17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
Peng et al. 2004 menyatakan bahwa karakteristik sampel termasuk kadar air yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstrak dan rendemen yang
diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar air terhadap sampel terlebih dahulu sebelum proses soxletasi untuk mengetahui keterkaitan karakteristik awal sampel
dengan hasil rendemen yang akan di peroleh. Pengukuran kadar air daun tembakau sampel A dan B menunjukkan nilai 12.37 dan
10.69. Tingginya nilai kadar air tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi sampel. Berdasarkan data diketahui bahwa kadar air daun
tembakau sampel B lebih rendah dibandingkan pada sampel A. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik bahan bakunya sendiri. Daun tembakau sampel B merupakan bagian daun
pada batang tembakau yang rusak dan sudah mengalami kekeringan pada sebagian daunnya sejak masih menyatu pada batang tanaman.
Pada penelitian, nilai kadar air yang lebih baik terdapat pada sampel B 10.69 dibandingkan sampel A 12.37. Hal itu dikarenakan rendahnya kadar air di dalam sampel B
dapat meminimalkan peluang kontaminasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri dan kapang dapat tumbuh pada kondisi yang berkadar air secara berturut-turut adalah 7.5 dan
8 Winarno 2002. Adanya nilai kadar air yang tinggi berisiko menjadi peluang kontaminasi oleh kapang dan bakteri apabila sampel disimpan dalam jangka waktu yang lama sebagai stok
bahan baku. Namun demikian, kadar air sampel yang tinggi pada penelitian ini tidak berpeluang menimbulkan kontaminan karena kedua sampel hanya mengalami penyimpanan selama dua hari.
Setelah penentuan kadar air, dilakukan proses ekstrak daun tembakau untuk mendapatkan ekstrak etanol yang akan digunakan sebagai bahan uji penelitian. Proses ekstraksi sampel pada
penelitian ini menggunakan metode soxletasi dengan pelarut etanol alkohol teknis 96 yang mengacu pada penelitian sebelumnya. Puspita et al. 2010 telah menggunakan 3 metode
ekstraksi tembakau yang meliputi soxletasi, maserasi, dan ultrasonik dengan masing-masing menggunakan pelarut heksan pro analisis, kloroform pro analisis, dan alkohol teknis 96. Data
hasil ekstraksi sebelumnya menunjukkan rendemen terbaik ekstraksi dendeng tembakau menggunakan metode soxletasi dengan pelarut alkohol teknis 96 yaitu 14.56. Hal itu
didukung pula oleh penelitian Stanisavljevic et al. 2009 yang mengemukakan bahwa proses ekstraksi benih tembakau dengan metode soxletasi menghasilkan rendemen tertinggi 31.1 g100
g dibandingkan dengan metode maserasi 19.9 g100 g dan ultrasonifikasi langsung 21.0 g100 g. Dengan demikian, metode soxletasi merupakan rekomendasi pilihan terbaik untuk
mengekstrak daun tembakau pada penelitian ini agar diperoleh rendemen yang optimum. Prinsip kerja motode ekstraksi dengan soxletasi adalah adanya pemanasan dan perendaman
sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan
terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxlet akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik Harborne 1987. Harborne
1987 menambahkan keuntungan metode soxletasi sebagai berikut: 1 cairan pelarut yang
18 diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; 2 simplisisa disari
oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif yang lebih banyak; 3 dan penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Sementara itu,
kelemahannya adalah: 1 tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara; 2 adanya
pendidihan pelarut terus-menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut. Rendemen ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B yang diperoleh pada penelitian ini
adalah 22.20 bb dan 14.42 bb dalam satuan basis basah. Besar rendemen ekstrak etanol pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Podlejski dan
Olejniczak 1983 yang menyatakan bahwa ekstrak benzena dan petroleum eter daun tembakau secara berturut-turut adalah 7.42 bb dan 6.20 bb yang dinyatakan dalam satuan basis
kering. Diduga bahwa rendemen sebenarnya yang seharusnya dihasilkan lebih kecil daripada nilai rendemen yang diketahui dari hasil penelitian. Tingginya hasil rendemen yang diperoleh pada
ekstrak etanol daun tembakau Temanggung itu kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kadar air dalam rendemen ekstrak yang belum dipisahkan. Kadar air pada sampel A 12.37 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel B 10.69 memberikan pengaruh terhadap tingginya rendemen sampel A 22.20 yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B 14.42.
Dugaan terdapatnya kadar air pada ekstrak etanol daun tembakau juga dapat dilihat dari karakteristik fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta. Pasta merupakan sistem koloid dengan fase
pendispersi berupa bahan cair dan fase terdispersi berupa bahan padatan. Fase cair dalam sistem koloid tersebut diduga mencakup di dalamnya kandungan air yang belum terpisahkan.
Berdasarkan data rendemen ekstrak etanol daun tembakau diketahui bahwa daun tembakau sampel A 22.20 menghasilkan ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B
14.42. Rendemen ekstrak tersebut diasumsikan hanya mengandung sisa pelarut yang tertinggal dalam jumlah kecil karena telah dilakukan pengeringan ekstrak. Pengeringan ekstrak
etanol daun tembakau berlangsung selama 3 jam dengan suhu 40ÂșC hingga diperoleh tembakau serbuk yang kering. Perlakuan pengeringan bertujuan menguapkan sisa pelarut etanol.
Berdasarkan kadar rendemen, terlihat bahwa daun tembakau sampel A lebih baik digunakan untuk kepentingan produksi karena besarnya rendemen yang dihasilkan.
Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Pelarut etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu
mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan loss produk yang larut dalam
pelarut Voight 1995.
B.
KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
Analisis fitokimia merupakan pengujian ekstrak etanol daun tembakau secara kualitatif yang bertujuan mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid. Sementara itu, ekstrak etanol daun tembakau sampel B mengandung
alkaloid, flavonoid, dan terpenoid Tabel 5. Ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B menunjukkan hasil positif terhadap
kandungan alkaloid yang dilihat berdasarkan hasil pengujian menggunakan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendrof dengan adanya endapan putih, warna coklat, dan warna merah jingga
Gambar 3. Kadar alkaloid dalam ekstrak etanol daun tembakau tersebut secara kualitatif terlihat tinggi dan sangat tinggi untuk sampel A dan B. Dengan demikian, dapat diduga bahwa