Laju Penyulingan 4. Kondisi Penyulingan

berhubungan erat dengan besar ruangan antar bahan. Kepadatan bahan yang terlalu tinggi dan tidak merata menyebabkan terbentuknya jalur uap ”rat holes” yang dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak. Hasil penelitian Hardjono et al. 1973 telah membuktikan bahwa pada kepadatan akar wangi 0,10 kgliter dihasilkan rendemen lebih kecil yaitu 1,43 dibanding dengan kepadatan 0,07 kgliter yang menghasilkan rendemen 2,02.

2. Tekanan uap

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penguapan minyak pada proses penyulingan adalah besarnya tekanan uap yang digunakan Ketaren 1985. Menurut Guenther 1990, agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi maka penyulingan hendaknya berlangsung pada tekanan rendah dan dapat juga pada tekanan tinggi tetapi dalam waktu yang singkat. Proses penyulingan dengan menggunakan tekanan dan suhu rendah mempunyai keuntungan yaitu minyak yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan akibat panas. Disamping itu mengurangi penguapan komponen bertitik didih tinggi dan larut di air. Penyulingan dengan tekanan tinggi tidak selalu memghasilkan rendemen dan mutu yang lebih baik. Penggunaan tekanan uap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen-komponen penyusun minyak. Lestari 1993 membuktikan bahwa pada penyulingan sereh wangi dengan tekanan 228.53 kPa memberikan rendemen 3.51 basis kering dan tingkat mutu bagus. Sedangkan penggunaan tekanan 297.2 kPa dihasilkan rendemen 2.52 dengan tingkat mutu biasa. Penyulingan minyak nilam dengan menggunakan uap langsung selama 4 jam menghasilkan rendemen sebesar 3.21, 3.11, 3.44, dan 3.27 berat kering masing-masing untuk tekanan penyulingan 158.86, 173.57, 190.24, dan 206.96 kPa Dahlan 1989. Kondisi penyulingan minyak akar wangi menggunakan tekanan 1.2 kgcm 2 menghasilkan rendemen 2.3 Rusli Anggraeni 1999 .

3. Laju Penyulingan

Laju penyulingan menyatakan jumlah air suling yang dihasilkan per satuan waktu. Pengaturan laju penyulingan disesuaikan dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan Guenther 1990. Laju penyulingan yang rendah menyebabkan uap terhenti pada bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak berjalan sempurna. Sebaliknya, jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap serta mengangkut bahan partikel ke dalam kondensor, sehingga menghambat aliran uap di dalam kondensor Risfaheri Mulyono 2006. Laju penyulingan memberi pengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol pada penyulingan minyak akar wangi. Jumlah minyak sebesar 2.47 pada laju penyulingan 0,6 kg uapjam dengan kadar vetiverol 63.91 lebih tinggi dibandingkan pada laju penyulingan 0,5 kg uapjam yang menghasilkan minyak 2.17 dan kadar vetiverol 61.79 Moestafa, et al.

1991. 4.

Pengaruh Lama Penyulingan Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan bahan. Pada penyulingan yang lebih lama, jumlah minyak yang terbawa oleh uap semakin banyak sehingga rendemen minyak yang diperoleh lebih banyak. Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi. Semakin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi akan semakin besar Guenther 1990. Hasil penelitian penyulingan pada beberapa minyak atsiri menunjukkan lama waktu penyulingan menghasilkan minyak yang semakin banyak. Penyulingan nilam selama 6 jam menghasilkan rendemen 2.59 dibandingkan penyulingan selama 4 dan 5 jam yaitu 2.28 dan 2.52 Setiadji Tamtarini 2006. Biji jintan yang disuling selama 3, 5, dan 7 jam menghasilkan rendemen 1.90, 2.10, dan 2.23 Sudibyo 1989. Begitu pula halnya pada penyulingan minyak jeruk purut Moestafa, et al. 1998. Penyulingan jeruk purut selama 8 jam menghasilkan rendemen 4.58, nilai ini lebih tinggi dari rendemen minyak yang disuling selama 6 jam yaitu 3.58. Rusli Anggraeni 1999 juga memperoleh rendemen minyak akar wangi lebih tinggi pada penyulingan yang lebih lama yaitu 2.07 selama 12 jam dibandingkan dengan penyulingan 8 jam yang hanya 1.78. Namun perpanjangan waktu penyulingan berdampak pada besarnya biaya bahan bakar yang digunakan Feryanto 2007.

2.5. Model Kinetik Proses Penyulingan Minyak Atsiri