BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Mengakhiri abad ke-20, dunia kesehatan dikejutkan dengan munculnya penyakit baru yang sangat berbahaya dan ganas, yang menyerang kehidupan
manusia, yakni HIVAIDS Notoatmodjo, 2007. Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV
Human Immunodeficiency Virus dan ditandai dengan imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi
neurologis Mitchell dan Kumar, 2007. Penyakit ini telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu
relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relatif efektif
untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan dunia Widoyono, 2008. Sampai akhir tahun 2002, diperkirakan terdapat 42 juta orang yang hidup
dengan HIV atau AIDS. Dari jumlah ini, 28,5 juta 68 hidup di Afrika sub- Sahara dan 6 juta 14 berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun
2002, diperkirakan 5 juta orang baru terinfeksi HIV dan diperkirakan 3,1 juta orang meninggal karena HIVAIDS Murtiastutik, 2008.
Kasus AIDS pertama sekali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali, penderita adalah seorang wisatawan asal Belanda. Pada tahun 1991 sudah
ditemukan 47 penderita. Pada 10 tahun yang lalu penyakit ini banyak ditemukan hanya pada pelaku homoseksual, sekarang sudah banyak ditemukan pada pelaku
heteroseksual Murtiastutik, 2008. Menurut data dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI pada Januari 2010,
jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Indonesia periode 1 Januari sampai 31
Universitas Sumatera Utara
Desember 2009, terdapat sebanyak 3.863 kasus. Jumlah kumulatif kasus AIDS sejak 1 Januari 1987 hingga 31 Desember 2009 adalah sebanyak 19.973 kasus.
Menurut data dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI pada Januari 2010, Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah kasus HIVAIDS yang terbanyak dari 33
provinsi di Indonesia. Sumatera Utara berada pada urutan ke-9 setelah Sulawesi Selatan. Jumlah kumulatif kasus AIDS area Sumatera Utara dilaporkan 485 kasus.
Seperti virus lain, HIV tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel inang atau hospes. Tidak semua sel hospes bisa terinfeksi
oleh HIV tetapi hanya sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel TCD4+ dan monositmakrofag Murtiastutik, 2008. Keadaan imunosupresi berat, yang
terutama menyerang imunitas seluler, merupakan penanda AIDS. Hal ini disebabkan terutama oleh infeksi dan hilangnya sel T CD4+ serta gangguan pada
fungsi kelangsungan hidup sel T-helper Mitchell dan Kumar, 2007. Antiretrovirus ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu revolusi
dalam perawatan penderita HIVAIDS. Meskipun anti retrovirus ARV belum mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek
samping serta resistensi kronis terhadap obat, namun secara dramatis menunjukkan penurunan angka kematian dan kesakitan, peningkatan kualitas
hidup penderita HIVAIDS dan meningkatkan semangat masyarakat. Pada pedoman WHO terdahulu April 2002 direkomendasikan bahwa
rejimen lini pertama terdiri atas dua NRTI Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors ditambah salah satu NNRTI Non-Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitors atau abacavir ABC, atau protease inhibitor. Sejak pedoman tersebut diterbitkan kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia , memilih
komposisi rejimen lini pertama yang terdiri atas dua NRTI dan satu NNRTI Murtiastutik, 2008.
Pemberian ART mempunyai beberapa tujuan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
• Faktor klinis, yaitu memperpanjang hidup dan meningkatkan kualitas
hidup. •
Faktor virologis, yaitu menurunkan viral load sebesar-besarnya 20-50 selml dan selama-lamanya. Hal itu mneunjukkan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan mencegahmenunda resistensi. •
Faktor imunologis, yaitu terjadi rekonstruksi imun baik secara kuantitatif jumlah CD4 dalam rentang normal maupun kualitatif respon imun
spesifik terhadap patogen. •
Faktor pemilihan rejimen yang tepat, ditujukan untuk mempertahankan pilihan terapi, meminimalisasi efek samping, memaksimalisasi
ketaatankepatuhan. •
Faktor epidemiologis, yaitu menurunkan penularan HIV serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.
1.2. Rumusan Masalah