dapat hidup normal hanya pada perairan yang tidak banyak mengalami perubahan salinitas atau relatif stabil.
Nilai salinitas yang berkisar 29-31 ‰ berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rani et al. 2003 merupakan kisaran yang baik untuk reproduksi karang di perairan Indonesia. Berdasarkan penelitian Helfinalis 1999, nilai
salinitas antara 30,2-34 ‰ merupakan salinitas normal untuk kehidupan karang.
2.2.3. Kekeruhan dan Sedimentasi
Sedimentasi memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung bagi pertumbuhan karang. Pengaruh langsung bagi pertumbuhan karang terjadi
apabila sedimentasi yang masuk ke perairan merupakan sedimentasi yang berukuran besar sehingga dapat menutupi polip karang Supriharyono, 2007.
Pengaruh tidak langsung adalah sedimentasi yang masuk ke perairan dapat menyebabkan kekeruhan yang berdampak pada penurunan sinar matahari,
sehingga dapat menurunkan laju pertumbuhan karang Supriharyono, 2007. Kondisi perairan yang keruh menyebabkan tidak semua jenis karang batu
dapat tumbuh dengan baik. Hanya jenis-jenis karang batu yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang mampu bertahan hidup. Akan tetapi,
pertumbuhan karang tersebut tidak maksimal, ditandai dengan ukurannya yang relatif kecil Tuti H et al, 2010.
2.2.4. Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen
Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan. kadar oksigen yang terlarut di perairan tergantung kepada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan.
Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mgl. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mgl menimbulkan
efek kurang menguntungkan bagi organisme akuatik Effendi, 2003.
2.2.5. Nutrien Nitrat, Amonia dan Ortofosfat
Banyaknya kandungan nutrien di perairan juga mempengaruhi komunitas terumbu karang. Alga zooxanthellae membutuhkan nutrien untuk melakukan
proses fotosintesis. Nitrogen di laut tersedia dalam berbagai jenis bentuk garam organik seperti nitrit, nitrat, amonia dan berbagai jenis senyawa mitrogen seperti
asam amino dan urea, atau sebagai nitrogen molekuler. Alga pada umumnya lebih menggunakan amonia, nitrat dan nitrit Tomascik et al., 1997.
Nitrat NO
3
merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga serta dapat
dimanfaatkan secara langsung Effendi, 2003. Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme akuatik. Kadar nitrat pada perairan alami tidak lebih dari 0,1 mgliter.
Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mgl dapat menyebabkan eutrofikasi perairan. Pada skala komunitas, tingginya kandungan nutrien dapat menyebabkan
berkembangnya sponge dan alga yang dapat mencegah melekatnya larva karang Sabarini, 2001.
Amonia NH
3
merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik pada suatu perairan dan merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi
biota perairan jika jumlahnya berlebihan di perairan. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik protein dan urea dan nitrogen anorganik
yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik
tumbuhan dan akuatik yang telah mati oleh mikroba dan jamur. Kadar nitrat yang mencapai nilai lebih dari 5 mgl, dapat diindikasikan bahwa perairan tersebut
mengalami pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan Effendi, 2003.
Unsur fosfat tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen di perairan, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut ortofosfat dan
polifosfat dan senyawa organik yang berupa partikulat. Kadar fosfat yang berlebihan dan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga. Ortofosfat
merupakan bentuk fosfat yang dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan akuatik Effendi, 2003.
Kandungan nutrien yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan pertumbuhan karang menjadi lebih lambat Birkeland, 1988. Pada daerah yang
kaya akan nutrien, fitoplankton akan bertambah dan menghalangi cahaya yang masuk ke perairan. Persaingan tempat juga akan terjadi dengan bertambahnya
keanekaragaman hewan bentik lainnya Birkeland, 1988.
2.3. Transplantasi Karang