Uji Aktivitas Antibakteri modifikasi metode Bloomfield 1991
18 diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; 2 simplisisa disari
oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif yang lebih banyak; 3 dan penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Sementara itu,
kelemahannya adalah: 1 tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara; 2 adanya
pendidihan pelarut terus-menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut. Rendemen ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B yang diperoleh pada penelitian ini
adalah 22.20 bb dan 14.42 bb dalam satuan basis basah. Besar rendemen ekstrak etanol pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Podlejski dan
Olejniczak 1983 yang menyatakan bahwa ekstrak benzena dan petroleum eter daun tembakau secara berturut-turut adalah 7.42 bb dan 6.20 bb yang dinyatakan dalam satuan basis
kering. Diduga bahwa rendemen sebenarnya yang seharusnya dihasilkan lebih kecil daripada nilai rendemen yang diketahui dari hasil penelitian. Tingginya hasil rendemen yang diperoleh pada
ekstrak etanol daun tembakau Temanggung itu kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kadar air dalam rendemen ekstrak yang belum dipisahkan. Kadar air pada sampel A 12.37 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel B 10.69 memberikan pengaruh terhadap tingginya rendemen sampel A 22.20 yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B 14.42.
Dugaan terdapatnya kadar air pada ekstrak etanol daun tembakau juga dapat dilihat dari karakteristik fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta. Pasta merupakan sistem koloid dengan fase
pendispersi berupa bahan cair dan fase terdispersi berupa bahan padatan. Fase cair dalam sistem koloid tersebut diduga mencakup di dalamnya kandungan air yang belum terpisahkan.
Berdasarkan data rendemen ekstrak etanol daun tembakau diketahui bahwa daun tembakau sampel A 22.20 menghasilkan ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B
14.42. Rendemen ekstrak tersebut diasumsikan hanya mengandung sisa pelarut yang tertinggal dalam jumlah kecil karena telah dilakukan pengeringan ekstrak. Pengeringan ekstrak
etanol daun tembakau berlangsung selama 3 jam dengan suhu 40ÂșC hingga diperoleh tembakau serbuk yang kering. Perlakuan pengeringan bertujuan menguapkan sisa pelarut etanol.
Berdasarkan kadar rendemen, terlihat bahwa daun tembakau sampel A lebih baik digunakan untuk kepentingan produksi karena besarnya rendemen yang dihasilkan.
Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Pelarut etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu
mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan loss produk yang larut dalam
pelarut Voight 1995.
B.
KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
Analisis fitokimia merupakan pengujian ekstrak etanol daun tembakau secara kualitatif yang bertujuan mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid. Sementara itu, ekstrak etanol daun tembakau sampel B mengandung
alkaloid, flavonoid, dan terpenoid Tabel 5. Ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B menunjukkan hasil positif terhadap
kandungan alkaloid yang dilihat berdasarkan hasil pengujian menggunakan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendrof dengan adanya endapan putih, warna coklat, dan warna merah jingga
Gambar 3. Kadar alkaloid dalam ekstrak etanol daun tembakau tersebut secara kualitatif terlihat tinggi dan sangat tinggi untuk sampel A dan B. Dengan demikian, dapat diduga bahwa
19 alkaloid merupakan salah satu senyawa kimia tumbuhan yang mendominasi daun tembakau.
Sementara itu, secara kualitatif pula dapat dilihat bahwa sampel B mengandung alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan sampel A dengan adanya perubahan warna pada pengujian kimia yang
tampak lebih jelas Gambar 3. Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B
Pengujian Hasil
Sampel A Sampel B
Alkaloid -
Meyer -
Wagner -
Dragendrof ++++
++++ ++++
+++++ +++++
+++++ Flavonoid
+++ +++
Terpenoid +++
+++ Steroid
++++ -
Gambar 3. Hasil uji alkaloid Senyawa alkaloid adalah senyawa alami amina yang bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik Harborne 1993. Menurut Andersen et al. 1991, senyawa alkaloid pada tembakau adalah penentu aroma yang terkait dengan kualitas
tanaman tembakau. Senyawa tersebut didominasi oleh nikotin hingga 95 Shen et al. 2006 yang bersifat karsinogenik. Senyawa alkaloid lainnya yang juga terkandung dalam tembakau
adalah nornikotin dan anabasin yang dapat menimbulkan kecanduan apabila dikonsumsi Nugroho et al. 2002.
Pada tembakau, nikotin yang terkandung di dalamnya digunakan sebagai zat pertahanan diri dari serangan lingkungan Wink 1998. Oleh karena itu, produksi nikotin semakin meningkat
saat tanaman mulai mengalami kerusakan. Produksi nikotin mencapai kondisi maksimum ketika selang waktu 9 hari setelah terjadi kerusakan awal Baldwin 1989. Hal tersebut dibuktikan juga
oleh penelitian Misuzaki et al. 1973 yang menyatakan bahwa pemangkasan daun tembakau menyebabkan peningkatan produksi nikotin oleh tembakau. Dengan demikian, kondisi tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak sampel B memiliki kadar alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak sampel A. Telah diketahui bahwa sampel B
merupakan daun tembakau dengan karakteristik fisik yang banyak mengalami luka akibat letaknya pada bagian bawah batang tanaman sehingga lebih rentan mengalami gangguan dari
Keterangan: +
: sangat rendah ++
: rendah +++
: sedang ++++
: tinggi +++++
: sangat tinggi
Sampel A
Meyer Wegner
Dragendof
Sampel B