Metode Pengambilan Sampel Analisis Data Komposisi Kimia Kulit Ikan Bandeng Chanos chanos

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Histopatologi, Ruang Diskusi Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi KRP, Fakultas kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama berupa ikan bandeng Chanos chanos dengan ukuran 200-250 gekor. Ikan bandeng yang diamati adalah ikan bandeng yang disimpan pada suhu chilling. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi H 2 SO 4 MERCK p.a., kjeltab Selenium MERCK p.a., NaOH MERCK p.a., H 3 BO 3 MERCK p.a., n-heksana MERCK p.a., dan HCl MERCK p.a.. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi terdiri dari larutan Buffer Normal Formalin 10 MERCK p.a., alkohol 50-100 MERCK p.a., xylol MERCK p.a., parafin MERCK p.a., hematoksilin MERCK, eosin MERCK, dan mounting agent MERCK. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sokhlet SIBATA SB 6, tabung kjehdahl PYREX, tanur pengabuan Yamato FM 38, timbangan analitik AND HF 400, oven Yamato DV 40, cetakan yang terbuat dari kertas kalender, rotary mikrotom Yamato Kohki LR-85, Mikroskop Cahaya Olympus BX51, Microcular MD 130 Electron Eyepiece serta peralatan uji organoleptik.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah tambak Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang- Banten. Bobot ikan bandeng yang diamati berkisar antara 200-250 gramekor. Ikan bandeng ini diambil dengan menggunakan pancing. Setelah ditangkap, ikan langsung dimatikan. Ikan dimatikan dengan cara menusuk kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

3.4 Prosedur Analisis

Pengujian organoleptik dilakukan terhadap sampel ikan bandeng untuk menentukan tahapan post mortem ikan bandeng tersebut. Sampel kulit ikan bandeng pada fase prerigor, rigormortis, post rigor, dan fase busuk diambil serta dilakukan analisis pembuatan dan pengamatan preparat jaringan kulit menggunakan mikroskop. Pada sampel kulit ikan bandeng juga dilakukan uji proksimat untuk mengetahui komposisi kimia kulit ikan bandeng tersebut.

3.4.1 Uji organoleptik BSN 2006

Penentuan fase kemunduran mutu pada ikan bandeng dilakukan menggunakan metode sensori, yaitu secara organoleptik. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Pengujian organoleptik ini mempunyai peranan yang penting sebagai pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan dalam produk. Pada uji organoleptik ini, ada beberapa syarat yang harus disepakati oleh panelis, antara lain tertarik dan mau, terampil dan konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang akan diuji, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna, serta jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang semi-terlatih. Penetapan fase kemunduran mutu pada ikan dilakukan menggunakan alat bantu berupa lembar nilai score sheet yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi nasional BSN dengan SNI 01-2346-2006 Lampiran 1.

3.4.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi pada suatu bahan. Analisis proksimat terhadap kulit ikan bandeng meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. 1 Analisis kadar air AOAC 2005 Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 o C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 30 menit hingga dingin kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel sebesar 5 gram kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 150 o C selama 8 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus : kadar air = B − C B − A x 100 Keterangan : A = Berat cawan kosong gram B = Berat cawan yang diisi sampel gram C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan gram 2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 o C selama 30 menit. Cawan abu tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator 30 menit dan ditimbang. Sampel sebesar 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan 600 o C selama 7 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Kadar abu = C − A B − A x 100 Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong gram B = Berat cawan abu porselen dengan sampel gram C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan gram 3 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Sampel sebesar 5 gram W1 dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berta tetapnya W2 dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 o C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada di dalam labu lemak didestilasi hingga semuanya menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W3. Perhitungan kadar lemak kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus : kadar lemak = W3 − W2 W1 x 100 Keterangan : W1 = Berat sampel gram W2 = Berat labu lemak tanpa lemak gram W3 = Berat labu lemak dengan lemak gram 4 Analisis kadar protein AOAC 2005 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari destruksi, destilasi dan titrasi. a Tahap destruksi Kulit ikan bandeng ditimbang sebesar 1 gram kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung kjehdahl. Sebanyak 0,25 gram selenium dan 25 ml H 2 SO 4 pekat ditambahkan ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna bening . b Tahap destilasi Sampel yang telah didestruksi dituangkan ke dalam labu destilasi lalu ditambahkan akuades 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 10 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator cairan methyl red dan brom creosol green yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 10 ml destilat dan berwarna hijau kebiruan. c Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus : N = ml HCl − ml HCl blanko x 0,1 N HCl x 14,007 mg sampel x 100 Kadar protein = N x 6,25 5 Analisis kadar karbohidrat AOAC 2005 Kadar karbohidrat ditentukan dengan cara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Perhitungan kadar karbohidrat kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Karbohidrat = 100 - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak

3.4.3 Pembuatan preparat dengan metode parafin Angka et al. 1984

Pengamatan jaringan kulit ikan diawali dengan pembuatan preparat kulit ikan bandeng Chanos chanos kemudian pengambilan gambar objek pada mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Tahapannya terdiri atas fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming, pemotongan jaringan, pewarnaan, serta perekatan jaringan menggunakan mounting agent Lampiran 2. Fiksasi dilakukan dalam larutan BNF Buffer Normal Formalin selama lebih dari 24 jam 3 hari, setelah itu larutan fiksasi dibuang, kemudian dilakukan dehidrasi melalui perendaman jaringan dalam alkohol pada suhu ruang dengan perincian: 1 Alkohol 70 selama 24 jam 2 Alkohol 80 selama 2 jam 3 Alkohol 90 selama 2 jam 4 Alkohol 95 selama 2 jam 5 Alkohol 95 selama 2 jam 6 Alkohol 95 selama 2 jam 7 Alkohol 100 selama 12 jam Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent. Jaringan direndam dalam alkohol:xilol 1:1 selama 30 menit yang dilanjutkan dengan tahap impregnasi dan embedding. Impregnasi adalah perendaman jaringan ke dalam xilol:parafin 1:1 dalam gelas piala selama 45 menit. Embedding adalah perendaman jaringan di dalam parafin cair, yakni parafin I, parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit. Kedua proses ini berlangsung di dalam oven pada suhu 60 o C. Jaringan yang telah diembedding dalam parafin cair lalu di blok dicetak agar mudah dipotong dengan parafin cair yang kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku, seperti kertas kalender, dengan ukuran 2x2x2 cm 3 . Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 18 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Setelah itu jaringan disusun dalam cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Selanjutnya dibiarkan membeku dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet. Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan mikrotom putar setebal 4 μm. Pita-pita parafin yang terbentuk diambil dengan jarum kemudian diletakkan di permukaan air hangat 45 o C-50 o C. Pita-pita parafin kemudian direkatkan pada gelas obyek dan dibiarkan hingga mengering. Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin. Pewarnaan diawali dengan perendamaan gelas obyek ke dalam xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan perendaman dalam alkohol absolut 100, 95, 90, 80, 70, dan 50 masing-masing selama 2 menit. Setelah itu, obyek dibilas dengan akuades selama 2 menit. Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 50, 70, 85, 90, 100, 100, xilol I, xilol II masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam pada gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup kemudian dikeringkan selama 24 jam. Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 200x. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan Microcular MD 130 Elektron Eyepiece. Diagram alir pembuatan preparat kulit ikan bandeng Chanos chanos dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Diagram alir pembuatan preparat kulit ikan bandeng Chanos chanos. Ikan bandeng Pemotongan bagian kulit Fiksasi dengan larutan BNF 10 Penjernihan clearing dengan alkohol-xilol 1:1 Dehidrasi dengan alkohol berseri Impregnasi dengan menggunakan xilol-parafin 1:1 Penanaman embedding dalam parafin Perekatan jaringan dengan mounting agent Pewarnaan Hematoksilin-Eosin Pelekatan pita parafin pada gelas obyek Pemotongan dengan mikrotom Trimming Pengamatan dengan mikroskop Preparat awetan Pengambilan gambar

3.5 Analisis Data

Hasil yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran terhadap nilai organoleptik kulit ikan bandeng Chanos chanos dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan rumus berikut BSN 2006: � = �� � �=1 n Keterangan: X : nilai rata-rata Xi : nilai X ke-i N : jumlah data Sampel kulit ikan bandeng pada setiap tahapan kemunduran mutu prerigor, rigormortis, postrigor, dan busuk diamati. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melihat preparat histologi menggunakan mikroskop. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Kulit Ikan Bandeng Chanos chanos

Morfologi ikan bandeng yang diambil dari areal tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang-Banten dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Ikan bandeng Chanos chanos dari Tanjung Pasir. Ikan bandeng yang diperoleh memiliki ciri tubuh pipih, sirip ekor bercabang dan mata diselaputi lendir. Sirip ekor bercabang dan mata yang diselaputi dengan lendir merupakan ciri bahwa ikan bandeng tergolong sebagai perenang cepat. Ikan bandeng memiliki warna putih keperakan di bagian ventral dan biru keperakan di bagian dorsal. Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang dan bobot yang cukup seragam. Bobot ikan bandeng yang diamati berkisar antara 200-250 gramekor. Ikan bandeng yang diperoleh dari daerah Tanjung Pasir ini hidup di lingkungan air dengan kedalaman 3-4 meter. Sampel ikan bandeng yang diperoleh, kemudian dipisahkan kulitnya untuk dianalisis komposisi kimianya melalui uji proksimat. Hasil dari analisis proksimat menunjukkan data kasar karena dalam satu fraksi hasil analisis masih terdapat zat lain yang berbeda sifatnya dalam jumlah yang sangat sedikit. Komposisi kimia yang diuji terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference. Hasil analisis proksimat kulit ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Hasil analisis proksimat kulit ikan bandeng Chanos chanos. Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat pembusukan Winarno 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar air 64,74±0,68. Nilai kadar air ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air kulit ikan nila merah red tilapia, yakni sebesar 70,43 Jamilah et al. 2011. Perbedaan kadar air diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yakni perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan perbedaan jenis ikan. Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu total adalah bagian dari análisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan Andarwulan et al. 2011. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar abu sebesar 2,43±0,29. Kadar abu dapat digunakan sebagai petunjuk keberadaan mineral suatu bahan. Kandungan mineral pada kulit ikan diduga berasal dari lapisan dermis. Angka et al. 1984 menyatakan bahwa sisik ikan teleostei 64,74 2,43 4,76 23,74 4,34 10 20 30 40 50 60 70 Air Abu Lemak Protein Karbohidrat P er se n merupakan tulang dermis yang terdiri dari suatu matriks mineral yang membungkus serabut-serabut kolagen yang tebal. Kadar abu kulit ikan bandeng lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu kulit ikan nila merah red tilapia, yakni sebesar 0,51 Jamilah et al. 2011. Perbedaan kadar abu diduga disebabkan oleh perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan perbedaan jenis ikan. Habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda memberikan asupan mineral yang berbeda terhadap organisme akuatik di dalamnya. Setiap organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral. Selain itu umur juga diduga memberikan pengaruh terhadap nilai kadar abu kulit ikan bandeng. Hasil penelitian Muyonga et al. 2004 menunjukkan bahwa ikan Lates niloticus dengan umur yang berbeda memiliki nilai kadar abu yang berbeda pada kulitnya. Ikan dewasa memiliki kadar abu lebih tinggi pada kulitnya dibandingkan dengan ikan yang masih muda. Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui komposisi lemak pada kulit ikan bandeng. Lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik seperti heksana, eter dan kloroform. Menurut Poedjiadi 1994, lemak hewan umumnya berupa padatan pada suhu ruang, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak dapat dikatakan sebagai sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Hal ini dikarenakan 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh 1 gram protein dan karbohidrat, yaitu 4 kkal. Lemak juga dapat digunakan sebagai sumber asam lemak esensial dan vitamin A, D, E dan K Winarno 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar lemak sebesar 4,76±0,03. Nilai kadar lemak ini cukup tinggi. Tingginya kadar lemak pada kulit ikan bandeng diduga disebabkan adanya lapisan hipodermis atau subkutan pada kulit ikan bandeng. Hipodermis atau lapisan subkutan merupakan bagian kulit yang paling dalam dan paling tipis. Ciri yang paling mencolok dari lapisan ini adalah terdapatnya sel-sel adiposa lemak Chinabut et al. 1991. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam, yakni besi dan tembaga Winarno 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar protein dalam jumlah yang tinggi, yaitu 23,74±0,81. Tingginya kadar protein pada kulit ikan bandeng diduga disebabkan adanya kandungan protein kolagen pada kulit ikan. Lapisan dermis pada kulit ikan terdiri dari stratum spongiosum dan stratum compactum. Stratum spongiosum merupakan jaringan serat retikulin dan kolagen yang longgar dan mengandung sel-sel pigmen, mastosit mast cell, sel-sel penumpu sisik, dan sisik Chinabut et al. 1991. Stratum compactum dicirikan oleh serabut kolagen yang tersusun rapat di beberapa lapisan dan terletak paralel terhadap permukaan kulit Putra 1992. Sumber kolagen pada ikan banyak terdapat pada kulit dan sisik. Karbohidrat memegang peranan penting di alam karena merupakan sumber energi utama. Karbohidrat banyak tersebar di alam. Karbohidrat sangat berperan dalam metabolisme hewan dan tumbuhan. Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar dan paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama. Energi yang disumbangkan dari karbohidrat sebesar 4 kkal Almatsier 2001. Kadar karbohidrat pada kulit ikan bandeng dihitung dengan metode by difference. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode tersebut menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng mengandung karbohidrat sebesar 4,34±0,18. Kadar karbohidrat yang terhitung diduga merupakan polisakarida yakni glikogen. Hadim et al. 2002 menyatakan bahwa glikogen terdapat dalam jumlah yang paling banyak dari karbohidrat yang terdapat pada ikan. Angka et al. 1984 menyatakan bahwa glikogen berasal dari kelebihan glukosa dalam darah. Stratum spongiosum pada dermis kulit ikan mengandung pembuluh darah yang membawa zat makanan bagi kulit.

4.2 Nilai Organoleptik Kulit Ikan Bandeng pada Penyimpanan Suhu Chilling