Bab II teori interpretasi alam di taman nasional TNGGP

(1)

A. Paparan Konseptual 1. Taman Nasional

Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dimaksud taman nasional yakni kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zonasi yang dimaksud pada pengertian taman nasional tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 adalah:

a) Ditetapkan sebagai zona inti, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia; mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. Zona rimba mempunyai tujuan utama sebagai tempat untuk pelestarian, tetapi tidak seketat pada zona inti. Kegiatan ringan seperti mendaki, wisata alam


(2)

terbatas, rehabilitasi dan pembangunan sarana (jalan setapak, papan penunjuk, shelter) secara terbatas dapat dimungkinkan.

b) Ditetapkan sebagai zona pemanfaatan, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. c) Ditetapkan sebagai zona rimba, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi; memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan; merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.

Taman nasional memiliki fungsi sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa, dan kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Setyadi (2006) menyebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan taman nasional adalah mengelola penggunaan kawasan oleh pengunjung untuk kepentingan inspiratif, pendidikan, budaya, dan rekreasi dengan tetap mempertahankan areal tersebut pada kondisi alamiah atau mendekati alamiah. Berikut gambar dari peta Zonansi TNGGP :


(3)

Gambar 1 Peta Zonansi TNGGP

Dalam pengelolaanya taman nasional tidak dapat bekerja sendiri, perlu melibatkan banyak pihak terutama dari segi pendanaan, tenaga ahli, dan partisipasi masyarakat sekitar. Sesuai dengan penjelasan ini maka taman nasional merupakan salah satu obyek potensial bagi pengembangan ekoturisme, dan Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki taman nasional yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Banyak Potensi kehati yang belum terungkap, karena masih banyak yang


(4)

belum sempat dipelajari secara mendalam. Lembaga-lembaga peneliti baik dalam dan luar negeri termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta perguruan tinggi, berpreran penting untuk melakukan ekplorasi potensi biologi taman nasional. Hasilnya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, di samping untuk dikembangkan bagi kepentingan obat-obatan, ataupun pengembangan kegiatan pariwisata.

Sesuai dengan fungsi dan potensinya, kawasan-kawasan taman nasional dan taman-taman wisata alam, telah menjadi obyek ekoturisme yang sangat strategis dan menarik perhatian pengunjung, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Arah pembangunan kepariwisataan ke depan adalah berbasis pariwisata berkelanjutan. Prinsip pariwisata berkelanjutan, adalah pengelolaan seluruh sumberdaya secara tepat, sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika bagi wisatawan dan daerah penerima dapat terpenuhi. Pengelolaannya juga ditunjukan bagi terpeliharanya integritas budaya, proses ekologi yang esensial, kelestarian kehati, kelestarian sumberdaya air, dan mencegah terjadinya pencemaran udara, air, dan tanah. Perkembangan pariwisata diarahkan untuk tidak merusak tatanan kelestarian lingkungan hidup dan budaya masyarakatnya, karena kedua-duanya merupakan modal dasar bagi kegiatan kepariwisataan. Beberapa negara maju dan negara berkembang telah banyak yang menunjukkan keberhasilannya dalam mengembangkan ekoturisme.

2. Jasa

Menurut Drs. Danang Sunyoto (2012 : 232) Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempuyai banyak


(5)

arti, dari mulai pelayanan personal ( personal serice ) sampai jasa sebagai suatu produk. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran jasa yang telah berusaha mendifinisikan pengertian jasa. Berikut ini terdapat beberapa pengertian jasa itu sebagai deeds ( tindakan, prosedur, aktivitas, proses-proses, dan unjuk kerja yang intangible. Jasa dari sisi penjualan dan konsumsi secara kontras dengan barang: “Barang adalah suatu objek yang tangible yang dapat diciptakan dan dijual atau digunakan setelah selang waktu tertentu. Jasa adalah intangible ( seperti kenyamanan, hiburan, kecepatan, kesenangan, dan kesehatan ) dan perishable ( jasa tidak mungkin disimpan sebagai persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan). Jasa diciptakan dan dikonsumsi secara simultan”.

Sedangkan menurut Philip Kotler dalam Fandy Tjiptono (2005: 16) jasa didefinisikan sebagai: “Setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible ( tidak berwujud fisik ) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Dari berbagai definisi diatas, tampak bahwa di dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, akan tetapi jasa adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas tersebut tidak berwujud. Leonard L.Berry dikutip oleh Tjiptono ( 2005 ) mengemukakan ada 3 ( tiga ) karakteristik jasa, yaitu:

 Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud ( more intangible than tangible).


(6)

 Produksi dan konsumsi bersamaan waktu ( simultaneous production and consumption )

 Kurang memiliki standar dan keseragaman ( less standardized and uniform).

3. Penawaran Wisata

Apa yang ditawarkan kepada wisatawan? Jawabnya adalah produk ( product) dan jasa (service). Produk wisata adalah semua produk yang diperuntukan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer, 1993: 129) dikutip oleh Janianton Damanik & Helmut F.Weber (2006). Jadi kalau wisatawan mengunjungi Candi Prambanan, menginap di hotel, makan di restoran, mendaki Gunung Merapi, masuk ke Keraton, dan seterusnya, maka candi, hotel, restoran,gunung, keraton itu disebut dengan produk. Melalui pasar, produk dijual kepada calon pembeli atau wisatawan. Caranya sangat khusus, karena produk tadi tidak diangkut ke hadapan pembeli melainkan melalui suatu mekanisme pemasaran (lihat uraian di bawah).

Adapun jasa menurut Janianton & Helmik (2006 : 11) tidak lain adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan (mengonsumsi) produk tersebut. Jasa ini biasanya tidak tampak (intangible), bahkan seringkali tidak dirasakan. Mulai dari pembersihan kamar hotel yang dilakukan oleh staf room service, aneka hidangan dan cara penyajiannya yang dilakukan oleh staf room service, aneka hidangan dan cara penyajiannya yang dilakukan oleh staf food and beverage sampai penyediaan informasi di Tourist Information Center, semuanya merupakan


(7)

bentuk jasa wisata. Ia merupakan akumulasi waktu, ruang dan personal yang memungkinkan wisatawan dapat menggunakan produk wisata. Menurut Burkart dan Medlik (Freyer, 1993: 129), jasa wisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam atraksi, transport, akomodasi, dan hiburan.

Elemen penawaran wisata menurut Janianton & Helmik (2006 : 11) sering disebut sebagai triple A’s yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi meliputi pemandangan alam, seperti Danau Kalimutu atau Gunung Bromo, udara sejuk dan bersih, hutan perawan, sungai, gua, dll. Singkatnya, pemandangan alam, kekayaan flora dan fauna. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarakat seperti pasar terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, Disneyland, dan sebagainya. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitality, yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanann dan sebagainya.

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep, 1994), mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Moda transportasi layak ditawarkan adalah


(8)

angkutan penumpang tersebut berangkat ke dan tiba tepat waktu di ODTW. Tentu saja dengan tingkat kenyamanan dan keselamatan yang standar.

Aminitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat digolongkan ke dalam bagian ini.

Semakin lengkap dan terintegrasinya ketiga unsur tersebut di dalam produk wisata maka semakin kuat posisi penawaran dalam sistem kepariwisataan. Untuk memperkuat posisi tersebut maka kualitas produk yang ditawarkan mutlak diperhatikan. Harus diakui bahwa tidak semua produk wisata berkualitas baik. Hal ini perlu ditegaskan karena banyak kalangan dengan mudah mengatakan produk wisata di daerahnya menarik dan bermutu. Sebenarnya pihak yang menilai mutu produk wisata itu adalah wisatawan sendiri, sebab merekalah user atau konsumennya (Plog, 2001).

Kualitas produk yang baik terkait dengan empat hal, yakni keunikan, otensitas, originalitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata. Komodo dan habitatnya di Pulau Komodo dapat dikatakan unik karena tidak ada duanya di dunia. Keunikan ini sebenarnya merupakan salah satu keunggulan produk dalam persaingan pasar yang semakin ketat.

Originalitas atau keaslian mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi oleh atau tidak


(9)

mengadopsi model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Di sini model seringkali menentukan . Contoh yang paling mudah, sekarang banyak bangunan hotel kembali menampilkan gaya arsitektur lokal tanpa mengurangi kenyamanan wisatawan. Demikian pula karyawan hotel tidak lagi mengenakan pakaian tradisional yang didesain secara memikat.

Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya, otentisitasnya lebih sering dikaitkan dengan derajat keantikan atau eksotisme budaya sebagai atraksi wisata (Kontogeorgopoulos, 2003: 183). West dan Carrier ( 2004: 491) mengatakan otensitas merupakan sebuah kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja dari suatu daya tarik ekowisata. Upacara kematian di Tana Toraja tidak saja unik tetapi juga otentik. Ini berbeda dengan upacara kematian di daerah lain. Tarian Bali yang biasa di pertunjukkan untuk kepentingan ritual mempuyai otentitas yang lebih tinggi daripada tarian yang dimodifikasi untuk konsumsi wisatawan.

Diversitas produk artinya keanekaragaman produk dan jasa yang ditawarkan. Wisatawan harus diberikan banyak pilihan produk dan jasa yang secara kualitas berbeda-beda. Bisa saja pemandangan alam atau peninggalan budaya menjadi daya tarik andalan, tetapi akan lebih baik jika produk-produk pendukung dapat dikembangkan. Tujuannya agar wiatawan dapat lebih lama tinggal dan menikmati atraksi yang bervariasi serta akhirnya memperoleh pengalaman wisata yang lengkap. Bagi penyedia jasa tentu hal itu akan memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar . Sebaliknya,


(10)

suatu daerah tujuan wiata yang mengandalkan monoproduk akan rentan terhadap perubahan pasar.

4. Pengertian Umum Tentang Wisatawan

Sebagaimana dijelaskan dalam segmentasi permintaan wisata, wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya ( Steck, et.al., 1999; Heher, 2003: 20). Dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda itu mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata. Peran ini sangat menentukan dan sering diposisikan sebagai jantung kegiatan pariwisata itu sendiri. Oleh sebab itu banyak pelaku lainnya yang tergantung dan dalam beberapa hal bahkan – tunduk padanya.

Menurut Janianton & Helmik (2006 : 13) Wisatawan adalah konsumen atau pengguna dan layanan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata. Gaji yang tidak bertambah, syarat-syarat kerja yang memburuk, waktu luang yang semakin terbatas, tingkat kesehatan yang menurun , atau singkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh pada konstelasi permintaan produk wisata. Dalam hal ini bisa dimaklumi mengapa suatu daerah atau negara bisa menjadi sumber wisatawan atau negara yang intensitas wisatanya tinggi, sebaliknya daerah


(11)

atau negara lain hanya menempati posisi sebagai penerima wisatawan atau penyedia jasa semata.

5. Tipologi Wisatawan

Wisatawan dapat diklasifikasi dengan menggunakan berbagai dasar. Pada prinsipnya dasar-dasar klasifikasi tersebut dapat dikelompokkan atas dua, yaitu atas dasar interaksi (interactional type) dan atas dasar kognitif-normatif (cognitive-normative models) (Murphy, 1985). Pada tipologi atau dasar interaksi, penekanannya adalah sifat-sifat interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, sedangkan tipologi atas dasar kognitif-normatif lebih menekankan pada motivasi yang melatarbelakangi perjalanan.

Dalam pendekatan kognitif-normatif, Plog (1972) mengembangkan tipologi wisatawan sebagai berikut:

 Allocentric, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan ( adventure), dan memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal.

 Psychocentric, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan yang ada di negaranya sendiri. Mereka melakukan perjalanan wisata dengan program yang pasti dan memanfaatkan fasilitas dengan standar internasional.

 Mid-centric, terletak di antara allocentric dan psychocentric.Berdasarkan perilaku wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, Gray (1970) membedakan wisatawan menjadi dua, yaitu: (1) sunlust dan (2) wanderlust.


(12)

Sunlust tourist adalah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah dengan tujuan utama untuk beristirahat atau relaksasi. Wisatawan tipe ini mengharapkan keadaan iklim, fasilitas, makanan, dan lain-lain yang sesuai standar di negara asalnya. Sebaliknya, wandelust tourist adalah wisatawan yang perjalanan wisatanya didorong oleh motivasi untuk mendapatkan pengalaman baru, mengetahui kebudayaa baru, ataupun mengagumi keindahan alam yang belum pernah dilihat. Wisatawan seperti ini lebih tertarik kepada DTW yang mampu menawarkan keunikan budaya atau pemandangan alam yang mempunyai nilai pembelajaran yang tinggi.

6. Sumber Daya Pariwisata Minat khusus

Salah satu penyebab terjadinya segmentasi atau spesialisasi pasar pariwisata adalah karena adanya kecendrungan wisatawan dengan minat khusus baik dalam jumlah wisatawan maupun area minatnya. Hal ini sangat berbeda dari jenis pariwisata tradisional karena calon wisatawan memilih sebuah destinasi wisata tertentu sehingga mereka dapat mengikuti minat khusus ini diperkirakan akan menjadi trend perkembangan pariwisata ke depan sebab calon wisatawan telah menginginkan jenis pariwisata yang fokus, yang mampu memenuhi kebutuhan spesifik wisatawan telah menginginkan jenis pariwisata yang fokus, yang mampu memenuhi kebutuhan spesifik wisatwan. (Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Sc. & I ketut Surya Diarta, SP., MA.)

Jenis-jenis sumber daya pariwisata minat khusus yang bisa dijadikan atraksi wisata dapat diklasifikasi sebagaimana dalam Tabel 2 (Richardson dan Fluker, 1994:71).


(13)

Tabel 1

Sumber Daya Minat Khusus N

o

Klasifikasi Contoh

1 Active adventure (petualangan aktif)

- Caving

- Parachute jumping - Trekking

- Off-rood adventure - Mountain climbing 2 Nature and wildlife - Birdwatching

- Ecotourism - Geology - National parks - Rain forest

3 Romance - Honeymoon

- Island vacation - Nightlife - Single tour - Spalhot spring

4 Soft adventure - Backpacking

- Bicycle touring - Canaoing/kayaking - Scuba diving/ snorkling - Walking tours

5 Affinity - Artist’s workshop

- Senior tour

- Tour for the handicapped

6 Family - Amusemen park

- Camping - Shopping trips - Whalewatching 7 History/culture - Agriculture

- Art/architecture - Art festival - Film/film history

8 Hobby - Antique

- Beer festival - Craft tour - Gambling


(14)

7. Interpretasi

7.7.1. Definisi interpretasi

Interpretasi merupakan bentuk pelayanan kepada pengunjung yang datang ke taman, hutan, tempat yang dilindungi dan kawasan rekreasi, selain pengunjung ingin bersantai atau mencari inspirasi juga mempunyai keinginan untuk mempelajari tentang alam, kebudayaan dan sumberdaya alam berupa proses geologi, satwa, tumbuhan, komunitas ekologi atau sejarah manusia (Muntasib dan Rachmawati 2003). Dirjen PHPA (1988) dalam buku Pedoman Interpretasi Taman Nasional, menuliskan bahwa interpretasi taman nasional dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pengelolaan dan sekaligus sebagai bentuk pelayanan kepada pengunjung taman nasional yang bersangkutan, serta merupakan salah satu dasar kebijaksanaan yang ditetapkan baik untuk saat ini, maupun yang akan datang. Sedangkan menurut Direktorat wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan (2001) interpretasi adalah suatu metoda komunikasi yang bertujuan untuk menjelaskan kepada pengunjung tentang suatu objek atau potensi kawasan dengan karakteristik dan keterkaitannya agar mereka memahami lebih dalam tentang objek atau potensi dimaksud sehingga tumbuh kesadaran untuk ikut melindungi dan melestarikannya.

Definisi interpretasi menurut McArthur (2005) berarti gagasan komunikasi dan perasaan dimana dapat membantu orang dalam memperkaya pemahaman dan pengetahuannya di dunia dan hal tersebut mempunyai peranan yang sangat penting. Selain itu tujuan interpretasi menurut McArthur (2005) adalah:


(15)

 Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap isi pesan kepada sasaran pasar.

 Memberikan inovasi secara cukup dan merangsang pasar untuk melakukan kunjungan.

 Meningkatkan keuntungan dalam bidang pendapatan ekonomi.

 Membantu meminimalisasi dampak kunjungan.

Selain itu, interpretasi yang baik apabila dapat memberikan pengetahuan secara lengkap, mampu memenuhi keinginan pengunjung, canggih dalam memberikan pemahaman suatu tempat dan memiliki kecakapan dalam berkomunikasi. Interpretasi sangat efektif karena memberikan lebih daripada informasi dan pengalaman lebih kepada pengunjung (Wearing & Neil 2000). Sehingga keberhasilan mengkomunikasikan suatu objek dan pesan konservasi kepada berbagai pihak terutama pengunjung pada kawasan Taman nasional merupakan kunci keberhasilan interpretasi.

7.7.2. Teknik Pelayanan Interpretasi

Menurut Hadi S. Alikodra (2012) kunci sukses interpretasi adalah keberhasilan mengkomunikasikan sesuatu objek dan pesan konservasi kepada berbagai pihak. Oleh karena itu metode komunikasi menjadi sangat penting, karena jika kita gagal berkomunikasi maka berarti akan gagal pula program interpretasi yang telah dirancangkan dengan matang. Teknik yang sukses sangat tergantung pada topik dan tema yang dipilih sesuai permasalahan yang dihadapi. Mempersiapkan bahan secara tepat, sesuai


(16)

dengan tema dan topik, serta sesuai pula dengan obyek dan tipe pengunjung, menggunakan audio visual yang tepat, mempersiapkan petunjuk perjalanan yang baik, pameran, dan sebaginya. Pada prinsipnya supaya pengunjung menjadi relaks, namun cepat menangkap makna ataupun pesan konservasi.

Metode interpretasi adalah cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan interpretasi. Penentuan penggunaan metode interpretasi didasarkan pada faktor penentunya yaitu pengunjung dan objek interpretasi, secara garis besar terdapat dua macam metode interpretasi (Dirjen PHPA 1988) yaitu:

a) Interpretasi Langsung ( personal Service )

Metode interpretasi langsung dilakukan dengan cara mempertemukan pengunjung taman nasional dengan objek interpretasi, sehingga pengunjung dapat secara langsung melihat, mendengar, atau bila mungkin mencium, merasakan, dan meraba objek-objek interpretasi yang diperagakan. Interpretasi dengan metode ini dapat berupa tamasya berkeliling atau berjalan-jalan dengan interpreter maupun percakapan atau diskusi di lokasi dengan/tanpa demonstrasi. Menurut Frans Teguh dalam Medlik yang dikutip dari skripsi Deni Maulana Sunarya dengan judul Evaluasi Pelayanan Interpretasi di Museum Sri Baduga Bandung (2012:27) yaitu media dalam mendukung metode personal service yaitu: Information duty, Conducted activities, Talks to group, Living interpretation.


(17)

Metode tidak langsung dilakukan dengan cara menggunakan bahan atau peralatan bantu guna memperkenalkan objek interpretasi. Dalam metode ini dapat dilaksanakan dengan menyajikan pemutaran film atau slide program, dalam bentuk sandiwara boneka (khusus anak-anak) yang bertemakan konservasi alam. Adapun bagian media dalam mendukung metode Non personal service yaitu : Audio-visual devices, Written Material, Self-guided activities, Indoor exhibits, visitors Centers dan Off side / off season media.

Berikut teknik pelayanan interpretasi yang diterapkan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrangao :

a. Interpreter

Interpretasi merupakan sebuah program menyeluruh untuk menggambarkan cerita secara keseluruhan. Pelayanan interpretasi harus menyampaikan tentang sebuah cerita tertentu dengan proporsional artinya tidak berlebihan dan bukan asal saja, tentang ekosistem atau peninggalan-peninggalan sejarah/budaya (Muntasib dan Rachmawati 2003). Seseorang yang bertugas memberikan pelayanan interpretasi tersebut adalah interpreter. Interpreter adalah seseorang yang ditunjuk secara resmi oleh pimpinan utama taman nasional setempat berdasarkan peraturan dan kriteria yang telah ditentukan untuk melaksanakan kegiatan interpretasi sesuai dengan program yang telah disusun (Dirjen PHPA 1988). Interpreter merupakan teknik interpretasi secara langsung yang mana dalam teori terdapat di talks to groups yaitu merupakan pemberian informasi yang dilakukan oleh petugas interpreter.


(18)

Kualitas interpreter sangat menentukan program interpretasi yang diselenggarakan. Syarat kemampuan yang harus dimiliki pemandu wisata alam (Dirjen PHPA 1988) adalah sebagai berikut:

a) Menguasai beberapa ilmu atau ahli dalam bidang ilmu tertentu yang berkaitan dengan sesuatu yang menjadi objek interpretasi. Ilmu tersebut tentunya harus sejalan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan alam, antara lain biologi, geologi, klimatologi, fisika, sejarah kependudukan, peninggalan budaya, dan sebagainya.

b) Menguasai pengetahuan di bidang pendidikan dan komunikasi massa serta sekaligus mampu mempraktekkan dalam tugasnya sebagai pemandu wisata alam.

c) Menguasai cara-cara melaksanakan interpretasi secara benar, bukan hanya sekedar memberi informasi, karena informasi bukanlah interpretasi. d) Menguasai cara-cara pengendalian diri

e) Berpenampilan bersih dan rapi

f) Memiliki rasa hormat yang memadai dan jangan sekali-kali menganggap rendah pengunjung, sungguhpun ada pertanyaan yang dikemukakannya tidak bernilai (pertanyaan bodoh).

b. Jalur Interpretasi

Jalur interpretasi adalah jalur khusus yang terdapat objek-objek menarik, yaitu jalur transportasi seperti jalur mobil, sepeda, pejalan kaki dan lain sebagainya. Jalur interpretasi harus memperhatikan urutan rangkaian objek sehingga memberikan pengertian terhadap objek tersebut (Muntasib


(19)

& Rachmawati 2003). Kriteria jalur interpretasi yang baik menurut Domroese dan Serling (1999) adalah:

 Jalur tidak terlalu panjang dan memakan waktu 20 menit - 1 jam dengan berjalan kaki termasuk dengan waktu istirahat.

 Berbentuk lingkaran untuk menghindari pengulangan pemandangan.

 Memiliki tanda-tanda yang jelas sehingga pengunjung dapat mengikutinya dengan mudah.

 Bersih dan tidak terdapat peninggalan sampah atau jejak dari pengunjung sebelumnya.

 Dibangun dengan meminimalisasi dampak erosi dan mempunyai drainase yang baik.

 Terpelihara dengan baik, tidak ada pohon tumbang, vandalisme dan kerusakan karena pengaruh iklim.

 Dirancang dan dikelola untuk meminimalkan dampak ekologi yaitu dengan membiarkan serasah menjadi humus.

c. Tanda interpretasi

Tanda merupakan suatu komunikasi (Trapp et al.1994). Tanda interpretasi berbeda dengan tanda penunjuk arah karena tanda interpretasi memuat lebih banyak pesan, tidak boleh terlalu panjang dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menarik pengunjung untuk membacanya (Muntasib & Rachmawati 2003). Masalah mengenai tanda interpretasi di tempat terbuka adalah jumlah tanda interpretasi yang terus meningkat tetapi


(20)

sedikit yang berupa media interpretasi, banyak terdapat vandalisme, desain tanda yang kurang menarik karena itu tanda harus selalu diperbarui (McLoughlin 1998). Tanda interpretasi yang baik harus bersifat kokoh dan tebal. Selain itu, tanda yang baik adalah tanda yang tidak menggunakan bahan tipis dan bercahaya karena akan menyulitkan bagi pengendara transpotasi pada malam hari. Hal lain yang paling penting dalam pembuatan adalah menggunakan bahan-bahan yang bersifat tahan lama (Berkmuller 1981). Tanda yang sering dipergunakan dalam suatu program interpretasi terdiri dari dua tipe yaitu tanda interpretasi dan tanda administrasi. Tanda administrasi antara lain pintu masuk, tanda penunjuk arah dan tanda informasi yang salah satu fungsinya adalah untuk menghubungkan pengunjung dengan program interpretasi (Muntasib & Rachmawati 2003). Jalur dan tanda interpretasi merupakan teknik pelayanan interpretasi secara tidak langsung yang terdapat dalam teori self guided activities yaitu bentuk pelayanan interpretasi dimana pengunjung akan mengunjungi suatu objek daya tarik wisata tanpa ditemani oleh petugas pemandu wisata. Pengunjung hanya mengikuti rute atau guide walks yang telah ditentukan oleh pengelola suatu objek daya tarik wisata.

d. Visitors Centers

Merupakan bentuk pelayanan interpretasi dimana pengunjung dapat mencari informasi yang dibutuhkan dengan mudah disuatu tempat yang disediakan dengan media yang baik.


(21)

7.7.3. Interpretasi Dalam Proses Komunikasi 1. Pengertian dan Unsur-Unsur Komunikasi

Everest M. Rogers (Cangara 2010).seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa :

Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.”

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa:

Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”.

Dari pengertian Komunikasi yang telah dikemukakan, jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.

Claude E. Shannon dan Werren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima


(22)

unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmitter, signal, penerima, dan tujuan. Kesimpulan ini didasarkan atas hasil studi yang mereka lakukan mengenai pengiriman pesan melalui radio dan telepon.

Meski pandangan Shannon dan Weaver pada dasarnya berasal dari pemikiran proses komunikasi elektronika, tetapi para sarjana yang muncul di belakangnya mencoba menerapkannya dalam proses komunikasi antarmanusia seperti yang dilakukan oleh Miller dan Cherry (Schramm: 1971).

Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Reciever (penerima).

Selain Shannon dan Berlo, juga tercatat Charles Osgood, Gerald Miller dan Milven L. De Fleur menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (feedback) sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang sempurna. Kedua unsur ini nantinya lebih banyak dikembangkan pada proses komunikasi antarpribadi (pesona) dan komunikasi massa.

Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung terjadinya proses komunikasi.


(23)

Kalau unsur-unsur komunikasi yang dikemukakan di atas dilukiskan dalam gambar, kaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya dapat dilihat seperti berikut:

Gambar 2

Unsur-unsur Komunikasi

 Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender atau encoder .

 Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah suatu yang disampaikan pengiriman kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau information.

Efek Penerima

Media Pesan

Sumber


(24)

 Media

Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memudahkan pesan dan sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi.

Selain indra manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram, yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebaginya. Sementara itu, media elektronik antara lain radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio casette dan semacamnya.

Berkat perkembangan teknologi komunikasi khususnya di bidang komunikasi massa elektronik yang begitu cepat, media massa elektronik makin banyak bentuknya, dan makin mengaburkan batas-batas untuk membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi. Hal ini disebabkan karena makin canggihnya media komunikasi itu sendiri yang bisa dikombinasikan (multimedia) antara satu sama lainnya.


(25)

 Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan atau dalam bahasa Inggrisnya disebut audience atau reciever. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.

Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran.

 Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982). Oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.


(26)

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

 Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

2. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi ( interpersonal communication ) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah: pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan,


(27)

baik secara verbal ataupun non verbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan,tatapan muka yang ekspresif, dan jarak fisik yang dekat. Komunikasi kelompok kecil ( small group communication ) adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya. ( Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. 2010).

Sebenarnya untuk memberi batasan pengertian terhadap konsep antarpribadi tidak begitu mudah. Hal ini disebabkan adanya pihak yang memberi definisi komunikasi antarpribadi sebagai proses komunikasi antarpribadi sebagai proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Namun, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) seperti telepon, selular, e-mail (internet), orang mulai mempertayakan apakah komunikasi yang menggunakan alat elektronik seperti itu, masih dapat dikategorikan sebagai proses komunikasi antarpribadi sekalipun berlangsung tanpa situasi tatap muka.Tetapi sarjana komunikasi Amerika lainnya Mc-Croskey memasukan peralatan komunikasi yang menggunakan gelombang udara dan cahaya seperti halnya telepon dan telex sebagai saluran komunikasi antarpribadi.

The chanel is the means of Conveyance of the stimulate the source creates to the reciever. Channels include airwaves, light waves and the like.” (McCroskey,1971).


(28)

Sebab itu timbul kelompok yang lebih senang memakai istilah komunikasi antarpribadi yang beralat (memakai media mekanik) dan komunikasi antarpibadi yang tidak beralat (berlangsung secara tatap muka).

2. Model Proses Komunikasi

Salah satu model yang banyak digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model sirkular yang dibuat oleh Osgood bersama Schramm (1954). Kedua tokoh ini mencurahkan perhatian mereka pada peranan sumber dan penerima sebagai pelaku utama komunikasi, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.2. ( Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. 2010).

Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, di mana pesan ditransmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah translasi yang dilakukan oleh penerima terhadap pesan yang berasal dari sumber. Hubungan antara encoding dan decoding adalah hubungan antara sumber dan penerima secara simultan dan saling memengaruhi satu sama lain.

Sebagai proses yang dinamis, interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.

Gambar 3


(29)

Pada tahap awal, sumber berfungsi sebagai encoder dan penerima sebagai decoder. Tetapi pada tahap berikutnya penerima berfungsi sebagai pengirim ( encoder ) dan sumber sebagai penerima ( decoder ), dengan kata lain sumber pertama akan menjadi penerima kedua dan penerima pertama akan berfungsi sebagai sumber kedua, dan seterusnya.

3. Persepsi: Inti Komunikasi

Menurut Prof. Deddy Mulayana (2007) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyadian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini jelas tampak pada definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot: “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”; Rudolph F. Verderber: “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi.” atau J. Cohen: “Persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana.” Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin

Decoder Decoder

Interpreter Interpreter

Encoder Encoder


(30)

sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok indentitas.

8. Kepuasan Konsumen/Pengunjung 8.8.1. Definisi Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler ( Arief, 2007:167) kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang ia rasakan / alami terhadap harapannya. Menurut Hurriyati (2005:106) kepuasan konsumen pada dasarnya adalah fungsi dari harapan terhadap kinerja suatu produk, setelah pelanggan mendapatkan atau menggunakan layanan.

8.8.2. Konsep Kepuasan Konsumen

Gambar 4

Konsep Kepuasan Konsumen (sumber : Arief 2007:169)

Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Tujuan Perusahaan

Harapan Pelanggan Terhadap Produk Produk

Nilai Produk Bagi Pelanggan


(31)

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan terjadi karena adanya sebuah titik temu antara pelanggan dengan kinerja yang pelanggan terima dan dirasakan. Harapan pelanggan merupakan pikiran atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi produk baik produk barang atau jasa.

8.8.3. Pengukuran Kepuasan Pengunjung

Hingga saat ini menurut Fandy Tjiptono (2008) survey merupakan metode yang paling popular dan berkembang pesat dalam literature pengukuran kepuasan pelanggan. Oleh Karenanya pada bab ini akan diuraikan panduan praktis melakukan survey kepuasan pelanggan. Isu-isu pokok yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya mengukur kepuasan pelanggan meliputi:

a) Tujuan pengukuran kepuasan pelanggan

Menurut hill, Brierley & MacDougall (1999) dalam Fandy Tjipto, kepuasan pelanggan merupakan ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan (custumer requirements). Kepuasan pelanggan bukanlah konsep absolut, melainkan relative atau tergantung pada apa yang diharapkan pelanggan. Operasionalisasi pengukuran kepuasan pelanggan bisa menggunakan sejumlah factor, seperti ekspetasi, tingkat kepentingan (importance), kinerja, dan factor ideal (lihat Tjiptono & Chandra, 2007). Kendati demikian, salah


(32)

satu teknik pengukuran kepuasan pelanggan yang paling banyak dipakai adalah “importance-performance analysis” (Martilla & James, 1977), yakni menggunakan importance ratings dan performance ratings.

 Pengukuran Kepuasan pelanggan dilakukan dengan berbagai macam tujuan, di antaranya :

 Mengindentifikasi Keperluan (requirement) pelanggan (importance ratings), yakni aspek-aspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan memengaruhi apakah ia puas atau tidak.

 Menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi pada aspek-aspek penting.

 Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing langsung maupun tidak langsung.

 Mengidentifikasi PFI (priorities for Improvement) melalui analisis gap antara skor tingkat kepentingan (importance) dan kepuasan.

 Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator andal dalam memantab kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu.

b) Menanyakan Pertayaan yang tepat

Survei yang baik harus didasari kuesioner yang akurat. Ibaratnya garbage in, garbage out’. Kalau daftar pertayaannya tidak akurat, data yang terkumpul juga tidak akan akurat. Oleh karenanya diperlukan riset eksploratoris dalam rangka mengindentifikasi daftar keperluan


(33)

(requirements) pelanggan yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar perancangan kuesioner survei. Caranya bisa lewar wawancara mendalam satu per satu dengan beberapa pelanggan (in-depth interviews) maupun wawancara kelompok ( focus group).

c) Bertanya Kepada Pelanggan yang Tepat

Hal yang tak kalah krusialnya adalah bertanya kepada pelanggan yang tepat. Contohnya, apabila ingin meneliti tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas popok bayi (seperti daya serap, kenyamanan pemakaian, kecocokan dengan kulit bayi, harga, dan seterusnya), responden utama yang mungkin lebih cocok adalah ibu bayi, harga, dan seterusnya), responden utama yang mungkin lebih cocok adalah ibu bayi, walaupun sebagaian bapak dan perawat bayi bisa pula dilibatkan.

d) Memilih tipe survei

Survei bisa dilakukan lewat wawancara personal ( tatap muka langsung ), via telepon, maupun self-administered surveys ( via pos, e-mail, fax, point-of-sales, dan lain-lain). Tabel 14.1 membandingkan keunggulan dan kelemahan ketiga ancangan tersebut. Pemilihan tipe survei yang ingin dipakai sangat tergantung pada tujuan riset, ketersediaan sumber daya ( tenaga, waktu dan biaya), dan deadlines. Sebagai contoh, jika desain riset memerlukan pengumpulan informasi dari partisipan yang sulit dijangkau


(34)

atau sulit diakses, maka alternatif wawancara via telepon, survei lewat pos maupun computer-delivered questionnaires patut dipertimbangkan. Sebaliknya, jika data memang harus dikumpulkan secepatnya, maka jangan memakai survei via pos karena sulit mengendalikan kapan partisipan mengembalikan kuesioner yang telah diisi. Selain itu, apabila tujuan riset mem-butuhkan wawancara dan investigasi ekstensif, maka survei lewat wawancara personal menjadi pilihan paling menarik. Akan tetapi, bila tidak ada satupun ancangan ‘terbaik’, maka pilihannya adalah melakukan hybrid survey, artinya menggabungkan dua atau lebih alternatif tipe survei.

e) Merancang Kuesioner

Tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian seksama dalam perancangan kuesioner adalah pertanyaan, layout, dan rating scales. Pedoman umum menyangkut perancangan pertayaan-pertayaan yang dimuat dalam sebuah kuesioner antara lain:

Pengetahuan responden. Hal pertama yang harus dipastikan sejak awal adalah apakah responden memiliki pengetahuan memadai untuk menjawab pertanyaan-pertayaan yang diajukan.

Pemahaman responden atas pertanyaan yang diajukan. Aspek ini menyangkut apakah interpretasi atau pemahaman responden terhadap masing-masing pertayaan sama dengan interpretasi peneliti atau penyusunan kuesioner.


(35)

Bias potensial dalam setiap pertayaan. Salah satu masalah terbesar berkenan dengan perancangan kuesioner adalah kuesioner itu sendiri bisa menimbulkan bias dalam respon para partisipan. Sumber masalahnya bisa dikarenakan pertayaan yang diajukan maupun karena rating scale. Misalnya, pertayaan seperti “ seberapa puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan?” mengandung bias, karena kata-kata” seberapa puas” mengasumsikan bahwa para pelanggan puas, tinggal masalah seberapa besar kepuasannya. Alternatifnya adalah menggunakan pertayaan “ seberapa puas atau tidak puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan? “. Bias potensial lainnya berkaitan dengan penggunakan rating scale yang tidak seimbang. Alternatifnya , pilihan diperluas menjadi lima: sangat bagus, bagus, biasa saja ( rata-rata), jelek, dan sangat jelek. Dalam rating scales, secara garis besar ada lima macam yang biasa digunakan dalam riset kepuasan/ketidakpuasan pelanggan: likert scale, verbal scale, SIMALTO scale, numerical rating scale, dan ungraded scale. Skala Likert dan skala verbal sama-sama menggunakan kata-kata dalam mendeskripsikan setiap poin dalam skala bersangkutan. Skala SIMALTO ( dikenal pula dengan sebutan fully descriptive verbal scale) memakai kata-kata yang mendeskripsikan setiap poin secara rinci. Sesuai dengan namanya, skala numerik memakai angka untuk rating, sedangkan ungraded scale hanya memberikan tabel untuk bi-polar extremes, namun tidak pada setiap poin di antara kedua nilai ekstrem tersebut. Patut diperhatikan bahwa setiap skala dalam Tabel 14.3 terdiri atas dimensi importance ( yang mengukur tingkat kepentingan atau ketidakpentingan setiap atribut atau faktor) dan dimensi


(36)

kepuasan (yang mengukur tingkat kepuasan atau ketidakpuasan responden terhadap pemasok, merek atau produk spesifik).

Masing-masing skala memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Skala Likert, contohnya, gampang diisi namun cenderung mengandung bias positif (positively blased) dalam riset kepuasan pelanggan. Jarang dijumpai pertayaan yang sifatnya negatively blased (misalnya, “Restoran ini jorok.... Sangat Setuju– Sangat Tidak Setuju). Di samping itu , responden berkecendrungan untuk setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam dimensi importance seperti “Penting bagi saya bila staf layanan pelanggan bersikap ramah pada saya” dan sejenisnya.

Skala verbal gampang dipahami responden dan mencakup kedua konsep yang diukur (importance dan kepuasan), sehingga berpotensi menekan kebingungan responden. Dibandingkan skala Likert dan SIMALTO, skala verbal lebih sederhana dan jelas . Hanya saja, dimensi importance mengandung potensi bias seperti halnya pada kasus skala Likert.

8.8.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat. Persepsi Pelanggan mengenai kualitas jasa tidak mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut terlebih dulu untuk memberikan penilaian.( Freddy Rangkuti, 2003 )


(37)

a. Persepsi Pelanggan

Persepsi didefinisikan sebagai proses di mana individu memilih, mengorganisasikan,serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap :

 Tingkat kepentingan pelanggan

 Kepuasan pelanggan

 Nilai

Proses persepsi terhadap suatu jasa tidak mengharuskan pelanggan tersebut menggunakan jasa tersebut terlebih dulu. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggab atas suatu jasa adalah :

 Harga

 Citra

 Tahap Pelayanan

 Momen Pelayanan

b. Harapan Pelanggan

Pada dasarnya, ada dua tingkat harapan pelanggan. Yang pertama adalah “desired expectation.”.Harapan ini mencerminkan, apa yang harus dilakukan perusahaan atau produk kepada pelanggannya. Ini merupakan kombinasi


(38)

dari apa yang perusahaan dapat lakukan dan harus dilakukan kepada pelanggan dan harapan pelanggan yang lebih rendah dikenal dengan adequate expectation.( Handi Irawan D., MBA.Mcom) 2002. Menurut Fredy Rangkuti (2003) desired expectation dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

 Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar

 Kebutuhan perorangan

 Pengalaman masa lalu

8.8.5. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Tse dan Wilton dalam Fandy Tjiptono, ( 2005: 37) dalam mengukur kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :

Dari persamaan tersebut ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu: expectation dan percieved performance. Apabila perceived performance melebihi expectation maka pelanggan akan memperoleh kepuasan. Untuk itu perceived performance diharapkan melebihi expectation sehingga menciptakan kepuasan pelanggan.

Indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan berbagai cara (Cronin and Taylor; Engel, et, al; Tse and Wilton; Pawitra; Pasuraman, et, al, dalam Fandy Tjiptono; 2005: 37). Indeks kepuasan pelanggan skala misalnya dari 1 sampai 7, yaitu dari sangat tidak puas, tidak puas, agak tidak puas, netral, agak puas, puas sampai sangat puas. Penilaian dapat dilakukan

Kepuasan pelanggan = f ( expectations, perceived performance)


(39)

terhadap produk atau jasa tertentu. Bila terdapat beberapa produk atau perusahaan alternatif, maka dapat digunakan teknik lain berupa peringkat ordinal dari objek penelitian, yaitu dari sangat puas sampai sangat tidak puas. Beberapa cara mengukur indeks kepuasan pelanggan adalah:

1) IKP = PP 2) IKP = IM × PP 3) IKP = PP – EX

4) IKP = IM ×(PP – EX ) 5) IKP = EXPP

Keterangan :

IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan PP = Perceived Performance EX = Expectationss

IM = Importance B. Kerangka Pemikiran

Gambar 5 X Teori interpretasi

Interpretasi adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditunjukan untuk pengunjung kawasan konservasi alam yang merupakan kombinasi dari enam hal, yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan dan promosi (Dirjen PHPA 1988).

Y

Kepuasan Pengunjung Menurut Kotler ( Arief, 2007:167) kepuasan konsumen adalah tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang ia

rasakan / alami terhadap harapannya  Perceived performance

Momen pelayanan  Expectationss

Kebutuhan perorangan

D Interpretasi di TNGGP merupakan sebuah

pelayanan wisata alam yang ditawarkan bagi pengunjung yaitu perkemahan konservasi,school visit, birdwatching dan

paket interpretasi (sumber: http://www.gedepangrango.org/) Produk wisata adalah semua produk yang

diperuntukan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata

(Freyer, 1993: 129) D

(Interpretasi inti komunikasi)

Menurut Prof. Deddy Mulayana, M.A., Ph.D. (2007) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan

penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyadian-balik (decoding) dalam

proses komunikasi. D

Faktor-faktor interpretasi yang mempengaruhi kepuasan pengunjung berada dalam metode pelayanan interpretasi yang merupakan kunci sukses dalam mengkomunikasikan sesuatu obyek dan pesan konservasi kepada pengunjung

 Interpretasi Tidak Langsung ( Non personal service )


(1)

atau sulit diakses, maka alternatif wawancara via telepon, survei lewat pos maupun computer-delivered questionnaires patut dipertimbangkan. Sebaliknya, jika data memang harus dikumpulkan secepatnya, maka jangan memakai survei via pos karena sulit mengendalikan kapan partisipan mengembalikan kuesioner yang telah diisi. Selain itu, apabila tujuan riset mem-butuhkan wawancara dan investigasi ekstensif, maka survei lewat wawancara personal menjadi pilihan paling menarik. Akan tetapi, bila tidak ada satupun ancangan ‘terbaik’, maka pilihannya adalah melakukan hybrid survey, artinya menggabungkan dua atau lebih alternatif tipe survei.

e) Merancang Kuesioner

Tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian seksama dalam perancangan kuesioner adalah pertanyaan, layout, dan rating scales. Pedoman umum menyangkut perancangan pertayaan-pertayaan yang dimuat dalam sebuah kuesioner antara lain:

Pengetahuan responden. Hal pertama yang harus dipastikan sejak awal adalah apakah responden memiliki pengetahuan memadai untuk menjawab pertanyaan-pertayaan yang diajukan.

Pemahaman responden atas pertanyaan yang diajukan. Aspek ini menyangkut apakah interpretasi atau pemahaman responden terhadap masing-masing pertayaan sama dengan interpretasi peneliti atau penyusunan kuesioner.


(2)

Bias potensial dalam setiap pertayaan. Salah satu masalah terbesar berkenan dengan perancangan kuesioner adalah kuesioner itu sendiri bisa menimbulkan bias dalam respon para partisipan. Sumber masalahnya bisa dikarenakan pertayaan yang diajukan maupun karena rating scale. Misalnya, pertayaan seperti “ seberapa puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan?” mengandung bias, karena kata-kata” seberapa puas” mengasumsikan bahwa para pelanggan puas, tinggal masalah seberapa besar kepuasannya. Alternatifnya adalah menggunakan pertayaan “ seberapa puas atau tidak puas Anda terhadap variasi menu yang kami tawarkan? “. Bias potensial lainnya berkaitan dengan penggunakan rating scale yang tidak seimbang. Alternatifnya , pilihan diperluas menjadi lima: sangat bagus, bagus, biasa saja ( rata-rata), jelek, dan sangat jelek. Dalam rating scales, secara garis besar ada lima macam yang biasa digunakan dalam riset kepuasan/ketidakpuasan pelanggan: likert scale, verbal scale, SIMALTO scale, numerical rating scale, dan ungraded scale. Skala Likert dan skala verbal sama-sama menggunakan kata-kata dalam mendeskripsikan setiap poin dalam skala bersangkutan. Skala SIMALTO ( dikenal pula dengan sebutan fully descriptive verbal scale) memakai kata-kata yang mendeskripsikan setiap poin secara rinci. Sesuai dengan namanya, skala numerik memakai angka untuk rating, sedangkan ungraded scale hanya memberikan tabel untuk bi-polar extremes, namun tidak pada setiap poin di antara kedua nilai ekstrem tersebut. Patut diperhatikan bahwa setiap skala dalam Tabel 14.3 terdiri atas dimensi importance ( yang mengukur tingkat kepentingan atau ketidakpentingan setiap atribut atau faktor) dan dimensi


(3)

kepuasan (yang mengukur tingkat kepuasan atau ketidakpuasan responden terhadap pemasok, merek atau produk spesifik).

Masing-masing skala memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Skala Likert, contohnya, gampang diisi namun cenderung mengandung bias positif (positively blased) dalam riset kepuasan pelanggan. Jarang dijumpai pertayaan yang sifatnya negatively blased (misalnya, “Restoran ini jorok.... Sangat Setuju– Sangat Tidak Setuju). Di samping itu , responden berkecendrungan untuk setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam dimensi importance seperti “Penting bagi saya bila staf layanan pelanggan bersikap ramah pada saya” dan sejenisnya.

Skala verbal gampang dipahami responden dan mencakup kedua konsep yang diukur (importance dan kepuasan), sehingga berpotensi menekan kebingungan responden. Dibandingkan skala Likert dan SIMALTO, skala verbal lebih sederhana dan jelas . Hanya saja, dimensi importance mengandung potensi bias seperti halnya pada kasus skala Likert.

8.8.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat. Persepsi Pelanggan mengenai kualitas jasa tidak mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut terlebih dulu untuk memberikan penilaian.( Freddy Rangkuti, 2003 )


(4)

a. Persepsi Pelanggan

Persepsi didefinisikan sebagai proses di mana individu memilih, mengorganisasikan,serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap :

 Tingkat kepentingan pelanggan

 Kepuasan pelanggan

 Nilai

Proses persepsi terhadap suatu jasa tidak mengharuskan pelanggan tersebut menggunakan jasa tersebut terlebih dulu. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggab atas suatu jasa adalah :

 Harga

 Citra

 Tahap Pelayanan

 Momen Pelayanan

b. Harapan Pelanggan

Pada dasarnya, ada dua tingkat harapan pelanggan. Yang pertama adalah “desired expectation.”.Harapan ini mencerminkan, apa yang harus dilakukan perusahaan atau produk kepada pelanggannya. Ini merupakan kombinasi


(5)

dari apa yang perusahaan dapat lakukan dan harus dilakukan kepada pelanggan dan harapan pelanggan yang lebih rendah dikenal dengan adequate expectation.( Handi Irawan D., MBA.Mcom) 2002. Menurut Fredy Rangkuti (2003) desired expectation dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

 Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar

 Kebutuhan perorangan

 Pengalaman masa lalu

8.8.5. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Tse dan Wilton dalam Fandy Tjiptono, ( 2005: 37) dalam mengukur kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :

Dari persamaan tersebut ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu: expectation dan percieved performance. Apabila perceived performance melebihi expectation maka pelanggan akan memperoleh kepuasan. Untuk itu perceived performance diharapkan melebihi expectation sehingga menciptakan kepuasan pelanggan.

Indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan berbagai cara (Cronin and Taylor; Engel, et, al; Tse and Wilton; Pawitra; Pasuraman, et, al, dalam Fandy Tjiptono; 2005: 37). Indeks kepuasan pelanggan skala misalnya dari 1 sampai 7, yaitu dari sangat tidak puas, tidak puas, agak tidak puas, netral, agak puas, puas sampai sangat puas. Penilaian dapat dilakukan

Kepuasan pelanggan = f ( expectations, perceived performance)


(6)

terhadap produk atau jasa tertentu. Bila terdapat beberapa produk atau perusahaan alternatif, maka dapat digunakan teknik lain berupa peringkat ordinal dari objek penelitian, yaitu dari sangat puas sampai sangat tidak puas. Beberapa cara mengukur indeks kepuasan pelanggan adalah:

1) IKP = PP 2) IKP = IM × PP 3) IKP = PP – EX

4) IKP = IM ×(PP – EX ) 5) IKP = EXPP

Keterangan :

IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan PP = Perceived Performance EX = Expectationss

IM = Importance B. Kerangka Pemikiran

Gambar 5 X Teori interpretasi

Interpretasi adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditunjukan untuk pengunjung kawasan konservasi alam yang merupakan kombinasi dari enam hal, yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan dan promosi (Dirjen PHPA 1988).

Y

Kepuasan Pengunjung Menurut Kotler ( Arief, 2007:167) kepuasan konsumen adalah tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang ia

rasakan / alami terhadap harapannya  Perceived performance

Momen pelayanan  Expectationss

Kebutuhan perorangan

D Interpretasi di TNGGP merupakan sebuah

pelayanan wisata alam yang ditawarkan bagi pengunjung yaitu perkemahan konservasi,school visit, birdwatching dan

paket interpretasi (sumber: http://www.gedepangrango.org/) Produk wisata adalah semua produk yang

diperuntukan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata

(Freyer, 1993: 129) D

(Interpretasi inti komunikasi)

Menurut Prof. Deddy Mulayana, M.A., Ph.D. (2007) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan

penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyadian-balik (decoding) dalam

proses komunikasi. D

Faktor-faktor interpretasi yang mempengaruhi kepuasan pengunjung berada dalam metode pelayanan interpretasi yang merupakan kunci sukses dalam mengkomunikasikan sesuatu obyek dan pesan konservasi kepada pengunjung

 Interpretasi Tidak Langsung ( Non personal service )