dibandingkan bekerja di luar negeri, bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.9 Penggolongan Tingkat Ekonomi Sebelum Bekerja ke Luar
Negeri
Pendapatan Frekuensi
Tingkat Ekonomi ≥ 3.500.000
Pendapatan sangat tinggi ≥ 2.500.000-3.500.000
Pendapatan tinggi ≥ 1.500.000 – 2.500.000
Pendapatan sedang ≤ 1.500.000
10 Pendapatan rendah
Sumber : Hasil Wawancara dengan informan Dari jawaban para responden dan data dari tabel 4.8
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata sebelum salah satu anggota keluarga mereka menjadi TKI di luar negeri
kehidupan mereka terutama menyangkut ekonomi dirasakan kurang untuk mencukupi kebutuhannya.
b. Kehidupan Ekonomi Setelah Bekerja Ke Luar Negeri
Dengan penghasilan yang ditawarkan kalau bekerja di luar negeri kita dapat merubah kehidupan terutama soal ekonomi.
Kurangnya penghasilan atau pendapatan sering di lukiskan dengan kemiskinan. Kemiskinan sebagai status tingkat hidup yang rendah
yaitu tingkat kekurangan materi pada sejumlah golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku
dalam masyarakat. Pendapatan atau penghasilan seseorang biasanya berupa uang. Dengan penghasilan yang besar kita dapat
mencukupi kebutuhan hidup bahkan lebih dari itu. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Margana:
“gaji pertama 5 juta yang kedua 6 juta sekarang 8 juta, uangnya saya gunakan untuk pertama beli sawah yang
kedua bikin rumah, yang ini mah belum karena masih 5
bulan tapi udah kirim 14 juta uang yang 3 bulan itu lebih potongan”.
13
Hasil anaknya bekerja di Taiwan sebanyak 3 kali membuat bapak Margana mampu membeli sawah dan membangun rumah,
sekarang anaknya baru 5 bulan disana tapi sudah mengirimkan uang 14 juta untuk kebutuhan hidup sehari-hari orang tuanya.
Pernyataan bapak Margana juga dibenarkan oleh bapak Jaja:
“gaji fullnya mah mencapai 8 juta, tapi sementara ini mah buat gadai sawah, buat renovasi rumah dan kebutuhan sehari-
hari saja”.
14
Gaji yang diterima Bapak Jaja dari hasil bekerja istrinya di Taiwan digunakan untuk gadai sawah dan renovasi rumah juga
kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anaknya, karena pekerjaan bapak Jaja hanya serabutan kadang-kadang sawah dan kadang-
kadang bangunan. Perubahan ekonomi yang terjadi pada keluarga bapak Jaja
juga dialami oleh bapak Cariman, yang menyatakan bahwa: “penghasilan istri saya bekerja di Taiwan 7 jutaan lah ini
sudah yang kedua kalinya uangnya saya gunakan untuk gadai sawah, beli sawah dan kebutuhan sehari-hari saja”.
15
Mengijinkan istrinya untuk bekerja ke Taiwan dengan harapan bisa membantu perekonomian keluarga, hasil dari bekerja
selama 2 kali ke Taiwan digunakan oleh bapak Cariman untuk beli sawah, gadai sawah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
Hasil yang diperoleh bekerja di Taiwan juga dirasakan oleh bapak Carsidi:
“kerjanya di Taiwan ini udah yang kedua kali, yang sekarang baru 17 bulan hasil yang pertama saya gunakan
13
Wawancara Bapak Margana.
14
Wawancara Bapak Jaja.
15
Wawancara Bapak Cariman.
untuk gadai sawah, karena anak saya belum menikah jadi belum ada tanggungan”.
16
Sama seperti halnya bapak Cariman, hasil yang diperoleh anaknya bekerja di luar negeri juga digunakan untuk gadai sawah
oleh bapak Carsidi, setelah keberangkatan yang pertama anak Bapak Carsidi memutuskan untuk berangkat bekerja lagi ke luar
negeri. Ibu Nina juga mengatakan hasil bekerja adiknya di luar
negeri: “sebelumnya bekerja di Taiwan, sekarang di Beijing
penghasilannya 6 juta perbulan untuk biaya anaknya kuliah dan biaya berobat bapaknya yang sakit stroke”.
17
Hasil yang diperoleh adiknya bekerja selama 2 kali di Taiwan dan sekarang di Beijing bisa membiayai anaknya sekolah
sampai kuliah dan mengobati ayahnya yang sedang sakit stroke. Selanjutnya Ibu Fatonah mengungkapkan keinginannya
untuk berangkat bekerja ke luar negeri lagi: “ya mau kesana juga lain negara, gak tau Hongkong,
Beijing, Taiwan atau juga mau ke cafe hahaha, kalau bekerja didalam negeri gajinya sesuai ya ingin, tapi lebih
suka di luar banyak uangnya kalau bisa mah tapi ya kan kalau diluar kadang-kadang kalau ingin pulang belum habis
kontrak saya semua yang biayain ongkos pulangnya”.
18
Keinginan ibu Fatonah untuk bisa bekerja di luar negeri karena gaji yang terima lebih besar dibandingkan bekerja didalam
negeri, tetapi resikonya jika ingin pulang belum habis masa kontrak biayanya ditanggung sendiri. Keinginannya ini karena
merasa kekurangan lagi setelah pulang ke Indonesia.
16
Wawancara Bapak Carsidi.
17
Wawancara Ibu Nina.
18
Wawancara Ibu Fatonah.
Dari jawaban para responden dapat diketahui bahwa setelah satu anggota keluarga mereka bekerja di luar negeri menjadi TKI
kebutuhan keluarga mereka dapat dikatakan bisa terpenuhi. Hidup sejahtera merupakan harapan setiap orang, hidup
sejahtera diidentikan dengan terpenuhinya semua kebutuhan primer maupun sekunder, yakni bisa membangun rumah yang
bagus memiliki motor dan barang-barang lainnya yang dianggap menunjang kehidupan sejahtera.
Salah satu kriteria hidup sejahtera adalah dengan memperoleh penghasilan yang tinggi. Jika penghasilan yang
diperoleh dari bekerja di luar negeri dikaitkan dengan penggolongan pendapatan Badan Pusat Statistik. Keadaan
ekonomi keluarga setelah bekerja di luar negeri sebagai TKI yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.10 Penggolongan Tingkat Ekonomi Setelah Bekerja di Luar
Negeri
Pendapatan Frekuensi
Tingkat Ekonomi ≥ 3.500.000
9 Pendapatan sangat tinggi
≥ 2.500.000-3.500.000 1
Pendapatan tinggi ≥ 1.500.000–2.500.000
Pendapatan sedang ≤ 1.500.000
Pendapatan rendah Sumber : Hasil wawancara dengan Informan
Karena kebanyakan yang pergi bekerja ke luar negeri itu perempuan sehinga sebelum mereka berangkat belum
mendapatkan pengahsilan apa-apa dikarenakan hanya mengurus rumah tangga saja. Jadi ketika mereka bekerja ke luar negeri
penghasilan mereka bertambah tinggi. Dan ada yang setelah lulus SMPSMA langsung bekerja di
luar negeri seperti anak bapak Margana dan bapak Carsidi, sebelumnya mereka belum bekejra di rumah setelah lulus sekolah
mereka langsung pergi bekerja ke luar negeri. Berbeda dengan yang dialami oleh anak ibu Kibtiah yang sebelumnya bekerja di
salon dengan penghasilan Rp. 1.000.000 perbulan untuk mencukupi krbutuhan anaknya sehari-hari masih dianggap kurang
sehingga memutuskan untuk bekerja di luar negeri.
2. Pengaruh Bekerja Di Luar Negeri Terhadap Perceraian
Keputusan bekerja di luar negeri tentunya sudah mengetahui dampak positif dan negatifnya terutama bagi TKI yang sudah
berkeluarga, kasus perceraian yang dihubungkan dengan bekerja di luar negeri disebabkan karena banyaknya perempuan yang menjadi
TKI di luar negeri, tetapi kasus perceraian yang terjadi disebabkan karena faktor ekonomi seperti halnya yang dialami oleh anak ibu
Kibtiah: “anak saya pergi bekerja ke Brunai Darussalam untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya, karena suaminya di rumah tidak membantu mencari nafkah untuk kebutuhan anaknya
makanya sesudah anak saya berangkat bekerja mereka bercerai lalu anaknya saya yang ngasuh”.
19
Ketidakmampuan suami anak ibu Kibtiah mencukupi kebutuhan rumah tangga yang menyebabkan anaknya menceraikan suaminya
ketika dia sudah bekerja di Brunai Darussalam, karena suaminya tidak bisa membantu perekonomian keluarga dan anaknya diasuh oleh ibu
Kibtiah. Selain faktor ekonomi banyaknya perceraian juga disebabkan
karena poligami tidak sehat atau selingkuh. Kasus yang diungkapkan oleh informan, ketika istri bekerja sebagai TKI di luar negeri, maka
suami kemudian menikah lagi, bahkan menggunakan uang yang dikirim oleh istrinya.
seperti yang dikatakan oleh ibu Asni 50 tahun kenapa anaknya bekerja ke luar negeri:
19
Wawancara Ibu Kibtiah.
“ditinggal suaminya menikah lagi, makanya dia memutuskan bekerja ke luar negeri dan anaknya ditinggal disini di asuh
saya”.
20
Jawaban ibu Asni tersebut menyatakan bahwa anaknya bercerai karena pada saat anaknya sedang bekerja suaminya malah menikahi
wanita lain, setelah ditinggal suaminya menikah anak ibu Asni bertekad untuk memperoleh penghasilan dengan bekerja di luar negeri
menjadi TKI. Adanya perkawinan di usia muda juga menyebabkan pasangan
ini mudah melakukan perceraian, sebagaimana yang dialami oleh anak bapa Mudi 40 tahun mengungkapkan alasan anaknya bercerai
adalah: “faktornya ya itu mah gak benar bapaknya, setelah bercerai anak
saya pergi ke luar negeri, dan anaknya cucu diasuh oleh kami”.
21
Bapak mudi menjelaskan faktor anaknya bercerai karena suaminya itu tidak benar sehingga setelah bercerai anak bapak Mudi
memutuskan bekerja di luar negeri dan anaknya dititipkan kepada orang tuanya nenek dan kakek.
Selain faktor ekonomi dan banyaknya perempuan menjadi TKI, praktik poligami dan rendahnya pendidikan pasangan juga menjadi
penyebab banyaknya kasus perceraian. Berdasarkan jawaban responden diatas bahwa kepergian istri
bekerja ke luar negeri walaupun menjadi faktor penyebab terjadinya perceraian. Namun rendahnya pendidikan berhubungan dengan
tingginya angka perceraian, sebab kualitas pendidikan seseorang sangat berhubungan dengan kemampuan dalam pencapaian atau
keberhasilan ekonominya. Terlebih dari data yang ada disebutkan bahwa 92 penyebab perceraian disebabkan oleh faktor ekonomi.
20
Wawancara Ibu Asni.
21
Wawancara Bapak Mudi.
Keputusan bekerja di luar negeri menjadi problema tersendiri karena harus rela jauh dari keluarga apalagi jika sudah berumah
tangga keputusan bekerja di luar negeri harus dipikirkan matang- matang karena harus meninggalkan anak dan suami di rumah. Akan
tetapi kebutuhan ekonomi yang memaksa mereka sehingga harus mengambil keputusan bekerja di luar negeri.
Faktor perceraian kebanyakan terjadi karena masalah ekonomi, dalam penelitian ini juga ditemukan karena adanya perselingkuhan
dan poligami, rendahnya tingkat pendidikan pasangan, serta adanya unsur usia pasangan yang belum siap, hal ini dikarenakan adanya
pernikahan dibawah umur. Walaupun bekerja di luar negeri biasanya di masukkan kedalam
faktor ekonomi tapi tidak semua orang yang bekerja ke luar negeri melakukan perceraian. Hal ini memang menjadi permasalahan yang
sangat jelas jika salah satu pasangannya bekerja ke luar negeri maka suami atau istri yang di tinggalkan sulit untuk menjaga amanah yang
diberikan oleh pasangannya yang bekerja ke luar negeri baik itu amanah menjaga keluarga, anak, bahkan hasil yang diperoleh dari
bekerja di luar negeri. Hal ini dikarenakan berpisah dalam jangka waktu yang lama
biasanya mereka bekeja di kontrak 2 atau 3 tahun oleh negara tujuan mereka sehingga dalam kurun waktu tersebut mereka dihadapkan
berbagai godaan, sering terjadi uang hasil istrinya bekerja di gunakan untuk menikah lagi atau berjudi sehingga ketika istrinya pulang ke
tanah air suami tidak bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya lalu istri memilih bercerai. Kasus seperti ini yang biasanya menjadi
penyebab perceraian di kalangan TKI semakin banyak pasangan yang pemahaman mengani pernikahan maka semakin banyak pula kasus
perceraian yang terjadi. Tingkat perceraian di lihat dari jumlah yang bercerai dan
menikah kemudian di bandingkan. Menurut Pak Lebe Desa Cikedung
“ perceraian yang terjadi maksimalnya itu 60 dalam 1 tahun, jadi jika di bagi ke dalam tingkatan maka, kurang dari 20 itu tergolong rendah,
antara 20-40 tergolong sedang dan lebih dari 40 itu tergolong tinggi”.
22
Untuk melihat tingkat perceraian yang terjadi diperoleh data dari kantor Desa Cikedung mengenai Jumlah TKI yang berangkat dan
pengaruhnya terhadap keluarga TKI yang bercerai yang terjadi di Desa Cikedung antara tahun 2014-2015 dapat di lihat dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 4.11 Jumlah TKI dan Perceraian Tahun 2014-2015
Jumlah TKI Tahun
jumlah cerai 85
2014 5
59 2015
6 Sumber : Data Kecamatan Cikedung Dalam Angka
Jika dilihat dari tabel 4.8 pengaruhnya terhadap perceraian tergolong rendah. Jadi keberangkatan keluarga yang pergi bekerja ke
luar negeri dengan jumlah perceraian yang terjadi pengaruhnya rendah. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa
menyebutkan bahwa memang ada pengaruhnya orang yang bekerja ke luar negeri dengan kehidupan berumah tangga, namun pengaruhnya
itu tergolong rendah di Desa Cikedung karna sebelum berangkat kerja biasanya mereka sudah berkomitmen untuk menjaga rumah tangganya
dan bekerja di luar negeri sebagai usaha untuk mencukupi kehidupan keluarganya.
Perceraian yang dilakukan oleh masyarakat yang bekerja ke luar negeri biasanya dilakukan setelah dia pulang ke rumah atau menunjuk
pengacara lalu mengajukan perceraian dengan alasan suami tidak memenuhi tanggung jawabnya terhadap ekonomi sehingga biasanya
pihak wanita yang mengajukan perceraian. Adapun jika perceraian itu
22
Wawancara Dengan Pak Lebe
terjadi sebelum keberangkatannya bekerja di luar negeri faktornya karena perelingkuhan atau poligami tidak sehat dan krisis moral
sehingga setelah bercerai wanita memutuskan pergi bekerja ke luar negeri untuk dapat mencukupi kebutuhan anak dan dirinya sendiri.
Tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama Indramayu di dominasi oleh faktor ekonomi. Pada tahun 2014 tercatat telah terjadi
perceraian disebabkan faktor ekonomi dengan jumlah perkara sebanyak 6.814 atau sekitar 92 sedangkan pada tahun 2015 faktor
terbanyak masih sama dengan tahun 2014 yaitu faktor ekonomi dengan jumlah perkara 6.126 atau sekitar 79 . Terlihat pada faktor
ekonomi mengalami penurunan 12 selama dua periode. Dalam penelitian juga didapatkan hasil dari Data Pengadilan
Agama Indramayu menyebutkan bahwa laporan penyebab terjadinya perceraian yaitu:
a. moral, yang didalamnya menyangkut poligami tidak sehat,
krisis moral, dan cemburu. Faktor tersebut yang mengakibatkan terjadinya perceraian, banyak wanita yang
menggugat suaminya karena krisis moral dan poligami yang dilakukan oleh para suami sehingga istri mengajukan
perceraian. b.
Meninggalkan kewajiban yang akhirnya mengakibatkan kawin paksa, ekonomi dan tidak ada tanggung jawab
sehingga hal ini banyak menjadi alasan yang mendominasi kasus perceraian yang ada, alasan ekonomi yang dianggap
mudah untuk bisa mengajukan gugatan perceraian. c.
Kawin di bawah umur karena usia yang belum matang dan pemikiran yang belum seimbang dalam mengambil
keputusan sehingga mengakibatkan pasangan usia muda ini mengambil keputusan untuk menikah. Pernikahan
muda ini yang biasanya rentan terhadap perceraian karna masih mengandalkan ego masing-masing.