Epidemiologi HIVAIDS Patogenesis HIVAIDS

2.4. Epidemiologi HIVAIDS

Infeksi HIVAIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat Djoerban dan Djauzi , 2007. Jumlah orang yang terinfeksi HIVAIDS di dunia pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar 31,3 juta adalah orang dewasa dan 2,1 juta anak di bawah 15 tahun Narain, 2004. Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara, dimana paling banyak terdapat penderita HIV positif di dunia 26,4 juta orang yang hidup dengan HIVAIDS, diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana terdapat 6,4 juta orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal sejak adanya endemi HIVAIDS Narain, 2004. Sampai dengan akhir Maret 2005, tercatat 6.789 kasus HIVAIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang Djoerban, Djauzi , 2007 .

2.5. Patogenesis HIVAIDS

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai adalah limfosit T helper positif, atau sel T4 limfosit CD4+. Gp120 HIV berikatan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memperantarai fusi membran virus ke membran sel Lan, 2005. Baru-baru ini ditemukan bahwa dua koreseptor permukaan sel, CCR5 atau CXCR4 diperlukan, agar gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+. Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41 Universitas Sumatera Utara dapat masuk ke membran sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif gen reseptor CCR5 homozigot resisten terhadap timbulnya AIDS, walupun berulang kali terpajan HIV sekitar 1 orang Amerika keturunan Caucasian. Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini tidak terlindung dari AIDS, tetapi awitan penyakit agak melambat Lan, 2005. Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel natural killer NK, limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sel mikroglia dan berbagai jaringan tubuh Lan, 2005. Setelah berfusi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami proses-proses replikasi sehingga menghasilkan banyak virus Lan, 2005. HIV-1 awalnya menginfeksi sel T dan makrofag secara langsung atau dibawa oleh sel dendrit. Replikasi virus pada kelenjar getah bening regional menimbulkan viremia dan penyebaran virus yang meluas pada jaringan limfoid. Viremia tersebut dikendalikan oleh respon imun pejamu, kemudian pasien memasuki fase laten klinis. Selama fase ini, replikasi virus pada sel T maupun makrofag terus berlangsung, tetapi virus tetap tertahan. Pada tempat itu berlangsung pengikisan bertahap sel CD4+ melalui infeksi sel yang produktif. Jika sel CD4+ yang tidak hancur tidak dapat tergantikan, jumlah sel CD4+ menurun dan pasien mengalami gejala klinis AIDS. Makrofag pada awalnya juga ditumpangi virus; makrofag tidak dilisiskan oleh HIV-1, dapat mengangkut virus ke berbagai jaringan, terutama ke otak Mitchell dan Kumar, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.6. Gejala Klinis