Pelaksanaan Penelitian .1 Pengelompokan Hewan Coba

3.4.6 Pembuatan dan Pemberian Pakan

Pembuatan pakan perlakuan dilakukan menurut prosedur Suprayogi et al. 2009. Pakan yang diberikan berupa pelet yang dibuat secara manual dengan komposisi terdiri atas tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, premiks, garam, CaCO 3 , minyak kelapa dan terigu yang disisipi dengan fraksi heksan, air, etilasetat, dan ekstrak etanol sesuai pakan perlakuan yang akan dibuat. Penambahan dan pencampuran fraksi ekstrak pada daun katuk dilakukan untuk mendapatkan pakan yang mengandung E-EtOH 4,53, F-H 0,87, F-H 2 O 3,22, dan F-EtAc 0,45. Penambahan fraksi ekstrak kedalam pakan ini disesuaikan dengan proporsi fraksinasi dari fraksi-fraksi tersebut terhadap ekstrak kasarnya . Komposisi nutrisi pakan terdiri dari protein kasar, lemak kasar, dan energi. Hasil analisis proksimat pakan kontrol, E-EtOH, F-H, F-H 2 O, dan F-EtAc serta persentase fraksi ekstrak yang ada di dalam pakan tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi nutrisi dan konsentrasi ekstrak daun katuk dalam pakan. Kelompok Konsentrasi ekstrak D aun Katuk Protein Kasar Lemak Kasar Energi Kal100 g Kontrol 20,01 6,55 3499 E-EtOH 4,53 20,06 6,54 3497 F-H 0,87 20,03 6,55 3498 F-H 2 O 3,22 20,04 6,54 3498 F-EtAc 0,45 20,02 6,55 3499 Suprayogi et al. 2009 3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Pengelompokan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah 15 ekor tikus betina bunting umur 1 hari kebuntingan H1. Sebanyak 15 ekor tikus betina bunting dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol K, kelompok fraksi air F-H 2 O, kelompok fraksi heksan F-H, kelompok fraksi etilasetat F-EtAc, dan kelompok ekstrak etanol E-EtOH dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus betina bunting. Waktu pengambilan sampel tiap kelompok yaitu pada 10 hari postpartus.

3.5.2 Pemberian Pakan Perlakuan

Perlakuan diberikan sejak kebuntingan hari pertama sampai hari ke-10 postpartus. Tikus diberi makan 2 kali sehari pagi dan sore. Berdasarkan penghitungan penelitian serupa yang dilakukan Suprayogi et al. 2009, diketahui rataan dosis fraksi ekstrak yang dikonsumsi oleh tikus pada setiap perlakuan adalah 297,5 mghariekor untuk kelompok E-EtOH; 57,5 mghariekor untuk F- H; 209 mghariekor untuk F-H 2 O; dan 40 mghariekor untuk F-EtAc. Setelah 10 hari postpartus, dilakukan pengambilan sampel organ dari induk tikus. Pengambilan sampel dilakukan pada lima kelompok perlakuan dan kontrol. Induk yang akan diambil sampel organnya yaitu hati dan ginjal terlebih dahulu dieutanasi dengan eter. Organ tersebut lalu dimasukkan dalam larutan formalin buffer fosfat 10 dan dibuat sediaan histopatologinya. 1.1.1 Pembuatan Sediaan Histopatologi Pembuatan sediaan histopatologi dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu sampling hati dan ginjal, trimming setelah BNF 10 48 jam proses pemotongan dan pencucian organ, dehidrasi dengan alkohol bertahap, clearing dengan xylol, parafinisasi sampel jaringan 58ºC, embedding menjadi blok parafin, cutting 4-5 mikron dengan mikrotom, staining pewarnaan dengan Hematoxylin Eosin, dan mounting dengan Entellan ® , setelah itu dilakukan pengamatan sediaan histologinya dibawah mikroskop, dan diamati adanya perubahan-perubahan lesio histopatologinya Underwood 1996. Untuk melihat tehnik pembuatan sediaan histopatologi, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Pengambilan Sample hati dan ginjal Ttrimming setelah BNF 10 48 jam Pengamatan sediaan histopalogi Dehidrasi dengan alkohol bertahap Mounting dengan Entellan ® dan clearing dengan cylol Parafinisasi sampel jaringan 58ºC Pewarnaan dengan HE Embedding menjadi blok paraffin Pemotongan 4-5 mikron dengan mikrotom Gambar 6 Tehnik pembuatan sediaan histopatologi.

3.5.4 Evaluasi Histopatologi Hati dan Ginjal

Evaluasi histopatologi dilakukan berdasarkan rasio apoptosis sel yang terjadi pada masing-masing organ yaitu hati dan ginjal. Penghitungan rasio diperoleh dengan cara Rasio= X y1 + X y2 +X y3 + ..., dengan, ∑ y 1-3 X= Sel apoptosis Y= Vena sentralis portal di hati epitel tubuli di ginjal Angka menunjukkan jumlah vena sentralis portal di hati epitel tubuli ginjal yang ditemukan di semua lapang pandang. Penghitungan jumlah apoptosis hepatosit di vena sentralis dan portal hati berdasarkan karyolisis inti hepatosit dihitung tiap ekor tikus di tiap perlakuan. Berbeda dengan ginjal, penghitungan jumlah apoptosis hepatosit di epitel tubuli kontorti berdasarkan karyopiknosis inti tubuli kontorti dihitung untuk tikus di tiap perlakuan.

3.5.5 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Uji Sidik Ragam ANOVA dengan Rancangan Acak Lengkap, dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Test Rutherford 2001. Uji ini dilakukan menggunakan software SPSS16.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi DK pada tikus putih menunjukkan adanya perubahan gambaran histopatologi organ hati dan ginjal. Perubahan histopatologi terjadi terhadap kedua organ tersebut, pada pemberian dosis ekstrak dan fraksi DK yaitu fraksi heksan F-H, fraksi etilasetat F-EtAc, fraksi air F-H 2 O, dan ekstrak etanol E-EtOH, yang secara berurutan sebesar 57,5 mghariekor, 40 mghariekor, 209 mghariekor, dan 297,5 mghariekor.

4.1 Organ Hati