1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi beras menjadi komoditas yang cukup penting karena merupakan bahan pangan pokok utama bagi penduduk Indonesia Nugraha et al.,
2007. Sebagai komoditas utama pertanian yang cukup strategis di Indonesia,
tanaman padi adalah sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi lebih dari 26 juta rumah tangga pedesaaan.
Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sekitar 139.5 kg perkapita Deptan 2012.
Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih mencapai 245 juta jiwa pada tahun 2012, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.4, maka kebutuhan beras
Indonesia mencapai 32.49 juta ton. Jika pada tahun 2025-2030 laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sebesar 0.92, maka dengan jumlah penduduk mencapai
286.02 juta jiwa dan dengan asumsi konsumsi beras perkapita tetap yaitu sebesar 139.5 kg perkapita, maka kebutuhan beras akan meningkat sebesar 39.8 juta ton
pada tahun 2025-2030 Deptan 2012.
Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, produksi beras Banyuwangi pada Januari-April tahun 2012 kurang lebih mencapai 373 180 ton,
dari gabah kering giling GKG sebanyak 567 000 ton. Dengan produksi gabah kering giling sebesar itu, Banyuwangi menyumbang kurang lebih 21 dari
jumlah beras giling Jawa Timur dan 0.93 dari produksi beras giling nasional yang mencapai 40.05 juta ton.
Dirjen PPHP 2008 melaporkan bahwa selama periode 19861987 hingga 1995 susut pascapanen padi terutama terjadi pada proses pemanenan 9.52-9.95
dan proses perontokan 4.87-5.48. Pada tahun 2008 susut pascapanen untuk proses pemanenan dan perontokan ini mengalami penurunan tajam, berturut-turut,
menjadi 1.57 dan 0.98. Namun demikian, nilai susut yang tinggi masih terjadi pada tahapan pengeringan dan penggilingan. Pada tahapan penggilingan nilai
susut yang terjadi berkisar antara 2.19-3.07 Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Susut Pascapanen Padi Indonesia
Tahapan BPS 19861987
BPS 1995 BPS 2008
Susut Susut
Susut Pemanenan
9.95 9.52
1.57 Perontokan
5.48 4.87
0.98 Pengangkutan
0.59 0.19
0.38 Penjemuran
1.94 2.13
3.59 Penggilingan
3.54 2.19
3.07 Penyimpanan
0.32 1.61
1.68 Jumlah
21.03 20.51
1.27 Sumber: Dirjen PPHP 2008
2
Pada penelitian ini dibahas mengenai susut yang terjadi pada tahap penggilingan, yang merupakan tahapan yang paling penting dalam mengolah
gabah menjadi beras. Menurut data dari Perpadi pada tahun 2012, total penggilingan padi di Indonesia adalah 182 199
unit terdiri dari Penggilingan Padi Besar PPB 2076 unit, Penggilingan Padi Sedang PPS 8628 unit, Penggilingan
Padi Kecil PPK 171 495 unit Simanjuntak 2012. Penggilingan padi kecil terbagi atas kelompok tipe penggilingan padi kecil menetap dan tipe penggilingan
padi kecil keliling. Penggilingan padi kecil keliling PPK-keliling ini secara hukum tidak memiliki ijin usaha. Di beberapa kota di Jawa Tengah dilakukan
pencekalan terhadap PPK-keliling ini, namun masyarakat tetap menerima dengan baik keberadaan dari PPK-keliling.
Permasalahan lain di luar susut bobot adalah susut mutu, dimana susut mutu ini lebih banyak terjadi pada PPK-keliling. Suismono dan Damardjati 2000
menyatakan, penggilingan padi besar PPB umumnya akan menghasilkan beras berkualitas bagus dengan jumlah kisaran beras utuh atau beras kepala yang tinggi
63-67 dan kisaran beras pecah, beras menir maupun beras kapur sangat rendah 3-5. Penggilingan padi kecil PPK biasanya menghasilkan beras dengan
kualitas yang lebih rendah dibanding PPB.
Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1484 unit, terdiri dari penggilingan padi tipe menetap sebanyak 433 unit
dan jumlah penggilingan padi tipe keliling sebanyak 1051 unit BPS Kab Banyuwangi 2013. Dengan banyaknya jumlah PPK-keliling yang ada di
Banyuwangi, dimana pada tipe penggilingan tersebut banyak terjadi susut bobot dan susut mutu dikhawatirkan dapat mempengaruhi produksi beras giling
Kabupaten Banyuwangi dan Nasional.
Karena skalanya yang kecil dan sifatnya yang tidak menetap keliling, maka meningkatnya jumlah PPK-keliling menimbulkan kekhawatiran akan bisa
meningkatkan besaran susut selama proses penggilingan, terutama jika dibandingkan dengan besaran susut pada penggilingan padi besar PPB.
Disamping itu, pengamatan awal yang dilakukan menunjukkan adanya beberapa praktek pemilik PPK-keliling yang dianggap berpotensi menurunkan rendemen
giling. Contoh praktek tersebut kebiasaan menutup saluran pengeluaran beras giling sesaat sebelum mesin dimatikan, sehingga diduga akan mengakibatkan
banyak beras tertinggal di dalam mesin baik di saluran maupun di ruang penggiling. Faktor lain yang diduga mempengaruhi rendemen giling pada PPK-
keliling adalah praktek penggilingan yang bersifat batch diskontinyu, yang mana perpindahan dari satu tahap proses ke tahap proses yang lainnya dilakukan dengan
secara manual menggunakan tenaga manusia. Contoh proses manual ini adalah proses pemasukan gabah atau beras ke dalam bak penampung hoper mesin
penggiling, yang bisa mengakibatkan sejumlah gabah maupun beras yang digiling tercecer dan terbuang. Hal ini berbeda dengan praktek penggilingan pada PPB,
dimana proses pemasukan gabah ke mesin penggiling berlangsung secara kontinyu menggunakan feeder yang akan mengurangi susut bobot.
Perbedaan skala dan praktek-praktek tersebut diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya rendemen giling tingginya susut selama proses
penggilingan pada PPK-keliling. Lebih lanjut; mengingat bahwa i mesin penggiling pada PPK-keliling umumnya merupakan mesin giling sederhana dan
ii kadar air gabah yang digiling kurang terkontrol, maka diduga mutu beras hasil
3
penggilingan pada PPK-keliling akan mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras hasil penggilingan pada PPB.
1.2. Tujuan