Kepadatan permukiman Studi Karakteristik Permukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hilir

31 KDB sedang-tinggi menurut RDTR Kecamatan Pasar Minggu, sehingga menyebabkan tingkat kepadatan permukiman di kawasan ini relatif sedang.

4. Infrastruktur permukiman

Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat beberapa aspek penilaian yang digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan kualitas infrastruktur permukiman. Aspek yang digunakan dalam penilaian kualitas infrastruktur permukiman yaitu jalan, saluran drainase, air bersih dan pembuangan sampah. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kondisi infrastruktur di ketiga lokasi terpilih tergolong baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai total seluruh aspek Tabel 8. Tabel 8 Penilaian infrastruktur permukiman pada permukiman tidak terencana Sampel Permukiman Skor Aspek Keterangan Skor Jalan Skor Drainase Skor Air Bersih Skor Pembuangan Sampah Skor Total RW 02 Pekayon 3 2 3 3 11 Tinggi RW 01 Tanjung Barat 3 2 3 3 11 Tinggi RW 05 Pejaten Timur 3 2 3 3 11 Tinggi Keterangan: Nilai total 4-7 = Rendah, 8-10= Sedang, 11-12= Tinggi

4.1 Jalan

Kondisi jalan pada ketiga lokasi terpilih yaitu RW 02 Kelurahan Pekayon, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat dan RW 05 Kelurahan Pejaten Timur, tergolong ke dalam kondisi yang baik Gambar 18. Hal ini berdasarkan hasil penilaian 3 narasumber Ketua RW lokasi terpilih yang memberikan nilai skor 3 pada penilaian kondisi jalan. Hal ini dikarenakan tingkat kerusakan jalan di lokasi terpilih 50.00. Pada permukiman tidak terencana di lokasi terpilih diketahui bahwa pada umunya jalan terdiri dari jalan lokal sekunder I, jalan lokal sekunder II dan jalan lokal sekunder III dengan lebar jalan berkisar antara 1.00-5.00 m. Selain itu diketahui bahwa pada ketiga lokasi terpilih tidak terdapat bahu jalan. Gambar 20 Kondisi eksisiting jalan pada permukiman tidak terencana di lokasi terpilih Lebar jalan lokal sekunder I di ketiga lokasi terpilih berkisar antara 4.00- 5.00 m. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria lebar jalan lokal sekunder II minimum yaitu 5.50-6.00 m, menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang petunjuk teknis kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri. Lebar jalan lokal sekunder II di ketiga lokasi terpilih berkisar antara 3.00-4.00 m. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria lebar jalan lokal sekunder II minimum yaitu 5.50-5.50 m, menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 23 Tahun 32 2006 tentang petunjuk teknis kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri. Lebar jalan lokal sekunder III di ketiga lokasi terpilih berkisar antara 1.00-2.50 m. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria lebar jalan lokal sekunder III minimum yaitu 4.00-5.50 m, menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang petunjuk teknis kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri. Namun baik pada jalan lokal sekunder maupun jalan lingkungan tidak terdapat bahu jalan. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria jalan lokal sekunder dan jalan lingkungan yang diharuskan memiliki bahu jalan menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang petunjuk teknis kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri. Lebar jalan yang tidak memenuhi standar dan tidak terdapatnya bahu jalan disebabkan padatnya bangunan permukiman di lokasi terpilih sehingga tidak memungkinkan dilakukan pelebaran jalan. Dengan demikian diketahui bahwa sistem jaringan jalan pada permukiman tidak terencana di lokasi terpilih terdiri dari jalan lokal sekunder I, jalan lokal sekunder II dan jalan lokal sekunder III. Lebar jalan lokal sekunder I, II dan III pada permukiman tidak terencana tidak sesuai dengan kriteria yang ada. Bahu jalan merupakan bagian dari ruang manfaat jalan yang berfungsi sebagai fasilitas bagi pejalan kaki. Keberadaan bahu jalan dalam suatu permukiman sangat penting karena merupakan fasilitas bagi pejalan kaki. Oleh karena itu keberadaan bahu jalan diperlukan dalam menujang keberlangsungan permukiman. Dengan demikian perlu adanya pengawasan terhadap implementasi peraturan dalam pembangunan infrastruktur jalan khususnya keberadaan bahu jalan pada permukiman.

4.2 Saluran Drainase

Saluran drainase merupakan salah satu kelengkapan fisik dasar yang harus dimiliki dalam suatu permukiman. Secara umum drainase diartikan suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan, sehingga fungsi kawasan tersebut tidak terganggu Suripin 2004 dalam Mursitaningsih 2009. Sistem saluran drainase di lokasi terpilih yaitu saluran mikro berupa saluran di sepanjang sisi jalan dan saluran di sekitar bangunan. Adapun saluran drainase berbentuk saluran drainase terbuka. Saluran drainase terbuka adalah saluran yang permukaan air nya terpengaruh dengan udara luar atmosfer. Saluran ini biasanya digunakan untuk mengalirkan air hujan atau air limbah yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan dan keindahan. Pada ketiga lokasi yaitu RW 02 Kelurahan Pekayon, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat dan RW 05 Kelurahan Pejaten Timur, kondisi saluran drainase tergolong buruk Gambar 19. Hal ini berdasarkan hasil penilaian 3 narasumber Ketua RW lokasi terpilih yang memberikan nilai skor 2 pada penilaian kondisi saluran drainase. Hal ini dikarenakan menurut narasumber, ketinggian air di saluran drainase pada lokasi terpilih relatif tinggi yaitu ≤50.00. Selain itu diketahui bahwa saluran drainase berbentuk saluran terbuka dengan kedalaman berkisar antara 10.00-25.00 cm dan lebar berkisar antara 10.00-30.00 cm. Kondisi saluran drainase yang buruk disebabkan kedalaman saluran air yang relatif dangkal sehingga tidak mampu menampung air limbah rumah tangga masyarakat sekitar. Selain itu juga disebabkan tumpukan sampah yang tergenang dan