2.6. Gejala Klinis
Ada tiga tahapan yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara HIV dan sistem imun :
1. Fase akut. Fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorok, mialgia,
demam, ruam dan kadang-kadang meningitis aseptik Mitchell dan Kumar, 2007. Pada fase ini terdapat produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia dan
persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai dengan berkurangnya sel T CD4+. Segera setelah hal itu terjadi, muncul respon
imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu setelah pajanan dan melalui
munculnya sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya
jumlah virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD4+ jaringan Mitchell
dan Kumar, 2007. 2. Fase kronis
Fase kronis menunjukan tahap penahanan relatif virus. Pada fase ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga
beberapa tahun. Para pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten dan banyak penderita yang mengalami infeksi opotunistik
ringan, seperti sariawan Candida atau herpes zoster Mitchell dan Kumar, 2007. Replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus
yang meluas akan disertai dengan kehilangan CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun yang besar, sel CD4+ akan tergantikan
dalam jumlah yang besar. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan pejamu mulai menurun dan jumlah CD4+ mulai menurun, dan jumlah
Universitas Sumatera Utara
CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat Mitchell dan Kumar, 2007.
3. Fase kritis Tahap terakhir ini ditandai dengan kehancuran pertahanan pejamu yang
sangat merugikan, peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah,
penurunan berat badan, dan diare; jumlah sel CD4+ menurun di bawah 500 selµ L. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien mengalami infeksi
oportunistik yang serius, neoplasma sekunder dan atau manifestasi neurologis disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS. Jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+
kurang atau sama dengan 200 selµ L sebagai pengidap AIDS Mitchell dan Kumar, 2007.
Menurut Barakbah et al 2007 hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan
dengan HIV atau AIDS.
1. Gejala Konstitusi
Kelompok ini sering disebut dengan AIDS related complex. Penderita mengalami paling sedikit dua gejala klinis yang menetap selama 3 bulan atau
lebih. Gejala tersebut berupa: a. Demam terus menerus lebih dari 37°C.
b. Kehilangan berat badan 10 atau lebih. c. Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening
di luar daerah inguinal. d. Diare yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Universitas Sumatera Utara
e. Berkeringat banyak pada malam hari yang terjadi secara terus menerus.
2. Gejala Neurologi
Stadium ini memberikan gejala neurologi yang beranekaragam seperti kelemahan otot, kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi,
halusinasi, mudah lupa, psikosis dan dapat sampai koma gejala radang otak.
3. Gejala Infeksi
Infeksi oportunistik merupakan kondisi dimana daya tahan penderita sudah sangat lemah sehingga tidak ada kemampuan melawan infeksi, misalnya:
a. Pneumocystic carinii pneumonia PCP PCP merupakan infeksi oportunistik yang sering ditemukan pada penderita
AIDS 80. Disebabkan parasit sejenis protozoa yang pada keadaan tanpa infeksi HIV tidak menimbulkan sakit berat. Pada penderita AIDS, protozoa ini
berkembang pesat sampai menyerang paru-paru yang mengakibatkan pneumonia. Gejala yang ditimbulkannya adalah batuk kering, demam dan sesak nafas. Pada
pemeriksaan ditemukan ronkhi kering. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya P.carinii pada bronkoskopi yang disertai biopsi transbronkial dan
lavase bronkoalveolar Murtiastutik, 2008. b. Tuberkulosis
Infeksi Mycobacterium tuberkulosis pada penderita AIDS sering mengalami penyebaran luas sampai keluar dari paru-paru. Penyakit ini sangat
resisten terhadap obat anti tuberkulosis yang biasa. Gambaran klinis TBC pada penderita AIDS tidak khas seperti pada penderita TBC pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena tubuh sudah tidak mampu bereaksi terhadap kuman. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil kulturMurtiasatutik, 2008.
c. Toksoplasmosis
Universitas Sumatera Utara
Penyebab ensefalitis lokal pada penderita AIDS adalah reaktivasi Toxoplasma gondii, yang sebelumnya merupakan infeksi laten. Gejala dapat
berupa sakit kepala dan panas, sampai kejang dan koma. Jarang ditemukan toksoplasmosis di luar otak.
d. Infeksi Mukokutan. Herpeks simpleks, herpes zoster dan kandidiasis oris merupakan penyakit
paling sering ditemukan. Infeksi mukokutan yang timbul satu jenis atau beberapa jenis secara bersama. Sifat kelainan mukokutan ini persisten dan respons terhadap
pengobatan lambat sehingga sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaannya Murtiastutik,2008.
4. Gejala Tumor
Tumor yang paling sering menyertai penderita AIDS adalam Sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin Murtiastutik,2008.
2.7. Diagnosis HIVAIDS