II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Akar Wangi
Akar wangi Vetiveria zizanoides merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang potensial. Tanaman dari famili Gramineae ini telah
lama dikenal di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas ekspor nonmigas. Rumpun tanaman akar wangi terdiri dari beberapa anak rumpun yang memiliki
sejumlah akar-akar halus, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai kemerahan Ketaren 1985 dan Santoso 1993. Tanaman akar wangi dapat menghasilkan
minyak yang dikenal dengan minyak akar wangi vetiver oil melalui proses penyulingan.
Pada tanaman akar wangi menurut Heyne 1987, hanya bagian akar yang mengandung minyak, sedangkan batang, daun, dan bagian lain tidak mengandung
minyak. Akar yang menghasilkan minyak dengan mutu yang baik dipanen pada umur 22 bulan dan rendemen akar yang diperoleh 190 gram per rumpun. Ketaren
1985 menyebutkan bahwa akar yang masih muda bersifat lemah, halus seperti rambut dan jika dicabut dapat putus dan tertinggal dalam tanah. Selain itu akar
yang muda menghasilkan minyak dengan berat jenis dan putaran optik yang rendah, berbau seperti daun. Akar yang lebih tua dan cukup baik pertumbuhannya,
berupa akar yang lebih tebal dan dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik, serta memiliki jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, berbau lebih
wangi dan lebih tahan lama. Minyak akar wangi merupakan cairan kental, berwarna kuning kecoklatan
hingga coklat gelap, memiliki aroma sweet, earthy, dan woody Martinez et al. 2004. Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk pembuatan parfum, bahan
kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga Kardinan 2005. Minyak akar wangi dapat juga digunakan sebagai
aroma terapi dan pangan, yaitu sebagai penambah aroma dalam pengalengan asparagus dan sebagai flavor agent dalam minuman Martinez et al. 2004.
Minyak ini juga berfungsi sebagai pengikat karena mempunyai daya fiksasi pengikat yang kuat, sehingga sering digunakan sebagai campuran parfum untuk
mempertahankan aroma.
Minyak akar wangi memiliki aroma yang kuat Luu 2007, oleh karena itu minyak ini banyak digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk
wewangian pada parfum, deodorant, lotions, sabun; sebagai bahan aromaterapi Guenther 1990; Luthony Yeyet 1999; Luu 2007; sebagai zat fiksatif dan
komponen campuran dalam industri kosmetik Akhila Rani 2002; Martinez et al. 2004; Kardinan 2005; sebagai pembasmi dan pencegah serangga Kardinan
2005; dalam obat herbal sebagai carminative, stimulant, dan diaphoretic Lavania 1988; Akhila Rani 2002; dalam industri pangan digunakan sebagai
flavor agent pada pengalengan asparagus dan berbagai minuman Martinez et al. 2004.
Minyak akar wangi tersimpan dalam kantung-kantung minyak yang berada diantara lapisan cortex dan endodermis Gambar 1. Minyak yang terletak
dibawah lapisan permukaan disebut sebagai subcutaneous oils Denny 2001. Pengeluaran minyak dari dalam bahan dilakukan dengan melewatkan uap panas
untuk merusak lapisan luar yang menutupi kantung minyak epidermis dan cortex. Menurut Guenther 1990, suhu tinggi dan pergerakan uap air yang
disebabkan oleh kenaikan suhu dalam ketel mempercepat proses difusi. Istilah difusi dalam konteks ini adalah penetrasi dari berbagai komponen secara timbal
balik sehingga tercapai keseimbangan.
Gambar 1. Kantong minyak akar wangi Lavania et al. 2008 Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mengandung
campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks
Cazaussus 1988; Akhila Rani 2002, dan jenis minyak atsiri yang sangat kental dengan laju volatilitas yang rendah Akhila Rani 2002. Luu 2007
menyebutkan, komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon γ-cadinene, clovene,
α -amorphine, aromadendrene,
junipene, dan turunan alkoholnya, vetiverol khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol, serta turunan karbonilnya, dan vetivone
α -vetivone,
β -vetivone,
khusimone dan turunan esternya. Diantara komponen-komponen tersebut, α
- vetivone,
β -vetivone, dan khusimone merupakan komponen utama sebagai
penentu aroma minyak akar wangi. Ketiga komponen ini disebut sebagai sidik jari finger print minyak akar wangi Demole et al. 1995.
Shibamoto et al. 1981 mengidentifikasi sebelas komponen yang terkandung dalam fraksi fenolik minyak akar wangi asal India menggunakan
metode kromatografi gas–spektrometri massa KG-SM dan resonansi magnet inti RMI. Komponen tersebut antara lain : metoksifenol, o-kresol, p-kresol, m-
kresol, eugenol, 4-vinilguaikol, cis-isoeugenol, trans-isoeugenol, 4-vinilfenol, vanilin, dan asam zizanoat. Subhas et al. 1982 mengidentifikasi komponen
fraksi karbonil minyak akar wangi 13 antara lain : zizanal, epizizanal, α
- vetivone,
β -vetivone, khusimone dan +-1S,10R-1,10-dimetilbisiklo[4.4.0]-dec-
6-en-3-on. Sementara komponen minyak akar wangi asal Burundi terdiri dari α
- muurolene, valensene,
β -vetivene,
α -vetivone,
β -vetivone, khusimole,
α -cadinol,
vetiselinenol, isosedranol, isokhusimol, dan β
-bisabolol Dethier et al. 1997. Beberapa hasil identifikasi komponen menunjukkan kandungan senyawa
lebih dari 100 komponen Cazaussus 1988, 28 komponen terutama dari golongan sesquiterpen Martinez et al. 2004. Hasil analisis terhadap minyak akar wangi
yang berasal dari Brazil, Haiti, Bourbon dan Indonesia, komposisi minyak berbeda secara kuantitatif tetapi jenis komponen yang dihasilkan hampir sama
Martinez et al. 2004. Komposisi minyak akar wangi dari beberapa daerah produsen disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia minyak akar wangi
Komponen Brazil
Haiti Bourbon
Indonesia
Pre-zizaene 1.0
0.4 0.4
0.8 Khusimene
1.7 0.9
- 3.0
α-amorphene 1.6
1.8 2.1
4.2 Cis-eudesma—6,11-diene
1.2 1.4
0.8 2.4
α-amorphene 1.4
1.1 1.8
3.5 β-vetispirene
1.0 1.1
1.0 2.7
γ-cadinene 0.6
- 0.3
0.7 γ-vetivenene
1.3 -
0.8 5.1
β-vetivenene 2.0
1.6 1.7
5.2 α-calacorene
0.9 0.8
- 0.7
Cis-eudesm-6-en-11-ol 1.9
2.4 2.1
1.1 Khusimone
3.6 3.5
3.9 2.6
Ziza-613-en-3-one 2.5
1.4 2.8
2.1 Khusinol
3.4 1.9
1.7 2.4
Khusian-2-ol 3.4
3.4 2.8
1.3 Vetiselinenol
1.7 2.3
1.8 1.0
Cyclocopacamphan-12-ol 1.0
1.7 1.3
0.3 2-epi-ziza-613-3 α-ol
1.9 1.6
1.2 1.1
Isovalencenal 1.6
2.5 2.1
1.0 β-vetivone
1.5 5.6
3.9 6.0
Khusimol 7.2
13.3 6.4
9.7 Nootkatone
1.1 0.4
0.4 -
α-vetivone 5.4
4.8 3.3
4.0 Isovalencenol
3.0 15.3
8.9 4.4
Bicyclovetivenol 0.5
1.1 0.8
- Zizanoic acid
11.8 0.5
0.9 3.3
Hydrocarbons 12.7
9.1 8.9
28.3 Alcohols
24.0 43.0
27.0 21.3
Carbonyl compounds 15.7
18.2 16.4
17.7 Carboxylic acids
11.8 0.5
0.9 3.3
Total identified 64.2
70.8 53.2
70.6
Sumber : Martinez et al. 2004
Kandungan minyak akar wangi Bone dan Garut menunjukkan adanya 21 dan 20 komponen senyawa minyak akar wangi untuk masing-masing daerah.
Jenis komponen disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisa GC-MS komponen minyak akar wangi
Luas Relatif No.
Komponen Formula
Molekul Bone
Garut
1. Isokaryophyllen
C
15
H
24
0.65 -
2. Karyophyllen
C
15
H
24
0.62 1.33
3. Napthallen
C
15
H
24
0.58 1.02
4. α- Amorphen
C
15
H
24
0.93 1.05
5. α- Karyophyllen
C
15
H
24
0.69 0.69
6. Kuparen
C
15
H
22
0.75 1.63
7. Kloven
C
15
H
24
0.65 0.49
8. 1,3,5-Siklononatrien
C
15
H
24
0.63 1.46
9. Dehidroaromadendren
C
15
H
22
0.69 0.46
10. 1H-Siklopropa[a] Napthallen
C
15
H
22
1.58 3.63
11. β- Kopaen
C
15
H
24
O 1.78
2.56 12.
Santalol C
15
H
24
O 1.88
2.70 13.
Aromadendren C
15
H
24
1.10 0.93
14. Ledol
C
15
H
26
O 2.12
1.77 15.
Azulenon C
15
H
22
O 1.18
1.23 16.
Cendrenol C
15
H
24
O 1.98
2.10 17.
Spathulenol C
15
H
24
O 5.82
9.18 18.
β- Kopaen-4-α –ol C
15
H
24
O 3.28
6.54 19.
Trisiklo oktan-5-asam karboksil C
15
H
22
O
2
5.82 3.93
20. 3,7-Siklodecadien-1-on
C
15
H
22
O 2.27
3.50 21.
23H-Naphtalenon C
15
H
22
O 2.74
5.62
Sumber : Abraham 2002
Penelitian tentang minyak akar wangi yang telah dilakukan hingga kini mencakup teknik budidaya tanaman, teknologi proses, hingga komponen
penyusunnya. Pada Tabel 4 dapat dilihat rangkuman penelitian teknologi proses produksi minyak akar wangi.
Tabel 4. Beberapa penelitian minyak akar wangi
Referensi Kondisi
Operasi Metode
Parameter proses Hasil
Triharyo et al. 2007
• P = 1; 2;
dan 3 atm. •
V = 17 mlmenit
• t = 12; 20;
24 jam Penyulingan uap
Pengaruh tekanan dan waktu terhadap
rendemen dan mutu minyak akar wangi
serta penggunaan energi selama
penyulingan. Penggunaan tekanan 2
bar selama 20 jam memberikan
rendemen 1,92
dengan menggunakan direct use geothermal.
Suryatmi 2006 •
P = 1; 2; dan 3 atm.
• V = 0,32 –
0,35 mldet •
t = 16 jam Penyulingan uap
Pengaruh tekanan terhadap rendemen dan
mutu minyak akar wangi.
Rendemen terbaik
pada tekanan 3 atm sebesar 1,124
Abraham 2002 •
P : 1,2 kgcm
2
• V : 116
mlmnt •
t : 10 jam Penyulingan uap
Identifikasi komponen minyak akar wangi
asal Bone dan Garut Rendemen
yang dihasilkan
masing- masing 0,62 dan
0,96. Diidentifikasi komponen yang sama
dari kedua
asal minyak
yaitu α
- vetivone,
β -vetivone,
khusimol, bisiklovetiverol,
trisiklovetiverol, dan vetiver alkohol.
Rusli dan Anggraeni
1999 •
P = 0,4; 0,8 dan 1,2
kgcm
2
• t = 8; 10;
dan 12 jam •
V = 1,3 ljkg bahan
Penyulingan uap Pengaruh tekanan dan
lama penyulingan terhadap rendemen dan
mutu minyak akar wangi.
Kondisi yang terbaik adalah
penggunaan tekanan 1,2 kgcm
2
selama 10 jam yang menghasilkan
rendemen sebesar
2,3. Aggarwal et al.
1998 •
t = 12 jam •
P = 103- 124 kPa
• V = 15-20
literjam Penyulingan air
dan penyulingan uap
Pengaruh penyimpanan dan lama
penyulingan terhadap yield
Waktu penyimpanan akar wangi yang lama
akan menurunkan
recoveri minyak.
Waktu 10
jam dibutuhkan
untuk menghasilkan
minyak, lebih dari 10 jam
tidak meningkatkan
recoveri secara
signifikan. Moestafa et al.
1991 •
V : 500 dan 600 gr
uapjam •
t : 12; 16; 20; 24; 28;
32; dan 36 jam
Penyulingan air Pengaruh lama dan
kecepatan penyulingan terhadap kadar minyak
dan vetiverol akar wangi dengan
penyulingan air Hasil
terbaik penyulingan
dengan kecepatan 600 gram
uapjam selama 36 jam
menghasilkan rendemen 2,47
kadar vetiverol
63,91. Hardjono et al.
1973 •
M = 0,1 dan 0,07
kgliter •
t = 16, 20, 24 dan 28
jam Penyulingan air
dan uap kukus Pengaruh kepadatan
bahan dan lama penyulingan terhadap
rendemen dan kualitas minyak akar wangi
Hasil terbaik adalah kepadatan
0,07 kgliter selama 20 jam
dengan rendemen
2,02.
Keterangan : P : tekanan; V : kec. penyulingan; t : waktu penyulingan; M : kepadatan bahan.
2.2. Standar Mutu Minyak Akar Wangi