Persepsi tentang Produk Rekayasa Genetika PRG
Crosstabs
Case Processing Summary
450 100.0
.0 450
100.0 Penerimaan Kota
tempat tinggal N
Percent N
Percent N
Percent Valid
Missing Total
Cases
Penerimaan Kota tempat tinggal Crosstabulation
45 78
24 147
30.0 52.0
16.0 32.7
105 72
126 303
70.0 48.0
84.0 67.3
150 150
150 450
100.0 100.0
100.0 100.0
Count within Kota
tempat tinggal Count
within Kota tempat tinggal
Count within Kota
tempat tinggal Tidak Menerima
Menerima Penerimaan
Total Jakarta
Surabaya Medan
Kota tempat tinggal Total
Chi-Square Tests
44.918
a
2 .000
45.749 2
.000 6.668
1 .010
450 Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio Linear-by-Linear
Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. 2-sided
0 cells .0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 49.00.
a.
Directional Measures
.059 .017
3.496 .000
c
.080 .023
3.496 .000
c
.046 .013
3.496 .000
c
Symmetric Penerimaan Dependent
Kota tempat tinggal Dependent
Uncertainty Coefficient Nominal by Nominal
Value Asymp.
Std. Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis. a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. b.
Likelihood ratio chi-square probability. c.
Symmetric Measures
.301 .000
.122 .043
2.599 .010
c
.122 .044
2.599 .010
c
450 Contingency Coefficient
Nominal by Nominal Pearsons R
Interval by Interval Spearman Correlation
Ordinal by Ordinal N of Valid Cases
Value Asymp.
Std. Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis. a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. b.
Based on normal approximation. c.
Crosstabs
Case Processing Summary
450 100.0
.0 450
100.0 Penerimaan Pekerjaan
N Percent
N Percent
N Percent
Valid Missing
Total Cases
Penerimaan Pekerjaan Crosstabulation
26 121
147 31.3
33.0 32.7
57 246
303 68.7
67.0 67.3
83 367
450 100.0
100.0 100.0
Count within Pekerjaan
Count within Pekerjaan
Count within Pekerjaan
Tidak Menerima Menerima
Penerimaan
Total Tidak Bekerja
Bekerja Pekerjaan
Total
Chi-Square Tests
.083
b
1 .773
.025 1
.874 .084
1 .772
.797 .441
.083 1
.773 450
Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
Likelihood Ratio Fishers Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases Value
df Asymp. Sig.
2-sided Exact Sig.
2-sided Exact Sig.
1-sided
Computed only for a 2x2 table a.
0 cells .0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 27. 11.
b.
Directional Measures
.000 .001
.145 .772
c
.000 .001
.145 .772
c
.000 .001
.145 .772
c
Symmetric Penerimaan Dependent
Pekerjaan Dependent Uncertainty Coefficient
Nominal by Nominal Value
Asymp. Std. Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig. Not assuming the null hypothesis.
a. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
b. Likelihood ratio chi-square probability.
c.
Symmetric Measures
.014 .773
-.014 .047
-.288 .774
c
-.014 .047
-.288 .774
c
450 Contingency Coefficient
Nominal by Nominal Pearsons R
Interval by Interval Spearman Correlation
Ordinal by Ordinal N of Valid Cases
Value Asymp.
Std. Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis. a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. b.
Based on normal approximation. c.
ABSTRACT NUR RISKA TADJOEDIN. Analysis Determinant Factors of Acceptability
genetically modified foods GMO among urban housewives’ . Find guidance
by HARDINSYAH, HANDEWI PURWATI SALIEM dan MD. DJAMALUDIN This research was aimed analyzing factors determined acceptability of genetically
modified foods GMO among urban housewives’. Factor were analyzed in the research are economic status, education level, housewives’ occupation,
knowledge, perception and residency Jakarta, Surabaya and Medan on acceptability of GMO. The study applied a cross sectional design with sample of
450 housewives’ in Jakarta, Surabaya and Medan. A logistic regression analysis was applied to analy ze the determinant factors of housewives’ acceptance on
GMO. The results of the study show the determinants are economic status positively associated, knowledge, perception and recidency on GMO positively
associated. Acceptability and perception of housewives’ was different among the three cities and economic status, but the knowledge is not different for poor
among the three cities.
Key Words: Genetically modified foods, acceptability, knowledge, perception, economic
status, housewives
RINGKASAN
NUR RISKA TADJOEDIN. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pangan Rekayasa Genetika pada Ibu Rumah tangga Perkotaan.
Dibimbing oleh HARDINSYAH, HANDEWI PURWATI SALIEM dan MD. DJAMALUDIN.
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga di perkotaan terhadap
Pangan Rekayasa Genetika PRG. Sedangkan tujuan khususnya a. Mengidentifikasi penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG,
b. Menganalisis perbedaan penerimaan PRG Ibu rumah tangga berdasarkan kota tempat tinggal dan status ekonomi, c. Menganalisis hubungan faktor-faktor status
ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan Ibu, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal dengan penerimaan PRG, dan d. Menganalisis faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Peubah independen status ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
persepsi, dan kota tempat tinggal yang diasumsikan berhubungan dengan peubah dependen penerimaan diamati sekaligus pada saat yang bersamaan.
Contoh dalam penelitian ini adalah Ibu–Ibu rumah tangga yang berasal dari kota Jakarta, Surabaya dan Medan. Pemilihan lokasi tersebut karena memiliki
kepadatan populasi yang tinggi sehingga membuat lebih sederhana dalam mencari sasaran Stakeholders yang bervariasi, selain itu pangan PRG relatif
lebih banyak beredar di perkotaan seperti kedelai impor dari Amerika. Pengambilan contoh ini dilakukan secara sengaja.
Data penelitian yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Secara umum data primer yang dikumpulkan meliputi identitas responden,
pengetahuan dan persepsi responden tentang PRG, tentang ciri dan keberadaan PRG dalam kehidupan sehari-hari pangan, kemungkinan sisi baik dan buruk
PRG; serta tindakan responden terhadap Pangan Rekayasa Genetika PRG bagi dirinya dan bagi orang disekitarnya. Data primer tersebut dikumpulkan melalui
wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data sekunder meliputi dokumenlaporan tentang penggunaan benih, luas tanam dan produksi pangan
rekayasa genetika PRG. Dokumen tentang regulasi, kesepakatan, pedoman dan standar tentang atau yang berkaitan dengan PRG baik nasional maupun
internasional.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 12.0 for windows. Uji Kruskall Wallis, 1997 digunakan untuk menguji perbedaan
penerimaan Ibu rumah tangga berdasarkan kota tempat tinggal menurut status ekonomi. Untuk menguji hubungan antara faktor-faktor status ekonomi, tingkat
pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal dengan penerimaan PRG dipergunakan uji korelasi Spearman dan uji chi square
Contingency Coeficient. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan dipergunakan
analisis regresi logistik.
Penerimaan dalam penelitian ini diukur berdasarkan skor penerimaan. Setengah dari contoh status ekonomi tidak miskin termasuk dalam kategori
menerima 58.2. Namun jika dibandingkan diantara ketiga kota, Medan yang berasal dari status ekonomi tidak miskin mempunyai persentase lebih besar yaitu
76 menerima PRG. Sedangkan pada status ekonomi miskin 14.6 di kota Jakarta lebih menerima PRG.
Hasil analisis penerimaan tersebut didukung oleh hasil uji Kruskall wallis yang dilakukan untuk melihat perbedaan antara Jakarta, Surabaya dan Medan
menurut status ekonomi. Hasil pengujian menurut status ekonomi miskin dan tidak miskin maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam
penerimaan di tiga kota. Faktor pengetahuan menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara ketiga kota sedangkan faktor persepsi
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata diantara ketiga kota menurut status ekonomi.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan PRG adalah status ekonomi, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal. Faktor status ekonomi
menunjukkan adanya hubungan yang positif artinya status ekonomi tidak miskin lebih menerima PRG dibandingkan status ekonomi miskin. Faktor pengetahuan
menunjukkan adanya hubungan yang negatif artinya pengetahuan yang tidak baik lebih menerima PRG dibandingkan yang mempunyai pengetahuan yang baik.
Faktor persepsi juga menunjukkan hubungan yang positif dimana semakin meningkat persepsi maka semakin meningkat penerimaannya. Selain faktor status
ekonomi, pengetahuan dan persepsi, faktor kota tempat tinggal menunjukkan hasil yang sama yaitu adanya hubungan yang positif dengan penerimaan PRG.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan PRG adalah status ekonomi, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal. Berdasarkan faktor
status ekonomi menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan yang didukung oleh nilai OR yaitu 4.42 yang mempunyai makna bahwa terdapat 4.42
kali Ibu rumah tangga yang tidak miskin akan menerima PRG dibandingkan yang berasal dari kategori miskin. Faktor pengetahuan mempunyai nilai OR yaitu 0.51
yang mempunyai makna yaitu 0.51 kali Ibu rumah tangga yang berpengetahuan baik akan menerima PRG dibandingkan ibu rumah tangga yang berpengetahuan
tidak baik. Menurut faktor persepsi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan yang didukung oleh nilai OR yaitu 1.93 yang mempunyai makna yaitu
1.93 kali artinya semakin meningkat persepsi Ibu rumah tangga terhadap PRG maka akan semakin meningkat penerimaan terhadap PRG. Faktor kota tempat
tinggal menunjukkan hasil bahwa Ibu rumah tangga di Medan lebih menerima PRG dibandingkan Ibu rumah tangga di Jakarta dan Surabaya dengan Odd Ratio
yang lebih tinggi 1.75 artinya 1.75 kali Ibu rumah tangga di Medan lebih menerima dibandingkan Jakarta dan Surabaya.
Disarankan perlu adanya penyebarluasan informasi dari segi manfaat dan kerugian PRG untuk dapat meningkatkan penerimaan Ibu rumah tangga terhadap
PRG, pengalokasian sumber daya untuk penelitian yang lebih mendalam terkait dengan pemasaran produk yang mengandung PRG serta pengoptimalan peranan
pakar yang berada di lingkungan konsumen dalam meningkatkan pengetahuan tentang PRG sehingga persepsi konsumen terhadap PRG akan semakin baik.
Kata Kunci : Pangan rekayasa genetika, penerimaan, pengetahuan, persepsi, status ekonomi,
Ibu rumah tangga
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioteknologi modern merupakan hasil penerapan organisme hidup yang bagian-bagiannya mempunyai susunan genetik baru Pasal 1 PP No.21 Tahun
2005 tentang keamanan hayati. Perkembangan baru dalam bidang bioteknologi memiliki berbagai kemungkinan pemanfataannya seperti pemindahan sifat genetik
antar makhluk hidup, yang hasilnya dikenal dengan istilah Produk Rekayasa Genetika PRG. Genetically Modified Organisms atau Produk Rekayasa
Genetika pangan rekayasa genetika atau organisme hasil modifikasi genetik OHMG secara umum diartikan sebagai suatu organisme yang memiliki material
genetik yang diperoleh dari teknik rekayasa genetika. Perkembangan pemanfaatan teknologi rekayasa genetika GMO melalui rekombinasi DNA, telah
menghasilkan produk rekayasa genetika atau tanaman transgenik yang mempunyai sifat-sifat baru yang diinginkan untuk mengatasi kendala utama dalam
rangka meningkatkan pertanian, menghasilkan produk pangan yang lebih berkualitas dan meningkatkan daya saing produk di pasar global. Prinsip umum
dalam menghasilkan pangan rekayasa genetika dilakukan dengan mengintroduksi material genetik baru ke dalam genom individu Chang et al 1973. Pasal 1 angka
7 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik menyebutkan bahwa produk rekayasa genetik atau organisme hasil modifikasi genetik yang selanjutnya
disebut Pangan Rekayasa Genetika adalah organisme hidup, yang bagian–bagian hasil olahannya mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan
bioteknologi modern Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005. Selama sepuluh tahun terakhir, aplikasi bioteknologi Produk Rekayasa
Genetika PRG meningkat dengan pesat, terutama untuk produk pangan. Pada tahun 1997 luas tanam Pangan Rekayasa Genetika di dunia kurang dari 8 juta
hektar kemudian pada tahun 2006 menjadi 102 juta hektar, meningkat 12 kali lipat. Saat ini PRG ditanam oleh sekitar 10.3 juta petani di 22 negara. Dari tahun
2005 ke tahun 2006 saja luas tanam PRG meningkat 12 juta hektar; dan luas peningkatan luas tanam yang besar pada setahun terakhir ini adalah pada negara
USA, Argentina, Brazil, Canada, India dan China ISAAA, 2007. Luas tanam kapas meningkat tiga kali lipat dari 1.3 juta hektar menjadi 3.8 juta hektar. PRG
berupa tomat, pepaya, alfalfa dan beras masih kecil luas tanamnya Tabel 1. Seluas 4000 hektar padi PRG ditanam di Iran.
Selama dekade terakhir luas tanam kedelai PRG di dunia meningkat pesat dari di bawah dua hektar pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta hektar pada
tahun 2006. Luas tanam jagung PRG juga meningkat pesat selama dekade terakhir meskipun tidak sepesat perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai.
ISAAA International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications 2007.
Tabel 1. Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika PRG 2006
No Negara
Luas Tanam Juta Ha
Jenis Produk Rekayasa Genetika
1 USA
54,6 Kedelai, jagung, kapas, beras squash, pepaya,alfafa
2 Argentina
18,0 Kedelai, jagung, kapas
3 Brasil
11,5 Kedelai, kapas
4 Canada
6,1 Beras, jagung, kedelai
5 India
3,8 Kapas
6 China
3,5 Kapas
7 Paraguay
2,0 Kedelai
8 South Africa
1,4 Jagung, kedelai, kapas
9 Uruguay
0,4 Kedelai, jagung
10 Philippines
0,2 Jagung
11 Australia
0,2 Kapas
12 Romania
0,1 Kedelai
13 Mexico
0,1 Kapas, kedelai
14 Spain
0,1 Jagung
15 Colombia
0,1 Kapas
16 France
0,1 Jagung
17 Iran
0,1 Beras
18 Honduras
0,1 Jagung
19 Czech
Republic 0,1
Jagung 20
Germany 0,1
Jagung 21
Portugal 0,1
Jagung 22
Slovakia 0,1
Jagung
Sumber: ISAAA Briefs No 35-2006
Di Indonesia, riset bioteknologi PRG sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir, terutama untuk tanaman jagung, kedelai, kacang tanah,
coklat, tebu, ubi jalar, kentang, padi dan tembakau. Untuk tanaman non-pangan telah dic obakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan menjelang akhir
tahun 2000 lalu, dengan produksi diperkirakan tiga kali lipat lebih besar dibanding kapas lokal. Malaysia mengembangkan riset PRG untuk tanaman
pangan, tanaman industri, hias dan kehutanan. Sedangkan Thailand mengembangkan riset PRG dan uji lapang komoditas tomat, jagung, kacang
panjang dan kapas Sitepu 2001. Selain aspek riset dan uji coba lapang, di Indonesia juga beredar beberapa
produk PRG impor seperti kedelai, jagung dan komponen-komponen dari kedelai dan jagung PRG yang diimpor. Berbagai komponen kedelai seperti isolat
protein, lecithin dan lainnya diproduksi secara massal dari kedelai PRG. Selain itu, gula sirup jagung dari jagung PRG. Komponen-komponen ini digunakan
untuk bahan tambahan pangan atau ingredient makananminumnan dalam industri pangan. Demikian pula jagung PRG untuk ternak diimpor untuk pakan ternak dan
hasil ternaknya dimakan penduduk Indonesia. Pesatnya pertumbuhan populasi dunia, sangat membutuhkan upaya
peningkatan suplai pangan yang demikian besar pula. Salah satu alternatif upaya penyelesaian masalah pangan adalah dengan adanya teknologi transgenik
Matsui, Miyazaki, Kasamo 1997. Perkembangan transgenik yang luar biasa dalam tiga tahun terakhir membawa kekhawatiran dan persepsi masyarakat
umum terutama Ibu rumah tangga yang dalam hal ini merupakan individu yang sangat penting dalam penentuan konsumsi pangan keluarga. Namun
kekhawatiran dan persepsi ini telah muncul lebih seperempat abad lalu setelah Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973 berhasil untuk pertama
kalinya mengembangkan transgenik, meskipun secara alamiah rekombinasi DNA sebenarnya juga terjadi BPPT 2000.
Perkembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK PRG semakin pesat di dunia dan pasar internasional Tittle M dan Wilson 2001.
Manfaat PRG cukup jelas yaitu mempunyai daya kuat bagi peningkatan kuantitas dan kualitas produk pangan. Meskipun demikian sebagian manfaat dari segi
kesehatan dan lingkungan masih kontroversial bahkan diperdebatkan. Saat ini produk pangan rekayasa genetika dari manca negara terutama kedelai dan
jagung, telah tersedia di pasar dan menjadi bagian kehidupan makanan dan pakaian dari sebagian kehidupan masyarakat Indonesia Hardinsyah 2004.
Ditengah semakin meningkatnya produksi dan penggunaan PRG, tahun 2007 dilakukan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pengetahuan, persepsi dan harapan masyarakat tentang PRG serta merumuskan implikasi alternatif kebijakan PRG terhadap kebijakan
pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia. Masyarakat dalam hal ini adalah pihak pemangku kepentingan yang mencakup rumah tangga, petani,
pimpinan instansi pemerintah dan pimpinan instansi non pemerintah. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan melalui kerjasama perguruan
tinggi dengan Departemen Pertanian yang salah satunya terpusat pada Ibu rumah tangga sebagai konsumen pangan dan produk pertanian.
Perkembangan bioteknologi telah membawa populasi manusia dengan cepat ke masa depan. Searah dengan adanya perkembangan pangan rekayasa
genetika harus tetap terkontrol sehingga tidak menimbulkan kerugian tetapi akan membawa manfaat atau dampak positif.
Faktor pendukung perkembangan pangan rekayasa genetika ini salah satunya adalah pengetahuan, dimana dengan pengetahuan dapat lebih menekankan
kepada pengamatan dan pengalaman. Pengetahuan konsumen akan penggunaan atau pengkonsumsian pangan rekayasa genetika akan mempengaruhi penerimaan.
Hal ini dapat dianalisis dengan adanya aspek–aspek yang dapat menggambarkan bahwa Ibu rumah tangga mengetahui akan pangan rekayasa genetika atau tidak,
sampai kepada bagaimana penerimaannya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diduga bahwa pengetahuan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, status ekonomi dan kota tempat tinggal akan berhubungan dengan pembentukkan persepsi Ibu rumah tangga yang kemudian akan
mempengaruhi keputusan untuk menerima atau mengkonsumsi. Menurut Setiadi 2003, persepsi timbul akibat adanya keadaan yang merupakan tanggapan indera
penerimaan secara cepat terhadap suatu rangsangan dasar. Persepsi merupakan proses bagaimana rangsangan–rangsangan itu diseleksi, diorganisasikan dan
diinterpretasikan. Mengingat masih terbatasnya penelitian ataupun kajian mengenai pangan
rekayasa genetika, maka penulis tertarik untuk mendalami beberapa aspek yang terkait dengan PRG melalui penelitian yang diharapkan dapat melengkapi
informasi sebelumnya. Dalam melakukan kajian tersebut, penulis melakukan survey untuk mengetahui sejauh mana masyarakat, khususnya ibu rumah tangga
di perkotaan telah mengenal dan dapat menerima PRG dalam kehidupan sehari- hari. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi : a Bagaimana
penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG ?, b Apakah terdapat perbedaan penerimaan Ibu rumah tangga berdasarkan kota tempat tinggal dan
status ekonomi ?, c Apakah terdapat hubungan faktor-faktor status ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan Ibu, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal
dengan penerimaan PRG ?, dan d Faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG ?.
Tujuan
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga di perkotaan terhadap Pangan
Rekayasa Genetika PRG. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :
a. Menganalisis penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG. b. Menganalisis perbedaan penerimaan PRG Ibu rumah tangga berdasarkan
kota tempat tinggal dan status ekonomi. c. Menganalisis hubungan faktor-faktor status ekonomi, tingkat pendidikan,
pekerjaan Ibu, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal dengan penerimaan PRG.
d. Menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga perkotaan terhadap PRG.
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi mengenai tingkat pengetahuan, persepsi dan
penerimaan PRG Ibu rumah tangga di perkotaan yang berguna bagi akademisi maupun masyarakat.
2. Sebagai langkah dasar untuk penelitian selanjutnya, sehingga nantinya lebih banyak masyarakat khususnya Ibu rumah tangga yang akan
memanfaatkan PRG dalam kehidupan sehari-hari. 3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan program yang tepat bagi pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk lebih mensosialisasikan Pangan Rekayasa Genetika.
4. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pendukung untuk penelitian utama dimana FAO akan mengundang Departemen Pertanian dari semua
negara anggota PBB guna memperoleh informasi tentang persepsi masyarakat dan perkembangan penerapan Iptek PRG di berbagai negara
dunia serta merumuskan kesepakatan global tentang PRG.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Rekayasa Genetika
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan
transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat
pula lintas gen. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga
dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang besar. Sebaliknya gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama ditransplantasikan ke tanaman jagung maka
akan diperoleh jagung transgenik yang tahan hama tanaman. Gen dari sel kambing susu domba ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri yang kemudian
ditumbuhkembangkan di dalam kandungan induknya sehingga lahirlah domba Dolly yang merupakan hewan kloning cangkokan pertama di dunia. Demikian
pula gen tomat ditransplantasikan ke ikan transgenik sehingga ikan menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan.
Pangan rekayasa genetika biasa disebut dengan trangenik . Transgenik disini berupa tanaman yang mengandung gen dan sudah dimodifikasi atau
direkayasa dengan menyelipkan gen dari organisme atau spesies lain dengan tujuan agar tanaman tersebut menghasilkan jenis protein dari organisme atau
spesies lain dari mana gen tersebut berasal. Prinsip teknologi transgenik adalah memindahkan satu atau beberapa gen, yaitu potongan DNA yang menyandikan
sifat tertentu, dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, suatu tanaman yang tadinya tidak mempunyai sifat tertentu dapat
direkayasa sehingga memiliki sifat tersebut. Aplikasi bioteknologi melalui teknologi rekayasa genetika transgenik
telah memasuki sektor pertanian secara luas. Menurut Hikam 2000 keberadaan bioteknologi ini tidak akan terhindarkan. Masalahnya, walau muncul berbagai
kontroversi terhadap pertanian dan pangan transgenik, teknologi tersebut kini telah berada di Indonesia dan akan terus berkembang.
Tujuan pengembangan bioteknologi PRG menjawab tantangan dan kesulitan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pangan dan pertanian
bagi penduduk Pardey 2001. Menurut Bouis et al 2003 pengembangan PRG dimaksudkan untuk 1 meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian,
2 meningkatkan jumlah zat gizi atau bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 3 meningkatkan mutu zat gizi dan bio-aktif bermanfaat yang dikandung
pangan, 4 meningkatkan kualitas penampakan dan citarasa organoleptik produk pangan, dan 5 Meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan
pemasaran produk pangan. Dengan adanya produk-produk rekayasa genetika tersebut dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya bahan
pangan mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu
muncullah berbagai keingintahuan dalam menggunakan dan mengkonsumsi bahan pangan transgenik, salah satunya beras transgenik golden rice yang
mengandung beta karotene dan karotenoid lainnya yang diperlukan untuk memproduksi vitamin A telah dikembangkan. Beras ini dapat mencegah kebutaan
akibat kekurangan vitamin A. Di masa depan, pangan dari organisme yang direkayasa secara genetik akan semakin banyak dikembangkan. Di antaranya
adalah bahan pangan yang memiliki lemak rendah, komposisi nutrisi yang lebih baik, umur simpan yang lebih lama atau rasa yang lebih baik.
Dunia pertanian Indonesia sampai saat ini sudah dapat mengakses bahan PRG setidaknya 10 tanaman transgenik, diantaranya jagung, kapas, kacang tanah,
kakao, kentang, tembakau, padi, tebu, dan ubi jalar. Bahkan kapas transgenik jenis Bt artinya rangkaian gen tanaman kapas ini disisipi gen bakteri tanah Bacillus
thuringiensis yang mengandung racun mematikan untuk hama tertentu, telah mendapat legalisasi pemerintah, lewat SK Menteri Pertanian No.
107KptsKB43022001, untuk ditanam sebagai varietas unggul di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan. Keputusan tersebut kontan ditentang oleh para
aktifis lingkungan hidup karena dinilai melompati prosedur AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang dipersyaratkan bagi setiap penglepasan
jenis hewan atau tanaman baru. Selama dekade terakhir luas tanam kedelai PRG yang salah satunya
dimasukkan gen EPSPS yang tahan herbisida glisofat di dunia meningkat pesat dari di bawah dua hektar pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta hektar pada
tahun 2006 Gambar 1. Luas tanaman Kedelai PRG yang signifikan adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Afrika Selatan,
dan Rumania. Rumania pada tahun 2006 menanam 115 ribu hektar kedelai PRG, namun dilarang oleh European Union EU karena negara tersebut baru saja
menjadi anggota EU. Juta ha
tahun
Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kedelai PRG di Dunia Juta Hektar 1996-2006.
Luas tanam jagung PRG yang dimasukkan gen Bacillus thuringiensis juga meningkat pesat Gambar 2 selama dekade terakhir meskipun tidak sepesat
perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai. Pada tahun 2006 luas tanam jagung PRG adalah 25.2 juta hektar yang ditanam oleh petani di 13 negara.
Jagung PRG juga ditanam di Afrika Selatan dan di Philipina ISAAA, 2007.
Juta ha
tahun
Gambar 2. Perkembangan Luas Tanam Jagung PRG di Dunia Juta Hektar 1996-2006.
Indonesia meski tidak tercatat sebagai negara produsen tanaman PRG, tapi kenyataannya beberapa tanaman PRG telah diintroduksi dan ditanam di beberapa
propinsi. Sejak tahun 1999 lebih kurang 10 jenis tanaman transgenik yang dihasilkan oleh perusahaan–perusahaan multinasional dan Lembaga Penelitian
telah dilakukan uji coba lapangan Tabel 2, bahkan melalui SK Mentan No. 107KptsKB43022001 telah dilepas varietas kapas PRG Bt DP 5690B dan
ditanam di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan secara komersial Intisari 2001. Indonesia, yang selama ini menjadi negara konsumen pangan hasil
rekayasa genetika ini. Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI sejak tahun 2001, 2002, dan 2005, terhadap beberapa produk
diantaranya panganan yang selama ini merupakan menu kegemaran para konsumen warteg alias warung tegal, tahu dan tempe. Dari kedua panganan itu
ditemukan kandungan kedelai yang merupakan hasil rekayasa genetika. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2005 tentang
keamanan hayati produk rekayasa genetika, disebutkan sebelum produk beredar,
perlu diberlakukan pengkajian resiko dan pengujian terlebih dahulu. Yang meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati. Untuk
proses itu, peraturan pemerintah tadi juga sudah menunjuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan TTKHKP di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI. Namun sampai sekarang, tim ini belum juga terbentuk. Sehingga produk rekayasa genetika bebas beredar di pasaran.
Pangan yang mengandung materi rekayasa genetika menurut hasil penelitian YLKI adalah produk pangan impor seperti jagung, kedelai, dan kentang
olahan. Kebanyakan kedelai transgenik datang dari Amerika yang menguasai 60 persen pasar kedelai dunia. Sedangkan kebutuhan kedelai kita 70 persennya
tergantung dari impor. Umumnya kedelai lokal mudah dibedakan secara fisik dengan kedelai impor hasil rekayasa genetika. Kedelai transgenik yang beredar
umumnya adalah bentuk yang besar-besar dan bagus butirannya. Sedangkan kedelai lokal umumnya kecil-kecil.
Tabel 2. Jenis dan Status Tanaman transgenik di Indonesia, 2008
Tanamam Sifat
Agen Status
Jagung Bt Tahan hama
Monsanto dan Pioneer
Uji lapangan Jagung Pin ll
Tahan hama Balitbio
Sedang dikembangkan
Jagung RR Tahan herbisida
Monsanto Uji lapangan
Kacang tanah Tahan virus
Balitbiogen ACIAR
Uji lapangan Kedelai
Tahan herbisida Monsanto
Uji lapangan Kentang Bt
Tahan hama BalitsaMSU
Uji lapangan Padi Bt
GNA Tahan hama
LIPI Sedang
Dikembangkan Kedelai Pin II
Tahan hama pin II Balitbiogen
Uji laboratorium Kakao Bt
Tahan penggerek Buah
Balitbiogen Uji laboratorium
Pepaya Tahan virus CP
Balitbiogen, Balitsa,
Balitbun Uji laboratorium
Tebu Tahan penggerek
P3GI Uji laboratorium
Sumber : Yayasan IDEP, 2008
Keanekaragaman hayati merupakan istilah payung untuk menunjukan derajat keanekaragaman alam pada umumnya, secara lebih spesifik istilah tersebut
menurut McNeely, dipahami sebagai suatu konsep yang memiliki tiga dimensi yang mencakup konsep keanekaragaman ekosistem the diversity of ecosystems,
keanekaragaman spesies the diversity of species dan keanekaragaman genetik dalam spesies genetic diversity within species. Dari ketiga dimensi tersebut,
keanekaragaman ekosistem merupakan dimensi yang terpenting sebab semua organisme hidup berada dan melakukan fungsinya di alam ekosistem.
Keanekaragaman genetik dianggap sebagai konsep yang paling fundamental mengingat genus yang ada didalam dan diantara spesies tersebut merupakan
bahan dasar dari inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, industri pertanian yang diperlukan dalam mempertahankan biosfer pada saat terjadinya degradasi
lingkungan yang terus berlanjut sampai saat ini.
Peraturan Perundang-undangan
Keberadaan Produk Rekayasa Genetika PRG, GMOs bertujuan sebagai upaya manusia dalam mewujudkan ketersediaan pangan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Ketersedian pangan memiliki arti yang luas dalam hal jumlah, kualitas, dan distribusi sehingga dapat mewujudkan ketahanan pangan.
Departemen Pertanian 2003 merumuskan indikator terwujudnya ketahanan pangan food security yang kokoh meliputi : 1 ketersediaan pangan bagi
masyarakat food availability, 2 keterjangkauan pangan oleh masyarakat food accessibility, 3 kelayakan pangan untuk diterima konsumen consumer
acceptability, 4 keamanan untuk dikonsumsi masyarakat food safety, dan 5 kesejahteraan masyarakat, keluarga, dan perorangan people’s welfare.
Sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap masyarakat dituntut untuk melakukan pengaturan dan pengawasan pangan mulai dari lahan sampai
dengan meja from the farm to table. Pengaturan dan pengawasan keamanan dan mutu pangan, dilakukan berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pasal 3 Undang- Undang No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa
tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah :
a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;
b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga wajar dan terjangkau
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ketahanan pangan maka peredaran dan pemanfaatan
PRG diatur dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati Convention of Biological Diversity dan suatu Protokol yaitu Protokol Cartagena Cartagena Protokol.
Kedua ketentuan internasional tersebut telah diratifikasi dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati dan Undang
undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity Protokol Cartagena Tentang
Keamanan Hayati atas Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati. Penjabaran operasional pelaksanaan pengawasan pemanfaatan dan
peredaran PRG diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Peraturan pemerintah ini bertujuan
meningkatkan hasilguna dan dayaguna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan
konsumen, kepastian hukum, dan kepastian dalam melakukan usaha. Ruang lingkup yang diatur meliputi : 1 jenis dan persyaratan PRG; 2 penelitian dan
pengembangan PRG; 3 pemasukan PRG dari luar negeri; 4 pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG; 5 pengawasan dan
pengendalian PRG; 6 kelembagaan; 7 pembiayaan, dan 8 ketentuan sanksi. Berdasarkan ruang lingkup dalam PP No. 212005, penanganan PRG tidak
saja merujuk pada UU No. 51994 dan UU No. 212004, akan tetapi cakupannya lebih luas lagi dengan peraturan perundang-undangan lainnya, diantaranya
peraturan perundang-undangan tentang kesehatan, pangan, lingkungan hidup, karantina, perlindunga varitas tanaman, ketahanan pangan, dan konservasi
sumberdaya alam. Piranti peraturan perundang-undangan yang ada sudah
mencukupi sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan pemanfaatan dan peredaran PRG.
Sosialisasi Produk Rekayasa Genetika
Selama hampir dua puluh tahun berbagai upaya telah dilaksanakan di banyak negara guna mengevaluasi keamanan penggunaan bioteknologi modern,
khususnya menyangkut potensi manfaat yang dinikmati petani dan konsumen di negara-negara berkembang. Pada prinsipnya dalam aplikasi bioteknologi di
bidang pangan, kesehatan, pertanian, dan lingkungan, masyarakat harus memperoleh informasi yang transparan tentang manfaat dan resikonya. Ilmuwan,
industri, dan pemerintah dituntut memfasilitasi pemahaman publik sehingga penggunaan bioteknologi dapat diatur secara efektif dan bertanggungjawab.
Isu utama dalam pemasyarakatan bioteknologi, khususnya produk transgenik, bukan terletak pada aspek ilmu pengetahuan, riset, dan teknologinya,
tetapi pada jaminan keamanan penggunaannya bagi kesehatan dan lingkungan biosafety. Keamanan hayati biosafety dicapai melalui penilaian dan
pengelolaan resiko lingkungan, evaluasi potensi konsekuensi ekonomi, dan membandingkan keduanya terhadap potensi manfaatnya. Pedoman penilaian
keamanan hayati secara internasional dituangkan dalam Protokol Cartagena, sedang di tingkat nasional tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri
Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura pada tanggal 29 September 2000, khusus untuk produk pertanian
PRG. Pada prinsipnya sebuah pedoman keamanan hayati yang efektif memiliki
empat unsur kunci, yaitu : i pedoman yang transparan, ilmiah, dan fleksibel; ii pengambilan keputusan yang kompeten; iii proses review berdasarkan informasi
ilmiah mutakhir; dan iv mekanisme umpan balik dalam merevisi pedoman
berdasarkan informasi terbaru. Tidak optimalnya salah satu dari unsur kunci tersebut akan berakibat timbulnya perbedaan persepsi di dalam menilai kelayakan
pemasyarakatan produk transgenik. Lebih jauh lagi, ketidakjelasan peraturan akan menimbulkan kebingungan, baik di pihak masyarakat maupun instansi- instansi
terkait.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi menyarankan beberapa langkah strategis yang perlu diambil
pemerintah sebagai berikut : a. Revisi SKB Empat Menteri tersebut di atas menjadi peraturan yang tingkatnya lebih tinggi Peraturan Pemerintah atau
Undang- Undang tentang Produk Transgenik, b. Ratifikasi Protokol Keamanan Hayati Cartagena, c. Sosialisasi secara luas, transparan, dan seimbang kepada
masyarakat tentang manfaat dan potensi resiko pemanfaatan produk transgenik, d. Alokasi dana yang memadai di bidang riset dan pembangunan fasilitas
pendeteksian, pengujian, dan evaluasi potensi resiko produk transgenik.
Ibu Rumah Tangga sebagai Konsumen
Negara Indonesia memiliki kepadatan jumlah penduduk yang begitu besar dimana kebutuhan akan sandang, pangan dan papan pun harus dipenuhi juga.
Kebutuhan in i sangat dibutuhkan untuk hajat hidup orang banyak. Berkaitan dengan kebutuhan pangan yang harus dipenuhi setiap harinya, dimana kebutuhan
pangan yang berasal dari pangan rekayasa genetika. Dalam pemenuhan bahan pangan memerlukan seorang tenaga ahli yang berskala sederhana yaitu ibu rumah
tangga, walaupun tidak menutup kemungkinan seorang kepala keluarga yang memutuskan dalam pemenuhan bahan pangan. Ibu rumah tangga adalah bagian
dari konsumen yang merupakan seseorang yang akan membeli suatu produk untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali.
Menurut Sumarwan 1997, perilaku konsumen adalah kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat membeli,
ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Schiftmann dan Kanuk 2000
mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan
sumberdaya yang tersedia waktu, uang, usaha dan energi. Pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan sebagian besar
ditentukan oleh kaum ibu rumah tangga yang merupakan bagian dari konsumen. Setiap penduduk atau individu adalah seorang konsumen karena tugasnya
melakukan kegiatan konsumsi, baik pangan dan non pangan maupun jasa. Konsumen akan menggunakan berbagai kriteria dalam membeli produk dan
merek tertentu Sumarwan 2003. Ibu rumah tangga sebagai bagian dari konsumen adalah individu yang
memiliki keragaman latar belakang budaya, tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu para pemasar berkewajiban memahami ibu
rumah tangga, mengetahui apa yang dibutuhkan, apa seleranya dan bagaimana konsumen mengambil keputusan sehingga produsen dapat memproduksi barang
dan jasa sesuai kebutuhan konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa termasuk pada proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini Engel,
Blackwell dan Miniard 1994. Perilaku konsumen dalam hal ini ibu rumah tangga sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi konsumen
dalam perolehan bahan pangan rekayasa genetika PRG. Ibu rumah tangga merupakan sosok yang penting dalam pemenuhan
kebutuhan, baik dalam hal perencanaan keuangan sampai pada pengelolaan keuangan. Akses pengelolaan diatur sedemikian rupa oleh ibu rumah tangga
dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada tahap pembelian suatu bahan pangan dimana ibu akan menentukan jenis bahan pangan apa yang akan dibeli dan akan
dikonsumsi untuk keluarganya. Mayoritas para ibu rumah tangga memperoleh bahan pangan dengan mudah, baik itu di supermaket atau pasar tradisional. Ibu
pun mulai teliti akan produk bahan pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi bagi keluarganya, sehingga diperlukan suatu pengetahuan akan perolehan bahan
pangan.
Pengetahuan
Pengetahuan dapat didefinisikan secara umum sebagai informasi yang dapat disimpan dalam ingatan Engel, Blackwell Miniard, 1994. Tingkat
pengetahuan akan berpengaruh terhadap penerimaan dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep
mengenai objek tertentu.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi melalui panca
indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
Notoatmodjo 1995. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang. Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan reality. Salah satu cara untuk mendapat dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi
atau dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti Aristoteles. Pengetahuan dapat diketahui dengan cara lain untuk mendapat
pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen seperti dilakukannya metode ilmiah. Pengetahuan juga dapat diturunkan dengan cara logika secara tradisional,
otoritatif, atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengujian.
Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka akan semakin baik
pula dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan konsumen menyebabkan konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah
informasi serta mampu mengingat informasi dengan lebih baik Sumarwan 2003. Pengetahuan konsumen terbagi menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan
objektif, pengetahuan subjektif dan informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang
disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai
kelas produk. Selain itu, konsumen juga memiliki informasi mengenai berbagai pengetahuan lainnya Sumarwan 2003.
Menurut Dharmmesta dan Handoko 1996 pengetahuan yaitu unsur– unsur yang mengisi akal alam jiwa manusia yang sadar. Hal ini akan
menimbulkan suatu gambaran, pengamatan persepsi, konsep terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya.
Menurut Engel, Blackwell Miniard 1995 pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan konsumen untul mengerti suatu pesan, membantu
konsumen mengamati logika yang salah dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar. Lebih lanjut Engel, Blackwell Miniard 1994 menjelaskan bahwa
pengetahuan konsumen terhadap suatu barang dibagi dalam tiga jenis yaitu 1 pengetahuan produk product knowledge, 2 pengetahuan pembelian purchase
knowledge dan 3 pengetahuan penggunaan usage knowledge.
Persepsi
Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan lingkungannya. Mulai saat itu pula individu secara langsung
menerima rangsangan stimulus dari lingkungannya. Individu mengenal dan memahami lingkungannya, merupakan persoalan yang berhubungan dengan
penginderaan dan pengamatan sensation dan perception. Kata persepsi sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu perseptio yang berarti
mengambil, mengerti atau menagkap dan dalam bahasa Inggris yaitu perception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami. Sedangkan dalam bahasa
sehari-hari persepsi diartikan sebagai mengerti, memahami atau menyadari. Menurut Jalaludin Rahmat, 1992 persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan atau juga proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Pengertian persepsi yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera Bimo 2002.
Pada umumnya pengertian persepsi berkisar diantara penginderaan dan pemikiran. Namun demikian persepsi bukan hanya sekedar hasil penginderaan,
ada unsur penafsiran interpretation terlebih dahulu terhadap stimulus yang diterima. Persepsi merupakan proses penginterpretasian yang merupakan
pemaknaan hasil pengamatan. Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu
informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa
kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut.
Misalnya meja yang terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja. Sebaliknya persepsi memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis,
saat otak mendapat stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu
tulisan menjadi jelek. Menurut Irawan, Wijaya dan Sudjoni 1997 seseorang dapat muncul
dengan persepsi yang berbeda terhadap objek rangsangan yang sama karena tiga proses yang berkenaan dengan persepsi. Proses tersebut adalah penerimaan
rangsangan secara selektif, perubahan makna informasi secara selektif dan mengingat sesuatu secara selektif. Muhadjir 1992 menyatakan persepsi
merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari domain kognitif berupa ekspresi pendapat yang lebih tepat atau kurang tepat. Menurut Cshlosberg
dalam Muhadjir 1992 pengukuran persepsi dapat disajikan dalam dua dimensi senang–tidak senang dan menerima–menolak. Selanjutnya Noeng dalam Muhadjir
1992 menyederhanakan pengukuran persepsi dalam bentuk skala penilaian setuju dan tidak setuju.
Persepsi tentang sesuatu merupakan interpretasi atau respon kesadaran sesorang terhadap lingkungan fisik atau stimulasi yang diperolehnya Hardinsyah
dan Yunita 1997. Persepsi juga dinyatakan sebagai proses seseorang mengungkapkan pendapat atau opini dari berbagai stimulus yang diterimanya.
Apa yang didengar, dibaca, dilihat, dirasakan dan dibaui oleh seseorang akibat faktor lingkungannya yang akan memberi respon persepsi dari seseorang.
Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
objek tertentu, termasuk Pangan Rekayasa Genetika. Pengetahuan seseorang merupakan aspek kognitif yang dimiliki seseorang dari merekam atau mengingat
dari segala informasi yang diperolehnya, baik tentang lingkungannya general knowledge maupun tentang bagaimana melakukan sesuatu–bertindak procedural
knowledge. Dalam teori Perilaku Konsumen, persepsi dan pengetahuan seserorang merupakan dua hal yang penting diperhatikan bahkan dijadikan
sasaran perubahan untuk tujuan pemasaran. Demikian pula dalam psikologi untuk tujuan terapi Belch GE dan Belch MA 1995.
Penelitian di Inggris mengenai persepsi konsumen tentang penggunaan produk PRG pada tahun 1996 lebih detail disajikan pada bagian selanjutnya,
menunjukkan bahwa sebagain besar responden menolak menggunakan pangan hasil PRG. Sisi negatif dari penolakan ini adalah tidak berkembangnya
perdagangan dan pasar pangan produk PRG. Bagi Inggris yang merupakan negara maju dan masih memungkinkan untuk memproduksi dan membeli pangan
non-PRG, tidak menimbulkan masalah food insecurity di negaranya. Tetapi bila hal tersebut terjadi di negara-negara yang padat penduduk dan produksi
pangannya tidak memadai tergantung sebagian pada Impor pangan, seperti indonesia, bisa jadi masalah tersebut dapat menimbulkan masalah ketidaktahanan
pangan. Meskipun sebenarnya definisi ketahanan pangan bukan berarti setiap negara harus mampu memproduksi sendiri untuk kebutuhan sendiri Handewi,
P.S. Rachman dan Mewa Ariani, 2002; Hardinsyah, 2001. Respon masyarakat di berbagai wilayah dunia terhadap pangan hasil
rekayasa genetika cenderung negatif. Hal itu diperoleh dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara besar di Eropa dan juga di Jepang.
Tetapi, beberapa penelitian yang dilakukan di negara-negara berkembang memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian di negara maju. Di negara
berkembang, persepsi positif yang diberikan terhadap produk PRG merupakan hasil analisis manfaat biaya cost-benefit analysis sejalan dengan teori manfaat
yang diharapkan. Negara-negara berkembang lebih memberi perhatian terhadap kebutuhan pangan kaitannya dengan ketersediaan pangan dan kandungan gizi.
Selain itu, tingkat persepsi terhadap potensi resiko bisa ditekan menjadi lebih rendah karena kepercayaan terhadap peraturan yang dibuat pemerintah, persepsi
positif terhadap kajian ilmiah dan pengaruh positif media massa. Hal ini bertentangan dengan minimnya manfaat dan persepsi besarnya resiko yang
ditemukan di negara-negara maju Curtis et al. 2004.
Knight dan Paradkar 2008 menjelaskan bahwa konsumen di India tidak begitu tertarik terhadap isu GMO, masyarakat umumnya tidak memahami dan
kurang menyadari akan isu GMO.
Penerimaan
Menurut David L.Ludon 1984 perilaku konsumen adalah sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mempergunakan barang dan jasa. Adapun menurut James F. Engel et al 1994 perilaku konsumen sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan ini. Teori perilaku konsumen ini sejalan dengan penerimaan PRG dimana konsumen yaitu Ibu rumah tangga akan mengevaluasi, memperoleh,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa yaitu Pangan Rekayasa Genetika.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam penerimaan adalah sebagai berikut :
1. Faktor Kebudayaan a. Budaya : Faktor-faktor budaya memberikan pengaruhnya paling luas pada
keinginan dan perilaku konsumen. Budaya culture adalah penyebab paling mendasar teori keinginan dan perilaku seseorang.
b. Subbudaya : Faktor Sosial setiap kebudayaan mengandung sub kebudayaan yang lebih kecil, atau sekelompok orang yang
mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Sub kebudayaan meliputi:
kewarganegaraan, agama, ras, dan daerah geografis. 2. Faktor Sosial
Seperti kelompok kecil, keluarga serta aturan dan status sosial konsumen. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat. Keputusan orang ingin membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi
ekonomi, gaya hidup dan kepribadian serta konsep diri.
3. Faktor Psikologis Meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan dan keyakinan serta sikap.
Penerimaan seseorang terhadap suatu produk pangan secara umum dapat dilihat dari jumlah yang dikonsumsi. Daya terima pangan dapat juga dinilai dari
jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan pangan yang dikonsumsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap
makanan yang disajikan menurut Khumaidi 1994 antara lain : a. Faktor internal, yaitu suatu kondisi yang ada dalam diri seseorang yang
mempengaruhi konsumsi makanannya b. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi
konsumsi makan. Dengan adanya pernyataan yang dikemukakan oleh Khumaidi 1994 maka
faktor internal dan faktor eksternal mempengaruhi pengkonsumsian makanannya. Penerimaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga dipengaruhi pula oleh faktor
internal dimana dalam pemenuhan bahan pangan ibu yang menentukan, akan tetapi untuk faktor eksternal dapat dipengaruhi oleh faktor luar dalam hal ini
keluarga dimana masing-masing individu menginginkan jenis pangan yang akan dikonsumsi.
Selanjutnya Lisdiana 1997 menambahkan bahwa penerimaan terhadap makanan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan orang
lain terhadap makanan sejak ia masih anak-anak. Penerimaan suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul
melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicip dan indera pendengaran. Namun faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan adalah rangsangan
citarasa yang ditimbulkan oleh makanan. Penerimaan lebih ditentukan oleh faktor kesehatan dan kepercayaan, sedangkan kesukaan lebih dipengaruhi oleh selera.
Potter Hotchkiss 1996 menambahkan bahwa penerimaan sangat dipengaruhi oleh mutu produk.
Akan terdengar aneh bahwa produk-produk yang diproduksi dengan teknologi yang lebih maju malah kurang disukai oleh konsumen. Hal inilah yang
terjadi pada produk PRG, paling tidak untuk beberapa konsumen. Organisme yang
telah dimodifikasi secara genetis PRG dikembangkan dengan bioteknologi yang lebih maju dengan tujuan untuk mencapai beberapa kualitas tertentu yang
diinginkan dalam produksi pertanian seperti benih dan tahan terhadap serangga. Sayangnya, PRG yang tidak disertai dengan manfaat yang dapat langsung
dirasakan dapat diamati secara fisik bagi konsumen, produk-produk olahan PRG dan pangan yang mengandung bahan tambahan dari produk PRG bisa dipandang
kurang baik dibandingkan produk pangan non-PRG Chern dan Rickertsen, 2002.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk
yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi kecukupan pangan dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dimana
keberadaannya sudah beredar dimana-mana, hanya masyarakat umum tidak mengetahui secara pasti akan pangan rekayasa genetika itu.
Keberadaan pangan rekayasa genetika bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia masih asing ditelinga, bahkan tak jarang yang memandang negatif akan
produk ini. Akan tetapi di luar negeri, dikarenakan terbatasnya lahan pertanian dan pesatnya teknologi, pangan rekayasa genetika merupakan sesuatu hal yang
sudah tidak langka lagi. Banyak faktor yang menyebabkan pangan rekayasa genetika ini kurang
dikenal masyarakat Indonesia, selain kurangnya sosialisasi oleh departemen atau lembaga yang terkait, juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan besarnya
pendapatan masyarakat Indonesia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin banyak pengetahuan dan persepsi positif mengenai pangan rekayasa
genetika, sehingga mereka tidak ragu dan takut untuk mengkonsumsi atau menerima produk PRG tersebut. Sebaliknya juga demikian, bila tingkat
pendidikannya rendah maka pengetahuan dan persepsi akan pangan rekayasa genetika juga rendah yang pada akhirnya mereka tidak menginginkan untuk
mengkonsumsi pangan rekayasa genetika. Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kesadaran dalam bertindak. Pengetahuan yang dimiliki, dapat membuat seseorang bisa menilai dan mempersepsikan pangan rekayasa
genetika sehingga akan membentuk suatu penerimaan terhadap pangan rekayasa genetika dalam bentuk perilaku berupa tindakan. Selain tingkat pengetahuan,
beberapa faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi penerimaan PRG pada ibu rumah tangga, yaitu status ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu dan kota
tempat tinggal. Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan : Peubah yang diteliti
Peubah yang tidak diteliti
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PRG pada Ibu Rumah Tangga Perkotaan.
Karakteristik Ibu Rumah Tangga
• Status ekonomi
• Tingkat pendidikan
• Pekerjaan Ibu
• Kota Tempat Tinggal
PENGETAHUAN
Pangan Rekayasa Genetika
PERSEPSI
Pangan Rekayasa
Genetika
Komunikasi Interpretasi
Tanggapan
PENERIMAAN Pangan Rekayasa
Genetika
HARAPAN
• Media Massa
• Lingkungan Sosial
METODE Desain, Tempat dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama yang dilakukan oleh Hardinsyah et al 2007 melalui kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan
Departemen Pertanian. Penelitian utama menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis sederhana dengan sebaran distribusi. Sedangkan rancangan penelitian ini
adalah Cross Sectional Study yang bersifat deskriptif analitis dengan menjelaskan kekuatan hubungan dan faktor demografi serta status ekonomi yang
mempengaruhi penerimaan PRG khususnya kedelai dan olahannya terutama tahu dan tempe.
Penelitian ini dilakukan di tiga kota besar yang dipilih secara sengaja yaitu Jakarta, Surabaya dan Medan. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei
hingga November 2007.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga dan ibu rumah tangga dipilih sebagai responden. Penentuan ibu rumah tangga sebagai responden didasarkan
atas asumsi bahwa ibu merupakan anggota keluarga yang berperan sangat besar dalam hal pengadaan dan penyiapan konsumsi di rumah tangga.
Penetapan ketiga kota yaitu Jakarta, Surabaya dan Medan dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan
wilayah perkotaan, akses informasi dan isu terkini lebih cepat dan terbaru di banding daerah pedesaan. Selain itu, pemilihan ketiga kota tersebut memiliki
kepadatan populasi yang tinggi sehingga diharapkan terdapat heterogenitas calon responden Ibu rumah tangga dari berbagai tingkat sosial ekonomi miskin,
sedang dan tidak miskin. Penentuan ketiga kota tersebut juga ditetapkan karena ketiga kota merupakan kota besar di Indonesia, serta di Kota Medan dan
Surabaya merupakan daerah dengan hasil pertanian yang cukup besar.
Penentuan kelurahan dari masing–masing kota diambil secara sengaja purposive yang berasal dari lima kelurahan dengan prevalensi kemiskinan yang
berbeda. Setelah diperoleh informasi mengenai prevalensi kemiskinan rata-rata di setiap kota berdasarkan data BPS di masing-masing kota, maka dipilih satu
kelurahan dengan prevalensi kemiskinan terbawah, satu kelurahan dengan prevalensi kemiskinan teratas dan tiga kelurahan dengan prevalensi kemiskinan di
sekitar rata-rata prevalensi kemiskinan kota sebagai tempat pelaksanaan penelitian. Teknik penarikan contoh secara terinci dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Gambar 4. Teknik Penarikan Contoh.
Indonesia
DKI Jakarta Jawa Timur
Sumatera Utara 1 Kota
Jakarta 5 Kelurahan
Kel. Miskin
- Kel. Cipinang Cempedak Kel. Menengah
- Kel. Baru - Kel. Cipinang Muara
- Kel. Kebon Pala Kel. Atas
- Kel. Rambutan
150 Rumahtangga
1 Kota Surabaya
5 Kelurahan
Kel. Miskin
- Kel. Kebraon
Kel. Menengah
- Kel. Mojo - Kel. Keputih
- Kel. Ploso Kel. Atas
- Kel. Gading
150 Rumahtangga
1 Kota Medan
5 Kelurahan
Kel. Miskin
- Kel. Teladan Timur
Kel. Menengah
- Kel. Pasar Merah - Kel. Sudi Rejo I
- Kel. Sudi Rejo II Kel. Atas
- Kel. Teladan Barat
150 Rumahtangga
30 Rumah
tangga Miskin
90 Rumah
tangga
Mene ngah
30 Rumah
tangga
Atas
30 Rumah
tangga Miskin
90 Rumah
tangga
Mene ngah
30 Rumah
tangga
Atas
30 Rumah
tangga Miskin
90 Rumah
tangga
Mene ngah
30 Rumah
tangga
Atas
Sebanyak 30 rumahtangga dipilih dari setiap kelurahan dengan cara berkonsultasi dengan petugas kelurahan atau ketua tim penggerak Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga PKK, sehingga dari setiap kota diperoleh sebanyak 150 responden, dan dari ketiga kota dikumpulkan responden total sebanyak 450 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini dikumpulkan dari data hasil penelitian utama. Adapun jenis data yang dikumpulkan dari studi penelitian utama meliputi data primer dan data
sekunder. Secara umum data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden yang mencakup : usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota
keluarga, pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Data mengenai pengetahuan tentang PRG meliputi : pengetahuan tentang istilah PRG,
pemahaman tentang PRG, peredaran PRG, manfaat PRG, uji keamanan untuk manusia dan pakan ternak. Data untuk persepsi tentang PRG meliputi : kualitas
PRG, nilai gizi, manfaat PRG bagi kesehatan, produktivitas PRG, tahan hama, biaya dan produktivitas PRG serta pestisida yang hemat untuk PRG. Data yang
dikumpulkan untuk faktor penerimaan adalah pernah mengkonsumsi PRG, kuantitas konsumsi PRG, produk berformalin yang lebih berbahaya banding PRG,
daging ayam yang terinfeksi flu burung yang lebih berbahaya banding PRG, pangan penyebab diare yang lebih berbahaya banding PRG dan pewarna pangan
yang lebih berbahaya banding PRG. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.
Adapun langkah yang dilakukan sebelum ibu rumah tangga mengisi kuesioner yaitu dengan wawancara terlebih dahulu untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan PRG. Enumerator juga memberi arahan dengan menyebutkan salah satu contoh PRG yang sudah umum dan mudah dipahami oleh ibu rumah
tangga seperti jenis kacang kedelai impor yang merupakan produk rekayasa genetika dimana mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan kacang
kedelai lokal. Data sekunder meliputi dokumen atau laporan tentang penggunaan benih,
luas tanam dan produksi pangan rekayasa genetika PRG. Dokumen tentang regulasi, kesepakatan, pedoman dan standar tentang atau yang berkaitan dengan
PRG baik nasional maupun internasional. Dalam kaitannya dengan penarikan contohsampling, di setiap lokasi penelitian diperlukan data sekunder tentang
kemiskinan tingkat desa di setiap kabupaten dan kota yang menjadi lokasi penelitian Hardinsyah, et al 2007.
Tabel 3. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
No Jenis Data
Cara Pengumpulan
1 Karakteristik
Kuesioner Usia, Pendidikan, Jumlah anggota keluarga, Sumber pendapatan utama, Besar
pengeluaran pangan, Besar pengeluaran non pangan
2 Penerimaan
Kuesioner pernah mengkonsumsi PRG 3
Pengetahuan Kuesioner pengetahuan tentang PRG,
pengetahuan tentang istilah PRG, peredaran PRG, manfaat PRG, perlunya uji keamanan PRG untuk
konsumsi manusia, konsumsi pangan berformalin lebih berbahaya dibandingkan PRG, konsumsi
daging terinfeksi flu burung lebih berbahaya dibandingkan dengan PRG, konsumsi makanan
penyebab diare berbahaya dibandingkan dengan PRG, konsumsi pewarna lebih berbahaya
dibandingkan dengan PRG dan perlunya uji keamanan PRG untuk pakan ternak
4 Persepsi
Kuesioner kualitas PRG, pangan PRG mempunyai nilai gizi lebih baik, pangan PRG mempunyai
manfaat bagi kesehatan, produktivitas PRG lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman lokal
sejenis, PRG tahan terhadap serangan hama, PRG memiliki biaya produksi rendah dan keuntungan
tinggi, jumlah pemakaian pestisida pada PRG lebih hemat dibandingkan dengan tanaman lokal
sejenis
Pengolahan dan Analisis Data
Status ekonomi dikategorikan menjadi dua kategori yaitu miskin dan tidak miskin berdasarkan kelompok pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah
tangga terdiri dari pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan di masing- masing kota Jakarta Rp.658.764, Surabaya Rp.345.498,- dan Medan Rp.391.159
BPS Susenas 2005. Status ekonomi dinilai berdasarkan kategori miskin dan
tidak miskin, dimana kategori miskin diberi skor 0 dan tidak miskin diberi nilai 1 yang kemudian masing-masing kategori dipresentasekan.
Menurut tingkat pendidikan Ibu rumah tangga diukur berdasarkan jenjang pendidikan yang dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah Tidak
sekolah dan SD, menengah SLTP dan SLTA dan tinggi Perguruan Tinggi. Pengkategorian tersebut diberi skor masing-masing, yaitu kategori rendah diberi
skor 0, kategori sedang diberi skor 1 dan kategori tinggi diberi skor 2. Pekerjaan Ibu rumah tangga diukur berdasarkan profesi yang dijalani saat
ini yang dibagi dalam dua kategori yaitu bekerja PNS, karyawan swasta, buruh, profesional dan tidak bekerja hanya sebagai Ibu rumah tangga yang mengurusi
keluarganya. Penerimaan dinilai berdasarkan persentase atas jawaban dari pertanyaan
yaitu: pernah mengkonsumsi PRG. Pertanyaan terdiri dari dua pilihan dimana jawaban ya artinya pernah mengkonsumsi akan diberi skor 1 dan jawaban tidak
tidak pernah mengkonsumsi akan diberi skor 0. Pengetahuan dinilai berdasarkan persentase atas jawaban yang benar dari
enam pertanyaan, mengenai pengetahuan tentang pengertian PRG, pengetahuan tentang manfaat PRG, pemahaman tentang defenisi PRG, mengetahui bahwa di
Indonesia atau daerah tempat tinggal responden saat ini telah beredar produk pangan PRG, PRG harus mela lui uji keamanan sebelum diedarkan, konsumsi
pangan berformalin lebih berbahaya dibandingkan PRG, konsumsi daging terinfeksi flu burung lebih berbahaya dibandingkan dengan PRG, konsumsi
makanan penyebab diare berbahaya dibandingkan dengan PRG, konsumsi pewarna lebih berbahaya dibandingkan dengan PRG dan PRG yang akan diolah
jadi pakan ternak juga harus melalui uji keamanan sebelum diedarkan. Tiap pertanyaan terdiri dari dua pilihan dan jawaban yang benar akan
diberi skor 1 dan salah akan diberi skor 0. Total skor dari sepuluh komponen pertanyaan kemudian dipersentasekan untuk ditetapkan menjadi dua kategori
pengetahuan yaitu tidak baik dengan batas pengelompokkan skor 60 persen dan untuk kategori baik apabila skor yang diperoleh 60 persen.
Persepsi dinilai berdasarkan persentase atas jawaban yang benar dari tujuh pertanyaan, terdiri atas : PRG punya kualitas lebih baik, PRG punya nilai gizi
lebih baik, PRG punya manfaat bagi kesehatan, produktivitas PRG lebih tinggi dibandingkan produk lokal sejenis, PRG tahan hama, biaya produksi rendah,
hemat pestisida. Tiap pertanyaan terdiri dari dua pilihan dan jawaban yang benar akan
diberi skor 1 dan salah akan diberi skor 0. Total skor dari tujuh komponen pertanyaan kemudian dipersentasekan untuk ditetapkan menjadi dua kategori
persepsi yaitu persepsi salah apabila skor yang diperoleh 60 persen dan persepsi benar jika skor yang diperoleh 60 persen.
Kota tempat tinggal dibedakan atas tiga kota besar yang ada di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya dan Medan.
Entri data primer dari responden penelitian dilakukan menggunakan program Excel. Entri data dilakukan setelah disiapkan suatu code book, sebagai
pedoman entri data. Double entry dilakukan pada 5 persen kuesioner untuk mengecek secara sepintas kesalahan entri data. Kecurigaan akan kemungkinan
kesalahan entri menghendaki pengecekan ulang data dari kuesioner, sampai diyakini hasil entri data tersebut benar.
Pengolahan data dilakukan dengan analisis menggunakan SPSS Statistical Package for Social Sciences versi 12.0, yang diawali dengan
menentukan hasil statistik deskriptif yaitu nilai proporsi untuk setiap kategori dari masing-masing peubah sudah dientri.
Setelah menetapkan proporsi masing-masing peubah, maka dilanjutkan dengan analisis data untuk melihat hubungan skor pengetahuan dan persepsi
responden antar berbagai kelompok kelompok miskin vs kelompok tidak miskin. Untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan ibu rumah
tangga terhadap PRG, dilakukan analisis dengan menggunakan metode regresi logistik. Pemilihan regresi logistik sebagai metode analisis data dalam penelitian
ini adalah karena penelitian ini bertujuan melihat hubungan beberapa faktor peubah independen dengan peubah dependen, dimana peubah dependennya
penerimaan ibu rumah tangga terhadap PRG terdiri dari dua kategori atau binarydikotomus Kleinbaum 1988, Steel and Torrie 1991. Peubah independen
yang diduga mempengaruhi penerimaan PRG dalam penelitian ini yaitu status
ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal.
Analisis data menggunakan regresi logistik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahapan analisis univariat untuk melihat sebaran data,
bivariat atau regresi logistik sederhana yaitu untuk melihat hubungan masing- masing peubah independen dengan penerimaan sebagai peubah dependen.
Seterusnya data yang memenuhi kriteria persyaratan, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda yaitu untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang secara
bersamaan akan berpengaruh terhadap penerimaan PRG pada ibu rumah tangga perkotaan.
Tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap meliputi a analisis sebaran data yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran distribusi frekuensi dari responden serta untuk mendeskripsikan peubah dependen dan independen Pagano 1992. Analisis ini memberikan gambaran atau
karakteristik peubah penerimaan, status ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, pengetahuan, persepsi dan kota tempat tinggal, b analisis yang digunakan
untuk menguji perbedaan penerimaan PRG berdasarkan kota tempat tinggal dan status ekonomi dengan menggunakan uji Kruskall Wallis, c uji korelasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu uji korelasi Spearman yang digunakan untuk melihat hubungan penerimaan dengan data ordinal yang terdiri dari status
ekonomi, tingkat pendidikan, pengetahuan dan persepsi. Sedangkan untuk uji korelasi chi square contingency coeficient digunakan untuk melihat hubungan
penerimaan dengan data nominal yang terdiri dari pekerjaan dan kota tempat tinggal, d Analisis selanjutnya yang dipergunakan untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan Ibu rumah tangga terhadap PRG, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Penggunaan regresi
logistik dalam analisis variabel berganda bertujuan untuk menjelaskan faktor- faktor apa saja yang menentukkan penerimaan PRG, hasil tersebut dilengkapi
dengan penjelasan persentase tiap kategori dengan masing-masing kekuatan hubungannya sebagaimana yang dijelaskan oleh model persamaan regresi logistik
berganda berikut :
1 1 2
2
...
1 1
k k
X X
X
Y e
β β β
β −
+ +
+ +
= +
dimana : Y
= penerimaan PRG 1 = menerima, 0 = tidak menerima X
1
= status ekonomi 1 = tidak miskin, 0 = miskin X
2
= tingkat pendidikan 2 = tinggi, 1 = sedang, 0 = rendah X
3
= pekerjaan ibu 1 = bekerja, 0 = tidak bekerja X
4
= pengetahuan tentang PRG 1 = baik, 0 = tidak baik X
5
= persepsi terhadap PRG 1 = menerima, 0 = tidak menerima X
6
= kota tempat tinggal 2 = Medan, 1 = Surabaya, 0 = Jakarta ßo
= intercept ß
1
,ß
2
,...,ß
6
= koefisien regresi untuk peubah X
1
, X
2
, . . ., X
6
e = galat
Adapun skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Skala pengukuran variabel-variabel penelitian
No Variabel
Kategori Sumber
1 Pendidikan
Rendah Tidak Sekolah dan SD Menengah SLTP dan SLTA
Tinggi Perguruan Tinggi 2
Status Ekonomi Miskin
Tidak Miskin Jakarta Rp.658.764,
Surabaya Rp.345.498,- dan Medan
Rp.391.159 Data Susenas 2005
Besar Pengeluaran
3 Pekerjaan
Tidak Bekerja Bekerja
4 Penerimaan
Tidak Menerima : 60 Menerima : 60
5 Pengetahuan
Tidak Baik : 60 Baik : 60
6 Persepsi
Persepsi Salah : 60 Persepsi Benar : 60
Definisi Operasional Penerimaan
adalah daya terima ibu rumah tangga terhadap suatu produk pangan rekayasa genetika yang mereka konsumsi dalam kehidupan sehari-
hari. Untuk penerimaan ini yang merupakan nilai Y dalam regresi logistik berganda dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
menerima diberi skor 1 dan tidak menerima diberi skor 0.
Pangan Rekayasa Genetika PRG adalah produk yang secara genetik telah
mengalami modifikasi penyisipan gen tertentu melalui teknologi penggabungan DNA untuk mendapatkan produk pangan baru yang
lebih unggul. Dalam penelitian ini dibatasi pada jenis PRG yaitu kedelai impor dimana dalam beberapa literatur bahwa kedelai
impor dapat dikenali dari ukurannya yang relatif besar-besar dibandingkan kedelai lokal.
Ibu Rumah Tangga adalah wanita yang berperan sebagai istri dan ibu untuk
anak-anaknya, serta merupakan seseorang yang mengelola pemenuhan pangan keluarga dalam rumah tangga.
Status Ekonomi adalah keadaan tingkat ekonomi ibu rumah tangga yang
dikategorikan miskin dan tidak miskin menurut besar pengeluaran pangan dan besar pengeluaran non pangan setiap keluarga
berdasarkan data BPS Susenas 2005. Pengkodean skor yaitu tidak miskin diberi skor 1 dan miskin diberi nilai 0.
Tingkat pendidikan adalah jenjang tingkat pendidikan formal yang dijalani oleh
Ibu rumah tangga. Dalam hal ini dikelompokkan pada kategori rendah yaitu untuk ibu tidak sekolah dan SD, kategori sedang
untuk yang berpendidikan SMP Sekolah Menengah Pertama dan SMA Sekolah Menengah Atas, dan kategori tinggi untuk ibu
yang berpendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi. Pengkodean skor yaitu tinggi diberi nilai 2, sedang diberi nilai 1, dan rendah
diberi skor 0.
Pekerjaan adalah status pekerjaan ibu yang dikategorikan bekerja yaitu meliputi:
PNS, Karyawan swasta, Wiraswasta, Buruh, dan Profesional, kategori tidak bekerja yaitu ibu rumah tangga
. Pengkodean skor
yaitu bekerja diberi skor 1 dan tidak bekerja diberi nilai 0.
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui ibu rumah tangga PRG meliputi:
pengetahuan tentang PRG, pengetahuan tentang istilah PRG, pengetahuan peredaran PRG, pengetahuan manfaat PRG, perlunya
uji keamanan PRG untuk konsumsi manusia, konsumsi pangan berformalin lebih berbahaya dibandingkan PRG, konsumsi daging
terinfeksi flu burung lebih berbahaya dibandingkan dengan PRG, konsumsi makanan penyebab diare berbahaya dibandingkan
dengan PRG, konsumsi pewarna lebih berbahaya dibandingkan dengan PRG dan perlunya uji keamanan PRG untuk pakan ternak.
Peubah ini dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu baik yang berarti ibu rumah tangga dapat menjawab 60 pertanyaan
dengan benar yang diberi skor 1 dan tidak baik yang berarti ibu rumah tangga dapat menjawab 60 pertanyaan yang salah dan
diberi skor 0.
Persepsi
adalah respon Ibu rumah tangga sebagai konsumen terhadap PRG meliputi: kualitas PRG, pangan PRG mempunyai nilai gizi lebih
baik, pangan PRG mempunyai manfaat bagi kesehatan, produktivitas PRG lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman
lokal sejenis, PRG tahan terhadap serangan hama, PRG memiliki biaya produksi rendah dan keuntungan tinggi, jumlah pemakaian
pestisida pada PRG lebih hemat dibandingkan dengan tanaman lokal sejenis. Peubah ini dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu persepsi benar yang diberi skor 1 artinya ibu rumah tangga dapat menjawab 60 pertanyaan dengan benar dan persepsi
salah yang diberi skor 0 berarti ibu rumah tangga dapat menjawab 60 pertanyaan yang salah.
Kota tempat tinggal adalah lokasi perkotaan yang dipilih sebagai kota tempat
tinggal Ibu rumah tangga sebagai responden penelitian, yaitu kota Medan yang diberi skor 2, Surabaya yang diberi skor 1 dan Jakarta
yang diberi skor 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Ibu Rumah Tangga
Data yang dianalisis pada penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan menyebar kuesioner. Ibu rumah tangga merupakan responden
dalam penelitian ini. Responden dalam penelitian ini berjumlah 450 Ibu rumah tangga orang yang ditemui di tiga kota yang berbeda yaitu Jakarta, Surabaya dan
Medan. Karakteristik yang dilihat yaitu usia, tingkat pendidikan, besar pengeluaran pangan, besar pengeluaran non pangan dan jumlah anggota keluarga.
Tabel 5. Sebaran Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Karakteristik Demografi Menurut Kota Tempat Tinggal
Karakteristik Jakarta
Surabaya Medan
Total Miskin
Tidak Miskin
Miskin Tidak
Miskin Miskin
Tidak Miskin
Miskin Tidak
Miskin n
Usia tahun 20 – 35
36 – 55 55
1653.3 1446.7
0 0 4436.7
7159.2 54.2
1344.8 1344.8
310.3 4839.7
6553.7 86.6
1546.9 1340.6
412.5 2218.6
8773.7 97.6
4448.4 4044.0
77.7 11431.8
22362.1 226.1
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah
SD SLTP
SLTA Perguruan Tinggi
00 620
723.3 1446.7
310 00
97.5 2117.5
6554.2 2520.8
00 1034.5
310.3 1137.9
517.2 00
43.3 119.1
4234.7 6452.9
39.4 618.8
618.8 1134.4
618.8 00
1210.2 2117.8
6454.2 2117.8
33.3 2224.2
1617.6 3639.6
1415.4 00
257 5314.8
17147.6 11030.6
Pekerjaan Ibu PNS
Karyawan Swasta Wiraswasta
Buruh Profesional
Lainnya 13.3
1446.7 1446.7
00 00
13.3 1613.3
6251.7 3630
10.8 10.8
43.3 13.4
1034.5 931
517.2 00
413.8 3428.1
4335.5 2722.3
10.8 119.1
54.1 13.1
00 26.3
13.1 13.1
2784.4 2722.9
86.8 3126.3
97.6 10.8
4235.6 33.3
2426.4 2527.5
66.6 11.1
3235.2 7721.4
11331.5 9426.2
113.1 133.6
5114.2
Jumlah Anggota Keluarga orang
2 – 3 4 – 5
5 1860
826.7 413.3
1613.3 8066.7
2420 827.6
1965.5 26.9
2823.1 6452.9
2924 825
1753.1 721.9
119.3 6353.4
4437.3 3437.4
4448.4 1314.3
5515.3 20757.7
9727
Pengeluaran Pangan perbulan Rp
500000 500000-1000000
1000000-2000000 2000000
1240 1860
00 00
00 5142.5
6050 97.5
2896.6 13.4
00 00
119.1 5343.8
5444.6 32.5
32100 00
00 00
54.2 9479.7
1815.3 10.8
7279.1 1920.9
00 00
164.5 19855.2
13236.8 133.6
Pengeluaran Non Pangan perbulanRp
500000 500000-1000000
1000000-2000000 2000000
2893.3 26.7
00 00
00 8671.7
2924.2 54.2
2793.1 26.9
00 00
1512.4 3528.9
2520.7 4638
32100 00
00 00
3529.7 5647.5
2218.6 54.2
8795.6 44.4
00 00
5013.9 17749.3
7621.2 5615.6
Data sebaran karakteristik yang diperoleh, memperlihatkan usia Ibu rumah tangga pada status ekonomi tidak miskin menunjukkan rentang usia 36 hingga 55
tahun dengan jumlah persentase 62, namun untuk status ekonomi miskin ada pada usia 20 hingga 35 tahun, hal ini menunjukkan bahwa status ekonomi miskin
cenderung menikah atau berkeluarga di usia yang relatif muda. Ibu rumah tangga
dari tiga kota yang tersebar di Indonesia berdasarkan status ekonomi miskin menunjukkan persentase yang terbesar 39 berpendidikan SLTA. Namun untuk
status ekonomi tidak miskin menunjukkan hasil dimana 47 Ibu rumah tangga berpendidikan SLTA.
Berdasarkan pekerjaan Ibu yang dibandingkan antar kota, diperoleh hasil dimana pekerjaan Ibu bervariasi dari menjadi PNS, karyawan swasta, buruh,
profesional dan lainnya hanya sebagai Ibu rumah tangga. Secara umum, proporsi terbesar dari status ekonomi miskin yaitu 35 berprofesi sebagai Ibu rumah
tangga yang mengurusi keluarganya sedangkan proporsi terbesar pada status ekonomi tidak miskin 31 berprofesi sebagai karyawan swasta.
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo 2003 jenis pekerjaan orang tua merupakan salah satu indikator besarnya pendapatan keluarga. Pendapatan juga
merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga yang berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan anggota keluarga.
Jumlah anggota keluarga pada status ekonomi miskin dan status ekonomi tidak miskin berada pada rentang jumlah anggota keluarga 4 hingga 5 orang
dengan masing-masing persentase 48 dan 57. Besar pengeluaran pangan rata–rata perbulan dari tiga kota berdasarkan
status ekonomi miskin menunjukkan hasil bahwa Rp. 500.000,- para Ibu rumah tangga mengeluarkan untuk keperluan pangan 79. Pada status ekonomi tidak
miskin menunjukkan bahwa untuk keperluan pangan biaya yang dikeluarkan berada pada rentang Rp.500.000,- – Rp.1.000.000,- sebesar 55.
Namun berdasarkan pengeluaran non pangan pada status ekonomi miskin yaitu 95 mengeluarkan dana Rp.500.000,-, dan pada status ekonomi tidak
miskin 49 mengeluarkan dana non pangan sebesar Rp.500.000,- – Rp.1.000.000,-.
Penerimaan Ibu Rumah Tangga Terhadap Pangan Rekayasa Genetika Menurut Kota Berdasarkan Status ekonomi
Penerimaan PRG dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan skor. Faktor penerimaan dan sebaran jawaban Ibu rumah tangga menurut kota dan
status sosial ekonomi disajikan dalam Tabel 6 – Tabel 9. Tabel 6. Sebaran Persentase Jawaban pada setiap Faktor Penerimaan PRG Ibu
Rumah Tangga di Jakarta untuk setiap kategori Status ekonomi
Pertanyaan Status Ekonomi
Total Miskin
Tidak Miskin n
Pernah konsumsi PRG
Menerima Tidak Menerima
22 73.3 8 26.4
83 69.2 37 30.8
105 70 45 30
Tabel 4 menunjukkan bahwa 73.3 sebaran Ibu rumah tangga di Jakarta pada status ekonomi miskin menerima konsumsi PRG dan 26.4 tidak menerima
untuk mengkonsumsi PRG. Adapun pada status ekonomi tidak miskin, terdapat 69.2 menerima untuk mengkonsumsi PRG dan 30.8 tidak menerima untuk
mengkonsumsi PRG. Sejalan dengan adanya berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa penerimaan konsumen
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Moerbeek dan Casimer, 2006 menyampaikan bahwa tingkat
penerimaan wanita terhadap GMO lebih rendah dibandingkan dengan pria. Hal ini dapat dijelaskan dengan 2 hal, yaitu : 1 bahwa semakin tinggi pengetahuan, akan
semakin besar tingkat penerimaan. Namun, untuk pangan hasil rekayasa genetika hal ini tidak sepenuh nya bisa diterima. Kurangnya penerimaan terhadap pangan
GMO justru disebabkan karena tingkat pemahaman yang lebih baik mengenai GMO. Ibu rumah tangga yang memiliki informasi lebih banyak tentang GMO,
tidak dapat sepenuhnya menerima pangan GMO karena mereka memahami bahwa risiko dan konsekuensi mengkonsumsi GMO jangka panjang masih belum jelas,
dan 2 faktor jender ternyata berkaitan dengan sikap terhadap jenis pangan tertentu. Wanita umumnya merencanakan makanan dan belanja kebutuhan rumah
tangga lainnya. Kurangnya ketertarikan terhadap GMO dan pangan hasil inovasi lainnya dibandingkan pangan tradisional dipraktekkan dalam hal memilih dan
menyiapkan makanan untuk anaknya. Berbagai penelitian terkait penerimaan dan penilaian konsumen terhadap
pangan PRG telah dilakukan. Curtis et al. 2004 menyampaikan bahwa penelitian
yang dilakukan di Eropa dan Jepang memberikan bukti kuat bahwa konsumen akan memutuskan untuk mengonsumsi PRG dengan mengabaikan potensi risiko
produk PRG sesuai yang mereka pahami, jika produk tersebut dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk non-PRG. Dari hasil penelitian
yang dilakukan di Norwegia, Grimsrud et al. 2002 menyimpulkan bahwa konsumen disana rata-rata akan mengkonsumsi roti yang dibuat dari tepung GMO
hanya jika roti tersebut diberi diskon 49.5 dibawah harga roti yang dibuat dari tepung non-GMO.
Penelitian yang dilakukan Burton et al. 2001 di United Kingdom, menyimpulkan bahwa pria bersedia membayar lebih banyak 26 untuk
mengonsumsi pangan non-GMO, sedangkan wanitanya bersedia membayar lebih tinggi lagi 49.3 untuk menghindari pangan yang telah mengalami teknologi
rekayasa genetika. Penelitian lain di Jepang, ditemukan bahwa rata-rata warga Jepang bersedia membeli mie GMO jika harganya didiskon sampai 60 harga
mie non-GMO McCluskey et al. in press, 2003. Tabel 7. Sebaran Persentase Jawaban pada setiap Faktor Penerimaan PRG Ibu
Rumah Tangga di Surabaya untuk setiap kategori Status ekonomi
Pertanyaan Status Ekonomi
Total Miskin
Tidak Miskin n
Pernah konsumsi PRG
Menerima Tidak Menerima
7 24.1 22 75.9
65 53.7 56 46.3
72 48 78 52
Faktor penerimaan untuk Surabaya menunjukkan hasil bahwa proporsi Ibu rumah tangga pada status ekonomi tidak miskin lebih besar 53.7 dibandingkan
dengan status ekonomi miskin, dimana status ekonomi tidak miskin lebih menerima untuk mengkonsumsi PRG Tabel 7.
Tabel 8. Sebaran Persentase Jawaban pada setiap Faktor Penerimaan PRG Ibu Rumah Tangga di Medan untuk setiap kategori Status ekonomi
Pertanyaan Status Ekonomi
Total Miskin
Tidak Miskin n
Pernah konsumsi PRG
Menerima Tidak Menerima
12 37.5 20 62.5
114 96.6 4 3.4
126 84 24 16
Hasil analisis menunjukan proporsi pada status ekonomi tidak miskin di kota Medan mempunyai persentase yang tinggi yaitu 96.6, dimana sebagian
besar menerima untuk mengkonsumsi PRG. Akan tetapi pada status ekonomi miskin 62.5 tidak menerima untuk mengkmonsumsi PRG Tabel 8.
Tabel 9. Sebaran Tingkat Penerimaan Ibu Rumah Tangga Terhadap PRG
Kategori Jakarta
Surabaya Medan
Total Chi-Square Test
n n
n n
Chi Square
Sig Miskin
Menerima Tidak Menerima
Tidak Miskin Menerima
Tidak Menerima Total
22 8
83 37
150
14.6 5.3
55.3 24.8
100
7 22
65 56
150
4.7 14.6
43.3 37.4
100
12 20
114 4
150
8 13.3
76