BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan kebijakan negara terkadang menyebabkan masyarakat bahkan negara semakin bergantung dengan pihak lain, salah satunya adalah
masyarakat perkotaan, misalnya Jakarta. Masyarakat Jakarta identik dengan sifat yang konsumtif dan selalu membangga-bangakan produksi luar negeri.
Padahal di sisi lain di Jakarta terdapat komunitas-komunitas yang memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat Jakarta tersebut,
misalnya komunitas pengrajin tahu tempe di Kedaung. Namun hal ini terabaikan. Hal ini tidak dapat dihindari karena sifat masyarakat Indonesia
yang konsumtif. Hal ini juga yang membuat masyarakat Indonesia tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Perekonomian nasional
Indonesia menjadi tidak tangguh dan tidak mandiri. Selain itu, usaha kecil dan menengah di Indonesia kurang diperhatikan sehingga daya saing produk
usaha kecil dan menengah di kancah internasional tersebut masih lemah. Pada tahun 1994, nilai ekspor industri kecil rumah tangga dan menengah nasional
baru mencapai 11,1 persen dari total ekspor industri pengolahan di luar migas atau 6,2 persen dari seluruh nilai ekspor. Berarti, ekspor kita sebagian
terbesar dilakukan oleh usaha besar Kartasasmita, 1996. Daya saing internasional produk usaha kecil dan menengah masih lemah. Padahal seperti
yang kita ketahui, usaha-usaha kecil inilah yang dapat berfungsi sebagai pondasi bagi perekonomian nasional. Apabila usaha kecil rumah tangga ini
diperkuat maka perekonomian nasional akan semakin kuat.
Menurut Kartasasmita 1996 ekonomi nasional yang tangguh dan mandiri hanya dapat terwujud apabila pelaku-pelakunya tangguh dan mandiri,
dan seluruh partisipasi masyarakat dikerahkan, yang berarti partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Masyarakat diikutsertakan dalam berbagai
aspek dengan tujuan melancarkan pembangunan serta pemerataan hasil pembangunan tersebut. Keikutsertaan masyarakat diharapkan mampu
membuat masyarakat dapat memandirikan diri mereka sendiri. Keikutsertaan masyarakat dalam perekonomian nasional merupakan
hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan, masyarakat komunitas memiliki modal sosial yang dapat berfungsi sebagai penguat komunitas itu
sendiri. Modal sosial yang dimiliki masyarakat, seperti kepercayaan, kohesifitas, altruism, gotong royong, jaringan, kolaborasi sosial memiliki
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beragam mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan
publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat, dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan
Blakeley dan Suggate, 1997 dalam Suharto, 2009. Modal sosial ini juga dapat berfungsi sebagai pemicu pemberdayaan dalam suatu komunitas. Modal
sosial dikatakan sebagai pemicu pemberdayaan komunitas dalam penelitian ini kelompok usaha rumah tangga karena dalam modal sosial terdapat nilai-
nilai gotong royong, jaringan, dan kolaborasi sosial. Hal ini dapat membuat anggota kelompok lain yang tidak berdaya menjadi semakin berdaya.
Selanjutnya pemberdayaan ini akan semakin menguatkan modal sosial,
karena anggota kelompok akan semakin tinggi rasa kepercayaannya satu sama lain, dan merasa diri mereka merupakan suatu kesatuan.
Peneliti bermaksud meneliti hal-hal yang terkait di atas pada salah satu kelompok usaha rumah tangga yang masih bertahan sampai saat ini, yaitu
usaha pembuatan tahu tempe yang berada di Desa Kedaung, Ciputat. Peneliti bermaksud untuk mengetahui konstruksi modal sosial kelompok usaha
pengrajin tahu tempe, serta peran dari modal sosial tersebut dalam proses pemberdayaan ekonomi kelompok. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui
pengaruh proses pemberdayaan terhadap kesejahteraan.
1.2 Perumusan Masalah