Pasca Panen Padi Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi

5 didapatkan beras pecah kulit yang masih memiliki beberapa lapisan. Bagian kulitnya merupakan 18-28 dari berat butir gabah pada tingkat kadar air 13 berat basah Tjiptadi dan Nasution 1985. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, secara umum struktur gabah terbagi dalam beberapa bagian yaitu hull atau daun sekam, pericarp, tegmen atau testa, aleuron, embrio atau germ dan endosperm. Buah padi adalah caryopsis yang di dalamnya terdapat biji tunggal yang bersatu dengan dinding evary pericarp matang yang membentuk butiran biji. Tepat di bawah lapisan pericarp terdapat lapisan tegmen yang mengandung banyak lemak. Caryopsis disebut pula sebagai beras cokelat atau “brown rice” karena warna pericarpnya kecoklatan. Lapisan pembungkus endosperm dinamakan aleuron. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam- hitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhan lapisan ini akan menentukan derajat sosoh dari penggilingan beras. Endosperm hampir seluruhnya terdiri sel- sel pati membentuk biji yang dapat dimakan Grist 1975.

2.2. Pasca Panen Padi

Pasca panen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pasca panen meliputi pemanenan harvesting, perontokan threshing, pengangkutan transportation, pembersihan cleaning, pengeringan drying, penyimpanan storage, penggilingan hulling atau polishing, dan pemasaran marketing Patiwiri 2006. Menurut Sutrisno dan Raharjo 2004 dari rangkaian kegiatan pasca panen tersebut terdapat tiga kegiatan yang saling terkait untuk mendapatkan beras giling dengan rendemen tertinggi, yaitu pemanenan, pengeringan dan penggilingan. 2.2.1 Pemanenan harvesting Pemanenan yang tepat dilakukan pada saat tanaman padi berumur 50-60 hari setelah masa pembungaan tergantung varietas dan bulir gabah telah menguning 90-95. Gabah yang dipanen berumur muda, akan menghasilkan biji mengapur yang berwarna putih opaque karena ikatan antar granula pati masih longgar dan belum kompak. Gabah dari tanaman padi berumur muda, mudah pecah saat digiling dan mudah rusak oleh serangga saat penyimpanan Patiwiri 2006. Pemanenan padi sebaiknya menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, dan ekonomis Prabowo 2006 selain itu juga harus sesuai dengan varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini alat dan mesin untuk memanen padi berkembang mengikuti varietas baru padi yang dihasilkan. Misalnya pemanenan yang pada awalnya menggunakan ani-ani kini berkembang menjadi sabit. Menurut penelitian dari Purwadaria et al 1994 dalam Iswari 6 2012 panen dengan menggunakan sabit tradisional memiliki nilai susut yang lebih tinggi. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Metode perontokan secara manual yang sering dilakukan di desa adalah hand trasing method yang dilakukan dengan cara potongan jerami padi digenggam di tangan kemudian dibanting atau dipukulkan pada benda keras seperti kerangka bambu atau kayu yang diletakkan pada alas penampung, hingga bulir-bulir padi terlepas Iswari 2012. Tabel 2.1 Pengaruh penggunaan alat dalam penanganan panen terhadap persentase kehilangan hasil Alat Pemanen Susut Sabit tradisional 9.52 Sabit bergerigi 7.80 Mesin reaper 6.00 Mesin paddy mower 2.00 Meisn combine harvester 2.50 Sumber : Purwadaria et al 1994, Nugraha et al 2007, Tjahjohutomo 2008 dalam Iswari 2012. Masalah yang kemudian muncul pada metode ini adalah bulir padi yang dihasilkan pecah dan banyak yang terlempar jauh dari alas penampung terpal atau bahkan banyak bulir padi yang belum terlepas dari jeraminya, sehingga akan menambah nilai susut pemanenan Linbald dan Druben L 1979. Perontokan dapat juga dilakukan dengan mesin perontokan dengan pedal thresher. Berdasarkan penelitian Purwadaria et al 1994 dalam Iswari 2012, perontokan dengan mesin dapat menekan kehilangan hasil hingga 1.3 dibandingkan dengan cara manual. Selain itu perontokan menggunakan mesin dapat pula menghemat waktu kerja. 2.2.2 Pengeringan Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari gabah. Teknik pengeringan yang biasa dilakukan di masyarakat adalah dengan mengeringkan padi pada lantai jemur yang telah dilapisi plastik di bawah sinar matahari secara langsung, cara ini dapat dilakukan apabila panen padi dilakukan pada musim kemarau. Pengeringan dengan cara ini akan menimbulkan susut pengeringan yang cukup tinggi, dikarenakan banyak gabah yang tertiup angin ataupun dimakan binatang Listyawati 2007. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi maka proses pengeringan tidak perlu bergantung pada sinar matahari. Pengeringan buatan merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar air dari padi atau gabah yang akan digiling. Salah satu alat yang digunakan untuk mengeringkan adalah dengan menggunakan flat bed dryer tipe stationer. Namun penggunaan alat ini akan menambah biaya produksi karena berbahan bakar BBM, namun biaya akan lebih murah apabila bahan bakar yang digunakan adalah sekam. Selain itu ketebalan dari hamparan gabah pada flat 7 bed dryer juga berpengaruh terhadap mutu dari beras. Menurut Thahir 2000 dalam Iswari 2012 yang melakukan penelitian dengan ketebalan pengeringan masing-masing 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Hasilnya menunjukkan bahwa ketebalan optimum pada pengeringan dengan pengering tipe stationer adalah 40 cm. Apabila ketebalan pada pengering lebih ataupun kurang dari 40 cm akan menyebabkan peningkatan jumlah beras patah yang dihasilkan. 2.2.3 Penggilingan Penggilingan adalah proses pelepasan atau pemisahan butiran padi atau gabah dari bagian-bagian yang tidak dapat dimakan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh beras putih siap konsumsi. Untuk menghasilkan beras sosoh beras putih siap konsumsi, diperlukan alat atau rangkaian sistem penggilingan padi yang terdiri dari alat pengupas kulit gabah sekam yang disebut huller, kemudian separator untuk memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkelupas beras pecah kulit, serta alat penyosoh yang berfungsi untuk melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi. Kelengkapan dari rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir dari hasil penggilingan, semakin lengkap rangkaian sistem penggilingan yang dimiliki maka mutu dan bobot beras hasil penggilingan akan semakin baik Patiwiri 2006. Gambar 2.2 Diagram Sankey Patiwiri 2006 Proses penggilingan padi pada PPB diawali dengan memasukkan gabah ke dalam mesin pemecah kulit husker, gabah yang dimasukkan ke dalam proses penggilingan adalah gabah kering giling GKG dengan kadar air antara 13-14. Setelah gabah mengalami pecah kulit, akan dihasilkan beras pecah kulit brown 8 rice, yang kemudian akan dilewatkan pada separator paddy separator yang bertujuan untuk memisahkan antara gabah dengan beras pecah kulit. Selanjutnya beras pecah kulit akan dimasukkan ke dalam mesin polisher atau mesin penyosoh, yang berfungsi untuk menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan yang menutupi caryopsis terutama aleuron dengan tidak menyebabkan keretakan pada butir beras dan dapat menghasilkan beras putih yang mengkilap Thahir 2010. Pada saat ini pengelolaan pasca panen padi memiliki masalah utama yang diakibatkan oleh tingginya nilai rata-rata susut hasil yang terjadi. Berdasarkan Diagram Sankey terdapat ukuran susut yang terjadi, namun nilai susut ini dapat berbeda-beda tergantung dengan varietas dan sistem penggilingan padi yang digunakan. Gambar 2.2 menunjukkan nilai susut yang terjadi pada varietas padi yang berasal dari Amerika dan memiliki bulir yang berbutir panjang. Diagram Sankey di atas menunjukkan gabah kering panen yang memiliki kadar air ±20, selama proses pengeringan dan penyimpanan akan mengalami penurunan bobot sebesar 7 hingga kadar airnya mencapai 13. Gabah kering giling ini dianggap sebagai bobot awal 100. Proses pembersihan awal akan mengurangi bobot dari gabah sebesar 3 dari bobot awal. Selanjutnya pada proses pemecahan kulit husking akan dihasilkan sekam yang akan mengurangi bobot gabah sebesar 20 hingga bobot dari beras kulit yang dihasilkan adalah ±77. Kemudian pada proses penyosohan polishing pemisahan bekatul akan mengurangi bobot beras sebesar 10. Akibat proses ini akan dihasilkan beras kepala sebesar 52 dan beras patah segala ukuran sebesar 18. Susut pasca panen adalah semua kehilangan baik jumlah maupun mutu yang terjadi sejak panen sampai akhirnya ke konsumen, meliputi tahap pemanenan, pengepakan dan distribusi. Susut yang terjadi dapat berupa susut bobot maupun susut nilai susut mutu. Susut bobot pada pasca panen padi merupakan susut yang terjadi akibat pemanenan maupun perontokan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan bahkan pengemasan. Sebagai contoh butiran gabah yang tercecer di sawah pada saat atau setelah pemanenan. Sedangkan susut mutu yaitu kehilangan yang berakibat pada penurunan nilai ekonomis suatu produk serta dapat pula menurunkan nilai gizi dari bahan pangan tersebut Hartono 1993.

2.3 Sistem Penggilingan Padi di Indonesia