Konsep Kepuasan Konsumen Gambar 4 Pengukuran Kepuasan Pengunjung

sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok indentitas. 8. Kepuasan KonsumenPengunjung 8.8.1. Definisi Kepuasan Konsumen Menurut Kotler Arief, 2007:167 kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang ia rasakan alami terhadap harapannya. Menurut Hurriyati 2005:106 kepuasan konsumen pada dasarnya adalah fungsi dari harapan terhadap kinerja suatu produk, setelah pelanggan mendapatkan atau menggunakan layanan.

8.8.2. Konsep Kepuasan Konsumen Gambar 4

Konsep Kepuasan Konsumen sumber : Arief 2007:169 Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Tujuan Perusahaan Harapan Pelanggan Terhadap Produk Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan Tingkat Kepuasan Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan terjadi karena adanya sebuah titik temu antara pelanggan dengan kinerja yang pelanggan terima dan dirasakan. Harapan pelanggan merupakan pikiran atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi produk baik produk barang atau jasa.

8.8.3. Pengukuran Kepuasan Pengunjung

Hingga saat ini menurut Fandy Tjiptono 2008 survey merupakan metode yang paling popular dan berkembang pesat dalam literature pengukuran kepuasan pelanggan. Oleh Karenanya pada bab ini akan diuraikan panduan praktis melakukan survey kepuasan pelanggan. Isu-isu pokok yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya mengukur kepuasan pelanggan meliputi: a Tujuan pengukuran kepuasan pelanggan Menurut hill, Brierley MacDougall 1999 dalam Fandy Tjipto, kepuasan pelanggan merupakan ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan custumer requirements. Kepuasan pelanggan bukanlah konsep absolut, melainkan relative atau tergantung pada apa yang diharapkan pelanggan. Operasionalisasi pengukuran kepuasan pelanggan bisa menggunakan sejumlah factor, seperti ekspetasi, tingkat kepentingan importance, kinerja, dan factor ideal lihat Tjiptono Chandra, 2007. Kendati demikian, salah satu teknik pengukuran kepuasan pelanggan yang paling banyak dipakai adalah “importance-performance analysis” Martilla James, 1977, yakni menggunakan importance ratings dan performance ratings.  Pengukuran Kepuasan pelanggan dilakukan dengan berbagai macam tujuan, di antaranya :  Mengindentifikasi Keperluan requirement pelanggan importance ratings, yakni aspek-aspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan memengaruhi apakah ia puas atau tidak.  Menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi pada aspek-aspek penting.  Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing langsung maupun tidak langsung.  Mengidentifikasi PFI priorities for Improvement melalui analisis gap antara skor tingkat kepentingan importance dan kepuasan.  Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator andal dalam memantab kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu. b Menanyakan Pertayaan yang tepat Survei yang baik harus didasari kuesioner yang akurat. Ibaratnya garbage in, garbage out’. Kalau daftar pertayaannya tidak akurat, data yang terkumpul juga tidak akan akurat. Oleh karenanya diperlukan riset eksploratoris dalam rangka mengindentifikasi daftar keperluan requirements pelanggan yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar perancangan kuesioner survei. Caranya bisa lewar wawancara mendalam satu per satu dengan beberapa pelanggan in-depth interviews maupun wawancara kelompok focus group. c Bertanya Kepada Pelanggan yang Tepat Hal yang tak kalah krusialnya adalah bertanya kepada pelanggan yang tepat. Contohnya, apabila ingin meneliti tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas popok bayi seperti daya serap, kenyamanan pemakaian, kecocokan dengan kulit bayi, harga, dan seterusnya, responden utama yang mungkin lebih cocok adalah ibu bayi, harga, dan seterusnya, responden utama yang mungkin lebih cocok adalah ibu bayi, walaupun sebagaian bapak dan perawat bayi bisa pula dilibatkan. d Memilih tipe survei Survei bisa dilakukan lewat wawancara personal tatap muka langsung , via telepon, maupun self-administered surveys via pos, e-mail, fax, point-of-sales, dan lain-lain. Tabel 14.1 membandingkan keunggulan dan kelemahan ketiga ancangan tersebut. Pemilihan tipe survei yang ingin dipakai sangat tergantung pada tujuan riset, ketersediaan sumber daya tenaga, waktu dan biaya, dan deadlines. Sebagai contoh, jika desain riset memerlukan pengumpulan informasi dari partisipan yang sulit dijangkau atau sulit diakses, maka alternatif wawancara via telepon, survei lewat pos maupun computer-delivered questionnaires patut dipertimbangkan. Sebaliknya, jika data memang harus dikumpulkan secepatnya, maka jangan memakai survei via pos karena sulit mengendalikan kapan partisipan mengembalikan kuesioner yang telah diisi. Selain itu, apabila tujuan riset mem-butuhkan wawancara dan investigasi ekstensif, maka survei lewat wawancara personal menjadi pilihan paling menarik. Akan tetapi, bila tidak ada satupun ancangan ‘terbaik’, maka pilihannya adalah melakukan hybrid survey, artinya menggabungkan dua atau lebih alternatif tipe survei. e Merancang Kuesioner Tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian seksama dalam perancangan kuesioner adalah pertanyaan, layout, dan rating scales. Pedoman umum menyangkut perancangan pertayaan-pertayaan yang dimuat dalam sebuah kuesioner antara lain:  Pengetahuan responden. Hal pertama yang harus dipastikan sejak awal adalah apakah responden memiliki pengetahuan memadai untuk menjawab pertanyaan-pertayaan yang diajukan.  Pemahaman responden atas pertanyaan yang diajukan. Aspek ini menyangkut apakah interpretasi atau pemahaman responden terhadap masing-masing pertayaan sama dengan interpretasi peneliti atau penyusunan kuesioner.  Bias potensial dalam setiap pertayaan. Salah satu masalah terbesar berkenan dengan perancangan kuesioner adalah kuesioner itu sendiri bisa menimbulkan bias dalam respon para partisipan. Sumber masalahnya bisa dikarenakan pertayaan yang diajukan maupun karena rating scale. Misalnya, pertayaan seperti “ seberapa puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan?” mengandung bias, karena kata-kata” seberapa puas” mengasumsikan bahwa para pelanggan puas, tinggal masalah seberapa besar kepuasannya. Alternatifnya adalah menggunakan pertayaan “ seberapa puas atau tidak puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan? “. Bias potensial lainnya berkaitan dengan penggunakan rating scale yang tidak seimbang. Alternatifnya , pilihan diperluas menjadi lima: sangat bagus, bagus, biasa saja rata-rata, jelek, dan sangat jelek. Dalam rating scales, secara garis besar ada lima macam yang biasa digunakan dalam riset kepuasanketidakpuasan pelanggan: likert scale, verbal scale, SIMALTO scale, numerical rating scale, dan ungraded scale. Skala Likert dan skala verbal sama-sama menggunakan kata-kata dalam mendeskripsikan setiap poin dalam skala bersangkutan. Skala SIMALTO dikenal pula dengan sebutan fully descriptive verbal scale memakai kata-kata yang mendeskripsikan setiap poin secara rinci. Sesuai dengan namanya, skala numerik memakai angka untuk rating, sedangkan ungraded scale hanya memberikan tabel untuk bi-polar extremes, namun tidak pada setiap poin di antara kedua nilai ekstrem tersebut. Patut diperhatikan bahwa setiap skala dalam Tabel 14.3 terdiri atas dimensi importance yang mengukur tingkat kepentingan atau ketidakpentingan setiap atribut atau faktor dan dimensi kepuasan yang mengukur tingkat kepuasan atau ketidakpuasan responden terhadap pemasok, merek atau produk spesifik. Masing-masing skala memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Skala Likert, contohnya, gampang diisi namun cenderung mengandung bias positif positively blased dalam riset kepuasan pelanggan. Jarang dijumpai pertayaan yang sifatnya negatively blased misalnya, “Restoran ini jorok.... Sangat Setuju– Sangat Tidak Setuju. Di samping itu , responden berkecendrungan untuk setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam dimensi importance seperti “Penting bagi saya bila staf layanan pelanggan bersikap ramah pada saya” dan sejenisnya. Skala verbal gampang dipahami responden dan mencakup kedua konsep yang diukur importance dan kepuasan, sehingga berpotensi menekan kebingungan responden. Dibandingkan skala Likert dan SIMALTO, skala verbal lebih sederhana dan jelas . Hanya saja, dimensi importance mengandung potensi bias seperti halnya pada kasus skala Likert.

8.8.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan