yang berguna bagi tubuh. Mengkonsumsi daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI Suprayogi 2000. Tanaman katuk telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Bali sebagai tanaman obat keluarga TOGA, pelancar Asi, bahan makanan, dan tanaman hias Sumantera 1997. Sebagai bahan makanan, katuk dikenal sebagai sumber vitamin A dalam bentuk karoten sebanyak 10 mg100 g daun segar, vitami C sebanyak 164 mg100 g daun segar, protein 6,4 mg100 g daun segar, dan thiamin 0,1 mg100 g daun segar Yuliani dan Marwati 1997. Mahyudin 1986 mengatakan bahwa tanaman katuk juga dikenal sebagai jamu atau obat tradisional, sehingga dipercaya orang bahwa daya tahan tubuh selama sakit dapat meningkat dengan pemberian daun katuk. Selain itu daun katuk juga terbukti memiliki khasiat antara lain sebagai obat bisul dan borok dan juga mampu memperbaiki fungsi pencernaan serta metabolisme tubuh Suprayogi 1995. Air rebusan dari akar tanaman ini dapat menurunkan panas tubuh pada saat demam dan juga melancarkan air seni, sedangkan akar tanaman yang digiling digunakan sebagai obat luar untuk frambusia Heyne 1987. Pemberian sediaan infusium daun katuk sebesar 10 dan 15 secara oral dapat meningkatkan produksi air susu mencit pada percobaaan secara nyata. Diduga kandungan senyawa aktif dari daun katuk serupa dengan hormon steroid diantaranya prolaktin dan oksitosin Agil 1991, dalam Suprayogi 2000. Suprayogi 1995 telah membuktikan bahwa pemberian suspensi daun katuk mampu meningkatkan kecernaan terhadap pakan, diantaranya bahan kering, protein, dan lemak serta dapat menyebabkan terjadinya metabolisme glukosa di hati dan peningkatan absorbsi glukosa di dalam saluran pencernaan. Santoso dan Sartini 2001 juga mengemukakan, dengan pemberian daun katuk dalam pakan ayam broiler sebagai tambahan mampu mengurangi akumulasi lemak tubuh sehingga kadar kolesterol karkas semakin berkurang. Lebih lanjut diketahui bahwa pemberian daun katuk juga dapat mempercepat usia dewasa kelamin pada ayam dan rataan konversi pakan yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi telur. Desni 2005 melaporkan bahwa penambahan daun katuk sebesar 15 dalam pakan ayam petelur memperlihatkan efek positif bagi peningkatan kualitas karkas, peningkatan berat kuning telur, dan vitamin A serta menurunkan kadar kolesterol pada kuning telur hingga mencapai 16,82 serta peningkatan hormon ekstradiol. Suprayogi 2000 juga melakukan pengamatan efek farmakologis dan toksisitas ekstrak alkohol daun katuk pada kambing laktasi. Pemberian ekstrak alkohol daun katuk selama 14 hari dengan dosis 1,89 ghari mampu meningkatkan produksi air susu kambing laktasi yang diikuti dengan kualitas air susu yang tetap stabil. Suprayogi 2002 juga mengungkapkan dalam pengujian toksisitas akut pada tikus putih Wistar terhadap penentuan nilai LD50 menggunakan sediaan teh katuk sebesar 36,68 gramkg bb dengan kisaran dosis lethal antara 28,14 - 58,12 gramkg bb menunjukkan efek non toksik. Suprayogi 2000 melaporkan bahwa dengan pemberian secara oral sediaan daun katuk kering giling sebanyak 7,44 ghari pada kambing laktasi selama 35 hari mampu meningkatkan produksi air susu sebanyak 7,75. Peningkatan yang kecil terjadi pada pemberian secara oral sediaan ekstrak alkohol daun katuk, yaitu hanya sebesar 0,89. Peningkatan produksi air susu tersebut diduga karena senyawa aktif daun katuk mampu menigkatkan populasi sel-sel sekretoris kelenjar ambing diindikasikan oleh total DNA yang diikuti oleh peningkatan aktifitas sintesis sel-sel sekretoris tersebut diindikasikan oleh total RNA. Disamping itu pada saat yang sama senyawa aktif daun katuk mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi didalam darah yang menuju ke kelenjar ambing prekursor air susu. 1.3 Komposisi Nutrisi dan Senyawa Aktif Daun Katuk Suprayogi 2000 mengemukakan bahwa terdapat komponen yang menyerupai papaverin dalam daun katuk. Komponen tersebut dikenal sebagai Papaverine Like-Compound yang kemungkinan mempunyai efek kimia, farmakologi, dan efek biologi yang menyerupai papaverin. Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian sebelumnya oleh Bender dan Ismail 1975 dalam Suprayogi 2000, yang melaporkan adanya senyawa alkaloid papverin sebesar 5,8 PPVKg daun katuk segar yang diduga mempunyai efek fisiologis dalam tubuh. Kandungan nutrisi daun katuk bervariasi, hal ini tergantung dari tipe tanah dimana katuk tumbuh, umur, dan bagian tanaman yang dianalisis Puspaningtyas et al. 1997. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai banyaknya kandungan nutrisi yang terdapat dalam daun katuk, terdapat beberapa komposisi nutrisi daun katuk per 100 gram daun katuk segar yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi nutrisi daun katuk per 100 gram daun katuk segar. Nutrisi Anonymous 1992 Padma Vathi and Rao 1990 Depkes RI 1972 Kadar air - 69,9 g 81,0 g Protein 6,4 g 7,4 g 4,8 g Lemak 1,0 g 1,1 g 1,0 g Karbohidrat 9,9 g - 11,0 g Serat kasar 1,5 g 1,8 g - Karoten 10020 µg 5600,0 µg 10020,0 µg Tiamin 0,1 mg 0,50 mg 0,1 mg Riboflavin - 0,21 bmg - Vitamin C 164 mg 244,0 mg 204,0 mg Kalsium - 771,0 mg 204,0 mg Posphor 98 mg 543,0 mg 83,0 mg Besi 3,5 mg 8,8 mg 3,0 mg Abu 1,7 mg - - Suprayogi 1995 mengemukakan bahwa dengan pemberian papaverin cenderung mengurangi kecernaan lemak kasar. Hal ini disebabkan adanya efek penghambatan terhadap sintesis cairan empedu yang mengakibatkan sekresi cairan empedu menurun. Andriyanto 2004 juga menemukan adanya penurunan kadar lemak kasar dan berat karkas akibat penambahan tepung daun katuk pada pakan ayam broiler. Agusta et al. 1997 melaporkan bahwa terdapat 6 komponen kimia yang terdapat dalam daun katuk, yaitu: Monomethyl succinate C 5 H 8 O 4 , 2- phenilmalonicacid C 9 H 8 O 4 , 2-methyl-cyclopentanol acetate C 8 H 14 O 2 , benzoid acid C 7 H 6 O 2 , 2-pyrrolidinone C 4 H 7 NO, dan methylpyroglutamate C 6 H 9 NO 3 . Empat senyawa dari enam senyawa ini yaitu monomethyl succinate, 2-phenyl malonic acid, 2-methyl cyclopentanolacetate, dan methyl pyroglutamate dapat dihidrolisis melalui reaksi kimia tertentu didalam saluran pencernaan menjadi produk metabolik yang berbentuk succinate, mallonate, acetate, dan glutamic acid. Keempat senyawa tersebut dapat berperan sebagai senyawa eksogenous yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak Agusta et al. 1997. Suprayogi 2000 mengemukakan bahwa dengan menggunakan alat GC- MS Gas Chromatography-Mass. Spectrometry , diperkirakan daun katuk mengandung 5 senyawa aktif utama yaitu Octadecanoic acid; 9-ecosine; 5,8,11- heptadekatrienoicacid; 9,12,15- Octadekatrienoicacid dan 11,14,17- eicosatrienoicacid yang berperan sebagai prekursor dan terlibat dalam biosintesis senyawa eicosanoid dan 2 senyawa lain yaitu androstan-17-one-3-ethyl-3 hydroxy 5 alpha berfungsi sebagai prekursor atau intermediet-step dalam sintesis senyawa hormon-hormon steroid progesteron, estradiol, testosteron, dan glukokortikoid dan senyawa 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, yang dapat berfungsi sebagai eksogenus asam asetat dari saluran pencernaan dan terlibat dalam metabolisme seluler melalui siklus Krebs. Suprayogi 2000 melaporkan bahwa daun katuk mampu meningkatkan metabolisme glukosa di hati dengan menunjukkan efek surplus glukosa fluks. Suprayogi 2000 juga melaporkan dengan menggunakan analisa GC-MS, daun katuk mempunyai tujuh senyawa aktif utama. Senyawa aktif yang terkandung dalam daun katuk tersebut dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dalam tubuh, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tujuh senyawa aktif utama tanaman katuk dan pengaruhya terhadap fungsi fisiologis jaringan. No. Senyawa Fungsi fisiologis 1. 2. 3. 4. 5. Octadecanoic acid 9-Ecosine 5,8,11-heptadekatrienoicacid 9,12,15-octadekatrienoicacid 11,14,17-eicosatrienoicacid Sebagai prekursor dan terlibat dalam biosintesis senya wa eicosanoids prostaglandin, prostacycline, thrombo xane, lipoxanes, dan leukotrienes 6. Androstan-17-one -3-ethyl-3 hydroxy 5 alpha Sebagai prekursor intermediet-step dalam sintesis hor mon steroid progesteron, estradiol, testosteron, dan gl ukokortikoids Senyawa 1-6 secara bersamaan Memodulasi hormon-hormon mammogenesis dan lakt ogenesis serta aktifitas fisiologis yang lain 7. 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid Sebagi eksogenus asam asetat dari saluran pencernaan dan terlibat dalam metabolisme seluler melalui siklus Krebs Senyawa 1-7 secara bersamaan Berkhasiat sebagai: a Pemacu produksi ASI b Peningkatan fungsi pencernaan c Peningkatan pertumbuhan badan d Pemicu jumlah darah e Mengatasi kelelahan f Mengatasi penyakit pembuluh darah g Mengatasi gangguan reproduksi pada pria maupu n wanita Sumber: Suprayogi 2000 Wang dan Lee 1997 melaporkan terdapat 6 senyawa aktif DK yang ditemukan dengan menggunakan pelarut etanol EtOH, yaitu 3 senyawa flavonol, yaitu 3-O-β-D-glucosyl1-6-β-D-glucosyl-kaempferol, 3-O-β-D-glucosyl-7-O-α- L-rhamnosyl kaempferol, dan 3-O-β-D-glucosyl1-6-β-D-glucosyl-7-O-α-L- rhamnosyl-kaempferol. Selain 3 senyawa diatas, 3 senyawa lain yang juga ditemukan yaitu senyawa 5’-deoxy5”methylsulphinyl-adenosine, three nucleotides-adenosine, dan uridine. Suprayogi 2004 menguatkan temuan tersebut, bahwa dengan menggunakan pelarut etilasetat EtAc juga ditemukan senyawa-senyawa flavonol tersebut yaitu 3-O-β-D-glucosyl-kaempferol, 3-O-β- D-glucosyl-7-O-α-L-rhamnosyl-kaempferol, dan kaempferol. Senyawa kaempferol tersebut dapat diketahui sebagai antioksidan kuat.

2.4 Ekstraksi