c. Seluruh kekuatan sosial, politik dan lainnya yang bekerja atas diri
pemegang peran itu.
5. Teori Kebijakan
Teori yang akan dipergunakan dalam rangka penelitian kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau sebagai landasan pemikiran adalah
teori kebijakan dari Thomas R. DYE. Berbicara tentang perspektif kebijakan publik mengarahkan perhatian kita untuk mengkaji proses
pembuatan kebijakan policy making process oleh pemerintah government atau pemegang kekuasaan dan dampaknya terhadap
masyarakat luas public. Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose to do is on not to do” Esmi
Warasih, 2004: 131. Secara sederhana pengertian kebijakan publik dirumuskan dalam kalimat sebagai berikut: Thomas R. Dye, 1981:77.
a. Apa yang dilakukan oleh pemerintah What government do?
b. Mengapa dilakukan tindakan itu Why government do?
c. Dan apa terjadi kesenjangan antara apa yang ingin diperbuat
dengan kenyatan what defference it makes? Menurut Richard Rose dikutip dari Dunn mendefinisikan
kebijakan publik public policies sebagai rangkaian pilihan yang kurang lebih satu unsur dengan unsur lainnya saling berhubungan termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan- badan pejabat pemerintah yang diformulasikan ke dalam isu-isu publik
dari masalah
pertanahan, energi,
kesehatan sampai
kepada permasalahan pendidikan, kesejahteraan dan kejahatan.
Sistem kebijakan publik adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku
kebijakan sekaligus realitas objektif yang diwujudkan dalam tindakan- tindakan yang dapat diamati akibat-akibat yang ditimbulkannya, setidak-
tidaknya menyangkut 3 tiga unsur penting yaitu : Thomas R Dye, 1981:89
1 Pelaku kebijakan
2 Kebijakan publik
3 Lingkungan kebijakan
Ketertiban antara hukum dan kebijakan publik akan semakin relevan pada saat hukum diimplementasikan. Proses implementasi
selalu melibatkan lingkungan dan kondisi yang berbeda di tiap tempat, karena memiliki ciri-ciri struktur sosial yang tidak sama. Demikian pula
keterlibatan lembaga di dalam proses implementasi selalu akan bekerja di dalam konteks sosial tertentu sehingga terjadi hubungan timbal balik
yang dapat saling mempengaruhi. Proses implementasi kebanyakan diserahkan kepada lembaga
pemerintah dalam berbagai jenjang tingkat, baik propinsi maupun tingkat kabupaten. Setiap jenjang pelaksanaan pun amsih membutuhkan
pembentukan kebijaksanaan lebih lanjut dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan untuk memberikan penjabaran lebih
lanjut. Apabila sarana yang dipilih adalah hukum sebagai suatu proses pembentukan kebijaksanaan publik, maka faktor-faktor non hukum akan
selalu memberikan pengaruhnya dalam proses pelaksanaannya. Untuk mengantisipasi hal ini diperlukan langkah-langkah
kebijaksanaan meliputi: 1
menggabungkan rencana tindakan dari suatu program dengan menetapkan tujuan, standard pelaksana, biaya dan waktu
yang jelas; 2
melaksanakan program dengan memobilisasi struktur, staf, biaya, resources, prosedur, dan metode, dan
3 membuat jadual pelaksanaan time schedule dan
monitoring untuk menjamin bahwa program tersebut berjalan terus sesuai rencana.
B. Kerangka Pemikiran
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta adanya kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Kota
Surakarta mengenai pengendalian lingkungan hidup maka kesadaran hukum masyarakat mengenai masalah lingkungan diharapkan mulai tumbuh. Hal ini
dimaksudkan agar kesadaran hukum masyarakat mengenai arti penting kelestarian lingkungan dan penataan ruang yang baik mampu mempengaruhi
perilaku mereka menjadi motivasi kuat yang dapat melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha pemanfaatan ruang yang baik dan meningkatkan kualitas
lingkungan hidup. Manusia pada prinsipnya memerlukan lingkungan yang sehat di dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian segala kegiatan yang terjadi di masyarakat akan selalu
memperhatikan aspek lingkungan hidup atau kehidupan yang berwawasan lingkungan. Sehingga semua kegiatan yang berdampak pada berkurangnya
kualitas lingkungan pada umumnya harus dikendalikan. Dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta tentunya telah menyusun
berbagai kebijakan lain yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya penanganan penataan ruang yang diakibatkan oleh kegiatan-
kegiatan pembangunan sektor perdagangan, jasa, pemukiman dan lain-lain yang sedang digalakkan di Kota Surakarta, dapat berdampak pada menurunnya
kualitas lingkungan hidup. Meskipun Pemerintah Daerah Kota Surakarta telah mengeluarkan kebijakan tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan
Hidup, akan tetapi berkurangnya fungsi ruang terbuka hijau yang terus berlangsung dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup. Adanya faktor-faktor
dan kendala-kendala yang mempengaruhi berkurangnya ruang terbuka walaupun sudah ada kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dari
pemerintah daerah dalam hal penanganan jumlah ruang terbuka yang sesuai. Sehingga Kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota Surakarta serta kendala –
kendala inilah yang layak untuk diteliti.