23 Nilai daya hambat tumbuh bakteri S. aureus dan E. coli oleh ekstrak etanol daun tembakau
menunjukkan nilai yang secara umum lebih rendah 10 mm bila dibandingkan dengan senyawa atsiri dan polifenol daun tembakau. Nilai daya hambat tumbuh bakteri oleh senyawa
atsiri daun tembakau jenis Prilep dapat mencapai 15.2 mm dan 15.0 mm terhadap bakteri S. aureus dan E. coli Palic et al. 2002. Sementara itu, nilai daya hambat tumbuh bakteri oleh
senyawa polifenol daun tembakau dapat mencapai 17.6 mm dan 20.2 mm terhadap bakteri S. aureus dan E. coli Wang 2008. Dengan demikian, penggunaan ekstrak kasar etanol daun
tembakau tidak mampu memberikan pengaruh aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan ekstrak yang telah dimurnikan menjadi flavonoid dan polifenol.
Hal itu berbeda dengan kontrol positif tetrasiklin 10 yang memberikan nilai diameter zona bening pada S. aureus dan E. coli sebesar 29 mm dan 37 mm yang keduanya memiliki
aktivitas antibakteri yang tergolong sangat kuat. Adanya ukuran diameter zona hambat bakteri oleh tetrasiklin sebagai kontrol positif dikarenakan keunggulannya sebagai antibiotik
berspektrum luas. Sementara itu, kontrol negatif DMSO tidak menunjukkan adanya zona bening yang berarti bahwa peranannya sebagai pelarut tidak berdampak pada pengaruh aktivitas
antibakteri ekstrak etanol daun tembakau. Data pada tabel 6 juga menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 20-60 bv memiliki
aktivitas antibakteri yang sama terhadap kedua bakteri uji S. aureus dan E. coli. Pada konsentrasi yang tinggi 60-80 bv terlihat perbedaan daya hambat ekstrak terhadap kedua
jenis bakteri uji. Pada konsentrasi itulah, senyawa bioaktif ekstrak dapat berpenetrasi optimal ke dalam sel bakteri dan membuatnya lisis.
Gambar 6. Zona hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
Ekstrak etanol daun tembakau sampel A pada konsentrasi 80 bv dan 100 bv memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik terhadap E. coli 8 mm dibandingkan S. aureus 7 mm
berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk Gambar 6. Hal itu dipengaruhi oleh adanya sifat dinding sel bakteri Gram negatif E.coli yang lebih tipis 5-80 nm dibandingkan dengan
Gram positif 10-15 nm. Perbedaan ketebalan tersebut menyebabkan bakteri Gram negatif lebih mudah untuk dihambat aktivitasnya dengan cara merusak dinding sel bakteri Pelczar Chan
1998. Adanya aktivitas antibakeri pada pengujian ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap
S. aureus dan E. coli diduga dipengaruhi oleh kandungan senyawa antibakteri berupa komponen S. aureus
E. coli
20 40
60 20
40 60
100 60
80 100
60 80
24 bioaktif pada sampel. Hasil pengujian fitokimia sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak etanol
daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid. Senyawa- senyawa tersebut bersifat antibakteri dengan mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri
yang khas sesuai dengan karateristiknya masing-masing. Pada prinsipnya, mekanisme kerja senyawa alkaloid sebagai
antibakteri adalah
kemampuannya mengganggu sintesis DNA dan dinding sel Cowan 1999. Namun demikian, penggunaan kadar alkaloid yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi mikroorganisme
sasaran. Resistensi merupakan masalah individual epidemilogi yang menggambarkan ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah hidup Setiabudy dan
Gan 1995, resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma resistensi ekstrak kromosomal atau resistensi karena pemindahan gen yang resistensi atau faktor R atau plasmid Wattimena et
al 1991. Senyawa lainnya pada ekstrak daun tembakau pada penelitian ini yang juga diduga berperan
sebagai antibakteri adalah flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol Middleton dan Chitan 1994. Harborne 1993 menyatakan bahwa flavonoid pada tumbuhan
berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, mengatur fotosintesis, mengatur kerja antibakteri, dan antivirus, serta mengatur kerja antiserangga. Hal itu dikarenakan flavonoid memiliki spektrum
aktivitas antibakteri yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran Naidu 2000.
Mekanisme antibakteri flavonoid ialah dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri Cowan 1999.
Diketahui bahwa membran sitoplasma berperan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur keluar masuknya bahan-bahan bagi sel. Membran berfungsi memelihara
integritas komponen-komponen seluler. Zat antibakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada membran sel. Kerusakan pada membran ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel
bahkan menyebabkan sel mati Akiyama et al 2001. Selain itu Dwidjoseputro 1994 mengemukakan bahwa flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol dapat
bersifat koagulator protein. Senyawa steroid dan terpenoid yang merupakan golongan minyak atsiri turut pula diduga
sebagai senyawa yang berperan sebagai antibakteri. Nychas dan Tassou 2000 menyatakan bahwa minyak atsiri dapat menghambat enzim yang terlibat pada produksi energi dan
pembentukan komponen struktural sehingga pembentukan dinding sel bakteri terganggu. Mekanisme kerusakan dinding sel disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang
terdapat pada dinding sel atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya juga
mengandung fenol yang merupakan gugus fungsi hidroksil -OH dan karbonil Beuchat 1994. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi
serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis Parwata dan Dewi 2008.