kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaba atas permasalahan yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian haruslah melalui sistematika yang benar agar menghasilkan karya ilmiah yang baik. Oleh karena itu, penulis
membagi tulisan ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Bab ini menjelaskan tentang waralaba sebagai bentuk sistem bisnis dan pengaturan waralaba dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2007. BAB III
KEPAILITAN PEWARALABA MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004
TENTANG KEPAILITAN
DAN PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Bab ini menjelaskan tentang syarat dan prosedur kepailitan serta akibat yang timbul ketika pewaralaba mengalami pailit ditinjau
dari sisi perjanjian waralaba dan berakhirnya kepailitan. BAB IV
AKIBAT KEPAILITAN
PEWARALABA TERHADAP
PERJANJIAN WARALABA DALAM INDUSTRI MAKANAN Bab ini menjelaskan tentang karakteristik industri makanan pada
umumnya, akibat hukum kepailitan pewaralaba terhadap perjanjian waralaba serta bentuk perlindungan hukum bagi terwaralaba dalam
menjaga kelangsungan usaha dalam bidang industri makanan BAB V
PENUTUP Bab ini dikemukakan kesimpulan dari bagian awal penulisan
skripsi hingga pada bagian akhir dari penulisan skripsi yang merupakan substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang
penulis berikan dalam masalah yang dibahas.
BAB II WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS
DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian
Usaha waralabafranchise pertama kali dikenal di Amerika Serikat yaitu kurang lebih satu abad yang lalu ketika perusahaan bir memberikan lisensi kepada
perusahaan-perusahaan kecil untuk mendistribusikan bir produksi pabrik yang bersangkutan. Di indonesia, sistem bisnis dengan waralaba mulai berkembang
sejak tahun 1980-an dan hingga sekarang sudah berkembang dengan pesat. Waralaba asing juga telah banyak yang masuk ke indonesia, baik dalam
perdagangan barang dan jasa. Selain itu beberapa pengusaha indonesia sudah mulai mengembangkan usaha waralaba lokal, seperti Q-tela, Es Teler 77, Salon
Rudi Hardisuwarno, Steak Kimos Modern.
17
Bisnis waralaba sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit dan sebagai bisnis efisien yang dapat dijalankan serta
dikembangkan oleh siapa saja karena pemasaran usaha yang telah dikenal luas dalam masyarakat. Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah
makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika AW Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson
bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri
17
http:justitia87.blogspot.com200912perjanjian-franchise.html. diakses pada 01 maret 2015.
16
menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo, bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya,
sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun l950- an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis business
format atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.
18
Pengertian waralaba menurut PP No. 42 Tahun 2007 dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :
19
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang danatau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan danatau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.” Berdasarkan ketentuan tersebut, pengertian waralaba adalah hak untuk
menjual produk atau jasa milik pewaralaba oleh terwaralaba, dimana dalam waralaba terdapat dua subjek hukum yakni, pewaralaba Franchisor dan
terwaralaba Franchisee. Pemilik atau penerima waralaba tersebut dapat merupakan badan hukum atau pribadi. Sistem usaha waralaba dikenal para pihak
yaitu :
20
1. Pewaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada
pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya
.
18
http:zehanwidiastuti.wordpress.com diakses pada 24 Maret 2015.
19
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 1.
20
Ibid.
2. Terwaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pewaralaba.
Beberapa bidang usaha yang menggunakan sistem waralaba di Indonesia adalah :
21
1. Automotive
Meliputi Franchise Automotive and Carwash otomotif dan cuci mobil 2.
Computers Meliputi Computer things and Internet café komputer dan warung
internetwarnet 3.
Education Course and education Facility pendidikan, kursus
4. Entertainment
Entertainment and fun, Meliputi entertainment franchise, family recreation franchise, movie rental franchise, family karaoke franchise
5. Fashion
Meliputi Fashion, apparel, shoes and Jewerly Mode, pakaian jadi, sepatu dan perhiasan
6. Fitness and sports
Meliputi Fitness, Sports Equipment kebugaran dan alat-alat olahraga
21
http:bursafranchise.com diakses pada 04 maret 2015
7. Fast food and Bakery
Yang meliputi fast food franchise, pizza franchise, burger, bakery, and cake franchise waralaba makanan siap saji, waralaba pizza, burger, roti, dan kue
8. Restaurant and café
Meliputi restorant, café outlet, steak house restoranrumah makan, kafe, dan bistik
9. Medical store
Meliputi medical store franchise and health apotik dan rumah sakit 10.
Spa, salon and beauty Meliputi Spa and beauty shop, salon, body care, skin centre franchise
11. Real estate and property
Meliputi property and real estate broker, apartement, real estate dealer franchise
12. Laundry services
Meliputi dry cleaning franchise 13.
Tour and travel Meliputi tour-travel agent, travel and ticketing services, honeymoon and
romantic gateway franchise 14.
Retail, outlet and minimart Meliputi consumer goods, retail chain store, outlet, supermarket and mini
market franchise 15.
Photography Photography studio.
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian adalah: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” R. Subekti menyatakan bahwa perikatan merupakan suatu pengertian
abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.
22
Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap perjanjian waralaba bentuknya wajib untuk dibuat secara tertulis oleh para pihak. Eksistensi dari perjanjian waralaba adalah
sebuah perjanjian innominaat yang merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang karena adanya kebebasan berkontrak sebagaimana yang
tercantum di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Meskipun hukum kontrak innominaat diatur di dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1319 KUH Perdata
menegaskan bahwa:
23
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan
umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.” Membahas suatu perjanjian waralaba tidak terlepas dari ketentuan
mengenai syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
24
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
22
Kevin Kogin, Aspek Hukum Kontrak Waralaba Pada Kegiatan Usaha Jasa Makanan dan Minuman Jakarta: PT. Tatanusa 2014, hlm. 34-35.
23
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1319.
24
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan
tidak dapat ditarik kembali melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian waralaba adalah suatu perjanjian yang diadakan antara
pewaralabapemberi waralaba dengan terwaralabapenerima waralaba dimana pihak pewaralaba memberikan hak kepada pihak penerima waralaba untuk
memproduksi atau memasarkan barang produk danatau jasa pelayanan dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan pewaralaba,
sementara terwaralaba membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang diperolehnya.
25
Sehingga meskipun perjanjian waralaba merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang di dalam praktik, perjanjian waralaba harus
tetap tunduk pada Buku III KUH Perdata. Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis yang dibuat antara pewaralaba dan terwaralaba untuk
melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, perjanjian waralaba juga diperlukan sebagai salah satu syarat administratif bagi terwaralaba
untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba STPW sebagai bukti sebuah perusahaan terwaralaba franchisee.
26
Pada Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53m-dagper82012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba selanjutnya
25
http:e-journal.kopertis4.or.id diakses pada 07 Januari 2015.
26
Kevin Kogin, Op.Cit., hlm. 35.
disingkat Permendag No. 532012 disebutkan bahwa hal-hal yang harus dimuat dalam perjanjian waralaba sebagai berikut :
27
1. Nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas
pemilikpenanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba.
2. Jenis hak kekayaan interlektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi
waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outletgerai, sistem manajemenpemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan.
3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan
eceranritel, pendidikan, restoran, apotek atau bengkel. 4.
Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba, seperti:
a. Pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima
waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba.
b. Penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau
ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya penerima waralaba berkewajiban menjaga kode etikkerahasiaan HKI atau ciri khas
usaha yang diberikan pemberi waralaba. 5.
Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan
27
Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53M- DAGPER82012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba.
fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program IT pengelolaan kegiatan usaha.
6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba
kepada penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti; wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia.
7. Jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dan berakhir perjanjian
terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak. 8.
Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata caraketentuan termasuk waktu dan cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati
dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba. 9.
Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempatlokasi penyelesaian sengketa, seperti melalui Pengadilan Negeri tempatdomisili perusahaan atau melalui
Pengadilan, Arbitrase dengan mengunakan hukum Indonesia. 10.
Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir
dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki
oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama. 11.
Jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan kewajiban- kewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga
jangka waktu perjanjian berakhir.
12.
Jumlah gerai yang akan dikelola oleh penerima waralaba.
28
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan harus berdasarkan perjanjian
tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia dan dalam hal perjanjian ditulis dalam bahasa
asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
29
Berdasarkan pengertian waralaba sebagaimana dikemukakan di atas, ada beberapa unsur dalam suatu perjanjian waralaba, yaitu:
30
1. Adanya suatu perjanjian yang disepakati
Perjanjian waralaba dibuat oleh para pihak, yaitu pewaralaba dan terwaralaba, yang keduanya berkualifikasi sebagai subjek hukum, baik sebagai
badan hukum maupun hanya sebagai perorangan. a.
Adanya pemberian hak dari pewaralaba kepada terwaralaba unttuk memproduksi dan memasarkan produk danatau jasa;
Dalam hal ini terwaralaba berhak menggunakan nama, cap dagang, dan logo milik pewaralaba yang sudah lebih dahulu dikenal dalam dunia
perdagangan. b.
Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu; Dalam hal pewaralaba memberi hak kepada terwaralaba untuk
menggunakan nama, cap dagang, dan logo dari usahanya kepada
28
Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53M- DAGPER82012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
29
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 6.
30
Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hlm 44-47.
terwaralaba terbatas pada tempat dan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian waralaba yang telah mereka buat bersama.
c. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari terwaralaba kepada
pewaralaba. Pembayaran-pembayaran ini antara lain: pembayaran awal, pembayaran
selama berlangsungnya waralaba, pembayaran atas pengoperan hak. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk suatu bisnis waralaba di samping
harus mempunyai syarat dan ketentuan, tetapi juga harus ditentukan secara jelas siapa yang harus menanggung biaya tersebut. Yaitu apakah pihak pewaralaba atau
pihak terwaralaba yang merupakan pihak yang wajib membayar. Adapun yang merupakan biaya dalam sistem waralaba yang wajib adalah
sebagai berikut :
31
1. Royalty
Merupakan pembayaran oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba. Walaupun tidak
tertutup kemungkinan pembayaran royalti ini pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya. Akan tetapi, sistem yang lebih
sering justru pembayaran franchise fee dengan memakai sistem persentase tertentu dari omzet penerima waralaba.
2. Franchise fee
Merupakan bayaran
yang harus
dilakukan oleh
pihak terwaralabapenerima waralaba kepada pihak pewaralabapemberi waralaba, yang
31
Kevin Kogin, Op.Cit., hlm. 39.
merupakan biaya waralaba, yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar hanya pada tahap
saat perjanjian waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta waralaba.
3. Direct Expenses
Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pembukaanpengembangan suatu bisnis waralaba. Misalnya terhadap pemondokan
pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar biaya seperti tersebut di atas harus sudah ditentukan
dengan jelas dalam kontrak waralaba itu sendiri. 4.
Biaya Sewa Meskipun kurang lazim, ada beberapa pewaralaba yang ikut juga
menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak terwaralaba harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak pewaralaba. Sebaiknya,
biaya ini ditetapkan bersama secara tegas dari awal, agar tidak timbul masalah di kemudian hari.
5. Marketing and Advertising Fee
Karena pihak pewaralaba yang melakukan marketing dan iklan, maka pihak terwaralaba harus ikut menanggung beban biaya tersebut dengan
menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan apabila ada marketing atau iklan tertentu.
6. Assignment Fees
Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba jika pihak terwaralaba tersebut
mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objeknya waralaba. Oleh pihak waralaba biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang waralaba yang baru, dan sebagainya.
Peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian waralaba, sebelum adanya peraturan yang khusus untuk mengatur waralaba, yaitu sebagai berikut:
32
1. Peraturan tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang ketentuan yang
dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba; 2.
Peraturan tentang hak milik intelektual, yaitu hak paten, merek, dan hak cipta; 3.
Peraturan hukum tentang perpajakan, yaitu pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan; serta
4. Peraturan hukum tentang ketenagakerjaan.
Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu perikatan yaitu:
“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena
pembaharuan hutang; karena perjumpaan hutang atau kompensasi; karena
32
Adrian Sutedi, Hukum Waralaba,Bogor: Ghalia Indonesia, 2008, hlm. 79.
percampuran hutang; karena pembebasan hutangnya; karena musnahnya barang yang terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya syarat batal,
yang diatur dalam Bab I buku ini; karena lewatnya waktu. ”
Disamping hapusnya perjanjian tersebut, sebab lain berakhirnya perjanjian yaitu:
33
1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir,
2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut,
3. Ditentukan oleh undang-undang, misalnya perjanjian akan berakhir dengan
meninggalnya salah satu pihak beserta perjanjian tersebut 4.
Adanya putusan hakim 5.
Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai. Dalam pembentukan perjanjian waralaba, ada beberapa faktor penting
yang diperhatikan, antara lain:
34
1. Mitra pasif silent partners
Yang dimaksudkan dengan mitra pasif dalam hal ini adalah terwaralaba lainnya dan pihak konsumen. Terwaralaba lain harus dipertimbangkan karena
mereka tentu menginginkan perlakuan yang sama, disamping itu juga memperhatikan pihak konsumen, Karena pewaralaba mempunyai kewajiban yang
harus dipenuhi pihak ketiga. Dengan demikian, walaupun suatu kesepakatan kerja sama adalah antara dua pihak yang bersepakat, namun dalam isi kesepakatan
tersebut paling tidak terdapat dua pihak lain yang terkena pula dampaknya yaitu pihak terwaralaba lainnya dan pihak konsumen maupun masyarakat pada
33
Juajir Sumardi, Op.Cit., hlm. 43.
34
Ibid,. hlm. 49.
umumnya. Dalam hal ini, konsumen atau masyarakat pada umumnya mengharapkan adanya produk atau jasa yang konsistenstandar yang diterimanya
di tempat lain. 2.
Pemeliharaan standar Sistem waralaba hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh terwaralaba
memelihara sistem yang telah dibuat oleh pewaralaba. 3.
Hubungan jangka panjang Berbeda dengan dealership maupun distributorship yang ada saat ini kerja
sama waralaba di Indonesia pada umumnya berlaku untuk jangka panjang, biasanya antara lima sampai sepuluh tahun. Kerjasama di bidang bisnis waralaba
biasanya berlaku lima sampai sepuluh tahun. Apabila jangka waktu itu telah dilampaui, pewaralaba akan meninjau kembali hubungan kerjasama itu dan juga
terwaralaba seringkali berkeinginan untuk dapat terus memelihara serta memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba tersebut.
35
4. Segi komersial
Perjanjian waralaba sebaiknya mencerminkan keadaan sesungguhnya dari sistem waralaba, sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang berkaitan
dengan operasional sehari-hari. 5.
Pedoman operasional operation manual Hal yang tidak disebutkan di dalam perjanjian, biasanya dicantumkan
secara terperinci dalam suatu pedoman tentang pengoperasian suatu usaha waralaba.
35
Johannes Ibrahim Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern Jakarta:PT. Refika Aditama, 2004. Hlm. 144.
6. Keadaan mendesak contingencies
Tidak mungkin untuk mencakup semua keadaan, tetapi setidaknya perjanjian waralaba dapat mengatasi beberapa keadaan yang mendesak, misalnya:
a. Meninggalnya pihak pewaralaba;
b. Pemindahan lokasi;
c. Perubahan bauran produk;
d. Pemindahan sistem waralaba oleh pewaralaba, dan;
e. Pemindahan usaha waralaba oleh terwaralaba.
Pengakhiran perjanjian waralaba dapat terjadi karena:
36
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak
Pihak dalam perjanjian waralaba menentukan bahwa perjanjian disepakati berlangsung selama tujuh tahun, maka setelah waktu tujuh tahun perjanjian akan
berakhir. 2.
Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian Pewaralaba dan terwaralaba sepakat menjalankan bisnis waralaba dalam
bidang makanan selama sepuluh tahun, tiba-tiba terwaralaba meninggal dunia. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian agar dilakukan
pemenuhan kewajiban oleh ahli waris sebelum jangka waktu berakhirnya perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang.
36
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 69.
3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya
peristiwa tertentu. Para pihak atau undang-undang memutuskan dalam keadaan tertentu dan
dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian menjadi hapus dan perjanjian waralaba akan hapus jika salah satu pihak meninggal dunia.
4. Pernyataan menghentikan perjanjian oleh kedua belah pihak atau oleh salah
satu pihak. Misalnya, pewaralaba menyatakan bahwa perjanjian waralaba dengan
terwaralaba dihentikan kerena terwaralaba dianggap tidak memenuhi target yang ditetapkan oleh pewaralaba dalam perjanjian yang telah disepakati bersama.
5. Perjanjian hapus karena putusan hakim
Misalnya, hakim memutuskan hapusnya suatu perjanjian waralaba karena diminta oleh salah satu pihak.
6. Tujuan perjanjian telah tercapai
Misalnya, para pihak sepakat bahwa perjanjian waralaba akan dilangsungkan selama lima belas tahun, setelah waktu tersebut maka dianggap
tujuan dari bisnis tercapai sehingga terjadi pengkhiran perjanjian. 7.
Dengan persetujuan para pihak Misalnya, terwaralaba merasa tidak dapat memenuhi target pembukaan
outlet yang ditargetkan lalu terwaralaba dengan persetujuan pewaralaba mengakhiri perjanjian waralaba.
B. Hak dan Kewajiban Antara Pewaralaba dengan Terwaralaba dalam Perjanjian Waralaba