spesies baru. Seleksi pendiversifikasi beroperasi sangat baik pada mikroevolusi maupun makroevolusi, dan seleksi terarah mirip dengan proses makroevolusioner
yang dikenal sebagai perubahan filetik. Pola-pola dasar perubahan luas pada makroevolusi yang ditunjukkan oleh rekaman
fosil adalah : 1. Perubahan filetik anagenesis, perubahan bertahap pada satu garis keturunan
sehingga pada akhirnya keturunannya sangat berbeda dengan nenek moyangnya. Anagenesis dapat disamakan dengan seleksi terarah dalam jangka waktu yang lama.
2. Kladogenesis, tren makroevolusioner dengan terjadinya percabangan. Sehingga satu garis keturunan menghasilkan dua atau lebih garis keturunan. Populasi-populasi kecil
yang muncul dari garis keturunan itu dapat berada pada posisi yang sangat memadai untuk menghasilkan kelompok-kelompok baru. Kladogenesis telah ditekankan
sebagai salah satu pola makroevolusiner utama oleh Ernst Mayr. 3. Radiasi adaptif, pembentukan secara relatif mendadak banyak kelompok baru, yang
mampu bergerak menuju lingkungan baru dan mengeksploitasinya. Diverifikasi yang relatif cepat dari mamalia awal selama terjadi kepunahan dinosaurus merupakan
contoh yang baik dari diverifikasi semacam itu. Radiasi adaptif menggabungkan sifat-sifat kladogenesis dan anagenesis, sebab garis-garis keturunan baru yang
terbentuk selama masa evolusioner yang berubah dengan cepat itu mungkin mengalami transisi-transisi yang progresif.
4. Kepunahan, lebih dari 99,99 spesies yang pernah di evolusikan kini tak ada lagi. Hilangnya keberagaman itu merupakan sifat tak terelakkan dari evolusi pada semua
kingdom. Lingkungan yang berubah membuat organisme yang kemarin fit, tak lagi fit dan terancam kepunahan Fried dan Hademenos, 2006.
C. Kemunculan Dan Kepunahan
Suatu organisme mempunyai masanya masing-masing. Kemunculan suatu organisme dapat terjadi karena adanya relung baru atau relung yang ditinggalkan. Selain ada sejumlah
persyaratan yang diperlukan yang mendukung terbentuknya suatu jenis baru.
1. Kemunculan Kelompok Organisme Tertentu
Evolusi sudah berlangsung sejak asal mula adanya kehidupan. Kapan kehidupan mulai ada, tidak dapat diketahui dengan pasti. Satu-satunya data yang dapat
diperoleh mengenai hal ini adalah adanya fosil. Dari data yang dihimpun oleh ahli paleontologi diketahui bahwa fosil yang tertua yang ditemukan berumur sekitar 490
juta tahun. Data inipun masih merupakan dugaan, karena pada masa itu, tentu jumlah organisme masih sangat sedikit, sehingga fosil tidak mungkin dijumpai pada lapisan
tanah. Pada waktu itu, habitat yang mungkin ada adalah air. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa muka bumi masih dihuni oleh prokariot dan organisme bersel
satu, terutama ganggang biru yang kemudian diikuti oleh lumut kerak dan lumut yang menghuni sekitar pantai. Suhu permukaan bumi pun diperkirakan masih jauh
lebih panas dan oksigen mungkin meliputi hanya sekitar 10 dari apa yang ada sekarang.
Lapisan yang mengandung fosil tertua Stromatolites berupa spora, ditemukan di daerah pantai di Arabia dan Australia dan berumur sekitar 470 juta tahun yang lalu.
Hal ini berarti bahwa ekosistem yang ada baru terdapat sekitar 480 juta tahun yang lalu. Setelah periode itu baru ditemukan fosil yang lebih muda di banyak daerah lain.
Munculnya Kehidupan di Bumi Pemahaman tentang urutan munculnya kehidupan di bumi lebih didasarkan pada
sisa-sisa makhluk hidup yang memfosil. Pengetahuan akan kehidupan di bumi dikumpulkan dari bukti fosil terutama mulai dari era paleozoik, mesozoik, dan
cenozoik. Era palezoik atau masa kehidupan kuno kira-kira 570 juta tahun sampai 340 juta tahun lalu. Era mesozoik atau era kehidupan pertama dikenal sebagai masa
reptilia, mulai 230 juta tahun sampai 165 juta tahun lalu, sedangkan era cenozoik adalah era kehidupan kera atau masa mamalia dimulai kira-kira 63 juta tahun lalu.
2. Teori tentang Kemunculan dan Kepunahan Reptilia Besar Banyak orang menganggap bahwa Mammalia menguasai muka bumi, namun hal
ini dapat disebabkan karena dominasi manusialah yang merupakan penyebab utama anggapan tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa sebenarnya Reptilia merupakan
organisme yang paling sukses di muka bumi. Meskipun Reptilia tidak lagi merajai permukaan bumi, namun jumlah yang kini masih hidup di muka bumi tidak dapat
dikatakan sedikit, dan kini hanya disaingi oleh kelompok Pisces. Lamanya Reptilia menguasai permukaan bumi juga menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan
pemula di daratan dan pernah menjadi penguasa daratan diwakili oleh macam- macam Dinosaurus. Reptilia pernah mengusai air diwakili oleh Mesosaurus,
daratan Tyranosaurus, dan udara Pteranodon. Untuk mengkaji bagaimana Reptilia timbul dan hilang terutama Dinosaurus dari
muka bumi, kita dapat mempelajari konsekuensi-konsekuensi dari kehidupan Reptilia sejak munculnya di muka bumi hingga punahnya. Sebagai hewan Vertebrata
yang pertama muncul sebagai hewan daratan, maka Reptilia mempunyai konsekuensi untuk mengatasi masalah kekeringan.
Sejarah kemunculan Reptilia di daratan ditandai dengan: a. Terbentuknya sel telur berdinding ganda telur Amniota
b. Kulit tubuh yang ditutupi perisai misalnya kura-kura dan Dinosaurus atau sisik guna melindungi diri terhadap kekeringan.
c. Terbentuknya sistem eksresi yang terpisah kalau dibandingkan dengan hewan Vertebrata lainnya yang telah ada sebelumnya Ikan, Amphibia.
d. Terbentuknya anggota gerak. e. Terbentuknya alat indera pnglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan
yang lebih baik.
3. Terbentuknya Sel Telur Berdinding Ganda a. Kapan terbentuknya telur Amniota tidak dapat ditelusuri dengan baik, karena
sedikitnya data fosil. b. Konsekuensi dari telur berdinding ganda kapur dan selaput amnion
mengharuskan fertilisasi internal sebagai ssatu-satunya alternatif reproduksi. Dengan demikian alat kelamin sekunder jantan merupakan struktur pertama yang
muncul di kelompok Vertebrata pada Reptilia dalam bentuk sepasang Hemipenis c. Konsekuensi lain dari munculnya sel telur berdinding kapur memerlukan suatu
perubahan penting kalau dibandingkan dengan telur Amphibi atau Pisces, karena kulit kapur tersebut harus dapat menghubungkan embrio dengan dunia luar untuk
pertukaran gas Oksigen-Karbondioksida. d. Telur Reptil ternyata ditunjang dengan terbentuknya membran amnion. Membran
ini berguna untuk menangkap Oksigen yang masuk melalui dinding sel kapur tersebut. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa telur pertama tidak mungkin
terlalu besar agar pertukaran gas dapat berlangsung dengan baik.
e. Konsekuensi lainnya adalah digsntikannya insang dengan paru-paru tahapan ini sudah dilalui oleh Amphibia.
f. Naiknya Reptilia ke daratan memberikan konsekuensi pula pada alat indera. g. Mata yang dilindung dengan membran nictitans digantikan dengan mata yang
berkelopak, juga untuk melindungi dari bahaya kekeringan. h. Alat pendengaran yang sebelumnya terdapat pada rahang bawah Pisces mulai
berangsur digantikan dengan telinga dalam, karena juga menghadapi tantangan kekeringan. Fungsi telinga lebih diperlukan apabila dibandingkan dengan
kehidupan di dalam air, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator.
4. Kepunahan termasuk Reptilia Besar – Dinosaurus Kepunahan dalam
biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah
spesies atau
sekelompok takson
. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak
tidak ada lagi sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau takson yang bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu
kepunahan. Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan takson Lazarus
, dimana sebuah spesies dianggap telah punah tetapi muncul kembali. Kepunahan
merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui
spesiasi dan menghilang melalui kepunahan. Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman yang pernah hidup di bumi telah punah, dan kepunahan
tampaknya merupakan nasib akhir semua spesies. Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah kehidupan, walaupun kadang-kadang laju
kepunahan meningkat tajam pada peristiwa kepunahan
massal. Dalam sejarah muka bumi telah tercatat adanya lima kali peristiwa kepunahan besar-
besaran, hal ini terjadi pada masa Kambrian, Ordovisian, Devonian, Permian, dan Kretasea. Diantara kelima peristiwa kematian masal, makaperistiwa kematian masal
pada periode Permian merupakan kejadian yang paling aburuk dalam sejarah bumi. Pada waktu itu sekitar 75 organisme punah. Namun pada masa Kretasea sebelum
peristiwa masal, jumlah organisme hidup sudah melebihi keadaan sebelum peristiwa kematian Permian. Setelah kematian Kretasea, maka kini jumlah organisme pun
masih meningkat lagi sehingga diperkirakan jumlahorganisme sudah dua kali lipat dari pada keadaan sebelum peristiwa kematian Permian lihat gambar 3.1..
Gambar 3.1. Kepunahan massal Campbell, 23.13 Adapun penyebab peristiwa tersebut yang dikemukakan oleh para ahli dan
kemungkinan besar beberapa teori dapat bekerja secara simultan atau merupakan akibat dari kemungkinan terdahulu.
a. Teori Pergerakan Benua Dan Terbentuknya Pangea Akibat bergeraknya benua, maka jumlahnya panjang pantai menjadi sangat
pendek dibandingkan dengan keadaan apabila bumi terdiri dari banyak benua. Hal ini menyebabkan sejumlah besar organisme laut yang hidup di air dangkal akan
punah. Selain itu konsekuensi yang juga timbul adalah adanya satu daratan menyebabkan timbulnya perubahan cuaca yang drastis. Sebagai contoh, semua
daratan diberbagai benua Afrika, Asia, dan Amerika Utara akan memiliki daerah gurun. Daratan yanh luas dan datar menyebabkan daerah tengah tidak mendapat
cukup air hujan, karena hujan sudah turun di daerah yang tidak terlalu jauh dari
pantai. Akibat timbulnya gurun yang besar, maka sebagian besar iklim akan menjadi berubah kering. Sebagian besar organisme daratan dan air akan punah.
b. Teori Vulkanisme Mengingat contoh vulkanisme akan menimbulkan perubahan yang besar suatu
daerah. Letusan suatu gunung berapi dapat berlangsung berbulan-bulan dan akibatnya paling tidak mempengaruhi sebagian muka bumi. Di Indonesia kita
mengenal beberapa kepunahan yang sangat besar dan garis tengahnya lebih dari 20 km, misalnay Danau Toba, Danau Tondano dan Daerah Dieng. Diperkirakan
bahwa letusan gunung tersebut beberapa ratus kali lebih dahsyat daripada letusan Gunung Karakatau. Akibat letusan gunung Karakatau saja, banjir besar menimpa
daerah Negeri Belanda yang berjarak puluhan kilometer. Apabila ada sejumlah besar gunung berapi sebesar gunung Karaukatau atau Tambora meletus, maka
akan timbul kegelapan selama berbuln-bulan. Hal ini akan menyebabkan perubahan cuaca yang drastis. Pengaruh letusan gunung Galunggung saja telah
hampir memusnahkan beberapa spesies di Jawa. Di Pangandaran jumlah banteng tinggal 3 ekor dari sekitar 35 ekor sebelumnya. Menurut hasil visum, kebanyakan
banteng mati karena ada deposit debu vulkanis di paru-paru, dan sejumlah besar abu vulkanis di dalam lambung yang tidak dapat dikeluarkan dengan feces,
mungkin karena terlalu berat.
c. Teori Meteorit atau Supernova Meteorit berukuran sangat besar yang menabrak bumi akan menyebabkan
perubahan iklim global, selain menimbulkan gempa bumi, akan memberikan akibat yang serupa dengan letusan gunung merapi, yang berarti perubahan cuaca
ledakan supernova bintang raksasa di luar angkasa akan menyebarkan debu bintang yang mungkin menimbulkan kegelapan. Debu bintang dapat pula
mempengaruhi magnetik bumi. Apabila kutub magnetik bumi berubah, maka akan terjadi gempa bumi, karena posos bumi mengalami. Perubahan menurut
penelitian, kutub magnetik bumi memang sudah tidak tepat dari yang diperhitungkan dahulu. Selain itu meteorit atau supernova dapat membawa suatu
unsur seperti logam berat misalnya Iridium yang beracun bagi kehidupan di muka bumi.
Tabel 3.1. Pengaruh yang Ditimbulkan akibat kepunahan massal.
Periode Kemungkinan Penyebab Kepumahan Massal
Eosen-Oligosen Pendinginan bumi glasiasi, pergantian arus laut
Akhir Kratasea Benturan meteorit
Akhir Triasik Kenaikan curah hujan
Akhir Permian Meteotit, pendinginan bumi glasiasi, pangea
Akhir Devonian Meteorit, pendinginan bumi glasiasi
Akhir Ordovisian Vulkanisme, berkurangnya lapisan es di Gondwana
Tabel 3.2. Kadar Iridium setelah kepunahan massal
Periode Kepunahan
Kadar Iridium
Kratasea – Paleosen Massal
Tinggi sekali 3000 ppt Eosen - Oligosen II
Massal Sedikit
Eosen - Oligosen II Massal
Sedikit Eosen - Oligosen I
Massal Sedikit
Permian - Triasik III Massal
Sedikit Permian - Triasik II
Massal Normal
Permian - Triasik I Massal
10 kali lipat Devonian - Karboniferus II
Massal 3-7 kali lipat
Devonian - Karboniferus I Massal
Sedikit Ordivisisn - Silurian II
Massal Normal
Ordivisisn - Silurian I Massal
Normal Prekambrian - KAmbrian II
Massal Sedikit
Prekambrian - KAmbrian I Normal
Sedikit Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kematian masal sering terjadi dalam sejarah
kehidupan muka bumi, tetapi hanya kematian masal ada periode Kretasea, Paleosen, Devonian, Karoboniferus II dan Permian-Triasik I, jumlah iridium jauh
di atas normal jadi kematian masal akibat meteorit hanya mungkin terjadi pada dua peristiwa saja.
Adanya benturan meteorit dapat dibuktikan dengan adanya retakan pada sejumlah besar yang ada. Retakan kristal yang dimaksudkan adalah suatu kristal yang
mempunyai banyak sekali retakan, meskipun tidak hancur. Salah satu bukti kuat untuk menunjukkan adanya benturan meteorit adalah adanya kawah yang besar.
d. Teori Glasiasi Turunnya hujan salju selama satu minggu di kota Roma menjadi berita utama di
tahun 1987. hal ini disebabkan karena kota Roma tidak setiap tahun kedatangan salju. Biasanya hujan salju yang turun di sana hanya berlangsung beberapa menit
sampai satu jam dan kejadian semacam itu hanya sepuluh tahun sekali. Pada tahun 1987, salju menumpuk sampai hampir 2 meter, lalu lintas terputus, listrik
banyak mengalami gangguan. Akibatnya puluhan orang meninggal dunia karena kedinginan dan kelaparan. Gambaran peristiwa di atas dapat terjadi lebih parah
lagi di masa lalu. Apabila hal itu terjadi di kota, bagaimana pula keadaan alam terbuka. Banyak satwa yang mati dan tanaman yang hancur. Adanya zaman es
yang menyebabkan cuaca bumi menurun secara drastis dan menimbulkan kematian masal bagi organisme yang tidak teradaptasi. Menurunnya suhu bumi
sebanyak satu derajat saja sudah dapat memperluas lingkaran kutub menjadi beberapa puluh ribu Km2, dan hal ini menyebabkan kematian sorganisme di
sekitar daerah tersebut.
e. Adanya Air Bah Air merupakan penyebab kepunahan yang paling umum dijumpai. Hujan yang
turun selama 4 atau 5 hari sudah menimbulkan banjir, tanah longsor, kerusakan tempat penghunian, ladang dan hewan ternak. Akibat hujan beberapa hari saja
sudah dapat menaikkan air sampai beberapa meter dan di daerah muara dapat sampai belasan meter. Akibat seperti yang kita lihat di Bangladesh,banyak ternak
yang mati, tananman pangan rusak total. Dan apabial hal ini berlangsung beberapa minggu saja, maka seluruh organisme di daerah akan mati. Sesudah
banjir biasanya penyakit mewabah, sehingga apa yang tertinggal ikut mati pula apabila tidak ditangani.
Akibat glasiasi berakhir, maka seluruh dataran Sunda dan dataran Sahul terendam air,meninggalkan daerah dataran tinggi saja dan menjadikan Indonesia berbentuk
kepulauan. Banyaknya organisme yang punah tidak dapat diperkirakan.
f. Teori Epidemi atau Pandemi Kematian massal suatu organisme misalnya setelah glasiasi atau banjir selian
memusnahkan organisme yang terdapat di daerah tersebut, juga akan menimbulkan penyakit lainnya. Ada proses pembusukan besar-besaran, dan
penyakit berkembang dengan pesat karena sanitasi yang buruk. Akibatnya banyak organisme lain yang mati karena jumlah mikroba pembusukan meningkat dan
menimbulkan infeksi pada organisme yang hidup di sekitarnya.
g. Teori Naiknya Suhu Muka Bumi Grenn House Effect Adanya jumlah CO2 yang besar akan menyebabkan temperatur muka bumi naik.
Hal ini disebabkan oleh karena CO2 akan membentuk lapisan yang menghambat masuknya sinar matahari. Akibatnya setiap pemanasan pada siang hari akan tetap
tertahan pada malam hari., dan dengan demikian udara akan semakin bertambah panas pula.
h. Teori Radiasi Ultra Violet dan Lubang Ozon Lubang ozon menimbulkan mutasi pada organisme karena kemampuannya
menembus sel dan memotong-motong DNA. Rusaknya DNA umumnya menyebabkan organisme yang terkena sinar ultraviolet mengalami mutasi yang
kemungkinan besar merugikan organisme sehingga dapat menyebabkan kepunahan. Dengan adanya lubang ozon, maka suhu muka bumi akan naik dan
contoh pada masa kini adalah banyaknya organisme yang punah akibat naiknya temperatur muka bumi.
i. Teori Berkembangnya Mammalia Kecil Setelah Perubahan Temperatur Global Mammalia kecil diperkirakan mulai berkembang di muka bumi tidak lama setelah
kemunculan Reptilia. Sebelumnya, Mammalia tertekan perkembangannya karena bersaing dengan Dinosaurus. Namun pada waktu terjadi perubahan muka bumi,
keberadaan Mammalia tidak bayak terpengaruh, sebaliknya sebagian besar Dinosaurus punah.
j. Teori Campur Tangannya Manusia Hal ini terutama berlaku untuk buaya, penyu dan kura-kura besar. Penyebabnya
adalah karena over harvesting dan over exploiting untuk kesenangan sekelompok orang dan rasa sekuriti kelompok yang lain.
Hal ini disebabkan oleh banyak hal, namun ada 3 hal yang menjadi penyebab utama epidemi, mammalia dan manusia yang tidak mempengaruhi perubahan
temperatur muka bumi secara umum, kecuali zaman modern.
RANGKUMAN
Makroevolusi adalah skala analisis evolusi yang dipisahkan dari lungkang gen gen pool. Pola-pola seleksi dalam makroevolusi mencakup :
Seleksi penstabilisasi
Seleksi terarah directional selection
Seleksi pendiversifikasi seleksi disruptif
Pola-pola dasar perubahan luas pada makroevolusi yang ditunjukkan oleh rekaman fosil adalah :
Perubahan filetik anagenesis
Kladogenesis
Radiasi adaptif
Kepunahan
Kehidupan yang ada dimuka bumi saat ini tidak ada dengan sendirinya, namun meewati berbagai tahap dan proses-prosesnya yaitu dimulai dari kemunculan sampai kepunahan.
Kemunculan Kelompok Organisme Tertentu
Teori tentang Kemunculan dan Kepunahan Reptilia Besar
Terbentuknya Sel Telur Berdinding Ganda
Kepunahan termasuk Reptilia Besar – Dinosaurus : Ada beberapa teori yang
berkaitan dengan kepunahan dari teori pergerakan benua dan terbentuknya pangea sampai teori campur tangan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 1992. Biology. Benyamin Cummings Publ. Co. Djoko, T. Iskandar. 2001. Catatan Kuliah Evolusi. ITB. Bandung
Sita Panjaitan. 2008. Makroevolusi. Tersedia : https:sitapanjaitan.wordpress.com2008
12-22makroevolusi Diakes pada tanggal 10 Maret 2017
BAB IV EVOLUSI DAN DIVERSITAS